BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT (LCPKS) Dalam satu dekade ini, konsumsi dan penghasil minyak kelapa sawit terbesar didominasi oleh Malaysia dan Indonesia. Pada tahun 2014, sebanyak 62,34 juta ton minyak kelapa sawit dihasilkan dan sekitar 80 persennya diproduksi oleh Indonesia (30.5 juta ton) dan Malaysia (19.9 juta ton) [8]. Sementara, dalam satu ton tandan buah segar kelapa sawit, dihasilkan sekitar 0,5 sampai dengan 0,75 ton limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) [9]. Industri minyak kelapa sawit menghasilkan LCPKS dalam jumlah yang sangat besar. Penggunaan air dalam jumlah yang sangat besar, yaitu sekitar 1,5 m 3 dikonsumsi dalam proses setiap ton tandan buah segar dan hampir sekitar setengahnya diubah menjadi LCPKS [10]. LCPKS merupakan kombinasi limbah cair yang dihasilkan dari tiga sumber utama, seperti limbah cair proses klarifikasi (60%), kondensat sterilize (36%), dan limbah cair hydrocyclone (4%) [11]. Kemudian, sekitar 0,9; 1,5; dan 0,1 m 3 dari LCPKS akan dihasilkan dari pengolahan satu ton Crude Palm Oil (CPO) [12].Gambar 2.1 merupakan diagram alir proses ekstraksi minyak sawit pada industri kelapa sawit, dilengkapi dengan limbah yang dihasilkan beserta sumber limbahnya. LCPKS segar merupakan senyawa koloid bewarna cokelat, kental, yang mengandung 95 96% air, 4 5% padatan total, termasuk 2 4% padatan tersuspensi, dan 0,6 0,7% minyak dan lemak,dengan suhu 80 90 o C, serta bersifat asam [13]. LCPKS mengandung asam amino, dan senyawa anorganik (Na, K,Ca, Mg, Mn, Fe, Zn, Cu, Co, dan Cd), serat pendek, senyawa senyawa nitrogen, asam organik bebas, dan karbohidrat [14]. LCPKS juga mengandung senyawa organik seperti lignin (4700 ppm), phenolics (5800 ppm), pectin (3400 ppm), dan carotene (8 ppm) [15]. Meskipun tidak termasuk bahan beracun, LCPKS menghasilkan aroma yang tidak sedap, serta mengandung biological oxigen demand (BOD) dan chemical oxigen demand (COD) yang tinggi mengakibatkan dampak negatif bagi lingkungan. Tabel 2.1 menunjukkan karakteristik LCPKS segar secara umum. 7
Gambar 2.1 Diagram Alir Proses Pengolahan Minyak Sawit [9] Table 2.1 Karakteristik LCPKS Segar [9] Parameter Satuan Nilai ph 4,79 4,75 Suhu C 80 90 Biochemical Oxygen Demand (BOD) mg/l 33.500 36.400 Chemical Oxygen Demand (COD) mg/l 69.500 88.150 Soluble Chemical Oxygen Demand mg/l 33.500 64.700 (SCOD) Total Solids (TS) mg/l 51,560 52,180 Total Suspended Solids (TSS) mg/l 23,180 29,100 Volatile Solids (VS) mg/l 43,100 43,360 8
Minyak dan Lemak mg/l 6830 7610 Total Kjeldahl nitrogen (TKN) mg/l 1003 1053 Ammoniacal nitrogen(nh3 N) mg/l 138 194 Total Volatile Fatty Acid / TVFA (CH3COOH) mg/l 300 500 LCPKS merupakan limbah yang sangat polutan. Limbah cair yang tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan polusi berupa ancaman besar bagi daerah sekitar aliran sungai dan badan air serta menimbulkan bau busuk pada daerah sekitar pabrik, ditambah dengan nilai BOD yang tinggi dan ph yang rendah, menyebabkan LCPKS sangat sulit untuk diolah dengan metode konvensional [16]. Oleh karena itu, dibutuhkan pengolahan sebelum LCPKS dibuang ke lingkungan. Tabel 2.2 berikut merupakan baku mutu limbah cair industri minyak sawit yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan. Tabel 2.2 Baku Mutu Limbah Cair untuk Industri Minyak Sawit [17] Parameter Kadar Maksimum (mg/l) Beban Pencemaran Maksimum (kg/ton) BOD5 250 1,5 COD 500 3,0 TSS 300 1,8 Minyak dan Lemak 30 0,18 Amonia Total (sebagai NH3-N) 20 0,12 ph 6,0 9,0 Debit Limbah Maksimum 6 m 3 ton bahan baku 2.2 PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT (LCPKS) 2.2.1 Pengolahan Konvensional Pengolahan yang paling umum digunakan adalah pengolahan menggunakan kolam terbuka (ponding system). Metode ini digunakan oleh sekitar 85% pabrik kelapa sawit. Pada umumnya, metode ini menggunakan beberapa kolam yang terdiri dari, kolam stabilisasi dan kolam oksidasi. Kolam oksidasi dapat juga dikategorikan sebagai kolam aerobik, fakultatif, dan kolam pematangan [16]. Namun metode ini tidak ramah lingkungan, memerlukan lahan luas, menimbulkan bau, dan juga melepaskan gas rumah kaca [18]. 9
Keuntungan dari sistem ini adalah perawatan yang sangat minim, sangat ekonomis, prosesnya begitu sedrhana, dan pengoperasiannya sangat sederhana. Akan tetapi, pengguanaan lahan yang begitu luas (1 ha 5 ha), dan memerlukan hidraulic retension time (HRT) yang sangat lama (40 200 hari) [16]. 2.2.2 Pengolahan secara Anaerobik Pengolahan secara anaerobik merupakan proses yang rumit dimana melibatkan dekomposisi senyawa organik pada keadaan tanpa molekul oksigen untuk memproduksi gas metan (CH4) dan karbon dioksida (CO2). Proses degradasi ini terjadi oleh karena kinerja dari bakteri anaerobik, yang meliputi proses hidrolisa, asidogenesis (termasuk asetogenesis), dan metanogenesis [19]. Digester anaerobik menyediakan pilihan sistem untuk menggantikan sistem pengolahan menggunakan sistem kolam anaerobik. Digester anaerobik memiliki banyak keuntungan, seperti membutuhkan energi yang sedikit untuk prosesnya, pembentukan sludge hanya sedikit, tidak terjadinya pencemaran udara karena bau dari gas hasil reaksi, membutuhkan luas area yang sedikit, serta menghasilkan gas metana sebagai hasil akhir dari proses [20]. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, digester aneorobik ini merupakan proses degradasi dari senyawa organik tanpa adanya oksigen, dengan aktivitas enzimatik dan bakterial memproduksi biogas yang dapat digunakan sebagai sumber energi terbarukan, yang memiliki produk akhir konversi LCPKS berupa biogas, dengan komponen utama gas CH4 dan CO2 dengan rasio 65:35, dengan sisa gas berupa hidrogen sulphide (H2S), dan gas nitrogen (N2) dengan nilai begitu kecil sehingga dapat diabaikan sehingga hampir tidak terdeteksi. Dengan menggunakan proses digester anaerobik ini, sekitar 28 m 3 gas (campuran antara gas CH4 dan CO2) dihasilkan dari 1 ton POME. Volume keluaran gas CH4 mungkin berubah-ubah karena perlakuan awal terhadap POME bervariasi serta aktivitas penggilingan dan pemanenan musiman dari minyak kelapa sawit. Akan tetapi, konsentrasi CH4 dari digester anaerobik ditemukan lebih konsisten dalam campuran gas [19]. Untuk itulah, pengolah LCPKS menjadi biogas menjadi pilihan bagi penghasil energi terbarukan, sisa dari pengolahan ini yang berupa residu, menurut Lubis, dkk (2014) [22] residu ini dapat 10
digunakan sebagai bahan pembuat pupuk cair yang dapat mewujudkan proses yang zero waste dan zero emission.. 2.3 PARAMETER YANG PENTING DALAM PROSES ANAEROBIK LCPKS Efisiensi dari reaksi secara anaerobik dipengaruhi oleh beberapa hal penting mengingat bahwa reaksi ini menggunakan mikroorganisme yang sangat rentan terhadap pengaruh keadaan lingkungannya, sehingga kondisi lingkungan reaksi ini harus sangat diperhatikan. Pertumbuhan mikroorganisme anaerobik sangat dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti ketidakberadaannya oksigen, kestabiloan temperatur, ph, ketersediaan nutirsi, pengadukan, dan keberadaan inhibitor (misalnya amonia) [23]. 2.3.1 Temperatur Proses anaerobik memilki beberapa bagian perbedaan temperatur, yang dibagi menjadi psychrophilic (dibawah 25 o C), mesophilic (25 o C 45 o C), dan thermophilic (45 o C 70 o C). Gambar 2.2 Tingkat Pertumbuhan Relatif Mikroorganisme Metanogen Dari grafik diatas, dapat dilihat bahwa kondisi psikropilik sebagian besar terdapat di lingkungan, sementara kondisi mesofilik dan termofilik sebagian besar dalam sistem rekayasa. Dalam prakteknya, temperatur operasi dipilih dengan mempertimbangkan bahan baku yang digunakan dan temperatur proses yang diperlukan dapat disediakan oleh ruangan atau menggunakan sistem pemanas pada digester [23]. 11
Temperatur memilki pengaruh langsung terhadap waktu tinggal proses, yang ditunjukan oleh tabel dibawah ini. Tabel 2.3 Temperatur Reaksi dan Waktu Tinggal Minimum [23] Thermal Stage Process Temperatures Minimum Retention Time Psychrophilic <20 o C 70 sampai 80 hari Mesophilic 30 42 o C 30 sampai 40 hari Thermophilic 43 55 o C 15 sampai 20 hari 2.3.2 ph dan Interval Optimum Nilai ph adalah besaran yang menyatakan keasama/alkalinitas dari suatu campuran ( dalam kasus ini adalah substrat campuran reaksi anaerobik) dan dinyatakan dalam parts per million (ppm). ph dari substrat dalam reaksi anaerobik ini mempengaruhi pertumnuhan mikroorganisme metanogenesis dan mempengaruhi penguraian beberapa senyawa, yang penting dalam reaksi. Adapun interval ph optimum untuk reaksi mesophilic adalah antara 6,5 sampai 8,0. Sementara untuk reaksi thermophilic, ph yang dibutuhkan lebih tinggi dibandingakan dengan mesophilic [23]. 2.3.3 Volatile Fatty Acids (VFA) Kestabilan reaksi anaerobik dipengaruhi oleh konsentrasi dari produk intermediet, seperti VFA. VFA merupakan senyawa intermediet (asetat, propinoat, butirat, laktat), yang dihasilkan selama proses asidogenesis, dengan rantai karbon yang memilki enam atom. Pada umumnya, ketidakstabilan reaksi anaerobik akan menyebabkan penumpukan VFA yang secara langsung menyebabkan penurunan ph secara drastis. Akan tetapi, penumpukan VFA tidak selalu ditunjukan dengan penurunan ph, disebabkan oleh kapasitas buffer dari digester, melalui tipe biomassa yang ada di dalamnya. Biomassa yang terdiri dari bagian tubuh hewan, biasanya kaya akan senyawa alkalin, yang berarti akumulasi VFA harus mencapai level tertentu, sebelum dapat menunjukkan penuruna ph. Pada keadaan seperti itu, digester akan memiliki 12
kandungan VFA yang begitu tinggi, yang menyebabkan proses dari reaksi anaerobik akan terhambat. Untuk itulah, seperti pada kejadian ph, konsentrasi VFA tidak dapat direkomendasikan sebagai parameter pengawasan yang dapat diawasi tanpa mengabaikan yang lain [23]. 2.3.4 Amonia Amonia (NH3) adalah senyawa yang penting, dengan fungsi yang begitu penting bagi reaksi anaerobik. NH3 merupakan nutrisi yang penting, sebagai makanan bagi mikroba dan menyuburkan serta biasanya berupa gas dengan karakteristik memiliki aroma yang tidak sedap. Protein merupakan sumber utama penghasil amonia pada reaksi anaerobik. Terlalu tingginya konsentrasi amonia pada digster, terutama dalam bentuk amonia bebas, dapat menjadi inhibitor dalam proses anaerobik. Karena sifatnya yang sebagai inhibitor, amonia hanya boleh dijaga konsentrasinya dibawah 80mg/l. Bakteri metanogenesis sangat sensitif terahadap keberadaan amaonia. Konsentrasi amonia bebas juga dapat berpengaruh langsung terhadap temperatur di dalam digester. Ini berarti, dengan meningkatnya konsentrasi amonia dan temperatur, maka semakin tinggi kandungan inhibitor dalam digester anaerobik [23]. 2.3.5 Makro dan Mikronutrisi serta Senyawa Beracun Mikroelemen seperti besi, nikel, selenium, molybdenum, atau tungsten sama pentingnya dengan makroelemen seperti karbon, nitrogen, fosfor, dan sulfur bagi pertumbuhan dan keberlangsungan dari mikroorganisme anaerobik. Adapun perbandingan optimal untuk makronutrisi karbon, nitrogen, fosfor, and sulfur (C:N:P:S) adalah 600 : 15 : 5 :1. Faktor lain yang mempengaruhi aktivitas penguraian mikroorganisme anaerobik adalah keberadaan senyawa beracun. Senyawa ini bisa terbawa bersamaan dengan umpan masuk selama proses berjalan. Kesulitan dalam pemisahan senyawa ini, biasanya terjadi akibat senyawa ini sering terikut bersama dengan umpan masuk dan terikat dengan ikatan kimia. Selain itu, penghambatan reaksi ini terjadi karena kemampuan dari mikroorganisme untuk beradaptasi dengan lingkungannya tidaklah 13
selalu seragam, apalagi jika ditambah dengan keberadaan senyawa beracun tersebut [23]. 2.4 MIKROKONTROLER Mikrokontroler adalah sebuah komputer di dalam sebuah chip. Kata mikro menekankan bahwa alat ini berukuran kecil, dan kata kontrol, menegaskan bahwa alat ini dapat digunakan untuk mengendalikan sebuah alat, benda, proses, atau sebuah kejadian. Dalam istilah lainnya, mikrokontrol disebut juga embedded controller, karena mikrokontroler adalah sebuah sirkuit yang ditanamkan di dalam alat yang akan dikendalikan [24]. Mikrokontroler sekarang dapat ditemukan diberbagai macam keperluan. Setiap alat pengukuran, penyimpanan data, perhitungan, ataupun sekerdar penyampaian informasi menggunakan mikrokontroler di dalamnya. Penggunaan terbersar mikrokontroler adalah pada bidang transportsi. Setiap mobil, paling tidak akan menggunakan satu mikrokontroler pada mesinnya, dan bahkan lebih sering pada bagian pelengkap mobil [24]. Bukan hanya di bagian otomotive, kita dapat menemukann mikrokontorler di mana saja, di dalam dekstop komputer, mouse, keyboard, modem, dan printer, di dalam produk yang dapat langsung digunakan lainnya, misalnya di kamera, perekam video, dan bahkan di peralatan masak seperti oven. Dan itu hanya sebagian contoh kecilnya. Di dalam mikrokontroler bukan sekedar terdapat gerbang pentusunan logika dan rangkaian memori, tetapi juga terdapat proses buatan yang dapat dengan mudah digunakan dan dihubungkan dengan sebuah chip[24], yang dapat sesuai dengan kebutuhan pengguna. 2.4.1 Penerapan Mikrokontroler dalam Produksi Biogas dari LCPKS Biogas merupakan hasil utama yang diharapkan dari pengolahan LCPKS menggunakan proses anaerobik. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya, reaksi anaerobik merupakan reaksi yang rumit dan tidak stabil [1]. Menurut Ward, et al (2009) ketidakstabilan ini dapat terjadi disebabkan oleh berbagai hal bahkan dari ketidakseragaman umpan masuk. 14
Sementara, pengawasan terhadap kondisi operasi masih dilakuakan secara manual akibat dari kurangnya pengembangan terhadap kontroler otomatis, serta kekurangan pengetahuan terhadap raksi anaerobik [2]. Penggunaan kontrol yang baik, dan optimasi produksi biogas dapat menawarkan solusi yang cocok dan layak secara ekonomi untuk meningkatkan produktivitas proses dan menjamin kestabilan kondisi operasi [2]. 2.4.1.1 Perangkat Keras (Hardware) Salah satu contoh peralatan untuk pengawasan kondisi operasi, terutama untuk pengumpulan data adalah National Instrument, khususnya tipe USB-6001. National Instruments USB adalah alat yang memilki kualitas tinggi dalam pengukuran dengan cara penggunaan yang sangat sederhana, dibangun dengan menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak yang terbaru. National Instrument USB-6001 dapat diaplikasikan pada skala industri misalnyasebagai alat pengukuran. Analog Output yang bernilai 10 V, dengan arus output ke alat sebesar 5 ma membuat alat ini sangat sesuai dengan berbagai sensor [8]. National Instrument USB-6001, mampu menerima input program (programmable input) sehingga memungkinkan kita mengapilkasikannya ke berbagai keperluan, seperti untuk penelitan ini, akan kita gunakan sebagai pengolah data temperatur yang diterima melaui sensor termokopel. Termokopel adalah sensor temperatur yang sering digunakan karena rentang kemampuannya dalam membaca temperatur sangat tinggi. Termokopel memiliki berbaga macam jenis tergantung dari rentang suhu yang dapat dibacanya. Berikut merupakan grafik hubungan antara tipe termokopel dengan rentang suhu. 15
Gambar 2.3. Grafik Hubungan Tipe Termokopel dengan Rentang Suhu 2.4.1.2 Perangkat Lunak (Software) Setiap mikrokontroler mampu mengolah program sesuai dengan kebutuhan penggunanya, dalam pembuatan program itu, diperlukan suatu perangkat lunak yang compatible (cocok) dengan perangkat lunaknya, salah satu perangkat lunak tersebut adalah LabVIEW. LabVIEW adalah produk dari National Instruments yang berupa software pengembangan program aplikasi dan hardware input-output untuk keperluan akusisi dan pengendalian. Sedangkan perangkat lunak atau software LabVIEW merupakan sebuah bahasa pemograman graphical yang menggunakan simbol (ikon) untuk membuat aplikasi. Sementara itu, Visual Instruments (VIs) adalah program LabVIEW yang menirukan instrumen sebenarnya dalam bentuk simbol-simbol. Selanjutnya untuk membuat tampilan program aplikasi LabVIEW, digunakan tools dan objek. Tampilan aplikasi ini kemudian dikenal dengan jendela front panel yang berisikan kode representasi dari simbol sebagai fungsi untuk mengatur objek. Adapun source code simbol tersebut ada dalam tampilan jendela block diagram. Jadi pada dasarnya software LabVIEW terdiri dari 3 (tiga) komponen utama, yaitu front panel, block diagram dan tipe data [25]. Front panel merupakan penghubung (interface) antara pengguna (user) dengan program aplikasi. Block diagram merupakan jendela tempat menuliskan perintah dan fungsi, berisikan source code berupa simbol-simbol, node dan garis sebagai data flow untuk mengeksekusi program termasuk kode dari front panel. Sedangkan dalam membuat aplikasi VIs, harus diperhatikan tipe data tiap 16
simbol agar data flow dapat berjalan semestinya. Tipe data yang tersedia yaitu numerik, boolean dan string. Tipe data dari sebuah simbol dapat diketahui dari warna node atau warna kabel ketika dihubungkan ke simbol lainnya [25]. 17