BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan pasar dan perdagangan internasional yang disebabkan oleh

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. khususnya di Indonesia. Salah satu dampak yang nyata bagi industri dalam

BAB I PENDAHULUAN. organisasi (Mulyadi, 2003;4). Atau lebih singkatnya dapat dikatakan bahwa kos

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam era globalisasi saat ini perekonomian mempunyai peranan yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang, untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi dan ditunjang perkembangan dunia usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. organisasi bisnis (Warren, Reeve & Fess 2006: 236). Semakin derasnya arus

BAB I PENDAHULUAN. oleh perusahaan. Hal itu, dikarenakan akuntansi biaya dapat membantu kelancaran

BAB 1 PENDAHULUAN. Suatu perusahaan manufaktur yang bergerak dalam bidang apapun, dalam menjalankan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang semakin pesat semakin mendorong perusahaan untuk tetap going

BAB I PENDAHULUAN. Penetapan harga pokok produk sangatlah penting bagi manajemen untuk

BAB I PENDAHULUAN. Langkah ini dilakukan setelah pada tingkat regional, ASEAN telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelangsungan hidup perusahaan, melakukan pertumbuhan serta upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu aspek yang cukup berperan dalam menentukan daya saing

BAB I PENDAHULUAN. antara perusahaan manufaktur dengan perusahaan dagang.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan harus dapat mengendalikan biaya operasional dengan baik agar tetap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam era globalisasi dan ditunjang perkembangan dunia usaha yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Perkembangan teknologi yang semakin canggih di era modern mempengaruhi

PENENTUAN HARGA POKOK PRODUK YANG AKURAT DENGAN ACTIVITY BASED COSTING. I Putu Edy Arizona,SE.,M.Si

BAB II LANDASAN TEORI

PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE ACTIVITY BASED COSTING PADA PT MUSTIKA RATU, TBK.

BAB II LANDASAN TEORI

METODE PEMBEBANAN BOP

BAB II KAJIAN PUSTAKA. selalu mengupayakan agar perusahaan tetap dapat menghasilkan pendapatan yang

BAB II KERANGKA TEORISTIS PEMIKIRAN. Harga pokok produksi sering juga disebut biaya produksi. Biaya produksi

BAB I PENDAHULUAN. untuk menghasilkan produk. Sistem akuntansi biaya tradisional yang selama ini

Perhitungan Biaya Berdasarkan Aktivitas (source: Hansen & Mowen, 2007, Chapter 4) Present By: Ayub WS Pradana 16 Maret 2016

BAB I PENDAHULUAN. misalnya usaha konveksi dimana dalam bidang usaha ini perusahaan dituntut untuk

PENENTUAN BIAYA PRODUK BERDASARKAN AKTIVITAS (ACTIVITY-BASED COSTING)

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan-perusahaan domestik harus mempersiapkan secara matang kinerja dan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. operasionalnya berdasarkan tingkat biaya pelanggan dan aktivitas masing- masing

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pada posisi , 02 sampai ,40 Bujur Timur, ,67

BAB II LANDASAN TEORI. mengukur pengorbanan ekonomis yang dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. pakaian, dan lainnya. Setiap jenis usaha yang ada memiliki karakteristik yang

ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI MENGGUNAKAN METODE KONVENSIONAL DAN METODE ACTIVITY BASED COSTING (ABC) PADA PERUSAHAAN ROTI IDEAL

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan profitabilitas dalam mencapai tujuan perusahaan tersebut. Pada zaman

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan manufaktur dalam melakukan produksi memerlukan pengorbanan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dunia usaha yang semakin pesat. Persaingan tersebut tidak hanya

BIAYA BERDASARKAN AKTIVITAS

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi yang semakin canggih di era modern dan globalisasi

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Persaingan tersebut tidak hanya persaingan bisnis dibidang

BAB I PENDAHULUAN. industri. Kenapa sektor industri dituntut untuk selalu berkembang? Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. manajemen perusahaan perlu mempunyai strategi-strategi yang dijalankan untuk. untuk jangka waktu yang panjang dan berkesinambungan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Akuntansi Biaya dan Konsep Biaya. dan pengambilan keputusan yang lain.

BABI PENDAHULUAN. Pada saat ini terdapat 4 keadaan yang sangat berpengaruh atas dunia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional. Dengan demikian industri kecil dan rumah tangga merupakan

Nama : Henny Ria Hardiyanti NPM : Kelas : 3 EB 18

BAB 2 TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas, dunia industri harus mempersiapkan diri agar dapat terus

PENERAPAN ACTIVITY-BASED COSTING SYSTEM SEBAGAI ALTERNATIF PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI ( Studi Pada PT. JAMU AIR MANCUR Surakarta )

BAB II LANDASAN TEORI. semacam ini sering disebut juga unit based system. Pada sistem ini biaya-biaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan saat ini sedang berlomba-lomba dalam memanfaatkan teknologi

commit to user 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian, Klasifikasi Kos (Cost) dan Biaya (Expense) 1. Kos (Cost) a. Pengertian Kos

Pertemuan 3 Activity Based Costing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Harga Pokok Produk. rupa sehingga memungkinkan untuk : a. Penentuan harga pokok produk secara teliti

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam era globalisasi, para pelaku bisnis manufaktur semakin bersaing untuk

Contoh PT kertasjaya memproduksi 2 macam produk. Contoh peraga 5.2 Perhitungan biaya satuan : produk tunggal. Biaya produksi

BAB I PENDAHULUAN. efektivitas dan efisiensi operasional perusahaan serta menjaga. kelangsungan hidup perusahaan.

KONSEP-KONSEP DASAR AKUNTANSI MANAJEMEN

Bab I PENDAHULUAN. untuk selalu meningkatkan efisiensi dan efektifitas prosesnya guna meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. memaksimalkan penggunaan sumber daya secara efektif dan efisien.

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan umumnya ditentukan oleh kemampuan manajemen

BAB I PENDAHULUAN. Dampak dari globalisasi sudah semakin terlihat pada berbagai aspek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI. Biaya menurut Rayburn yang diterjemahkan oleh Sugyarto (1999), Biaya (cost)

PENERAPAN METODE ACTIVITY BASED COSTING SYSTEM DALAM MENENTUKAN BESARNYA TARIF JASA RAWAT INAP PADA RUMAH SAKIT MATA DI SURABAYA

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR ix

PENERAPAN ACTIVITY-BASED COSTING SYSTEM UNTUK MENENTUKAN HARGA POKOK PRODUKSI PADA PT. INDUSTRI SANDANG NUSANTARA UNIT PATAL SECANG SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. suatu unit usaha (baik milik pemerintah maupun swasta), dimana lembaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam era globalisasi dan ditunjang perkembangan dunia yang sangat

Management Analysis Journal

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. metode tradisional dalam menghitung harga pokok produksi. Metode tradisonal atau

PENENTUAN HARGA PRODUK PLYWOOD MENGGUNAKAN METODE ACTIVITY BASED COSTING SYSTEM

BAB I PENDAHULUAN. didorong oleh perkembangan teknologi yang semakin maju, penentuan harga

BAB I PENDAHULUAN. bisnis perhotelan ini dapat diawali dengan mengkaji dan memperbaiki sistem

BAB I PENDAHULUAN. bersaing dengan perusahaan lainnya dan untuk menghasilkan value terbaik bagi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada perkembangan ekonomi saat ini, kompetisi menjadi suatu hal yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Dunia usaha semakin berkembang dari hari ke hari, akibatnya setiap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 pasal 1 ayat 1, 2,

BAHAN RUJUKAN. 2.1 Akuntansi Biaya

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya jaman, kehidupan dunia usaha semakin berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan. Kekayaan yang diperoleh dapat berupa kekayaan material (material

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

Bab IV PEMBAHASAN. perusahaan, sehingga perusahaan dapat menentukan harga jual yang kompetitif. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya persaingan yang ketat khususnya dalam sektor ekonomi. Perusahaan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan pasar dan perdagangan internasional yang disebabkan oleh peningkatan perekonomian di seluruh dunia dan didorong oleh kemajuan teknologi menyebabkan persaingan usaha menjadi semakin ketat. Semakin ketatnya persaingan usaha tersebut mengharuskan perusahaan untuk terus berkembang. Agar perusahaan terus berkembang, manajemen perusahaan dituntut untuk mampu mengatasi semua masalah yang ada sehingga operasional perusahaan dapat berjalan dengan efektif dan efisien, dan pada akhirnya perusahaan dapat menghasilkan produk berkualitas baik dengan biaya yang relatif rendah serta menciptakan harga jual yang mampu bersaing di pasar. Oleh karena itu, manajemen harus mampu membuat perencanaan operasional yang matang sehingga sumber data dan informasi yang dimiliki dapat digunakan secara efektif guna mendukung terciptanya tujuan perusahaan yaitu mendapat laba yang relatif tinggi, dan apabila terjadi kerugian, kerugian tersebut dapat ditekan seminimal mungkin. Kemampuan manajemen dalam menjalankan operasional perusahaan berkaitan dengan perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan yang merupakan faktor pendukung keberhasilan perusahaan. Manajemen yang baik tidak hanya mampu menjalankan fungsi-fungsi manajerialnya, tetapi dituntut pula untuk menghasilkan informasi yang akurat mengenai kegiatan operasional perusahaan. Oleh karena itu, manajemen harus mampu mengukur dan mengevaluasi pelaksanaan 1

B A B 1 P E N D A H U L U A N 2 kegiatan operasional yang telah dijalankan di dalam organisasinya dengan tepat. Informasi mengenai kegiatan operasional perusahaan tersebut selanjutnya akan tercermin dalam laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen di akhir periode sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam proses pengambilan keputusan. Untuk menghasilkan suatu produk (barang dan/atau jasa), perusahaan harus melakukan pengeluaran. Suwardjono (1994) menyatakan bahwa pengeluaran (expenditure) adalah penurunan (keluarnya) aktiva atau bertambahnya utang (yang pada akhirnya menyebabkan keluarnya aktiva) yang berkaitan dengan terjadinya kos. Oleh karena itu, pada saat terjadi transaksi pemerolehan barang atau jasa, pengeluaran akan sama dengan kos barang atau jasa tersebut (Suwardjono, 1994). Pada perusahaan manufaktur, berbagai pengeluaran dilakukan dalam rangka menghasilkan produk (berupa produk/barang jadi) melalui suatu proses produksi (Suwardjono, 1994). Barang jadi diolah dari bahan utama yang disebut dengan bahan baku atau bahan langsung (direct material) atau bahan mentah (raw materials) (Suwardjono, 1994). Untuk mengubah bahan mentah menjadi barang jadi diperlukan tenaga kerja (labor) dan fasilitas fisik atau penunjang (yang secara umum disebut dengan overhead) (Suwardjono, 1994). Pengeluaran sebesar kos yang melekat pada barang jadi tersebut disebut dengan kos produksi atau kos produksi barang (cost of goods manufactured) yang terdiri dari kos bahan baku, kos tenaga kerja, dan kos overhead pabrik yang dikeluarkan perusahaan pada saat kegiatan pengolahan (Suwardjono, 1994). Informasi kos produksi tersebut dihasilkan oleh sistem akuntansi biaya dan disusun dalam bentuk laporan kos produksi yang ditujukan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, khususnya pada pihak intern perusahaan.

B A B 1 P E N D A H U L U A N 3 Dalam rangka menyusun laporan kos produksi, kos tertentu harus dialokasi dan ditelusuri terutama untuk pengeluaran yang terjadi pada fungsi produksi. Alokasi kos perlu dilakukan untuk menentukan kos produksi secara akurat dan mungkin juga untuk mengukur/mengevaluasi prestasi dan efisiensi tiap-tiap bagian dalam fungsi produksi ditinjau dari sudut pemakaian sumber ekonomik. Untuk dapat mengalokasi kos secara adil harus dipilih dasar alokasi dan metode alokasi kos yang tepat. Dalam Maher dan Deakin yang diterjemahkan oleh Wibowo dan Djatnika (1996), Hansen dan Mowen (2009), serta Tunggal (2003) mengatakan terdapat 3 (tiga) metode alokasi kos yang umum diterapkan pada suatu perusahaan. Metode-metode tersebut diantaranya adalah metode konvensional/fungsional/tradisional plantwide, metode tradisional departemental, dan metode activity-based costing (ABC). Perbedaan dari ketiga metode tersebut dalam rangka penetapan kos produksi hanya terletak pada masalah pengalokasian dan penelusuran kos overhead pabrik. Perusahaan harus memilih metode alokasi kos dengan memperhatikan tingkat keakuratan, ketepatan waktu dan terperincinya laporan kos produksi yang dihasilkan. Dengan memilih metode alokasi kos yang tepat, berbagai pengeluaran kos khususnya pengeluaran kos overhead yang dilakukan perusahaan dalam rangka memproduksi produk dapat dialokasikan secara adil berdasarkan dasar alokasi/pemicu yang tepat dan mampu merefleksikan tingkat penyerapan overhead secara akurat untuk setiap produk yang dihasilkan perusahaan. Pada akhirnya, metode alokasi kos tersebut akan menghasilkan informasi mengenai harga pokok produksi (atau lebih tepat disebut kos produksi) secara akurat yang berguna bagi manajemen perusahaan untuk perencanaan, pengendalian, dan pengambilan berbagai keputusan terutama dalam keputusan penentuan harga jual produk dan pengendalian laba. Keputusan harga jual

B A B 1 P E N D A H U L U A N 4 dan pengendalian laba penting bagi perusahaan agar tetap bertahan dalam persaingan di pasar yang semakin ketat. Dengan kata lain, memilih metode alokasi kos yang mampu menghasilkan informasi kos produksi secara akurat sangat penting untuk mendukung kemampuan manajemen dalam menjalankan operasional perusahaan yang berkaitan dengan perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan sehingga akan menjadi lebih baik. Metode tradisional memang lebih mudah untuk diterapkan namun memiliki kelemahan dalam hal akurasi. Tunggal (2003) menyatakan bahwa metode tradisional dapat mengakibatkan informasi kos produksi yang terdistorsi dikarenakan ketidakakuratannya dalam pembebanan overhead ke produk, yakni dengan menggunakan tarif overhead yang ditentukan di muka (predetermined overhead rates) sehingga menyebabkan adanya kos overhead yang lebih dibebankan (overcost) atau kurang dibebankan (undercost). Informasi kos produksi yang terdistorsi dapat menyesatkan manajemen, salah satunya yaitu dalam pengambilan keputusan penentuan harga jual produk. Metode tradisional baik plantwide maupun departemental membentuk kelompok-kelompok kos (cost pools) untuk seluruh pabrik atau departemen (plantwide or department cost pools) dan penggerak/pemicu kos (cost drivers) yang lebih sederhana dalam merefleksikan tingkat penyerapan kos overhead pabrik yakni berdasarkan dasar alokasi tingkat unit (unit-level drivers) sehingga kurang akurat apabila diterapkan pada perusahaan yang memiliki pengeluaran kos overhead yang tinggi dan bervariasi. Pengeluaran kos overhead yang tinggi disebabkan faktor kemajuan teknologi yang digunakan untuk mendukung berkembangnya bisnis perusahaan di era persaingan usaha saat ini yang semakin ketat. Kemajuan teknologi

B A B 1 P E N D A H U L U A N 5 mendorong terciptanya mesin-mesin canggih yang mengakibatkan perusahaan mampu untuk menghasilkan produk dalam jumlah besar dan lebih cepat. Namun, di sisi lainnya mesin-mesin canggih tersebut membutuhkan tenaga pembangkit yang besar sehingga membutuhkan pengeluaran kos yang besar pula untuk mengoperasikannya. Selain faktor kemajuan teknologi, pengeluaran kos overhead yang tinggi juga disebabkan oleh faktor pengendalian mutu. Mutu/kualitas produk merupakan salah satu faktor suksesnya penjualan produk perusahaan di pasar persaingan. Untuk melakukan perbaikan dan pengendalian mutu/kualitas produk, berbagai pengeluaran kos akan dilakukan perusahaan juga dalam jumlah yang tidak sedikit. Dengan demikian, semakin tinggi dan bervariasinya pengeluaran kos overhead mengindikasikan semakin perlunya perusahaan memilih metode alokasi kos yang mampu merefleksikan tingkat penyerapan kos overhead secara lebih akurat. Masalah terdistorsinya informasi kos produksi yang dihasilkan oleh metode tradisional tersebut dapat diatasi dengan menerapkan metode activity-based costing. Metode ABC memungkinkan pengalokasian kos overhead pabrik yang lebih akurat dikarenakan secara sederhana metode ABC meyakini bahwa pengeluaran yang berkaitan dengan terjadinya kos diakibatkan oleh adanya aktivitas sehingga kos harus ditelusuri berdasarkan aktivitas yang ada. Kos dikelompokkan berdasarkan aktivitas yang menyebabkan terjadinya kos (activity cost pools) dan pemicu/penggerak kos (cost drivers) cenderung lebih banyak karena mengikuti aktivitas yang ada. Mulyadi (2007) menyatakan bahwa ABC system menawarkan dasar alokasi kos yang lebih bervariasi, seperti batch-related drivers, product-sustaining drivers, dan facilitysustaining drivers untuk membebankan kos overhead pabrik kepada berbagai jenis produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Metode ABC mengakui aktivitas (activity),

B A B 1 P E N D A H U L U A N 6 kos aktivitas (activity cost), dan pemicu aktivitas (activity drivers) terjadi pada tingkatan yang berbeda dalam satu lingkungan produksi sehingga dasar alokasi kos menjadi lebih bervariasi mengikuti aktivitas yang terjadi. Empat tingkatan yang umumnya diidentifikasikan adalah unit, batch, produk, dan pabrik (Carter, 2009). Dengan dasar alokasi yang sesuai untuk setiap aktivitas yang menyebabkan terjadi pengeluaran kos, metode ABC akan mampu merefleksikan tingkat penyerapan kos overhead secara lebih akurat sehingga pada akhirnya dapat menghasilkan informasi kos produk yang lebih akurat pula. Sebelumnya juga telah dilakukan penelitian mengenai metode ABC dalam rangka penetapan kos produksi yang lebih akurat. Siswanto (2007) dalam penelitiannya mengenai penerapan activity-based costing dan perancangan activitybased costing database dalam perhitungan kos produksi pada CV Sandang Nasional menyatakan bahwa ABC system mampu memberikan hasil perhitungan kos produksi yang lebih akurat dan terperinci daripada menggunakan functional-based costing system. Alasannya adalah distorsi kos yang menjadi permasalahan pada functionalbased costing system dapat dikurangi oleh ABC system, karena pada ABC alokasi overhead costs dibagi berdasarkan unit-based drivers dan non-unit-based drivers. Purba (2011) dalam penelitiannya mengenai penerapan activity-based costing pada perusahaan jasa, khususnya pada jasa kebandarudaraan di Bandar Udara Husein Sastranegara menyatakan bahwa metode ABC telah mampu mengalokasikan kos aktivitas secara tepat berdasarkan konsumsi masing-masing aktivitas. Selanjutnya, Purba menyarankan kepada pihak manajemen untuk mempertimbangkan perhitungan tarif penyediaan pelayanan jasa penerbangan menggunakan metode ABC, dengan tetap mempertimbangkan faktor-faktor eksternal yang lain seperti kemampuan

B A B 1 P E N D A H U L U A N 7 masyarakat yang dapat mempengaruhi dalam penetapan harga pelayanan jasa. Lestari (2011) dalam penelitiannya mengenai penerapan activity-based costing system dalam perhitungan harga pokok terhadap peningkatan profitabilitas pada PT Retno Muda Pelumas Prima Tegal menyatakan bahwa sistem ABC berperan dalam mengukur dan mengevaluasi tingkat pencapaian profitabilitas perusahaan, karena sistem ABC memiliki tingkat keakuratan yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan metode konvensional (tradisional) dalam meningkatkan profitabilitas pengambilan keputusan. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan maksud untuk menguji kembali apakah metode ABC memang memberikan perhitungan kos produksi yang lebih akurat daripada metode tradisional. Penelitian dilakukan pada PT Sinjaraga Santika Sport yang merupakan salah satu perusahaan manufaktur yang memproduksi berbagai produk peralatan olahraga dengan produk unggulan yaitu bola sepak yang telah memiliki sertifikat internasional (FIFA). Perusahaan berproduksi berdasarkan pesanan (order) dari pelanggan dan mengolah produknya melalui banyak departemen. PT Sinjaraga Santika Sport menggunakan metode tradisional departemental di mana kos overhead dikumpulkan pada setiap departemen sebagai cost pools-nya dan kemudian kos dibebankan ke produk berdasarkan tarif overhead departemental (departmental overhead rates). Alokasi kos overhead pabrik dengan metode tradisional departemental yang digunakan oleh PT Sinjaraga Santika Sport dalam melakukan penetapan kos produksinya dapat menyebabkan informasi kos produksi terdistorsi sehingga akan menghasilkan laporan kos produksi yang kurang akurat dalam merefleksikan tingkat penyerapan kos overhead. Sebagai pengamatan awal, penulis mengindikasikan bahwa

B A B 1 P E N D A H U L U A N 8 kemungkinan terjadi ketidakakuratan dalam menghitung kos produksi disebabkan karena perusahaan menggunakan tarif overhead departemental untuk mengalokasikan pengeluaran kos overhead yang terjadi pada masing-masing departemen yang ada di PT Sinjaraga Santika Sport dengan hanya berdasarkan pada jam tenaga kerja langsung dan jam mesin sebagai pemicu/penggerak kosnya. Padahal komponen yang membentuk kos overhead-nya terdiri dari berbagai pengeluaran yang bervariasi. Tarif overhead departemental hanya berdasarkan pada jam tenaga kerja langsung dan jam mesin pada masing-masing departemen yang ada di PT Sinjaraga Santika Sport dapat mengakibatkan terjadinya perhitungan kos produksi yang terdistorsi dikarenakan penggunaan pemicu/penggerak kos (jam tenaga kerja langsung dan jam mesin) yang kurang tepat sehingga kurang akurat dalam merefleksikan tingkat penyerapan kos overhead atas produk yang dihasilkan. Penggunaan jam tenaga kerja langsung dan jam mesin sebagai pemicu/penggerak kos (cost drivers) ke produk dapat menyebabkan adanya kos overhead yang lebih dibebankan (overcost) atau kurang dibebankan (undercost) dan dianggap penulis sebagai pemicu/penggerak kos (cost drivers) yang kurang cocok untuk dapat merefleksikan tingkat penyerapan overhead yang sebenarnya. Adanya kos overhead yang lebih dibebankan (overcost) akan menghasilkan perhitungan kos produksi yang terlalu tinggi pula sehingga pada akhirnya akan berdampak pada penetapan harga jual produk yang juga terlalu tinggi. Apabila harga jual produk terlalu tinggi, perusahaan akan sulit untuk bertahan dalam persaingan di pasar, apalagi bagi PT Sinjaraga Santika Sport yang berproduksi berdasarkan pada pesanan pelanggan. Harga jual merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh bagi suksesnya

B A B 1 P E N D A H U L U A N 9 penjualan produk perusahaan. Sebaliknya, adanya kos overhead yang kurang dibebankan (undercost) akan menghasilkan perhitungan perhitungan kos produksi yang terlalu rendah pula sehingga berdampak pada penetapan harga jual produk yang juga terlalu rendah. Hal tersebut akan berdampak terhadap turunnya laba perusahaan atau bahkan perusahaan akan mengalami kerugian dikarenakan pendapatan yang diterima dari penjualan produk tidak mampu menutupi biaya yang telah dikeluarkan. Untuk mengatasi terdistorsinya overhead dalam menentukan kos produksi maka sebaiknya PT Sinjaraga Santika Sport menggunakan metode activity-based costing (ABC) dalam mengalokasikan pengeluaran kos overhead-nya. Metode ABC akan menjadikan aktivitas sebagai titik pusat dalam membebankan kos ke produk. Penggunaan metode ABC sangat cocok bagi PT Sinjaraga Santika Sport yang memiliki pengeluaran kos overhead yang bervariasi yang mengindikasikan perlunya pemicu/dasar alokasi yang bervariasi pula. Metode ABC akan mengelompokkan kos overhead berdasarkan aktivitas-aktivitas yang menyebabkan terjadinya pengeluaran kos tersebut (activity cost pools). Dengan menggunakan pemicu/penggerak kos (cost drivers) yang tepat mengikuti aktivitas-aktivitas yang menyebabkan terjadinya kos (tidak hanya jam tenaga kerja langsung dan jam mesin), maka tarif overhead aktivitas (activity overhead rates) dapat dihitung. Selanjutnya, tarif overhead aktivitas akan digunakan untuk mengalokasikan kos overhead ke produk. Penggunaan pemicu/penggerak kos (cost drivers) yang tepat dapat mengakibatkan perhitungan kos produksi yang lebih akurat dikarenakan kemampuannya dalam merefleksikan tingkat penyerapan overhead yang sebenarnya sehingga tidak ada kos overhead yang lebih dibebankan (overcost) atau kurang dibebankan (undercost). Untuk lebih memperjelas dan memudahkan pemahaman mengenai pengalokasian

B A B 1 P E N D A H U L U A N 10 kos dalam rangka penetapan kos produksi yang lebih akurat bagi PT Sinjaraga Santika Sport, maka akan dilakukan dengan analisis perbandingan dari kedua metode tersebut sehingga penelitian ini diberi judul: Analisis Perbandingan Alokasi Kos Metode Tradisional Departemental dengan Metode Activity-Based Costing dalam Penetapan Kos Produksi Yang Lebih Akurat (Studi Kasus Pada PT Sinjaraga Santika Sport). 1.2 Identifikasi Masalah Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana alokasi kos dengan metode tradisional departemental yang telah diterapkan dalam penetapan kos produksi pada PT Sinjaraga Santika Sport? 2. Bagaimana alokasi kos dengan metode activity-based costing (ABC) dalam penetapan kos produksi bagi PT Sinjaraga Santika Sport? 3. Bagaimana perbandingan yang dihasilkan antara alokasi kos metode tradisional departemental dengan metode activity-based costing (ABC) dalam penetapan kos produksi yang lebih akurat bagi PT Sinjaraga Santika Sport? 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimana alokasi kos dengan metode tradisional departemental yang telah diterapkan dalam penetapan kos produksi pada PT Sinjaraga Santika Sport. Setelah mengetahui bagaimana alokasi kos metode tradisional departemental yang telah diterapkan PT Sinjaraga Santika Sport, selanjutnya penulis akan melakukan analisis mengenai kekurangan dan

B A B 1 P E N D A H U L U A N 11 kelemahan atas perhitungan yang dilakukan PT Sinjaraga Santika Sport dengan metode tradisional departemental yang berdampak pada kemungkinan terjadi ketidakakuratan/distorsi dalam penetapan kos produksi. Penulis juga membutuhkan hasil perhitungan kos produksi dengan metode tradisional departemental yang telah diterapkan PT Sinjaraga Santika Sport tersebut sebagai bahan analisis untuk dibandingkan hasilnya dengan perhitungan kos produksi metode ABC. 2. Untuk mengetahui bagaimana alokasi kos dengan metode activity-based costing (ABC) dalam penetapan kos produksi bagi PT Sinjaraga Santika Sport. Dengan didukung oleh teori-teori dan penelitian-penelitian sebelumnya, perhitungan yang dilakukan dengan metode ABC diharapkan akan dapat memberbaiki kelemahan-kelemahan dari metode tradisional departemental yang telah diterapkan PT Sinjaraga Santika Sport sehingga berdampak pada perhitungan dan penetapan kos produksi yang lebih akurat. 3. Untuk mengetahui perbandingan yang dihasilkan antara alokasi kos metode tradisional departemental dengan metode activity-based costing (ABC) dalam penetapan kos produksi yang lebih akurat bagi PT Sinjaraga Santika Sport. Hasil perhitungan kos produksi dengan metode tradisional departemental akan dibandingkan dengan hasil perhitungan kos produksi dengan metode ABC untuk memudahkan dan memperjelas analisis yang dilakukan oleh penulis. Dengan demikian, akan terlihat secara lebih mendalam mengenai metode mana yang mampu melakukan perhitungan kos produksi yang lebih akurat bagi PT Sinjaraga Santika Sport.

B A B 1 P E N D A H U L U A N 12 1.4 Kegunaan Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini diharapkan akan berguna dan bermanfaat bagi penulis dan pihak-pihak yang berkepentingan sebagai berikut : 1. Bagi manajemen perusahaan, khususnya Bagian Produksi PT Sinjaraga Santika Sport, penelitian ini diharapkan dapat menjadi tolak ukur dan bahan pertimbangan dalam penetapan kos produksi yang lebih akurat sehingga dapat membantu manajemen dalam perencanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan untuk mendukung keberhasilan perusahaan. 2. Bagi penulis, hasil penelitian ini dapat memperluas wawasan berpikir mengenai teori dan metode pengalokasian kos, khususnya metode activity-based costing (ABC) yang telah diterima di bangku kuliah. Penelitian ini juga bermanfaat untuk melatih penulis dalam menerapkan teori dan ilmu yang telah didapat pada praktik nyata di perusahaan. 3. Bagi penelitian selanjutnya, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan kajian dan tambahan referensi, khususnya bagi penelitian yang berhubungan dengan teori dan analisis mengenai metode activity-based costing (ABC) dalam penetapan kos produksi. 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT Sinjaraga Santika Sport yang lokasi pabriknya terletak di Jl. Liangjulang No. 104 Kadipaten-Majalengka dan dilakukan selama bulan Maret sampai dengan Juli 2013.