I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hampir 700 spesies bakteri dapat ditemukan pada rongga mulut. Tiap-tiap individu biasanya terdapat 100 hingga 200 spesies. Jika saluran akar telah terinfeksi, infeksi akan menjalar ke apikal hingga produk bakteri atau bakterinya sendiri berada pada tempat yang sesuai untuk menstimulasi jaringan periapikal sehingga menyebabkan periodontitis apikal (Narayanan dan Vaishnavi, 2010). Saluran akar memiliki lingkungan mikroflora yang berbeda pada kasus perawatan endodontik primer dan kasus perawatan endodontik berulang. Perbedaan ini terutama disebabkan oleh perubahan ekologi di saluran akar sebelum dan selama prosedur perawatan. Bakteri yang biasa terdapat pada perawatan primer adalah campuran polimikroba dengan proporsi spesies bakteri gram-positif dan gramnegatif kurang lebih sama dengan didominasi oleh bakteri obligat anaerob yang mampu melakukan fermentasi asam amino dan peptida (Peciuliene dkk., 2008). Mikroorganisme yang paling sering terisolasi sebelum perawatan saluran akar adalah bakteri batang anaerob gram negatif, batang fakultatif dan anaerob gram positif, kokus anaerob gram positif spesies Lactobacillus, dan spesies Streptococcus fakultatif gram positif (Jaju dan Jaju, 2011). Setelah preparasi biomekanis (cleaning and shaping), terdapat beberapa mikroorganisme yang resisten terhadap antibakteri dan bertahan di dalam saluran akar (Narayanan dan Vaishnavi, 2010). Spesies mikroorganisme yang ditemukan pada saluran akar yang telah dilakukan perawatan berjumlah sedikit dan biasanya 1
2 didominasi oleh mikroorganisme Gram-positif (Peciuliene dkk., 2008). Bakteri Enterococcus faecalis (E. faecalis) merupakan bakteri yang paling sering ditemukan dalam saluran akar pada kasus kegagalan perawatan endodontik dan saluran akar dengan infeksi yang menetap. E. faecalis adalah bakteri kokus gram positif serta bersifat fakultatif anaerob (Narayanan dan Vaishnavi, 2010). Mikroorganisme ini dapat berpenetrasi ke dalam tubulus dentinalis dan sulit untuk menghilangkannya dengan prosedur biomekanis. Oleh karena itu, bakteri E.faecalis dianggap sebagai patogen endodontik yang persisten sehingga sulit untuk dihilangkan (Pimenta dkk., 2015). Sodium hypochlorite (NaOCl) merupakan bahan irigasi saluran akar yang paling sering digunakan. Bahan ini merupakan antiseptik dan pelumas yang digunakan dalam larutan dengan kisaran konsentrasi dari 0,5% hingga 5,25%. (American Association of Endodontist, 2011). NaOCl terionisasi membentuk ion Na + dan hypochlorite (OCl - ) yang membentuk keseimbangan dengan hypochlorous acid (HOCl) ketika berada di dalam air. Molekul HOCl inilah yang bertanggung jawab dalam menonaktifkan bakteri dengan mengganggu aktivitas fosforilasi oksidatif, kegiatan yang berkaitan dengan membran bakteri, dan sintesis DNA (Ingle dkk., 2008). Selain itu, menurut Estrela dkk. (2002) ph NaOCl yang tinggi (aksi ion OH - ) akan mengganggu integritas membran sitoplasma dengan irreversible enzymatic inhibition, perubahan biosintesis dalam metabolisme seluler dan degradasi fosfolipid. Selain itu, NaOCl memiliki kelebihan lain yaitu keefektifannya untuk menghilangkan jaringan vital, non-vital dan terhadap bakteri, spora, fungi, dan virus (Mena-Mendivil dkk., 2013).
3 Sementara American Association of Endodontist (2011) melaporkan bahwa larutan NaOCl tidak membunuh seluruh bakteri, tidak membuang seluruh smear layer dan juga dapat merubah komposisi dentin. Ketika terinjeksikan ke jaringan periradikular, larutan NaOCl dapat menyebabkan hemolisis, ulserasi kulit, dan nekrosis (Hülsmann dan Hahn, 2000). Kelemahan lainnya adalah rasa dan bau yang tidak enak, kemampuannya untuk menodai pakaian dan menyebabkan korosi objekobjek metal (American Association of Endodontist, 2011). Sejak pertengahan tahun 1980an, air elektrolisis (electrolyzed water), atau yang juga dikenal dengan air aktivasi elektrokimiawi atau air dengan potensi oksidatif (Qing dkk., 2006) telah disertifikasi untuk digunakan di Jepang sebagai produk medis. Bentuk pertama air elektrolisis yang dikembangkan adalah tipe asam dan air tersebut dengan cepat diterima oleh industri makanan di Jepang (Hata dkk., 1996). Sebagai produk dalam kesehatan, sejak 1996 air asam elektrolisis ini dapat digunakan sebagai bahan irigasi untuk preparasi saluran akar dan biasanya digunakan di klinik-klinik di Jepang. Telah diketahui bahwa air asam elektrolisis ini dapat menghilangkan bakteri dan smear layer (Qing dkk., 2006). Air elektrolisis yang masih segar bersifat sangat aktif melawan Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, spora Bacillus subtilis var niger, methicillinresistant Staphylococcus aureus, spora Clostridium difficile, Helicobacter pylori, Enterococcus faecalis, Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium aviumintracellulare, dan Mycobacterium chelonae dengan reduksi sebesar 99,999% atau lebih dalam waktu 2 menit atau kurang dibandingkan 2% glutaraldehyde (Selkon dkk., 1999). Air ini memiliki efek antibakteri yang cepat dan terdekomposisi
4 menjadi air biasa. Air ini juga tidak diserap oleh dentin. Oleh karena itu, air ini aman digunakan untuk irigasi saluran akar gigi (Hata dkk., 1996). Keamanan lain air ini terletak pada sifatnya yang tidak menyebabkan iritasi terhadap kulit, membran mukosa, atau material organik (Hati dkk., 2012). Aktivitas bakterisidal, keamanan air, serta sifatnya yang ramah lingkungan membuatnya dapat digunakan dalam berbagai bidang, seperti pencucian makanan, dan pengobatan. Dalam kedokteran gigi, air asam elektrolisis dapat digunakan sebagai pencuci material kedokteran gigi dan sebagai obat kumur (Okajima dkk., 2011). Dengan adanya sifat antimikroba pada air asam elektrolisis dan tingginya prevalensi kegagalan perawatan saluran akar akibat bakteri E. faecalis, maka perlu diketahui pengaruh irigasi air asam elektrolisis terhadap jumlah koloni bakteri E. faecalis. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan: apakah air asam elektrolisis berpengaruh terhadap penurunan jumlah koloni bakteri E.faecalis? C. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai efek antibakteri air asam elektrolisis telah dilakukan oleh Tanaka dkk. (1996). Penelitian tersebut menguji efek antibakteri air asam elektrolisis terhadap bakteri Staphylococcus aureus, methicillin-resistant Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Serratia marcescens,
5 Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa dan Burkholderia cepacia. Sepengetahuan penulis belum ada penelitian sebelumnya yang meneliti efek antibakteri air asam elektrolisis terhadap bakteri E. faecalis. D. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pengaruh air asam elektrolisis terhadap penurunan jumlah koloni bakteri E. faecalis. E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Memberi tambahan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran gigi tentang pemanfaatan air asam elektrolisis sebagai antibakteri terhadap bakteri E. faecalis. 2. Dapat digunakan sebagai pertimbangan sebagai bahan antibakteri alternatif selain NaOCl pada prosedur irigasi saluran akar.