BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan hal itu, hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh

Analisis Sebaran Kemiskinan dan Faktor Penyebab Kemiskinan di Kabupaten Lebak. Arief Rahman Susila SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan.

VISI PAPUA TAHUN

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

ANALISIS SEBARAN KEMISKINAN DI KABUPATEN PANDEGLANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS SEBARAN KEMISKINAN DAN FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN DI KABUPATEN LEBAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs). Salah

A. Keadaan Geografis Dan Topografi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang baik. Perencanaan berfungsi sebagai alat koordinasi antar lembaga pemerintahan

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

P E M E R I N T A H P R O V I N S I B A N T E N

SAMBUTAN KEPALA BAPPEDA PROV JATENG

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... xii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa

I. PENDAHULUAN. Kerangka desentralisasi yang dicanangkan dengan berlakunya Undang

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Analisis Isu-Isu Strategis

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya

BAB II KONDISI UMUM DAERAH

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA TANGERANG SELATAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hilir tahun adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang Pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BOGOR

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional jangka panjang secara bertahap dalam lima tahunan

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV ANALISIS ISU ISU STRATEGIS

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Pada Usia Produktif Untuk Menghadapi Peluang Dan Tantangan Dari Bonus Demografi Di Kabupaten Gunung Mas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB II GAMBARAN UMUM KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu upaya meningkatkan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. penanganan yang tepat agar dapat segera teratasi. Indonesia merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam bangsa, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, perubahan

BAB I PENDAHULUAN. tidak terpisahkan serta memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah dan

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PADA MUSRENBANG RKPD KABUPATEN BANGKA

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2014 Bupati Bogor, RACHMAT YASIN

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI...

BAB I PENDAHULUAN. standar hidup minimum (Mudrajad Kuncoro, 1997). Kemiskinan identik dengan negara berkembang, contohnya Indonesia

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini bangsa Indonesia harus menghadapi perubahan internal dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi dengan berbagai masalah yang belum tuntas terpecahkan seperti kemiskinan, pengangguran, rendahnya mutu pelayanan publik dan kesenjangan antardaerah. Karakteristik dari pelaksanaan otonomi daerah adalah (1) pembagian kewenangan dan sumber daya yang jelas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, (2) partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan menjadi semakin besar, (3) keputusan yang diambil didasarkan pada kesepakatan (konformitas), dan (4) keanekaragaman daerah akan semakin menonjol (local-specific) (Rusdiyanto, dkk. 2007). Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas untuk menentukan kebijakan dan program pembangunan yang terbaik bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan daerah masing-masing. Namun, adanya latar belakang demografi, geografi, infrastruktur dan ekonomi yang tidak sama, serta kapasitas sumber daya yang berbeda, maka salah satu konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah adalah keberagaman daerah dalam hal kinerja pelaksanaan dan pencapaian tujuan pembangunan. Perbedaan kinerja selanjutnya akan menyebabkan kesenjangan antardaerah, timbulnya konflik dan kemungkinan disintegrasi bangsa. Propinsi Banten adalah sebuah propinsi yang terbentuk mulai dari tahun 2000 berdasarkan UU No 23 tahun 2003, yang terbagi atas Banten Utara yang meliputi Kabupaten Serang Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Cilegon dan Banten Selatan yang meliputi, Kabupaten Lebak, dan Kabupaten Pandeglang. Dalam usia yang relatif masih sangat muda untuk sebuah propinsi, tentulah masih sangat banyak masalah yang menyertainya. Di antaranya adalah masalah ketimpangan wilayah, persebaran penduduk, persebaran lapangan pekerjaan dan angkatan kerja, tingkat pertumbuhan pembangunan manusia (IPM), pengangguran dan kemiskinan. Dalam kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan, hampir tidak satu program pun yang tidak memperhatikan

2 penduduk. Semua jenis program pembangunan tentunya diintegrasikan dan akan dibawa ke dalam suatu tujuan pembangunan, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup penduduk. Oleh karena itu informasi kependudukan, dengan berbagai karakteristik, kecenderungan dan diferensiasinya menjadi semakin penting. Menurut BPS (2007) bahwa penduduk miskin di Banten Selatan relatif tinggi dibandingkan dengan Banten Utara sehingga mengindikasikan bahwa pendapatan yang rendah di Banten Selatan dan berakibat daya beli masyarakat yang cukup rendah. Dalam Gambar 1.1. disajikan data persentase penduduk miskin antar kabupaten dan kota di Provinsi Banten. Gambar 1.1. Jumlah Penduduk Miskin Per Kabupaten/Kota Tahun 2002-2008 (%) Sumber : Susenas, Tahun 2008 Jika dilihat dari Gambar 1.1. akan terlihat bahwa mulai dari tahun 2002 sampai tahun 2008 Kabupaten Lebak masih berada di golongan tinggi dalam hal jumlah penduduk miskin. Penurunan jumlah penduduk miskin paling signifikan terjadi antara tahun 2002 ke tahun 2004. Kemudian pada tahun 2005 sampai tahun 2007 terjadi kenaikan dalam hal jumlah penduduk miskin dengan loncatan yang sangat sifnifikan. Pada tahun 2008, tingkat kemiskinan penduduk miskin di Kabupaten Lebak berada pada posisi kedua di bawah Kabupaten Tangerang. Kemiskinan merupakan masalah pembangunan yang ditandai oleh pengangguran, keterbelakangan dan ketidakberdayaan. Kemiskinan merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan (Todaro, 2006). Hal

3 tersebut sesuai dengan kepedulian pemerintah untuk mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan. Menurut RPJMN Banten 2004-2009, sasaran yang ingin dicapai pada tahun 2009 adalah menekan pertumbuhan penduduk dan jumlah pengangguran terbuka. Kondisi ini dirasakan sangat kontradiktif mengingat banyaknya perusahaan yang ada di kawasan Cilegon-Serang-Tangerang. Arah Kebijakan dalam RPJMD adalah a) menekan angka kemiskinan, (b) menciptakan kesempatan kerja, (c) meningkatkan pertumbuhan ekonomi, (d) meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan (e) meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta (f) meningkatkan stabilitas keamanan daerah (RPJMN Banten 2004-2009). Dalam RPJM Provinsi Banten tahun 2007-2012 salah satu program prioritas yaitu penanggulangan kemiskinan, untuk wilayah yang ada di Banten Selatan (Lebak dan Pandeglang) lebih besar persentase kemiskinan dari total persentase kemiskinan Provinsi Banten. Kabupaten Lebak semenjak awal krisis ekonomi sampai dengan tahun 2001 yang merupakan awal terbentuknya provinsi Banten memiliki persentase kemiskinan yang tinggi di antara kabupaten dan kota di Provinsi Banten. Begitu juga dengan Kabupaten Pandeglang semenjak krisis sampai otonomi daerah tingkat kemiskinan cenderung perubahan tiap tahun tidak terlalu banyak berubah, sehingga dapat dikatakan berlakunya otonomi daerah belum menunjukkan arah yang semakin membaik bagi Banten Selatan dalam rangka pengentasan kemiskinan. Banten Utara (Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, Kota Tangerang dan Kota Cilegon) persentase kemiskinan berada di bawah rata-rata persentase penduduk miskin di Provinsi Banten kecuali Kabupaten Serang masih berada di atas rata-rata provinsi Banten, sedangkan yang perkembangannya relatif lebih maju, persentase penduduk miskin relatif lebih rendah terutama bagi Kota Cilegon. Berdasarkan UU No 19 Tahun 1999 dimekarkan dari Kabupaten Serang melihat perkembangan kedua wilayah tersebut ternyata Kota Cilegon menunjukkan arah yang semakin membaik dalam penanggulangan kemiskinan yang dapat dilihat pada tahun 2006 mencapai 4,99 persen. Hal ini menunjukkan isu kesenjangan antar wilayah terutama Banten Utara dan Banten Selatan sampai sekarang memang masih menjadi perdebatan. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kabupaten Lebak Tahun 2004-2008 berada pada kondisi yang fluktuatif akibat dampak negatif yang

4 ditimbulkan oleh krisis global pada pertengahan tahun 2008. Akan tetapi, Pemerintah Kabupaten Lebak masih mampu mempertahankan perekonomian di Kabupaten Lebak secara positif. Dalam Gambar 1.2. disajikan data mengenai LPE di Kabupaten Lebak: Gambar 1.2. Laju Pertumbuhan Ekonomi Lebak (2001-2008) Sumber : Lebak dalam Angka, Tahun 2008 Dari Gambar 1.1 terlihat bahwa laju pertumbuhan ekonomi Lebak mengalami fase yang fluktuatif dari tahun 2001 sampai 2008. Penurunan tingkat LPE terparah terjadi pada tahun 2001-2002. Hal ini mungkin dikarenakan masih terjadi proses transisi dari pembentukan Propinsi Banten. Kemudian kenaikan yang cukup signifikan terjadi pada periode 2006-2007, dengan sektor pertanian masih menjadi penyumbang terbesar. Data penduduk sebagaimana data lainnya, sangat diperlukan dalam berbagai perencanaan dan evaluasi pembangunan, terutama setelah adanya pergeseran paradigma pembangunan yang tidak hanya bertumpu pada peningkatan pertumbuhan ekonomi semata tetapi upaya meningkatkan kualitas SDM telah menjadi tumpuan dan tujuan pembangunan itu sendiri. Berkenaan dengan telah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Propinsi Banten, maka tantangan terbesar bagi Kabupaten Lebak adalah upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang selama ini menjadi salah satu hambatan dalam proses pembangunan dan pengentasan kemiskinan di Kabupaten Lebak. Potensi sumber daya alam tidak akan mempunyai nilai jika tidak dikelola secara berkelanjutan dan memberi manfaat yang besar bagi masyarakat.

5 Khusus untuk Kabupaten Lebak, permasalahan demografi yang dihadapi yaitu berkaitan dengan jumlah penduduk miskin yang masih menunjukkan angka tinggi. Pada tahun 2005 tercatat proporsi penduduk miskin dari total keluarga di Kabupaten Lebak sebesar 25% dengan jumlah keluarga miskin tahun 2005 sebanyak 146.490 KK, dengan kecenderungan meningkat pada tahun 2006. Permasalahan yang lain adalah kepadatan penduduk yang tidak merata akibat dari persebaran penduduk yang tidak merata di semua wilayah. Kepadatan penduduk tinggi terdapat di Kota Tangerang, Kabupaten Serang dan Kota Cilegon serta di Kawasan Pariwisata Pantai Carita. Sementara di wilayah lain, kepadatan penduduk relatif rendah. Jumlah penduduk Propinsi Banten pada tahun 2001 berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2001 adalah 8.258.055 jiwa. Luasnya wilayah dan sangat beragamnya kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat menyebabkan permasalahan kemiskinan di Kabupaten Lebak menjadi sangat beragam dengan sifat-sifat lokal yang kuat dan pengalaman kemiskinan yang berbeda antara perempuan dan laki-laki. Masalah kemiskinan bersifat multidimensi, bukan hanya menyangkut ukuran pendapatan tetapi kerentanan dan kerawanan orang atau masyarakat untuk menjadi miskin. Oleh karena itu, masalah kemiskinan menyangkut kegagalan dalam pemenuhan hak dasar dan adanya perbedaan perlakuan seseorang atau kelompok masyarakat dalam menjalani kehidupan secara bermartabat. Suatu daerah dengan tingkat kemiskinan tinggi sangat rentan terhadap guncangan ekonomi yang sedang terjadi. Kabupaten Lebak adalah daerah dengan tingkat kemiskinan tertinggi dibandingkan dengan Kabupaten/Kota yang ada di Propinsi Banten. Sehubungan dengan hal tersebut, maka tujuan penting yang akan dicapai untuk mengurangi kemiskinan dan kesenjangan antar daerah adalah bukan untuk memeratakan pembangunan fisik di setiap daerah, tetapi yang paling utama adalah pengurangan kesenjangan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat serta kemiskinan antar daerah. Secara spasial, sebaran kemiskinan di Kabupaten Lebak melanda semua wilayah. Menurut Dinas Keluarga Berencana dan Kependudukan Kabupaten Lebak tahun 2003-2005, jumlah keluarga miskin mencapai 62.043 KK, berasal dari jumlah KK yang masuk dalam Keluarga Prasejahtera, baik dengan alasan ekonomi

6 maupun non ekonomi. Sebagai salah satu kabupaten tertinggal di Indonesia, besaran keluarga miskin tersebut dirasa wajar jika dibandingkan dengan data akhir tahun 2003 masih terdapat 190 desa tertinggal dari 300 desa/kelurahan yang ada di Kabupaten Lebak, atau 63,33% dari desa/kelurahan di Kabupaten Lebak adalah desa tertinggal. Sedangkan untuk sebaran kepadatan penduduk miskin wilayah di Lebak Utara mendominasi persebarannya. Persebaran kemiskinan ini mengelompok membentuk suatu kantong kemiskinan. Persebaran dari kantong kemiskinan yang terjadi di desa-desa di Kabupaten Lebak disebabkan oleh banyak faktor. Faktor yang bisa menjadi pemicu munculnya kantong kemiskinan adalah ketersediaan aset dan ketersediaan sarana prasarana pendukung, serta kualitas SDM yang buruk. Terdapat beberapa hal yang cukup menarik dalam pembangunan sumber daya manusia di tingkat Kabupaten Lebak. Pertama, secara geografis Kabupaten Lebak ini berada dalam zona strategis, baik dalam sektor pertanian, perikanan, peternakan, perdagangan hingga industri. Selain itu, Jarak kabupaten hanya 70 km dengan pusat pemerintahan negara, Jakarta. Namun yang terjadi justru kualitas sumber daya manusia Kabupaten Lebak tertinggal jauh jika dibandingkan dengan angka IPM antar Kabupaten/Kota di Provinsi Banten. Rendahnya IPM tersebut mencerminkan rendahnya kualitas sumber daya manusia Kabupaten Lebak. Secara umum, terjadi disparitas kualitas sumber daya manusia antar kabupaten di Provinsi Banten, hal tersebut ditunjukkan pada Gambar 1.3. Gambar 1.3. Perbandingan Indeks Pembangunan Manusia Tiap Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2008 Sumber: Bappeda Kabupaten Lebak, Tahun 2009 Berdasarkan Gambar 1.3. pada tahun 2008 tingkat IPM di Kabupaten Lebak berada pada posisi paling bawah jika dibandingkan dengan Kabupaten/Kota yang

7 ada di Propinsi Banten. Tingkat IPM Kabupaten Lebak hanya sebesar 67,10. Masih jauh jika dibandingkan dengan IPM Kabupaten Tangerang sebesar 70,73. Walaupun Kabupaten Tangerang adalah kabupaten dengan jumlah penduduk miskin terbesar yang ada di Propinsi Banten. Kabupaten yang mempunyai nilai IPM mendekati nilai Kabupaten Lebak adalah Kabupaten Pandeglang disusul Kabupaten Serang. Pada tahun 2008, Angka Harapan Hidup (AHH) penduduk Kabupaten Lebak adalah 63,11 tahun. Angka tersebut masih di bawah rata-rata Provinsi Banten yang telah mencapai 64,45 tahun (Dinkes Kab. Lebak, 2009). Dengan kata lain, kualitas hidup sumber daya manusia di Kabupaten Lebak masih di bawah kabupaten/kota lain di Provinsi Banten. Berdasarkan hasil pendataan SUSENAS (2009), persentase penduduk usia 10 tahun ke atas yang mampu membaca dan menulis di Kabupaten Lebak adalah 94,20 persen, sedangkan rata-rata provinsi Banten sebesar 95,68 (Bappeda Kab. Lebak, 2009). Pada indikator rata-rata lama sekolah, Kabupaten Lebak masih tergolong rendah yakni hanya 6,3 tahun pada tahun 2008, atau setara dengan lulus SD. Pada tingkat Provinsi Banten, rata-rata lama sekolah telah mencapai 8,2 tahun atau hampir setara dengan kelas dua SLTP. Tingginya rata-rata lama sekolah di tingkat provinsi ini disumbangkan oleh daerah lain yang jauh lebih maju, khususnya daerah perkotaan seperti Kota Cilegon dan Kab/Kota Tangerang. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 1 yang menerangkan informasi perbandingan lama sekolah antara Lebak dengan Banten. Tabel.1.1. Perkembangan Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lamanya Sekolah Kabupaten Lebak dan Rata-rata Provinsi Banten Tahun 1999-2008 Tahun Angka Melek Huruf (%) Rata-rata Lama Sekolah (tahun) Kab. Lebak Prov. Banten Kab. Lebak Prov. Banten 1999 90.80 91.50 5.50 6.60 2000 91.03 92.14 5.94 6.80 2001 91.30 92.47 6.22 7.10 2002 90.19 93.84 5.30 7.90 2003 91.40 94.20 5.50 8.10 2004 93.90 94.70 6.10 8.50 2005 94.10 95.60 6.20 8.00 2006 94.10 95.60 6.20 8.10 2007 2008 94.10 94.20 95.60 95.68 6.20 6.30 8.10 8.20 Sumber: Bappeda Kabupaten Lebak, Tahun 2010

8 Selain itu pada tahun 2007 jika melihat dari jumlah anak usia sekolah usia 10 tahun ke atas menurut pendidikan yang ditamatkan di Kabupaten Lebak, jika dibandingkan dengan Kabupaten/Kota yang ada di Propinsi Banten, maka dapat diketahui bahwa Kabupaten Lebak masih berada pada posisi yang rendah. Tabel 1.2. Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas menurut Pendidikan yang Ditamatkan di Kabupaten/Kota di Banten Kab/Kota Kab Pandeglang 268. 891 (31,99%) Lebak 402. 986 (43,28%) Tangerang 663. 337 (23,51%) Serang 456. 150 (31,50%) Kota Tangerang 178. 821 (14,44%) Cilegon 51. 253 (18,63%) Pendidikan yang Ditamatkan < SD SD/Sederajat SLTP SLTA D I/II D III/Univ Total 365. 212 (43,45%) 386. 138 (41,47%) 766.461 (27,16%) 538.493 (37,19%) 242. 875 (19,62%) 68. 799 (25,01%) 118. 806 (14,13%) 91.532 (9,83 %) 545.884 (19,34%) 248. 910 (17,19%) 277. 305 (22,40%) 64. 109 (23,31 %) Sumber: Banten dalam Angka, Tahun 2008 69. 146 (8,22 %) 41. 067 (4,41%) 638. 976 (22,64 %) 170. 274 (11,76 %) 423. 480 (34,20 %) 77. 097 (28,03%) 5.485 (0,65 %) 5. 003 (0,54 %) 18. 970 (0,67 %) 9. 508 (0,66%) 6. 625 (0,53%) 1.518 (0,55 %) 13. 020 (1,55%) 4. 258 (0,46 %) 188. 324 (6,67%) 24. 826 (1,71 %) 109. 061 (8,81 %) 12.284 (4,47 %) 840. 560 (100%) 930. 966 (100%) 2.821.952 (100%) 1.448.161 (100%) 1.238.167 (100%) 275. 060 (100%) Berdasarkan data pada Tabel 1.2. diketetahui bahwa jika dibandingkan dengan wilayah lain yang ada di Propinsi Banten, Kabupaten Lebak masih dikategorikan sebagai daerah yang masih kurang dalam hal meluluskan pendidikan masyarakatnya sampai ke jenjang perguruan tinggi. Kasus pendidikan yang ditamatkan dengan komposisi paling besar hanya sebatas lulusan < SD yaitu sebesar 43,28% dari total kelulusan dan SD Sederajat yaitu sebesar 41,47% dari total kelulusan. Faktor inilah yang menjadi salah satu penyebab mengapa tingkat IPM Kabupaten Lebak jika dibandingkan dengan wilayah lain di Propinsi Banten masih rendah. Masalah lainnya adalah terjadinya disparitas pembangunan modal manusia antar wilayah di Kabupaten Lebak. Disparitas terlihat dari rendahnya implementasi pelayanan publik dari infrastruktur. Pada tahun 2009, kondisi bangunan sekolah dasar hanya 59.60 persen yang kondisinya baik, sedangkan 40.40 persen dalam keadaan rusak. Wilayah Lebak di luar Kecamatan Rangkasbitung masih kekurangan sekitar 2.000 tenaga pengajar dan 1.000 tenaga kesehatan (Bappeda

9 Kab. Lebak, 2009). Sebagian besar infrastruktur yang rusak berada di daerah Lebak bagian selatan dan tengah. Faktor lain yang menjadi penyebabnya kemiskinan di Kabupaten Lebak adalah aksesibilitas jalan kabupaten yang sangat buruk sehingga menyebabkan sulitnya akses ekonomi. Menurut penuturan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Lebak (2009), dari keseluruhan jalan Kabupaten, hanya 20 persen saja yang layak pakai selebihnya rusak ringan hingga berat. Untuk bisa meraih wilayah Lebak bagian selatan, masyarakat harus menempuh jarak sepanjang 150 km, karena harus melalui jalan putar jalur Kabupaten Pandeglang. Padahal jarak tempuh terjauh apabila melalui jalan Kabupaten Lebak adalah sepanjang 70 km. Besarnya ongkos perjalanan ekonomi ini secara tidak langsung menjadi faktor penghambat laju pertumbuhan ekonomi. Kurangnya pelayanan publik baik berupa infrastruktur serta tenaga pengajar dan kesehatan tersebut menyebabkan proses pembangunan human capital pun berjalan lambat. Terbukti bahwa sebagian besar penduduk usia sekolah di wilayah Lebak bagian selatan dan tengah adalah lulusan sekolah dasar yakni berkisar 80 persen. Penduduk usia sekolah yang berhasil menamatkan sekolah menengah hanya 5 persen. Jumlah penduduk yang berpendidikan sarjana pun masih bisa dihitung dengan jari. Selain itu juga ditambah dengan banyaknya kasus gizi buruk di wilayah Lebak Selatan dan Tengah, di tahun 2008 ditemukan sekitar 5.000 kasus gizi buruk. Fakta-fakta yang menunjukkan faktor pembentuk kantong kemiskinan ini dilatarbelakangi oleh dua faktor yang sangat menentukan, yakni rendahnya kualitas sumber daya manusia akibat buruknya pelayanan publik. Lingkaran setan berupa buruknya pelayanan publik terhadap pembangunan sumber daya manusia atau human capital menyebabkan rendahnya kualitas sumber daya manusia dan akhirnya memunculkan atau meningkatkan kondisi kemiskinan di Kabupaten Lebak. 1.2. Perumusan Masalah Pertumbuhan ekonomi harus didorong untuk mencapai kesejahteraan penduduk serta mengurangi kesenjangan yang terjadi antara Kabupaten Lebak dengan wilayah sekitarnya terutama wilayah Jabotabek dan wilayah Banten bagian utara. Kabupaten Lebak sampai saat ini merupakan salah satu wilayah yang terbelakang di antara kabupaten dan kota di Propinsi Banten. Keterbelakangan

10 yang terjadi bisa didasarkan pada ketersediaan sarana dan prasarana pendukung, seperti akses jalan dan jembatan. Dimana jalan di Kabupaten Lebak dari tahun 2004-2008 kecenderungan yang terjadi adalah semakin panjang km yang mengalami kerusakan. Selain sarana dan prasarana, kualitas sumber daya manusia yang ditunjukkan lewat nilai IPM, Kabupaten Lebak juga menempati urutan paling bawah. Sedangkan dari sisi kepemilikan aset, yaitu lahan pertanian belum bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat. Menurut Bappeda Kabupaten Lebak 2008, potensi potensi sawah tadah hujan baik yang bisa dikembangkan dan yang tidak bias dikembangkan adalah seluas 14.132 Ha dengan rincian : a) sawah yang bisa dikembangkan seluas 4.386 Ha, dan b) sawah yang tidak bisa dikembangkan seluas 9.746 Ha. Akibatnya adalah hasil yang diperoleh petani tidak maksimal. Kawasan perdesaan sebagai basis utama dan bagian terbesar dalam wilayah Kabupaten Lebak, sangat membutuhkan percepatan pembangunan secara bertahap, proporsional dan berkelanjutan. Berbagai keterbatasan kapasitas dan ketertinggalan kondisi wilayah yang terdapat di perdesaan, senantiasa dihadapkan pada isu disparitas regional yang bersifat makro bahwa Kabupaten Lebak adalah salah satu dari 199 Daerah Tertinggal di Indonesia, yang sekaligus merupakan daerah terluas dalam wilayah Propinsi Banten. Hal ini tentu berimplikasi terhadap kebutuhan mendasar atas ketersediaan suatu sistem perencanaan pembangunan daerah yang dapat menjamin keseimbangan antar sektor dan regional, yang berorientasi kepada pembangunan perdesaan. Melihat potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Lebak, yang sampai saat ini belum dimanfaatkan secara maksimal. Potensi tersebut bisa berasal dari bidang agrobisnis, pertanian, kelautan dan perikanan, peternakan, pertambangan dan energi, properti, dan pariwisata. Peran pemerintah daerah sebagai pihak pembuat kebijakan harus jeli untuk mampu melihat potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Lebak. Kebijakan dan rencana baik jangka panjang atau pendek yang diambil harus lebih berorientasi pada kesejahteraan masyarakat. Pembangunan yang tidak dikaitkan dengan masalah kemiskinan akan menimbulkan permasalahan jangka pendek dan panjang yang pada akhirnya akan membahayakan proses pembangunan itu sendiri. Mengangkat permasalahan kemiskinan dan mencari alternatif upaya

11 penanggulangannya menjadi suatu prioritas dalam pembangunan merupakan suatu hal yang sangat tepat. Masalah terbesar yang sekarang dihadapi oleh Kabupaten Lebak adalah mengenai kemiskinan masyarakatnya. Banyak pendapat yang di keluarkan oleh paa tokoh ekonomi alas an mengukur kemiskinan. Justifikasi yang paling kuat adalah yang diberikan oleh Ravallion dalam Tono (2009) yang mengatakan bahwa a credible measure of poverty can be a powefull instrument for focusing the attention of policy makers on the living conditions of the poor (pengukuran kemiskinan yang dapat dipercaya dapat menjadi instrumen yang tangguh bagi penitikberatan perhatian pengambil kebijakan pada kondisi hidup orang miskin). Dalam menelaah kebijakan pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan, perlu terlebih dahulu diperhatikan faktor-faktor penyebab kemiskinan atau dalam analisis kemiskinan disebut determinan kemiskinan. Kebijakan pemerintah daerah yang berorientasi pada program pengentasan kemiskinan sudah seharusnya didasarkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi kemiskinan tersebut. Faktor-faktor penyebab kemiskinan dapat berupa karakteristik makro, sektor, komunitas, rumah tangga, dan individu (World Bank, 2002). Selain itu agar kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah dapat tepat sasaran, diharapkan pemerintah mampu melihat masalah kemiskinan secara kewilayahan. Sehingga perlakuan dalam penanganan kemiskinan dapat didasarkan pada karakteristik kemiskinan tiap wilayah. Persebaran kemiskinan yang terjadi di Kabupaten Lebak mempunyai sifat yang sangat unik. Wilayah dengan tingkat kepadatan penduduk miskin tertinggi dan membentuk suatu pemusatan kemiskinan terdapat di Rangkasbitung. Kondisi pemusatan kemiskinan seperti ini merupakan ciri dari urban slum atau kawasan kumuh perkotaan. Pola kantong kemiskinan lain yang terjadi adalah rural area atau daerah perdesaan. Mayoritas penduduk yang masih bekerja pada sektor pertanian adalah penyebab mengapa rural area (daerah perdesaan) masih terbentuk dan menjadi penyumbang bagi kemiskinan di Kabupaten Lebak. Kondisi kemiskinan yang terjadi pada desa di wilayah Kabupaten Lebak sudah dalam kondisi sangat kompleks, dengan karakteristik yang berbeda dengan wilayah lain. Fokus penanganan masalah kemiskinan harus menjadi perhatian dari pemerintah. Karena sebab dan ciri kemiskinan di Kabupaten

12 Lebak tidak sama antar satu daerah dengan daerah lainnya maka dalam usaha penanggulangan kemiskinan perlu digali lebih dahulu untuk mengetahui apa sebenarnya yang menjadi penyebab kemiskinan di daerah tersebut. Berkaitan dengan upaya penanggulangan kemiskinan tersebut sejumlah program selama ini telah dilakukan pemerintah terutama didasari oleh prospektif ekonomi masyarakat setempat. Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: a. Bagaimana pola spasial sebaran kemiskinan di Kabupaten Lebak? b. Faktor apa sajakah yang menjadi penyebab kemiskinan di Kabupaten Lebak? c. Apakah kebijakan pemerintah daerah untuk pengentasan kemiskinan sudah melihat aspek kewilayahan dan faktor penyebab kemiskinan menjadi prioritas kebijakan? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk : a. Menganalisis pola spasial sebaran kemiskinan di Kabupaten Lebak. b. Menganalisis faktor penyebab kemiskinan di Kabupaten Lebak. c. Menganalisis kebijakan pemerintah daerah untuk pengentasan kemiskinan sudah melihat aspek kewilayahan dan faktor penyebab kemiskinan menjadi prioritas kebijakan. 1.4. Kegunaan Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan informasi tambahan bagi pemerintah dalam perencanaan kebijakan tentang masalah kemiskinan di Kabupaten Lebak.