TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut) yang mem-berikan karakteristik khusus pada habitat yang terbentuk. Estuari merupakan ekosistem yang khas dan kompleks dengan keberadaan berbagai tipe habitat. Heterogenitas habitat menyebabkan area ini kaya sumber daya perairan dengan kom-ponen terbesarnya adalah fauna ikan (Zahid dkk., 2011) Secara umum, perairan estuaria mempunyai peran penting ekologis dan peran penting ekonomi. Peran penting ekologis antara lain, sumber zat hara dari bahan organik yang diangkut oleh sirkulasi pasang surut, penyedia habitat bagi sejumlah spesies hewan baik sebagai tempat pemijahan, pengasuhan dan tempat mencari makan atau pembesaran dan lebih dikenal sebagai daerah asuhan. Bila peran penting ekologis tersebut dapat dipertahankan maka selanjutnya perairan estuari berperan sebagai penentu atau penyangga stok sumber daya ikan perairan sekitarnya (Tiwow, 2003 diacu oleh Rupawan 2011). Keberadaan estuari tersebut akan menyebabkan terjadinya upwelling sehingga meningkatkan adanya nutrisi di perairan. Hal tersebut akan menyebabkan ketersediaan pakan makrozoobentos sangat besar. Dengan ketersediaan makanan tersebut makrozoobentos akan mendapatkan makanan untuk menunjang pertumbuhan dan reproduksinya (Zulfiandi dkk., 2012).
Organisme Makrozoobenthos Makroozoobenthos dikawasan estuari belumpur yang tidak tercemar pada umumnya melimpah karena benthos sendiri suka tinggal didarah berlumpur dimana selain memiliki kandungan organik yang tinggi lumpur juga melindungi benthos dari serangan organisme lain. Organisme benthos merupakan organisme yang melekat atau beristirahat pada dasar perairan dan hidup di dasar endapan (substrat) perairan. Benthos yang tinggal atau hidup di dalam sedimen dasar perairan disebut infauna sedangkan yang hidup pada permukaan sedimen dasar perairan disebut epibenthik (Odum 1993,). Benthos meliputi organisme nabati (fitobenthos) dan organisme hewani (zoobenthos). Pada lingkungan yang dinamis seperti sungai hewan benthos (zoobenthos) dapat memberikan gambaran mengenai kualitas perairan, karena benthos hidup relatif menetap dan mengalami kontak langsung dengan limbah yang masuk ke habitatnya. Kelompok hewan ini dapat memberikan gambaran mengenai perubahan faktor - faktor lingkungan dari waktu ke waktu. Diantara hewan benthos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap lingkungan perairan adalah jenis - jenis yang termasuk dalam kelompok invertebrata makro. Kelompok ini lebih dikenal dengan makrozoobenthos (Anzani, 2012). Makrozoobenthos dapat bersifat toleran maupun bersifat sensitif terhadap perubahan lingkungan. Organisme yang memiliki kisaran toleransi yang luas akan memiliki penyebaran yang luas juga. Sebaliknya organisme yang kisaran toleransinya sempit (sensitif) maka penyebarannya juga sempit. Makrozoobenthos yang memiliki toleran lebih tinggi maka tingkat kelangsungan hidupnya akan
semakin tinggi. Tingkat pencemaran terhadap perairan dapat dilihat dengan identifikasi makrozoobenthos yang terdapat di wilayah tersebut (Syamsurisal, 2011). Perubahan-perubahan kualitas air dan substrat tempat hidup makrozoobentos sangat mempengaruhi komposisi maupun kepadatannya yang bergantung pada toleransi atau sensitivitas terhadap perubahan lingkungan. Setiap komunitas memberikan respon terhadap perubahan kualitas habitat dengan cara penyesuaian diri pada struktur komunitas. Dalam lingkungan yang relatif stabil, komposisi dan kepadatan makrozoobentos relatif tetap (Rahman, 2009). Umumnya makrozoobenthos relatif tidak aktif, dengan ciri khusus seperti: tubuhnya dilindungi cangkang, memiliki bagian tubuh yang dapat dijulurkan, berkembangnya bagian tubuh tambahan seperti rambut, bulu-bulu keras serta tersusun atas otot-otot yang memudahkan pergerakannya di atas maupun di dalam sedimen (Marpaung, 2013). Dalam siklus hidupnya, beberapa makrozoobenthos hanya hidup sebagai benthos dalam separuh saja dari fase hidupnya, misalnya pada stadia muda saja atau sebaliknya. Pada umumnya cacing dan bivalvia hidup sebagai benthos pada stadia dewasa, sedangkan ikan demersal hidup sebagai benthos pada stadia larva (Nybakken, 1992). Bentos yang dominan hidup di substrat berlumpur tergolong dalam Suspention Feeder (penyaring suspensi sebagai sumber makanan). Di antara yang umum ditemukan adalah kelompok Polychaeta, Bivalvia, Crustacea, Echinodermata dan Bakteri. Di samping itu juga ditemukan Gastropoda dengan
indeks keanekaragaman yang rendah serta lamun yang berperan meningkatkan kehadiran bentos (Nybakken, 1988 diacu oleh Rahman, 2009). Makrozoobenthos berperan penting dalam proses mineralisasi dan pendaur-ulangan bahan organik maupun sebagai salah satu sumber makanan bagi organisme konsumen yang lebih tinggi. Selain itu benthos berfungsi juga menjaga stabilitas dan geofisika sedimen (Thomson, 2004 diacu oleh Setiawan, 2009). Parameter Lingkungan Makrozoobenthos Benthos sering digunakan untuk menduga ketidakseimbangan lingkungan fisik, kimia dan biologi suatu perairan. Perairan yang tercemar akan mempengaruhi kelangsungan hidup organisme perairan, diantaranya adalah makrozoobenthos, karena makrozoobenthos merupakan organisme air yang mudah terpengaruh oleh adanya bahan pencemar, baik bahan pencemar kimia maupun fisik (Odum, 1994 diacu oleh Siregar, 2009), selanjutnya dijelaskan bahwa benthos dapat dijadikan sebagai indikator biologis, berdasarkan pada: a. Mobilitas terbatas sehingga memudahkan dalam pengambilan sampel. b. Ukuran tubuh relatif lebih besar sehingga memudahkan untuk identifikasi. c. Hidup di dasar perairan, relatif diam sehingga secara terus menerus terdedah (exposed) oleh air sekitarnya. d. Pendedahan yang terus menerus mengakibatkan makrozoobenthos dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. e. Perubahan lingkungan mempengaruhi keanekaragaman makrozoobenthos Beberapa parameter lingkungan makrozoobenthos yang perlu diperhatikan adalah suhu, kecerahan, salinitas, kedalaman, arus, Substrat, ph, Do, BOD 5.
1. Suhu Suhu merupakan parameter fisik yang sangat mempengaruhi pola kehidupan organisme perairan, seperti distribusi, komposisi, kelimpahan dan mortalitas. Suhu juga akan menyebabkan kenaikan metabolisme organisme perairan, sehingga kebutuhan oksigen terlarut menjadi meningkat (Nybakken, 1988). Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu yang disukai bagi pertumbuhannya. Makin tinggi kenaikan suhu air, maka makin sedikit oksigen yang terkandung di dalamnya. Suhu yang berbahaya bagi makrozoobenthos adalah yang lebih kurang dari 35 0 C (Retnowati, 2003 diacu oleh Marpaung, 2013). 2. Kecerahan Kecerahan perairan dipengaruhi langsung oleh partikel yang tersuspensi didalamnya, semakin kurang partikel yang tersuspensi maka kecerahan air akan semakin tinggi. Selanjutnya dijelaskan bahwa penetrasi cahaya semakin rendah, karena meningkatnya kedalaman, sehingga cahaya yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis oleh tumbuhan air berkurang. Oleh karena itu, secara tidak langsung kedalaman akan mempengaruhi pertumbuhan fauna benthos yang hidup didalamnya. Disamping itu kedalaman suatu perairan akan membatasi kelarutan oksigen yang dibutuhkan untuk respirasi (Nybakken, 1988). Interaksi antara faktor kekeruhan perairan dengan kedalaman perairan akan mempengaruhi penetrasi cahaya yang masuk ke dalam perairan, sehingga berpengaruh langsung pada kecerahan, selanjutnya akan mempengaruhi kehidupan fauna makrobenthos (Odum, 1993 diacu oleh Taqwa, 2010).
3. Salinitas Menurut Nybakken (1988) diacu oleh Rahman (2009), salinitas mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan organisme, misalnya dalam distribusi biota akuatik. Salinitas merupakan salah satu besaran yang berperan dalam lingkungan ekologi laut. Salinitas di daerah estuaria berkisar antara 7 32 yang bervariasi akibat adanya air tawar yang masuk ke perairan yang akan mempengaruhi pola adaptasi dan kepadatan bentos. Selanjutnya Nybakken (1992) diacu oleh Marpaung, (2013), menjelaskan bahwa fluktuasi salinitas di daerah intertidal dapat disebabkan oleh dua hal, pertama akibat hujan lebat sehingga salinitas akan sangat turun dan kedua akibat penguapan yang sangat tinggi pada siang hari sehingga salinitas akan sangat tinggi. Organisme yang hidup di daerah intertidal biasanya telah beradaptasi untuk menoleri perubahan salinitas hingga 15. Menurut Mudjiman (1981 diacu oleh Marpaung, 2013), kisaran salinitas yang dianggap layak bagi kehidupan makrozoobentos berkisar 15-45, karena pada perairan yang bersalinitas rendah maupun tinggi dapat ditemukan makrozoobentos seperti siput, cacing (Annelida) dan kerang-kerangan. 4. Arus Kekuatan arus dapat mengikis sedimen sungai bahkan menghanyutkan hewan - hewan dasar dan juga adaptasi yang mempengaruhi kemampuan bergerak komunitas biotanya. Arus sering menyebabkan berbagai jenis hewan dasar perairan yang terdapat pada batu dan di antara batu - batu sungai hanyut terbawa arus. Organisme yang hidupnya menetap pada substrat sangat membutuhkan arus untuk membawa makanan, oksigen, dan lain lain. Kecepatan arus berpengaruh
langsung terhadap pembentukan substrat dasar perairan dan berpengaruh tidak langsung terhadap pembentukan komposisi benthos (Hawkes, 1979 diacu oleh Anzani, 2012). Pergerakan ombak merupakan faktor yang terpenting di daerah estuaria. Periode pergerakan laut dan gelombang badai yang lama, berpengaruh terhadap dasar perairan yang dangkal. Pada dasar perairan yang lunak, jalur ombak ini dapat menimbulkan gerakan bergelombang besar di dasar, yang sangat mempengaruhi stabilitas substrat. Partikel substrat dapat teraduk dan tersuspensi kembali. Hal ini sangat mempengaruhi hewan infauna yang hidup di dalam substrat. Pergerakan ombak juga menentukan tipe partikel yang terkandung. Pergerakan ombak yang kuat memindahkan partikel halus sebagai suspensi dan menyisakan pasir. Sehingga sedimen lumpur yang baik hanya dapat terbentuk pada dasar yang pergerakan ombaknya rendah atau letaknya lebih dalam sehingga tidak terlalu dipengaruhi oleh ombak (Nybakken, 1988 diacu oleh Rahman, 2009). 5. Derajat Keasaman (ph) Setiap spesies memiliki kisaran toleransi yang berbeda terhadap ph. ph yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik termasuk makrozoobenthos pada umumnya berkisar antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang sangat asam ataupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan gangguan metabolisme dan respirasi. ph yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik semakin tinggi yang tentunya akan mengancam kelangsungan hidup organisme akuatik, dan ph yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam air akan terganggu, dimana kenaikan ph di atas netral akan
meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme termasuk makrozoobenthos (Barus, 2004). Makrozoobenthos mempunyai kenyamanan kisaran ph yang berbeda - beda. Sebagai contoh, Gastropoda lebih banyak ditemukan pada perairan dengan ph di atas 7, sedangkan kelompok insekta banyak ditemukan pada kisaran ph 4,5-8,5 (Anzani, 2012). Pengaruh nilai ph terhadap komunitas biologi perairan ditunjukkan dalam Tabel 1. Tabel 1. Pengaruh ph terhadap komunitasbiologi perairan Nilai ph Pengaruh Umum 6,0 6,5 Keanekaragaman benthos sedikit menurun. Kelimpahan total, biomassa, dan produktifitas tidak mengalami perubahan. 5,5 6,0 Penurunan nilai keanekaragaman benthos semakin tampak. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas masih belum mengalami perubahan yang berarti. 5,0 5,5 Penurunan keanekaragaman dan komposi jenis benthos semakin besar. Terjadi penurunan kelimpahan total dan biomassa benthos 4,5 5,0 Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis benthos semakin besar. Penurunan kelimpahan total dan biomassa benthos. Sumber: Effendi, 2003 diacu oleh Marpaung, 2013 6. Substrat Jenis substrat berkaitan dengan kandungan oksigen dan ketersediaan nutrien dalam sedimen. Pada substrat berpasir, kandungan oksigen relatif lebih besar dibandingkan dengan substrat yang halus, karena pada substrat berpasir terdapat pori udara yang memungkinkan terjadinya pencampuran yang lebih intensif dengan air di atasnya. Namun demikian, nutrien tidak banyak terdapat dalam substrat berpasir. Sebaliknya pada substrat yang halus, oksigen tidak begitu banyak tetapi biasanya nutrien tersedia dalam jumlah yang cukup besar (Bengen, 2004 diacu oleh Marpaung, 2013).
7. Kelarutan Oksigen (DO) Oksigen terlarut merupakan suatu factor yang sangat penting dalam ekosistem air, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme air. Umumnya kelarutan oksigen dalam air sangat terbatas. Dibandingkan dengan kadar oksigen di udara yang mempunyai konsentrasi sebanyak 20% volum, air hanya mampu menyrap oksigen sebanyak 20% volum saja (Barus, 2004). Secara ekologis, konsentrasi oksigen terlarut juga menurun dengan adanya penambahan bahan organik, karena bahan organik tersebut akan diuraikan oleh mikroorganisme yang mengkonsumsi oksigen yang tersedia. Pada tingkatan jenis, masing-masing biota mempunyai respon yang berbeda terhadap penurunan oksigen terlarut (Connel dan Miller, 1995 diacu oleh Taqwa, 2010). Kisaran toleransi zoobentos terhadap oksigen terlarut berbeda-beda. Menurut Sastrawijaya (1991) diacu oleh Siregar (2009), kehidupan zoobenthos dapat bertahan jika ada oksigen terlarut minimum sebanyak 5 mg/l, selebihnya tergantung kepada ketahanan organisme, derajat keaktifan, kehadiran pencemar, temperatur air dan sebagainya. 8. Biological Oxygen Demand (BOD 5 ) Dari hasil penelitian misalnya diketahui bahwa untuk menguraikan senyawa organik yang terdapat didalam limbah rumah tangga secara sempurna, mikroorganisme membutuhkan waktu sekitar 20 hari lamanya. Mengingat bahwa waktu selama 20 hari dianggap terlalu lama dalam proses pengukuran ini, sementara dari hasil penelitian diketahui bahwa setelah pengukuran dilakukan selama 5 hari jumlah senyawa organik yang diuraikan sudah mencapai kurang
lebih 70 %, maka pengukuran yang umum dilakukan adalah pengukuran selama 5 hari (BOD5) (Simamora, 2009). Semakin tinggi nilai BOD menunjukkan semakin tingginya aktivitas organisme untuk menguraikan bahan organik atau dapat dikatakan semakin besar kandungan bahan organik di suatu perairan tersebut. Oleh karena itu, tingginya kadar BOD dapat mengurangi jumlah oksigen terlarut dalam air menurun. Apabila oksigen terlarut sudah habis maka bakteri aerobik dapat mati sehingga akan timbul aktivitas bakteri anaerob yang dapat menyebabkan bau yang tidak enak misalnya bau busuk (Sukmadewa, 2004). Nilai konsentrasi BOD 5 pada suatu badan perairan dapat mempengaruhi kehidupan biota air diantaranya zoobenthos. Batas toleransi hewan benthos terhadap BOD5 tergantung spesiesnya. Umumnya nilai konsentrasi BOD 5 di atas 10 mg/l - 20 mg/l O2 dapat menekan pertumbuhan populasi hewan benthos (Brower et al, 1990 diacu oleh Siregar, 2009).