BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di Indonesia semakin pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang menitikberatkan pada Pemerintah Daerah. Selain itu, maraknya globalisasi yang menuntut daya saing di setiap negara juga menuntut daya saing di setiap Pemerintah daerahnya. Daya saing Pemerintah Daerah ini diharapkan akan tercapai melalui peningkatan kemandirian Pemerintah Daerah yang dapat diraih melalui adanya otonomi daerah. Undang undang No. 23 Tahun 2014 sebagai pengganti Undang Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang Undang No. 33 tahun 2004 sebagai pengganti Undang Undang No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah menjadi landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia. Otonomi Daerah merupakan upaya pemberdayaan daerah dalam pengambilan keputusan daerah secara lebih leluasa untuk mengelola sumber daya yang dimiliki sesuai dengan kepentingan, prioritas, dan potensi daerah itu sendiri. Dengan adanya otonomi daerah, pengelolaan keuangan sepenuhnya berada di tangan pemerintah daerah sendiri. Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, diperlukan sistem akuntansi yang baik, karena sistem akuntansi 1
2 merupakan pendukung terciptanya pengelolaan keuangan daerah yang accountable, dalam rangka mengelola dana dengan sistem desentralisasi secara transparan, efesien, efektif, dan dapat dipertanggungjawabkan. Disamping undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut, Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Pemendagri No. 59 tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 64 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Pada dasarnya semua peraturan tersebut menginginkan adanya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan laporan keuangan. Untuk dapat menerapkan sistem akuntansi keuangan daerah secara baik harus dipenuhi beberapa hal yang merupakan syarat penerapan sistem akuntansi keuangan daerah. Dengan demikian, dalam sistem akuntansi keuangan daerah terdapat serangkaian prosedur yang saling berhubungan yang disusun sesuai dengan suatu skema yang menyeluruh yang ditujukan untuk menghasilkan informasi dalam bentuk laporan keuangan yang akan digunakan baik pihak intern maupun pihak ekstern Pemerintah Daerah untuk mengambil keputusan ekonomi. Format baru yang perlu dikembangkan dan diterapkan oleh pemerintah daerah agar terciptanya pemerintah yang bersih dan good governance adalah dengan cara adanya akuntabilitas dari penyelenggaraan pemerintahan. Salah satu bagian dari akuntabilitas yang dapat diciptakan oleh aparatur pemerintah daerah adalah dengan adanya akuntabilitas keuangan daerah. Akuntabilitas
3 keuangan daerah akan tercapai adalah dengan dilaksanakannya sistem akuntansi keuangan daerah yang baru yang sesuai dengan paradigma good governance, dimana akuntabilitas merupakan kunci dalam mewujudkan good governance. Selain itu, mekanisme akuntabilitas publik juga tidak hanya ditujukan untuk mengukur kinerja, tetapi juga dapat memantau perilaku dari pejabat publik agar sesuai dengan etika dan aturan hukum yang berlaku. Salah satu masalah yang sangat kritis diperhatikan oleh sebagian besar masyarakat adalah akuntabilitas Laporan keuangan. Akuntabilitas Laporan keuangan bagi pemerintah (khususnya pemerintah daerah) memberikan arti bahwa aparatur pemerintah wajib mempertanggungjawabkan setiap rupiah uang rakyat yang ada dalam anggaran belanjanya yang bersumber dari penerimaan pajak dan retribusi. Menurt Halim (2008:35) dalam mengelola keuangan daerah, pemerintah daerah menggunakan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD) untuk memberikan informasi dalam pertanggungjawaban penggunaan dana. Dengan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD) diharapkan akuntabilitas yang diharapkan dalam pengelolaan keuangan daerah dapat tercapai. Dalam penerapan sistem akuntansi keuangan daerah ini, harus berdasarkan pada standar akuntansi pemerintahan yang berbasis akrual yaitu dengan Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2010. Penerapan basis akrual memberikan hasil yang lebih baik dan memberikan keuntungan untuk meningkatkan transparansi dalam pengelolaan keuangan pemerintah dalam rangka akuntabilitas publik.
4 Selain itu, Pemerintah harus dapat meningkatkan akuntabilitas Proses pengelolaan keuangan daerah mulai dari perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pertanggungjawaban, serta pengawasan yang benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan DPRD terkait dengan kegagalan maupun keberhasilannya sebagai bahan evaluasi tahun berikutnya. Untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan melakukan reformasi dalam penyajian laporan keuangan, yakni pemerintah harus mampu menyediakan semua informasi keuangan relevan secara jujur dan terbuka kepada publik, karena kegiatan pemerintah adalah dalam rangka melaksanakan rakyat (Mulyana, 2006). Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, pengelolaan keuangan sepenuhnya berada di tangan pemerintah daerah. Oleh karena itu, diperlukan sistem akuntansi daerah yang baik untuk mengelola keuangan secara adil, transparan, efisien, efektif, dan akuntabel. Untuk dapat menerapkan sistem akuntansi keuangan daerah secara baik harus dipenuhi beberapa hal yang merupakan syarat penerapan sistem akuntansi keuangan daerah. Dengan demikian, dalam sistem akuntansi keuangan daerah terdapat serangkaian prosedur yang saling berhubungan yang disusun sesuai dengan suatu skema yang menyeluruh yang ditujukan untuk menghasilkan informasi dalam bentuk laporan keuangan yang akan digunakan baik pihak intern maupun pihak ekstern Pemerintah Daerah untuk mengambil keputusan ekonomi. Baik buruknya laporan keuangan salah satunya dapat dilihat melalui sistem akuntansi keuangan daerah. Sistem akuntansi keuangan bertujuan
5 untuk menyediakan informasi keuangan yang berguna untuk perencanaan dan pengelolaan keuangan pemerintah serta memudahkan pengendalian yang efektif atas seluruh aset, hutang, dan ekuitas dana. Selain itu, sistem akuntansi keuangan daerah menyediakan informasi keuangan yang terbuka bagi masyarakat dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Laporan keuangan pemerintah yang selanjutnya disebut sebagai laporan pertanggungjawaban merupakan hasil proses akuntansi atas transaksitransaksi keuangan pemerintah. Laporan pertanggungjawaban untuk tujuan umum, terdiri dari laporan perhitungan anggaran, neraca, laporan arus kas dan nota perhitungan anggaran. Tidak tertutup kemungkinan laporan keuangan dapat laporan hasil pemeriksaan keuangan pemerintah daerah, baik kabupaten maupun kota di Bandung, yang tidak/belum tepat sasaran. Selain itu, fenomena yang terjadi dalam beberapa kabupaten/kota di Bandung mengambarkan akuntabilitas keuangan belum berjalan sepenuhnya, antara lain: tingkat korupsi yang masih ada, pengukuran kinerja Instansi Pemerintah lebih menekankan kepada kemampuan Instansi Pemerintah dalam menyerap anggaran, hingga pengawasan fungsional yang masih belum efektif karena belum dilaksanakan secara professional. Selain itu, fenomena yang terlihat pada Pemerintah kota Bandung dari hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) terhadap Laporan Keuangan, dimana laporan keuangan SKPD merupakan dasar laporan keuangan pemerintah daerah. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) terhadap laporan keuangan
6 Pemerintah Kota Bandung. Penilaian itu menunjukan bahwa belum ada perkembangan yang signifikan dalam pengelolaan keuangan Pemerintah Kota Bandung sehingga Pemerintah Kota Bandung terus gagal mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Kota Bandung yang merupakan salah satu ibu kota Jawa Barat yang memiliki potensi begitu besar dan menjadi salah satu pusat perekonomian di Negara Indonesia pengelolaan keuangannya masih kurang sesuai dengan yang diharapkan. Opini BPK yang diberikan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) di Kota Bandung. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini terhadap Kota Bandung pada tahun 2010 mengalami perbaikan yang cukup baik dengan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), pada tahun 2011 dan 2012 keadaan stabil dengan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), dan pada ahun 2013dan 2014 ternyata permasalahan asset masih menjadi ganjalan Pemerintah Kota Bandung. Ada 5 catatan terkait opini WDP Kota Bandung. Yakni soal masalah asset tetap yang belum tertib, penyaluran, pertanggungjawaban belanja hibah bantuan sosial, pertanggungjawaban yang tidak sesuai dalam pembayaran gaji pns yang telah pensiun, dan juga penggunaan langsung atas retribusi daerah. sehingga opini yang diraih adalah tetap Wajar Dengan Pengecualian. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Kota Bandung masih memiliki kekurangan untuk menghasilkan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang baik karena belum mencapai opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
7 Penilaian BPK kepada Kota Bandung yaitu tidak adanya peningkatan penilaian, menurut Tedi Rusmawan, bersumber dari ketidakseriusan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait, salah satunya dalam pengelolaan aset. Aset tetap yang tidak diketahui lokasi keberadaannya dengan nilai miliaran rupiah. Aset tetap yang nilainya triliunan disajikan tanpa menyebutkan rincian luasnya. Buruknya pengelolaan aset, dikatakan, Rieke, semata bukan masalah Dinas Pengelolaan dan Keuangan Aset Daerah (DPKAD), melainkan ada ketidakkonsistenan pihak-pihak yang punya kepentingan. (www.inilah.com 2013 dikutip tanggal 4 Agustus 2014). Masih banyak aset yang belum diinventarisir dengan benar hingga pemanfaatan aset yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. "Karena masalah aset ini bukan hanya tanggungjawab Dispenda atau DPKAD (Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah). SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) ini minimal bisa membuat laporan dengan baik, karena laporan aset berasal dari kompilasi SKPD. Kalau laporannya sampah, hasilnya pun akan sampah," ujarnya. Persoalan aset tersebut menyangkut aset tetap yang belum tertib yaitu penyajian aset tetap yang belum didukung dengan daftar rincian, pencatatan ganda, dan penomoran atau kodefikasi yang belum dilakukan sehingga harus dibentuk Pansus Penataan Aset Daerah yang bertugas mendata ulang lebih rinci jumlah aset milik Pemerintahan Kota Bandung. (Nurmatari,2014) Berdasarkan dari uraian tersebut di atas, penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana pengaruh penerapan sistem akuntansi keuangan daerah terhadap akuntabilitas laporan keuangan, maka penulis melakukan analisis dan
8 penelitian untuk membahas hal tersebut dalam skripsi dengan judul Pengaruh Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD) Terhadap Akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) (studi pada Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah kota bandung). 1.2 Identifiksi Masalah Sebagaimana yang telah diungkapkan, bahwa untuk menilai akuntabilitas laporan keuangan,maka pemerintah daerah dituntut untuk menerapkan sistem akuntansi keuangan yang sesuai Standar Akuntansi Keuangan Pemerintahan. Berdasarkan latar belakang penelitian, maka penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah dan Akuntabilias Laporan Keuangan Pemerintah Daerah 2. Seberapa besar Pengaruh Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah terhadap akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud diadakannya penelitian ini, adalah untuk menganalisis peranan sistem akuntansi keuangan daerah pada Pemerintahan Kota Bandung dalam kaitannya dengan akuntabilitas laporan keuangan. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu :
9 1. Untuk mendapatkan bukti empiris mengenai penerapan sistem akuntansi keuangan daerah dan akuntabilitas laporan keuangan pada Pemerintahan Kota Bandung. 2. Untuk mendapatkan bukti empriris mengenai pengaruh penerapan penerapan sistem akuntansi keuangan daerah terhadap akuntabilitas laporan keuangan pada Pemerintah Kota Bandung. 1.4 Manfaat Penelitian Kegunaan dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi: 1. Bagi Penulis Diharapkan dapat memahami bagaimana peranan sistem akuntansi keuangan daerah dalam kaitannya dengan mewujudkan akuntabilitas laporan keuangan serta dapat menambah pengetahuan, pengalaman 2. Bagi Pemerintah Pusat dan Daerah Bahan masukan kepada Pemerintah Daerah Kota Bandung dalam mengambil kebijaksanaan untuk terus meningkatkan dan mengembangkan daerahnya di masa yang akan datang. 3. Bagi Peneliti Lain Diharapkan dapat menjadi bahan referensi untuk penelitian selanjutnya mengenai peranan sistem akuntansi keuangan daerah dalam mewujudkan akuntabilitas laporan keuangan dan dapat memberikan sumbangan pada perkembangan ilmu pengetahuan.
10 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Bandung Jalan Wastukencana No.2 Bandung. Waktu penelitian ini di lakukan dari bulan Januari 2016 sampai dengan bulan April 2016.