BAB 1 PENDAHULUAN. penerimaan Negara yang dominan.reformasi perpajakan mulai berjalan dan telah

dokumen-dokumen yang mirip
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

No II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Ayat (1) Ayat (2) Peredaran bruto merupakan peredaran bruto dari usaha, termasuk dari usaha cabang, se

Peraturan Menteri Keuangan 107/PMK.011/2013 tgl 30 Juli 2013

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA

BAB I P E N D A H U L U A N. dan dilakukan secara bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Wajib Pajaknya adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar

BAB III PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN UMKM PP NO 46 TAHUN Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)

No dan investasi Harta ke dalam wilayah NKRI, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak, dan bagi Wajib Pajak yang tidak mengik

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendanaan bagi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) mensukseskan pembangunan nasional secara merata untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

PRES I DEN REPUELIK INDONESIA IENTANG. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2OO8 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan potensi pajak yang ada dapat dipungut secara optimal. Langkah-langkah

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah kewajiban warga negara yang merupakan wujud. langsung oleh wajib pajak dan bersifat memaksa. Saat ini peranan pajak

Heltyova Purba. Erly Suandy. Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta Jalan Babarsari 43-44, Yogyakarta

final. Menurut Mustadir (2013) Sederhana dan mudah! Itulah nafas utama dari

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri (Waluyo,

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, pemerintah memerlukan dana yang tidak sedikit, dimana dana

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan infrastruktur, program pendidikan, kesehatan, dan lain-lain, disusun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN (PPH) FINAL TERHADAP USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) BERDASARKAN PP NO 46 TAHUN 2013

ANALISIS KEPATUHAN WAJIB PAJAK SEBELUM DAN SESUDAH DITERAPKANNYA PERATURAN PEMERINTAH NO. 46 TAHUN 2013 DI UMKM ONYX TULUNGAGUNG RINGKASAN SKRIPSI

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun sebagai penyelaras kegiatan ekonomi pada masa-masa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. banyak sumber dana dalam membiayai berbagai pengeluaran negara. Pada era Orde

ANALISIS PERBEDAAN PERLAKUAN PENERAPAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN Dedi Haryanto

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri, menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya Mardiasmo (2011 : 1) :

2013, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan

BAB VI ASPEK KEUANGAN

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak dalam UU Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan. Umum dan Tata Cara Perpajakan di Pasal 1 sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah juga terus memperhatikan kondisi ekonomi Indonesia dan kondisi

MEY N.NAWAITU 1, ZULKIFLI BOOKIU 2, USMAN 3 Jurusan Akuntansi Universitas Negeri Gorontalo

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, maka

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, Indonesia dan

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 31/PJ/2012 TENTANG

BAB III GAMBARAN DATA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, pemerintah. membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana tersebut dikumpulkan dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Untuk meningkatkan pemenuhan kewajiban perpajakan secara sukarela

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan pajak. Akan tetapi, data menunjukkan bahwa sebagian besar penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya telah diatur pelaksanaan pembangunan nasional secara berencana, menyeluruh,

BAB I PENDAHULUAN. kerja yang besar di sektor ini. Selain itu, tentu saja karena kontribusi yang besar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu peran penting Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN)

PER - 32/PJ/2015 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

BAB I PENDAHULUAN. hidup rakyat, dan untuk memajukan bangsa. Pengeluaran-pengeluaran negara

Bab 1. Pendahuluan. Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan

ALBERTUS MAGNUS GALIH SWASTYANANTO ERLY SUANDY

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat. Karena pajak mempunyai fungsi sebagai budgetair yang

BAB I PENDAHULUAN. oleh lembaga independen seperti Masyarakat Transparansi Internasional

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2012 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: PER- -1 /PJ/2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. berjumlah Rp ,00 (Laporan Keuangan Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Asia Tenggara dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 250 juta

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. melakukanpembangunan Negara adalah Pajak. Pajak selain untuk. pembangunan Negara pajak juga digunakan untuk pendanaan di beberapa

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat sehingga tujuan tersebut

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESI PENELITIAN. pemerintah kepada masyarakat guna mewujudkan cita-cita bersama yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menengah (UMKM) selalu digambarkan sebagai sektor yang mempunyai

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. 1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan

BAB 1 PENDAHULUAN. usaha di Indonesia. Pajak merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II NORMA PENGHITUNGAN DAN PAJAK PENGHASILAN FINAL

BAB I PENDAHULUAN. warga negara untuk menunjang pembangunan. Kegiatan kenegaraan sulit

1 BAB I PENDAHULUAN. maupun spiritual, maka perlu diperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Salah

BAB III PEMBAHASAN HASIL KERJA PRAKTEK. Pratama Bandung Cicadas di Bagian Pelayanan, Tempat Pelayanan Terpadu

PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN PAJAK OLEH BENDAHARA PEMERINTAH KPP PRATAMA JAKARTA SETIABUDI TIGA

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak 2013

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia memiliki bermacam-macam ketentuan pajak untuk para

LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 1

Pajak Penghasilan Pasal 21/26

BAB I PENDAHULUAN. perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Salah satu. yang berguna bagi kepentingan bersama Waluyo (2008:2).

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II DASAR TEORI. wajib, berupa uang dan/atau barang, yang dipungut oleh penguasa. berdasarkan norma-norma hukum, guna untuk menutup biaya produksi

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: 15/PJ/2006 TENTANG

SOAL LATIHAN: JAWABLAH SOAL SOAL BERIKUT INI, TERKAIT DENGAN: PER - 16 / PJ / 2016 (Terlampir)

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Pajak adalah iuran rakyat yang dikelola menjadi kas negara dan digunakan

Pajak Penghasilan Pasal 21/26

Makalah Tentang Pajak Penghasilan Karyawan Pasal 21 / PPh21

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tentunya berusaha untuk dapat meningkatkan dan meratakan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Realisasi Penerimaan Negara (Milyar Rupiah),

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Negara pada tahun 2014, penerimaan perpajakan ditargetkan sebesar Rp

BAB I PENDAHULUAN. maju dan sejahtera. Dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam beberapa tahun terakhir ini, perpajakan telah menjadi sumber penerimaan Negara yang dominan.reformasi perpajakan mulai berjalan dan telah membuahkan hasilnya.kontribusi penerimaan pemerintah dari tahun ke tahun memiliki kecenderungan terus meningkat.namun, usaha intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan masih terus dijalankan mengingat pemerintah terus menaikkan target penerimaan pajak dari tahun ke tahunnya.dalam struktur penerimaan pajak, pajak penghasilan merupakan komponen utama yang menjadi penyumbang terbesar dalam penerimaan tersebut.dalam rentang waktu 2011 hingga 2012, penerimaan pajak penghasilan terus meningkat setiap tahunnya. Pajak penghasilan diatur dalam Undang-Undang (UU) No.36 Tahun 2008 dimana pajak penghasilan tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yaitu pajak penghasilan bersifat final dan pajak penghasilan tidak final. Perbedaan mendasar kedua komponen tersebut adalah dalam hal pengkreditan pajak di akhir tahun bahwa pajak penghasilan bersifat final merupakan pajak yang tidak dapat dikreditkan. Pajak penghasilan bersifat final diatur di UU No.36 Tahun 2008 pasal 4 ayat (2) dan komponen pajak penghasilan bersifat tidak final meliputi pajak penghasilan pasal 21, pasal 22, pasal 23, pasal 25/29, dan pasal 26. Pajak penghasilan final bukan penyumbang terbesar dalam penerimaan pajak di sector pajak penghasilan.namun, dalam hal pertumbuhan dan pencapaian target 1

2 penerimaan pajak di sektor pajak penghasilan, pajak penghasilan final merupakan komponen yang dominan.hal tersebut dapat dilihat dalam tabel 1.1 berikut. JENIS PAJAK APBN 2012 Tabel 1.1 Evaluasi Penerimaan Pajak PPh Non Migas (dalam milyar rupiah) 2012 (Realisasi s.d Februari) 2011 % PERTUMBUHAN % PENCAPAIAN 2012 PPh Non 459.049,2 25.957,69 22.058,33 17,68 5,65 Migas 1.PPh Ps 89.195,2 4.814,80 3.984,82 20,83 5,40 21 2.PPh Ps 7.917,7 313,23 319,61 (2,00) 3,96 22 3.PPh Ps 38.185,6 2.792,41 2.480,85 12,56 7,31 22 Impor 4.PPh Ps 28.486,0 1.354,55 1.137,14 19,12 4,76 23 5.PPh Ps 5.615,8 211,20 206,24 2,40 3,76 25/29 6. PPh Ps 204.447,3 10.710,45 9.113,43 17,52 5,24 25/29 Badan 7.PPh Ps 29.793,1 1.191,41 1.313,87 (9,32) 4,00 26 8.PPh Final 55.365,6 4.567,90 3.494,24 30,73 8,25 9.PPh non migas lainnya 42,9 1,74 8,12 (78,61) 4,05 Sumber: Direktorat Jenderal Pajak (2012). Dalam tabel 1.1 tersebut, pajak penghasilan final menunjukkan pertumbuhan dan pencapaian yang positif dalam target penerimaan pajak di APBN 2012.Pajak penghasilan final memiliki kecenderungan untuk mengalami peningkatan di tahun mendatang. Dalam upaya pencapaian target penerimaan pajak tersebut, pemerintah mengeluarkan satu peraturan baru terkait penerimaan

3 pajak penghasilan final yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No.46 Tahun 2013 tentang pajak penghasilan final bagi wajib pajak dengan peredaran bruto tertentu.beberapa pokok-pokok penting yang diatur dalam PP No.46 Tahun 2013 tentang pajak penghasilan atas peredaran bruto tertentu adalah sebagai berikut : 1. Bagi wajib pajak orang pribadi ataupun wajib pajak badan yang bukan merupakan bentuk usaha tetap yang menerima penghasilan usaha dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam satu tahun pajak dikenakan pajak penghasilan bersifat final dengan tarif 1%. 2. Dasar pengenaan pajak yang digunakan adalah peredaran bruto atas hasil usaha setiap bulan. 3. Dikecualikan dari pengenaan PPh final berdasarkan ketentuan ini adalah penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas yang diperoleh : a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaries, penilai, dan aktuaris. b. Pemain music, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama dan penari. c. Olahragawan. d. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator. e. Pengarang, peneliti, dan penerjemah.

4 f. Agen iklan. g. Pengawas atau pengelola suatu proyek. h. Perantara. 4. Tidak termasuk wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya : a. Menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap. b. Menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan. 5. Tidak termasuk wajib pajak yang : a. Wajib pajak badan yang belum beroperasi secara komersial ; atau b. Wajib pajak badan yang dalam jangka waktu satu tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). 6. PP ini tidak berlaku atas penghasilan dari usaha yang selama ini dikenakan pajak penghasilan bersifat final sesuai dengan aturan perpajakan. Bila melihat aturan dari peredaran bruto tersebut, kita akan merujuk kepada pembagian jenis pelaku usaha dalam Indonesia. Dengan batasan peredaran bruto tersebut, kita akan kembali kepada pembahasan mengenai pelaku usaha di sector Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (yang selanjutnya akan disingkat menjadi UMKM) merupakan salah satu bentuk usaha di Indonesia yang dibedakan berdasarkan jumlah peredaran bruto dalam setahun ataujumlah kekayaan bersih yang tidak termasuk tanah dan bangunan

5 tempat usaha. UMKM diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008. Undang-Undang (yang selanjutnya akan disingkat menjadi UU) tersebut mengelompokkan usaha berdasarkan criteria tertentu sehingga ada beberapa kelompok usaha, yaitu : 1. Usaha Mikro 2. Usaha Kecil 3. Usaha Menengah Kriteria UMKM berdasarkan UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah adalah sebagai berikut: a. Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut: 1. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau 2. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). b. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut: 1. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

6 2. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). c. Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut: 1. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau 2. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah). Perkembangan UMKM di Indonesia mengalami kecenderungan meningkat di setiap tahunnya yang dapat kita lihat melalui data perkembangan UMKM berikut. Tabel 1.2 Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah 2011-2012 No. Indikator Satuan 2011 2012 Jumlah % Jumlah % 1. Unit Usaha a. Usaha Mikro Kecil dan Menengah 1. Usaha Mikro(UM) 2. Usaha Kecil(UK) 3. Usaha Menengah(UM) b. Usaha Besar Unit Unit Unit unit 55.206.444 54.559.969 602.195 44.280 4.952 99,99 98,82 1,09 0,08 0,01 56.534.592 55.856.176 629.418 48.997 4.968 99,99 98,79 1,10 0,09 0,01 Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM (2013).

7 Berdasarkan tabel tersebut, perkembangan UMKM dapat diprediksi mengalami kenaikan di tahun selanjutnya karena pergerakan perkembangan di tahun 2011-2012 memiliki tren dengan kecenderungan meningkat. Hal tersebut juga berbanding lurus dengan kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (yang selanjutnya akan ditulis PDB) Indonesia. Berdasarkan data BPS, UMKM memberikan kontribusi terhadap PDB nasional yang cukup besar. Dalam periode tahun 2008 hingga 2011, kontribusi UMKM terhadap PDB nasional selalu di atas 50% dari total PDB nasional.perkembangan tersebut dapat kita lihat di tabel 1.3 berikut. Tabel 1.3 Kontribusi UMKM Terhadap PDB Nasional Keterangan 2008 2009 2010 2011 Usaha Mikro 32,8% 32,7% 32,4% 33,4% Usaha Kecil 10,9% 10,8% 10,8% 7,1% Usaha Menengah 14,7% 14,7% 14,6% 15,2% Usaha Besar 41,7% 41,8% 42,2% 44,3% Sumber : Data kementerian Koperasi & UKM (data diolah)(2012). Kontribusi UMKM tersebut juga diprediksi akan mengalami peningkatan di tahun berikutnya. Jika melihat kontribusi UMKM terhadap PDB nasional, hal ini akan sebanding dengan potensi penerimaan pajak penghasilannya. Pajak penghasilan tersebut diatur dalam UU No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Dimana dalam UU tersebut mengatur tentang tariff dan tata cara perhitungan pajak terhutang. Jika melihat kontribusi UMKM terhadap PDB

8 nasional, penerimaan pajak penghasilan semestinya berbanding lurus.namun, realisasi penerimaan pajak penghasilan dari sector UMKM berbanding terbalik dengan kontribusinya di PDB nasional. Hal tersebut dapat kita lihat di tabel 1.4 berikut: Tabel 1.4 Kontribusi UMKM terhadap PDB dan Potensi Penerimaan Pajak dari UMKM Kontribusi UMKM terhadap PDB Rp1.214,73 Triliun atau 58,17% Potensi Penerimaan Pajak dari sector UMKM Realisasi Penerimaan Pajak dari UMKM Rp 146 Triliun Rp65,012 Miliar atau 0,54% dari total kontribusi UMKM terhadap PDB Sumber : Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak. Data diolah.(2011 dan 2012). Terjadi gap yang cukup besar antara perhitungan potensi penerimaan pajak dengan realisasi penerimaan pajak penghasilan dari sector UMKM tersebut. Hal tersebut akan menghambat fiskus dalam memenuhi target penerimaan pajak Negara. Dengan penerbitan PP No.46 Tahun 2013 tersebut, pelaksanaan perpajakan bagi wajib pajak tersebut akan menjadi lebih mudah karena memanfaatkan peredaran bruto bulanan dan pengenaan tarif 1% atas peredaran bruto tersebut. Bila melihat kontribusi UMKM terhadap PDB nasional yang cenderung mengalami peningkatan akan berbanding lurus dengan potensi penerimaan pajak berdasarkan PP No.46 Tahun 2013. Potensi penerimaan pajak

9 pun akan meningkat dibandingkan dengan potensi penerimaan pajak sebelum peraturan tersebut diterbitkan.hal tersebut diharapkan dapat mendongkrak pertumbuhan penerimaan pajak penghasilan finaldi sector penerimaan pajak penghasilan yang pada akhirnya turut membantu fiskus dalam memenuhi target penerimaan pajak. Besarnya potensi penerimaan pajak dari sector UMKM tidak hanya terjadi di tingkat nasional tetapi juga di tingkat Kabupaten, khsusnya di Kabupaten Bandung.Perkembangan UMKM dari segi unit usaha di Kabupaten Bandung menawarkan potensi penerimaan pajak penghasilan final yang baik.hal tersebut dapat dilihat di tabel 1.5 berikut. Tabel 1.5 Perkembangan Unit Usaha Industri UMKM Kabupaten Bandung Tahun Jumlah UMKM (Unit) 2010 20.729 2011 29.468 2012 26.981 Sumber : Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bandung (2013). Berdasarkan tabel 1.5 tersebut, perkembangan unit usaha UMKM mengalami peningkatan di periode 2011 dan menurun untuk periode 2012.Hal tersebut dikarenakan peralihan ke jenis usaha besar.artinya, terjadi peningkatan kegiatan usaha yang menyebabkan kenaikan peredaran bruto sehingga jumlah penurunan tersebut beralih ke jenis usaha besar. Hal tersebut juga akan mempengaruhi potensi penerimaan pajak penghasilan final. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian terdahulu. Berdasarkan Novita (2014) menyatakan bahwa :

10 Kontribusi yang diberikan oleh Pajak UMKM terhadap penerimaan pajak penghasilan final selama kurun waktu lima bulan sejak diterapkannya PP No.46 Tahun 2013 selalu meningkat meskipun masih dalam kategori sangat kurang. Berdasarkan Hakim & Nangoi (2015) menyatakan bahwa: Penerimaan dari PPh UMKM terhadap PPh Pasal 4 ayat (2) mengalami fluktuatif dalam kurun waktu 17 bulan dari bulan Agustus 2013 hingga Desember 2014 dengan kategori sangat kurang. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka penulis tertarik untuk membahas tema : Pengaruh Penerapan Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 2013 terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Final.(Studi kasus pada KPP Pratama Soreang). 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka identifikasi masalah atas penelitian ini adalah : 1. Bagaimana penerapan PP No.46 Tahun 2013 terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Final pada KPP Pratama Soreang. 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Berdasarkan Identifikasi Masalah tersebut, maka penelitian ini bermaksud untuk mengetahui dan mnegumpulkan data dari berbagai informasi yang diperlukan untuk mengetahui dan mempelajari sejauh mana pengaruh PP No.46 Tahun 2013 terhadap penerimaan pajak penghasilan final pada KPP Pratama Soreang. Sedangkan tujuan yang hendak dicapai adalah sebagai berikut:

11 1. Untuk mengetahui dampak penerapan PP No.46 Tahun 2013 tentang pajak penghasilan bersifat final bagi wajib pajak dengan peredaran bruto tertentu terhadap penerimaan pajak penghasilan final pada KPP Pratama Soreang. 1.4. Manfaat Penelitian berikut: Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai 1. Manfaat akademis Penelitian pengaruh penerapan PP No.46 Tahun 2013 tentang pajak penghasilan bagi wajib pajak dengan peredaran bruto tertentu terhadap penerimaan pajak penghasilan final dimaksudkan untuk menambah pengetahuan bagi para akademis yang tertarik untuk mendalami bidang perpajakan ataupun yang telah berkecimpung di dunia perpajakan. Serta, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan informasi referensi pemikiran dan bahan kajian untuk penelitian di masa yang akan datang khususnya di lingkungan perguruan tinggi. 2. Manfaat Praktisi A. Bagi Direktoral Jenderal Pajak Hasil penelitian ini dapat dipakai bagi Direktorat Jenderal Pajak sebagai bahan masukan untuk melakukan studi lebih lanjut khususnya terkait dengan pengaruh penerapan PP No.46 Tahun 2013 tentang

12 pajak penghasilan bersifat final bagi wajib pajak dengan peredaran bruto tertentu terhadap penerimaan pajak penghasilan final. B. Bagi Penulis Penelitian ini sebagai persyaratan bagi penulis untuk menyelesaikan program pendidikan strata satu.serta, penelitian ini berguna untuk menambah wawasan dan memahami perbandingan antara konsep dan teori yang diperoleh di perkuliahan dengan penerapan dalam suatu instansi. 1.5. Lokasi Penelitian Berdasarkan judul yang diambil, maka peneliti akan meneliti pengaruh penerapan PP No.46 Tahun 2013 tentang pajak penghasilan bagi wajib pajak dengan peredaran bruto tertentu terhadap penerimaan pajak penghasilan bersifat final di wilayah kerja KPP Pratama Soreang. 1.6. Waktu Penelitian Oktober 2015. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan April 2015 sampai dengan