PENENTUAN BIDANG GELINCIR LONGSORAN BERDASARKAN KARAKTERISTIK FISIS BATUAN DENGAN SEISMIK BIAS DANGKAL DI DAERAH CILILIN, BANDUNG

dokumen-dokumen yang mirip
BENCANA GERAKAN TANAH AKIBAT GEMPABUMI JAWA BARAT, 2 SEPTEMBER 2009 DI DESA CIKANGKARENG, KECAMATAN CIBINONG, KABUPATEN CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT

APLIKASI METODE SEISMIK REFRAKSI UNTUK ANALISA LITOLOGI BAWAH PERMUKAAN PADA DAERAH BABARSARI, KABUPATEN SLEMAN, YOGYAKARTA

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB V ANALISIS DAN DISKUSI

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Maksud dan Tujuan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan

BAB I PENDAHULUAN. Bencana geologi merupakan bencana yang terjadi secara alamiah akibat

GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Perancangan Perkuatan Longsoran Badan Jalan Pada Ruas Jalan Sumedang-Cijelag KM Menggunakan Tiang Bor Anna Apriliana

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Studi Lapisan Batuan Bawah Permukaan Kawasan Kampus Unsyiah Menggunakan Metoda Seismik Refraksi

GERAKAN TANAH DI CANTILLEVER DAN JALUR JALAN CADAS PANGERAN, SUMEDANG Sumaryono, Sri Hidayati, dan Cecep Sulaeman. Sari

BAB IV STUDI LONGSORAN

ZONASI DAERAH BAHAYA LONGSOR DI KAWASAN GUNUNG TAMPOMAS KABUPATEN SUMEDANG, JAWA BARAT

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Jurnal Fisika Unand Vol. 2, No. 2, April 2013 ISSN

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA...

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

ANALISIS STABILITAS LERENG TEBING SUNGAI GAJAHWONG DENGAN MEMANFAATKAN KURVA TAYLOR

INVESTIGASI GEOLOGI POTENSI LONGSOR BERDASARKAN ANALISIS SIFAT FISIK DAN MEKANIK BATUAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah

GEOLOGI DAERAH KLABANG

Unnes Physics Journal

BAB III METODE PENELITIAN

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

LANDSLIDE OCCURRENCE, 2004 STRATEGI MITIGASI DAN SIFAT GERAKAN TANAH PENYEBAB BENCANA DI INDONESIA. BENCANA GERAKAN TANAH 2005 dan 2006

I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

Bab I. Pendahuluan. I Putu Krishna Wijaya 11/324702/PTK/07739 BAB I PENDAHULUAN

RESISTIVITY DATA ANALYSIS FOR DETERMINING THE POTENTIAL LANDSLIDE IN LEGOK HAYAM AREA VILLAGE OF GIRIMEKAR, CILENGKRANG DISTRICT OF BANDUNG REGENCY

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN DAU, KABUPATEN MALANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN GEOMORFOLOGI

2016 STUDI PARAMATERIK PENGARUH INTENSITAS CURAH HUJAN TERHADAP JARAK JANGKAUAN DAN KECEPATAN LONGSOR BERDASARKAN MODEL GESEKAN COLOUMB SEDERHANA

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah rawan bencana.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Unnes Physics Journal

, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10

BAB II TINJAUAN UMUM

Penentuan Kedalaman Bedrock Menggunakan Metode Seismik Refraksi di Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember

MENENTUKAN KEDALAMAN BEDROCK MENGGUNAKAN METODE SEISMIK REFRAKSI (Studi Kasus di Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember) SKRIPSI.

BAB II TINJAUAN UMUM

PENGIDENTIFIKASIAN DAERAH SESAR MENGGUNAKAN METODE SEISMIK REFRAKSI DI KECAMATAN PANTI KABUPATEN JEMBER SKRIPSI. Oleh:

Penentuan Tingkat Kekerasan Batuan Menggunakan Metode Seismik Refraksi di Jatikuwung Karanganyar

Interpretasi Bawah Permukaan. (Aditya Yoga Purnama) 99. Oleh: Aditya Yoga Purnama 1*), Denny Darmawan 1, Nugroho Budi Wibowo 2 1

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Youngster Physics Journal ISSN : Vol. 3, No. 3, Juli 2014, Hal

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB III TEORI DASAR. Metode seismik refleksi merupakan suatu metode yang banyak digunakan dalam

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Bab III Geologi Daerah Penelitian

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

Foto 3.21 Singkapan Batupasir Sisipan Batulempung Karbonan pada Lokasi GD-4 di Daerah Gandasoli

Bab V Korelasi Hasil-Hasil Penelitian Geolistrik Tahanan Jenis dengan Data Pendukung

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Batasan Longsor 2.2 Jenis Longsor

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Metode Analisis Kestabilan Lereng Cara Yang Dipakai Untuk Menambah Kestabilan Lereng Lingkup Daerah Penelitian...

PENENTUAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE SEISMIK REFRAKSI DI DESA PLERET, KECAMATAN PLERET, KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN UMUM

ANALISIS DATA SEISMIK REFRAKSI DENGAN METODE GENERALIZED-RECIPROCAL

Gambar 1.1 Jalur tektonik di Indonesia (Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2015)

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

GERAKAN TANAH DI KABUPATEN KARANGANYAR

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

A P B. i i R i i. A A P P p B B. Gambar 6.1konfigurasi Untuk Hagiwara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

INVESTIGASI BAWAH PERMUKAAN DAERAH RAWAN GERAKAN TANAH JALUR LINTAS BENGKULU-CURUP KEPAHIYANG. HENNY JOHAN, S.Si

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER

PENGARUH BEBAN DINAMIS DAN KADAR AIR TANAH TERHADAP STABILITAS LERENG PADA TANAH LEMPUNG BERPASIR

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

Transkripsi:

PENENTUAN BIDANG GELINCIR LONGSORAN BERDASARKAN KARAKTERISTIK FISIS BATUAN DENGAN SEISMIK BIAS DANGKAL DI DAERAH CILILIN, BANDUNG Marjiyono, A. Soehaimi dan J.H. Setiawan *) SARI Sejarah bencana di daerah Cililin menunjukkan bahwa wilayah ini sering mengalami peristiwa tanah longsor. Pengukuran seismik bias dangkal di daerah ini dimaksudkan untuk mendeteksi kemungkinan adanya bidang longsoran di daerah pengamatan. Dalam penelitian ini digunakan metode Hagiwara untuk menghitung ketebalan lapisan di bawah geofon. Hasil analisis menunjukkan bahwa lapisan tanah permukaan yang berupa bahan rombakan serta hasil pelapukan batupasir tufaan merupakan lapisan rawan longsor. Kata kunci : tanah longsor, seismik bias dangkal, bidang gelincir ABSTRACT Hazard history of the Cililin area shows that landslides often occur there. Seismic refraction measurement has been aimed at detecting the existence of sliding planes in this area. Hagiwara method was applied for calculating the depth of layers beneath each geophone. The result of the analysis shows that the thickness of the layer which is potential to sliding is about 1.4 m in average consisting of thallus and weathering material of tuffaceous sandstone. Keyword : landslide, seismic refraction, sliding plane PENDAHULUAN Wilayah Indonesia merupakan salah satu wilayah beriklim tropis dengan tingkat pelapukan yang tinggi, yang ditandai dengan tebalnya lapisan tanah. Di samping mendatangkan berkah kesuburan tanah, tebalnya tanah ini juga menyimpan potensi bahaya longsor pada daerah bermorfologi perbukitan, terutama pada puncak-puncak musim hujan. Seperti halnya daerah lain di Indonesia, Cililin merupakan daerah yang cukup subur dengan lapisan tanah yang relatif tebal. Kondisi topografi wilayah ini berupa perbukitan terjal dengan kemiringan sekitar 7. Litologinya didominasi oleh batuan sedimen gunung api berumur Pliosen berupa batupasir tufaan, breksi tufaan, lava, dan konglomerat (Sudjatmiko, 3). Daerah penelitian merupakan mahkota longsoran tua pada lereng utara bukit desa Cikadu, di mana di bawahnya terletak Kampung Pasir Tengah, Desa Sindangkerta, Kecamatan Cililin (Gambar 1). Daerah ini umumnya dijadikan ladang tanaman oleh penduduk setempat. Keberadaan mahkota longsoran yang berupa cekungan miring ini sangat tidak menguntungkan bagi penduduk yang bermukim di bawahnya, karena merupakan media penampung air yang sangat berpotensi longsor bila jenuh air. Untuk memperkirakan adanya bidang gelincir longsoran yang diasumsikan pada bidang batas kekompakan batuan, maka dilakukan pengukuran seismik bias. Teori Pemodelan seismik untuk bidang bias yang tidak beraturan pertama kali dikembangkan oleh Hagiwara (1938). Kedalaman di bawah titik geofon (Gambar ) dapat dihitung dengan persamaan berikut : h t t f b g h = (t + t + t )v /cosi g f b t 1 = kedalaman lapisan di bawah geofon = waktu tempuh gelombang pada pengukuran maju = waktu tempuh gelombang pada pengukuran mundur t t = waktu tempuh total i = sudut datang *) Pusat Survei Geologi JSDG Vol. XVI No. 6 November 6 387

U Gambar 1. Peta lokasi daerah penelitian. Pengukuran maju Pengukuran mundur Shot point Receiver Shot point Gambar 1. Sketsa pemodelan metode Hagiwara. 388 JSDG Vol. XVI No. 6 November 6

Peristiwa tanah longsor atau dikenal sebagai gerakan massa tanah, batuan atau kombinasinya, merupakan fenomena alam dalam mencari keseimbangan baru akibat adanya gangguan yang dapat menyebabkan terjadinya pengurangan kuat geser serta peningkatan tegangan geser tanah (Paripurno, 4). Secara umum kejadian tanah longsor melibatkan dua variabel, yakni kondisi geologi dan kondisi hidrologi (Fadilah, 5). Kondisi geologi mencakup morfologi dan litologi, sedangkan kondisi hidrologi lebih banyak berasosiasi dengan iklim. Pada waktu musim hujan, tingkat kejenuhan air meningkat. Kondisi ini selain menurunkan gaya gesek, juga menambah beban massa tanah yang umumnya bersifat mengikat air. Pada daerah yang mempunyai beda kekompakan tinggi antara tanah dan batuan di bawahnya serta kemiringan di atas sudut kritis (45 ), potensi untuk terjadinya longsor sangat tinggi, terutama bila dipicu oleh air. Pengambilan Data Pengukuran seismik bias ini dilakukan dengan tiga buah data logger "Datamark" model SR 8 SH yang masing-masing mempunyai empat channel. Setiap channel dihubungkan dengan sebuah geofon. Satu geofon ditempatkan pada sumber gelombang sebagai pencatat original time (awal gelombang), sedangkan geofon yang lain ditempatkan pada lintasan dengan interval m (Gambar 3). Walaupun ketiga data logger ini bekerja secara terpisah namun mempunyai sistem waktu yang sama, karena dikalibrasi dengan sistem waktu satelit GPS. Dalam penelitian ini sumber gelombang yang digunakan adalah sistem tumbuk, yakni balok besi yang ditumbuk dengan palu seberat 6 kg. Gelombang yang merambat dari sumber gelombang akan diterima oleh setiap geofon, dan selanjutnya direkam oleh data logger dan disimpan di dalam hard disk. Pembacaan waktu tiba gelombang (first break time) dilakukan dengan software WVW SR 9. Pengukuran seismik bias ini dilakukan pada lima lintasan dengan arah barat-timur, dari arah tegak lurus dari arah kemiringan lereng bukit Tonggoh. Morfologi daerah penelitian berbentuk cekungan miring, sehingga bentuk lintasan agak melengkung mengikuti kelengkungan lereng bukit. Lintasan relatif datar, sehingga tidak perlu dilakukan koreksi terhadap beda ketinggian. Umumnya fase gelombang datang terbaca dengan baik. Grafik plotting data travel time versus jarak dapat dilihat pada Gambar 4 a - e. Secara umum kualitas data cukup baik seperti ditunjukkan oleh deviasi arrival time yang kecil (di bawah,5 m/detik), kecuali di bagian timur lintasan 3, ada beberapa data yang relatif acak. ANTENA GPS DATA LOGGER SUMBER GELOMBANG GEOFON Gambar 3. Sketsa susunan peralatan seismik bias. JSDG Vol. XVI No. 6 November 6 389

,1 Lintasan 1,1,1 Lintasan 5,1,9.8,7,6,9.8,7,6,9.8,7,6,9.8,7,6,5,5,5,5,4,4,4,4,3,3,3,3,,,,,1,1,1,1 4 6 8 1 1 14 16 18 4 6 8 Gambar 4a. Data lintasan 1. Lintasan 1 4 6 8 1 1 14 16 18 4 6 8 Gambar 4e. Data lintasan 5.,1,1,9,9.8.8,7,7,6,6,5,5,4,4,3,3,,,1,1 4 6 8 1 1 14 16 18 4 6 8 3 3 34 36 38 4 4 44 46 48 5 5 Gambar 4b. Data lintasan. Lintasan 3,1,1,9,9.8.8,7,7,6,6,5,5,4,4,3,3,,,1,1 4 6 8 1 1 14 16 18 4 6 8 Lintasan 4 Gambar 4c. Data lintasan 3. 3 3 34 36 38 4 4 44 46 48 5 5 54 56,1,1,9,9.8.8,7,7,6,6,5,5,4,4,3,3,,,1,1 4 6 8 1 1 14 16 18 4 6 8 Gambar 4d. Data lintasan 4. 3 3 34 36 38 4 4 44 46 48 5 5 54 56 39 JSDG Vol. XVI No. 6 November 6

PEMBAHASAN Batuan yang tersingkap di sekitar daerah penelitian berupa batupasir tufaan lapuk. Batupasir tufaan berwarna abu-abu kemerahan ini banyak dijumpai di lereng-lereng bukit yang terkupas longsoran. Dari longsoran-longsoran tersebut dapat diamati secara jelas bahwa bidang longsoran umumnya merupakan bidang batas kekompakan antara batupasir tufaan lapuk dengan material hasil pelapukan serta bahan rombakan (Gambar 5). Lapukan batupasir tufaan terlihat berwarna coklat kemerahan, dan terutama dijumpai pada lereng dan puncak-puncak bukit. Pada zona lapuk ini masih dapat dilihat jejak batuan asli berupa tufa pasiran yang bersifat fisik lunak dan dapat diremas. Kondisi ini menunjukkan bahwa lapukan ini dapat berkondisi sebagai pengikat air yang baik. Tanah/material hasil pelapukan umumnya tidak kompak (unconsolidated) dan bersifat mengikat air. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa bidang batas kekompakan antara tanah dengan batuan di bawahnya sering menjadi bidang gelincir longsoran. Beberapa longsoran yang teramati di sekitar lokasi penelitian berupa rayapan tanah (Gambar 6). Gambar 5. Longsoran tanah pada batupasir tufaan. Gambar 4 a - e memperlihatkan bahwa secara keseluruhan pengukuran seismik bias dangkal dengan sumber getaran palu tumbuk ini dapat menjangkau dua lapis medium yang dicerminkan oleh dua garis linear pada tiap lintasan. Gradien garis linear pertama adalah m 1 = 1/V 1, dengan V 1 kecepatan perambatan gelombang seismik pada medium lapisan pertama, sedangkan gradien garis linear kedua adalah m =1/V, dengan V adalah kecepatan perambatan gelombang seismik pada medium lapis kedua. Secara tidak langsung besarnya kecepatan rambat gelombang pada medium juga merupakan cerminan tingkat kekompakan batuan. Semakin tinggi nilai cepat rambat gelombang pada batuan menunjukkan semakin tinggi tingkat kekompakan batuan tersebut. Bidang batas yang memperlihatkan beda kekompakan batuan di daerah penelitian yang tercermin dari beda cepat rambat gelombang dapat diamati pada Gambar 7 a - e. Lintasan 1 Lintasan ini berada di pinggir jalan desa Pasir Tengah dengan panjang lintasan 8 m. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa pada lintasan ini terdapat dua lapisan medium dengan cepat rambat gelombang masing-masing 153 m/detik dan 48 m/detik. Ketebalan lapisan-1 di lintasan ini bervariasi, yaitu sekitar 1,4 m di bagian timur dan menipis ke arah barat. (Gambar 7a). Variasi ketebalan lapisan-1 ini diperkirakan berhubungan dengan sistem cut and fill dalam proses pembuatan jalan. Lintasan Gambar 6. Rayapan tanah. Lintasan ini berada 1 meter di atas lintasan 1 (jarak miring), dengan total panjang lintasan 5 m. Seperti halnya lintasan 1, pada lintasan ini juga terdapat dua lapis medium dengan kecepatan lapisan-1 adalah 19 m/detik dan kecepatan lapisan- sebesar 37 m/detik. Ketebalan lapisan-1 bervariasi dengan ketebalan maksimum,5 m (Gambar 7b). Secara umum, wadah pengendapan lapisan-1 berbentuk cekungan yang diperkirakan merupakan jejak longsoran tua. JSDG Vol. XVI No. 6 November 6 391

Lintasan 3 Lintasan 3 ini terletak di sebelah selatan (atas) lintasan, dan berjarak miring sekitar 1 m dengan panjang lintasan 56 m. Pada lintasan ini dapat dihitung dua lapis medium. Lapisan-1 mempunyai cepat rambat gelombang sebesar 17 m/detik, sedangkan lapisan- mempunyai cepat rambat gelombang 44 m/detik. Pada lintasan ini terlihat ketebalan lapisan-1 tidak terlalu bervariasi, umumnya di atas 1 m. Pada bagian barat, lintasan ini ketebalan relatif besar, yakni antara 1,5 m sampai 1,7 m. (Gambar 7c). Lintasan 4 Lintasan ini terletak 1 m sebelah selatan lintasan 3, pada jarak miring sekitar 5 m dari puncak mahkota longsoran tua, dengan panjang lintasan 56 m. Hasil perhitungan pada lintasan ini memperlihatkan adanya dua lapis medium dengan cepat rambat gelombang 147 m/detik untuk lapisan-1 dan 437 m/detik untuk lapisan-. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa ketebalan lapisan-1 sangat bervariasi dengan ketebalan maksimum mencapai,5 m (Gambar 7d). Lintasan 5 Lintasan ini mempunyai panjang 8 m, terletak m sebelah utara mahkota longsoran tua atau berjarak kurang lebih m dari lintasan 4. Hasil perhitungan pada lintasan ini hampir serupa dengan lintasan sebelumnya, yakni dapat dikenali ada dua lapis medium. Lapisan-1 mempunyai cepat rambat gelombang 147 m/detik, sedangkan lapisan- cepat rambat gelombangnya sebesar 556 m/detik. Ketebalan lapisan-1 bervariasi dengan ketebalan maksimum sebesar, m di bagian barat dan menipis ke arah timur (Gambar 7e). Lintasan ini merupakan bagian tengah cekungan longsoran tua. Bentuk cekungan lapisan-1, diperkirakan merupakan sumbu cekungan jejak longsoran tua, karena lintasan ini merupakan bagian tengah bekas longsoran tua. Pada kelima lintasan seismik bias secara keseluruhan dapat dilihat ada dua karakter lapisan medium yang berbeda satu dengan yang lainnya berdasarkan nilai cepat rambat gelombang. Lapisan- 1 dengan kecepatan rambat gelombang antara 17 m/detik sampai 153 m/detik, sedangkan lapisan- dengan cepat rambat gelombang antara 37 m/detik sampai 556 m/detik. Perbedaan cepat rambat gelombang ini menunjukkan adanya beda sifat fisik medium antara kedua lapisan tersebut. Lapisan-1 secara visual dapat dilihat di permukaan berupa tanah dan bahan rombakan batupasir tufaan lapuk yang bersifat mengikat air. Ditinjau dari besarnya nilai cepat rambat gelombang, lapisan- masih merupakan batuan yang tidak terlalu keras. Lapisan- ini diinterpretasikan sebagai batupasir tufaan yang telah mengalami pelapukan. Didasarkan pada beda kekompakan kedua lapisan ini yang tidak besar serta sudut kemiringan yang relatif landai (7 ), pada kondisi tidak jenuh air, lapisan tanah ini tidak berpotensi untuk longsor. Namun demikian, morfologi bentuk cekungan bekas longsoran tua ini pada musim hujan dapat berfungsi sebagai tempat konsentrasi air. Selain menambah beban massa tanah, faktor kejenuhan air juga menyebabkan penurunan gaya gesek antara kedua lapisan tersebut. Sketsa penampang tegak hasil korelasi tiap lintasan dapat dilihat pada Gambar 8. Dari penampang tersebut dapat dilihat bahwa bagian puncak bekas longsoran tua, kemiringan bidang batas perlapisannya cukup besar, sehingga sangat berpotensi sebagai pemicu longsor, mendorong bagian bawahnya. Dimensi mahkota longsoran tua berbentuk setengah elips mempunyai panjang + 8 m dan lebar + 7 m. Bila diasumsikan lapisan-1 tersebar merata, dihitung dengan ketebalan rata-rata 1,4 m, maka volume material yang berpotensi longsor adalah 3 6.154 m (luasan setengah elips X tebal lapisan ratarata). KESIMPULAN Hasil perhitungan menunjukkan bahwa metode seismik bias dengan sumber palu tumbuk di daerah Cililin dapat menjangkau dua lapis medium, lapisan- 1 dengan kisaran cepat rambat gelombang sekitar 17-153 m/detik, dan lapisan- berkisar 37-556 m/detik. Beda cepat rambat gelombang antara kedua lapisan ini mencerminkan perbedaan kekompakan batuan yang kemungkinan berpotensi sebagai bidang gelincir longsoran. 39 JSDG Vol. XVI No. 6 November 6

4 6 8 1 1 14 16 18 4 6 8 V = 48 m/s V1 = 153,6/m/s,3,7,7 1,,7,7,7,7,7 1,4 1,4 1, Kedalaman (m) Gambar 7a. Hasil perhitungan lintasan 1. 4 6 8 1 1 14 16 18 4 6 8 3 3 34 36 38 4 4 44 46 48 5 5 V1 = 19 m/s V = 37 m/s 1,3 1,3 1,3,1 1,7 1,7,1,1,1,1 1 1,7 1,3,9,9 1,3,9,9 1,3 1,3 1,3,5,5 Kedalaman (m) Gambar 7b. Hasil perhitungan lintasan. 4 6 8 1 1 14 16 18 4 6 8 3 3 34 36 38 4 4 44 46 48 5 5 54 56 V1 = 17 m/s,7 1, 1,5 1,5 1,7 1,5 1,7 1,5 1,7 1,7 1,5 1,5,9 1, 1, 1,,8 1, 1,,8 1,6 1,3 1, 1,,8 1, Kedalaman (m) 4 6 8 V = 44 m/s 1 1 14 16 V1 = 147.5 m/s Gambar 7c. Hasil perhitungan lintasan 3. 18 4 6 8 3 3 34 36 38 4 4 44 46 48 5 5 54 56 V = 437 m/s 1,1 1,1 1,5 1,8,5,1,1 1,8 1,8 1,5,8,4 1,3 1,3, 1,3,9,6,9 1,3 1,3 1,3,9,9.,9 Kedalaman (m) Gambar 7d. Hasil perhitungan lintasan 4. 4 6 8 1 1 14 16 18 4 6 8 V1 = 147 m/s V = 556 m/s 1,5,6, 1,7 1,9 1,9 1,9 1,5 1,5 1, 1,,5 Kedalaman (m) Gambar 7e. Hasil perhitungan lintasan 6. 5 Elevasi (m) Lintasan 5 4 Lintasan 3 Lintasan 4 3 Lintasan 1 Lintasan 7 m 7 1 1 3 4 5 6 7 8 9 1 Jarak (m) Gambar 7. Sketsa penampang tegak berdasarkan penafsiran seismik bias. JSDG Vol. XVI No. 6 November 6 393

SARAN Kejadian tanah longsor di daerah Cililin merupakan kejadian yang umum sifatnya, terutama di daerahdaerah perbukitan yang disusun oleh batuan vulkanik yang mudah lapuk dan tererosi kuat. Dampak tanah longsor di daerah ini dapat dihindari dengan melakukan pengenalan secara lebih dini faktor pemicu kejadian longsor, seperti ketebalan tanah (tanah lapuk), kemiringan lereng, dan keberadaan bidang gelincir, serta faktor curah hujan yang tinggi. Upaya yang dapat dilakukan guna mempertahankan kestabilan lereng yang berpotensi longsor di daerah ini yakni dengan membuat terasering, membuat drainase, serta menanam kembali lahan-lahan yang gundul dengan tanaman guna mempertinggi daya ikat tanah. Selain itu, guna meminimalkan risiko bahaya tanah longsor, juga perlu dilakukan sosialisasi mengenai hal ini serta meningkatkan kewaspadaan terutama bagi penduduk yang bertempat tinggal di sekitar lereng. Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Dr. Ir. Hery Harjono atas bimbingan dan sarannya dalam penyusunan tulisan ini. Terima kasih juga kami sampaikan kepada Dr. Kris Budiono atas bantuannya memberikan referensi teori Hagiwara serta kepada saudara Sudaryono yang telah banyak membantu dalam pengambilan data lapangan. ACUAN Fadilah, A., 5. Mengenal Terjadinya Tanah Longsor dan Upaya Antisipasinya, Dinas Pertambagan Jawa Barat, Bandung. Hagiwara, T., 1938. An Analytical Method of the Travel Time Curve for the Structure that the Inclination of Bed Rock is uneven, Disin., Vol 1, No. 11, hal 463-468. Paripurno, E.T., 4. Gerakan Tanah Seling, Bagaimana Sebaiknya Kita Menyikapinya, http:/www.geopangea.or.id. Sudjatmiko, 3. Peta Geologi Lembar Cianjur, Jawa skala 1 : 5., Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. 394 JSDG Vol. XVI No. 6 November 6