2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembangunan Masyarakat Partisipasi Petani Dalam Kegiatan Pemberdayaan

dokumen-dokumen yang mirip
II.TINJAUAN PUSTAKA. dengan teori-teori yang telah dikemukakan oleh ahli. Untuk menghubungkan hasil penelitian dengan teori yang dikemukakan oleh

BAB II KERANGKA TEORI

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN PROGRAM AKSI KEPENDUDUKAN DI INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INPRES 14/1999, PENGELOLAAN PROGRAM AKSI KEPENDUDUKAN DI INDONESIA

PEDOMAN PENGELOLAAN PROGRAM AKSI KEPENDUDUKAN DI INDONESIA

VI. KESIMPULAN DAN SARAN. yang sudah terkumpul pada bab kesimpulan.

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Burung Hantu ( Tyto alba ) dan Pemanfaatannya Partisipasi Masyarakat

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. manusia yang beragam jenisnya maupun proses alam yang belum memiliki nilai

SIDANG UJIAN TUGAS AKHIR

BAB II KERANGKA TEORITIS

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. signifikan (F=7,595 dan p<0,01) dengan sumbangan efektif secara bersamasama

II. TINJAUAN PUSTAKA. nilai budaya, memberikan manfaat/benefit kepada masyarakat pengelola, dan

TERMINOLOGI PARTISIPATIF

PENGARUH HUMAN RELATIONS DAN GAYA KEPEMIMPINAN DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN PADA CV. SUMBER MULYO KLATEN

PENGERTIAN PENYULUHAN

BAB II LANDASAN TEORI. Terdapat banyak definisi mengenai pemimpin. Dalam Kamus Besar

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam sebuah organisasi. Manajemen sumber daya manusia mempunyai

DAFTAR PERTANYAAN (KUESIONER) PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN KOMUNIKASI TERHADAP KEPUASAN KERJA PADA PEGAWAI BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KOTA MEDAN

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN PENELITIAN

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF ROLE PLAYING DENGAN CD INTERAKTIF

Ringkasan Eksekutif Kamis 2 Mei 2013, jam 9.00 s/d Kantor Sekretariat Pokja, Grand Kebon Sirih, Jakarta Pusat

BAB I PENDAHULUAN. Peranan Organisasi Kepemudaan Dalam Pembinaan Pribadi Yang Partisipatif Di Masyarakat

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

PENGANTAR PERKOPERASIAN

KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis yang penting dari peningkatan jumlah penduduk adalah peningkatan dalam

2.1.2 Tipe-Tipe Kepemimpinan Menurut Hasibuan (2009: ) ada tiga tipe kepemimpinan masing-masing dengan ciri-cirinya, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Berbagai upaya telah dilakukan untuk

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah Perangkat Desa Talang Bojong,

I. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dimanfaatkan menjadi wadah yang berupaya mengakomodir kegiatan yang

BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN

Good Governance. Etika Bisnis

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi untuk meningkatkan efektivitas penanggulangan. kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja di tingkat perkotaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu berperan aktif dan dominan dalam setiap kegiatan. organisasi, karena manusia menjadi perencana, pelaku, dan penentu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. katanya, kata partisipasi berasal dari kata bahasa Inggris participation yang berarti

Laki-laki, Perempuan, dan Kelompok Masyarakat Rentan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam

KOMISI B. KEANGGOTAAN: 6 Laki-laki ; 12 Perempuan = 18orang. ( Tgl 24 September 2013 ) Kode Etik Konsil LSM Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kimia. Saat ini sedang berkembang seiring berjalannya waktu. Memiliki cabang yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. organisasi baik organisasi swasta maupun pemerintah untuk mengadakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan masyarakat semakin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PANDUAN BANTUAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT TAHUN ANGGARAN 2017

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maupun kinerja organisasi secara keseluruhan. Satu hal yang harus diperhatikan

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori. Definisi Keluarga

Bisma, Vol 1, No. 11, Maret 2017 GAYA KEPEMIMPINAN DAN KINERJA KARYAWAN PADA PT SUMBER FAJAR INTI ABADI DI PONTIANAK

Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58 Tambahan Le

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. yang dipimpinnya bahkan turut berpengaruh terhadap kinerja suatu organisasi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kankan Sopyan, 2016

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Faktor manusia sebagai faktor modal merupakan sumber daya yang sangat

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

BAB II KAJIAN PUSTAKA

METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. tertutup bagi dunia luar, tekhnologi informasi dan komunikasi telah merangsang

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

PENDAHULAN. Pembangunan dilaksanakan dengan tujuan untuk mengadakan perubahan yang

LANDASAN TEORI. perilaku petani peternak adalah sebuah komponen yang sangat penting. Peranan

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. dapat diambil beberapa simpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. orang-orang yang terdapat dalam instansi tersebut. Oleh karena itu

BAB VII PARTISIPASI KOMUNITAS TANI DAN KESIAPAN INSTITUSI DALAM PELAKSANAAN PROSES PEMBERDAYAAN

BAB I PENDAHULUAN. diubah dengan Undang Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan pertumbuhan dan perkembangan perusahaan disisi lain

MEMBANGUN INSTITUSI MASYARAKAT PEDESAAN YANG MANDIRI 1 Dr.Ravik Karsidi, MS. 2

Siklus PNPM Mandiri - Perkotaan

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

LAMPIRAN 1 Instrumen Penelitian

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI PEMBAHASAN. pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di

BAB I PENDAHULUAN. Masing-masing berusaha membenahi perusahaannya dalam segala aspek mulai

*Romanus **La Tarifu ***Saidin

TEGUH SETYA NUGROHO B

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan suatu negara, pendidikan memegang peranan yang

BAB II URAIAN TEORITIS. Herfina (2006), Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pengaruhnya

Secara umum, perencanaan sosial dimaksudkan untuk:

METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. daya alam maupun sumber daya manusia yang rendah. timbulnya perkumpulan dan perhimpunan sukarela (voluntary association).

Matrix Pertanyaan Penelitian, Issue, Informan, Metode, Instrumen, dan Data Sekunder Studi Kerelawanan

DevelopmentCheck Questioner: BAHASA

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

KUISIONER PENELITIAN PROGRAM SARJANA EKSTENSI ILMU ADMINISTRASI NIAGA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS INDONESIA

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN

BAB IV ANALISA DATA. 1. Komunikasi Organisasi Top Down Antara Pengurus Dan Anggota. Karang Taruna Setya Bhakti Dalam Membangun Solidaritas

Pengetahuan Public Relations dalam Mendukung Peran Sekretaris di Perusahaan

BAB KELIMA KESIMPULAN DAN SARAN. fakta yang menjawab pertanyaan penelitian yaitu:

Pertanyaan yang Sering Diajukan Mengenai acara Live Your Passion Rally

Transkripsi:

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembangunan Masyarakat Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang disengaja dan direncanakan. Lebih lengkap lagi, pembangunan diartikan sebagai perubahan yang disengaja atau direncanakan dengan tujuan untuk mengubah keadaan yang tidak dikehendaki ke arah yang dikehendaki (Rahardjo, 1999). Pujoalwanto (2012) mengemukakan bahwa salah satu indikator kemampuan dan keberhasilan desa dalam melaksanakan pembangunan yang baik adalah keikutsertaan masyarakat dalam setiap tahapan pembangunan. 2.1.2 Partisipasi Petani Dalam Kegiatan Pemberdayaan Istilah pemberdayaan merupakan terjemahan dari istilah bahasa inggris, yaitu empowerment. Secara harafiah, empowerment berarti pemberian kekuasaan atau pemberian kekuatan. Rappaport dalam Fahrudin (2011) mengartikan empowerment sebagai suatu cara dimana rakyat, organisasi dan komunitas diarahkan agar dapat berkuasa atas kehidupannya. Partisipasi adalah prinsip bahwa setiap orang memiliki hak untuk terlibat dalam pengambilan keputusan disetiap aktivitas yang dilakukan. Partisipasi dapat dilakukan mulai dari tahap penyusunan rencana, tahap implementasi, sampai pada tahap pemantauan dan evaluasi (Sumarto, 2003). Berbeda dengan Sumarto, pakar lain mencoba menggambarkan keterkaitan partisipasi dan insentif, seperti yang dijelaskan oleh Soetrisno (1995) bahwa adanya kaitan erat antara partisipasi dan insentif. Tanpa suatu insentif, maka partisipasi itu berubah makna dari suatu keinginan manusia untuk ikut secara sukarela dalam suatu kegiatan yang dianggap dapat memperbaiki harkat hidup masyarakat dan dirinya sendiri, menjadi suatu tindakan paksaan. Apabila ini terjadi, maka akibat yang terjadi adalah mobilisasi, sesuatu yang sangat berbeda dengan falsafah dan pengertian yang terkandung dalam konsep partisipasi. Dalam kegiatan pembangunan, partisipasi lebih merupakan proses pemberdayaan secara individu, dimana pemberdayaan ini dimaksudkan agar manusia dapat mengorganisasi dan berperan dalam perubahan sehingga mereka 4

5 mendapat akses yang lebih kuat terhadap pengetahuan, proses politik, pembiayaan sosial dan sumber-sumber alam yang ada (Fahrudin, 2011). Pelaksanaan kegiatan pemberdayaan agribisnis, tentunya membutuhkan partisipasi petani dalam berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan. Oleh karena pada dasarnya petani sendiri yang akan melaksanakan dan kemudian menikmati hasil kegiatan kegiatan yang ada di dalam kegiatan (Lastinawati, 2011). 2.1.3 Bentuk dan Tipe Partisipasi 2.1.3.1 Bentuk Partisipasi Bentuk partisipasi ialah macamnya sumbangan yang diberikan orang atau kelompok yang berpartisipasi. Lebih jauh lagi, Pasaribu dan Simanjuntak dalam Fahrudin (2011) mengatakan bahwa sumbangan dalam berpartisipasi dapat dirinci menurut jenis jenisnya sebagai berikut: 1. Partisipasi buah pikiran, yang diberikan petani dalam ajang sono, pendapat, atau pertemuan rapat. 2. Partisipasi tenaga, yang diberikan petani dalam berbagai kegiatan untuk perbaikan atau pembangunan desa, pertolongan bagi orang lain dan sebagainya. 3. Partisipasi harta benda, yang diberikan orang dalam berbagai kegiatan untuk perbaikan atau pembangunan desa, pertolongan bagi orang lain dan sebagainya. 4. Partisipasi keterampilan dan kemahiran, yang diberikan orang untuk mendorong aneka ragam bentuk usaha dan industri. 2.1.3.2 Tipe Partisipasi Menurut Dusseldrop dalam menurut beberapa aspek, yaitu: Sunarti (2008) partisipasi dikelompokkan 1. Tingkat keterlibatan Berdasarkan tingkat keterlibatannya, partisipasi dibedakan menjadi partisipasi bebas, dipaksakan dan biasa. Partisipasi bebas, digunakan oleh seorang individu secara sukarela dalam aktivitas partisipasi spesifik. Partisipasi ini dibagi lagi menjadi partisipasi spontan dan partisipasi dibangkitkan. Partisipasi spontan terjadi apabila seseorang berpartisipasi atas pendiriannya sendiri tanpa dipengaruhi oleh kegiatan penyuluhan dari suatu institusi maupun individu. Sedangkan partisipasi dibangkitkan terjadi jika keikutsertaannya terjadi setelah

6 dirinya diyakinkan melalui kegiatan penyuluhan atau pengaruh lain dari suatu institusi maupun individu. Partisipasi dipaksakan, partisipasi ini dibedakan menurut sumber pemaksaan, yaitu melalui hukum dan pemaksaan sebagai akibat kondisi sosial ekonomi. Partisipasi biasa, menggambarkan seseorang yang dalam sebagian waktunya digunakan untuk memilih pola partisipasinya sehubungan dengan fakta seseorang dilahirkan sebagai laki-laki atau perempuan, dalam satu keluarga dari kelas tertentu, kasta, suku bangsa, atau ras dan dalam suatu area. 2. Cara keterlibatan Berdasarkan cara keterlibatannya, partisipasi dibedakan menjadi langsung dan tak langsung. Partisipasi langsung menggambarkan keikutsertaan seseorang secara langsung dalam proses partisipasi (mengikuti pertemuan, diskusi, menyediakan tenaga kerjanya untuk proyek, dll). Partisipasi tak langsung menggambarkan keikutsertaan seseorang yang mewakilkan hak berpartisipasinya (pengambilan keputusan), kepada orang lain yang kemudian dapat mewakilinya dalam aktivitas partisipatif pada tingkat yang lebih tinggi. 3. Keterlibatan dalam tahapan proses pembangunan yang direncanakan Berdasarkan keterlibatan dalam tahapan proses pembangunan, partisipasi dibedakan menjadi partisipasi seluruh tahap dan sebagian tahap. Partisipasi seluruh tahap menggambarkan keikutsertaan seseorang dalam seluruh tahap kegiatan aktivitas partisipasi. Sedangkan partisipasi sebagian tahap menggambarkan keikutsertaan seseorang dalam aktivitas partisipasi, namun terdapat beberapa tahapan dalam aktivitas yang tidak dilakukan. 4. Tingkat organisasi Berdasarkan tingkat organisasi, proses partisipasi dibedakan menjadi partisipasi terorganisasi dan partisipasi tidak terorganisasi. Partisipasi terorganisasi tergambarkan jika ada struktur organisasi dan satu set prosedur yang dikembangkan dalam proses persiapannya. Berdasarkan hal tersebut, partisipasi terorganisasi dibedakan lagi menjadi organisasi formal dan tidak formal. Organisasi dapat diformalkan lebih tinggi dengan menggunakan peraturan dan hukum. Sedangkan partisipasi tidak terorganisasi digambarkan ketika keikutsertaan seseorang dikarenakan kondisi darurat atau kejadian khusus. Hal ini dapat menjadi awal dari partisipasi terorganisasi.

7 5. Intensitas aktivitas partisipasi Berdasarkan intensitasnya, partisipasi dibedakan menjadi intensif dan ekstensif. Partisipasi dikatakan intensif apabila frekuensi aktivitas partisipasinya tinggi seperti pertemuan kelompok reguler untuk membanguan aktivitas tertentu. Partisipasi dikatakan ekstensif apabila aktivitas partisipasinya dilakukan secara tidak teratur dengan internal yang luas. 6. Kisaran aktivitas yang dapat dijangkau Dari segi keterjangkauannya, partisipasi dibedakan menjadi partisipasi tak terbatas dan terbatas. Partisipasi tak terbatas jika seluruh usaha dan kegiatannya dapat dikontrol oleh aktivitas partisipasi dari anggota komunitas tersebut. Sedangkan partisipasi terbatas menggambarkan kondisi ketika seseorang melalui aktivitas partisipasi hanya sebagai aspek kehidupan (sosial, politik, lingkungan, fisik, dan administratif) yang dapat dipengaruhi. 7. Tingkat efektivitas Berdasarkan tingkat efektivitasnya, partisipasi dibedakan menjadi partisipasi efektif dan inefektif. Partisipasi efektif digunakan jika aktivitas partisipasi menghasilkan terealisasinya seluruh tujuan. Sedangkan partisipasi inefektif terjadi jika tidak ada, atau hanya sedikit tujuan yang terealisasikan. 8. Siapa yang berpartisipasi Berdasarkan pelaku yang ikut berpartisipasi di dalamnya, anggota patisipasi dapat dibedakan berdasarkan anggota komunitas lokal (penduduk, pemimpin), anggota pemerintahan, dan pihak luar. 9. Tujuan dan gaya partisipasi Berdasarkan tujuan dan gayanya, partisipasi dibagi dalam 3 (tiga) model, yaitu pembangunan daerah, perencanaan sosial dan kegiatan sosial. Model praktek organisasi komunitas identik dengan pembangunan komunitas dan bertujuan melibatkan masyarakat dalam pembangunan mereka sendiri untuk merangsang partisipasi (process goal) dan untuk mengumpulkan energi sosial yang dapat membawa mereka untuk menolong dirinya sendiri. Partisipasi dalam perencanaan sosial, tujuan utama melibatkan masyarakat di dalam perencanaan sosial adalah untuk mendekatkan kegiatan sebisa mungkin terhadap feltneed mereka dan untuk membuat kegiatan lebih efektif. Sedangkan partisipasi dalam kegiatan sosial tujuan utamanya adalah meningkatkan kekuatan hubungan dan akses terhadap

8 sumber daya. Fokus utama berupa segmen dari komunitas, sebagaimana dalam pembangunan lokal, perambatan partisipasi diantara target grup merupakan satu tujuan penting. Aksi sosial secara erat berkaitan dengan perencanaan inovatif. 2.1.4 Faktor-faktor yang Berperan dalam Partisipasi Petani 2.1.4.1 Faktor Internal Menurut Angell dalam Ross (1967) mengatakan bahwa, partisipasi yang tumbuh dalam masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor faktor tersebut antara lain adalah sebagai berikut: 1. Usia Faktor usia merupakan faktor yang berperan dalam sikap seseorang terhadap kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang ada. Mereka dari kelompok usia menengah ke atas, dengan keterikatan moral dan norma yang mantap cenderung lebih banyak berpartisipasi daripada mereka yang dari kelompok usia lainnya. 2. Gender Nilai yang cukup lama dominan dalam kultur berbagai bangsa. Di dalamnya terdapat perbedaan gender (laki laki dan perempuan) pada pembagian tugas kalangan petani. Dinyatakan bahwa pada dasarnya tempat perempuan adalah di dapur yang berarti bahwa dalam banyak masyarakat, peran perempuan yang terutama adalah mengurus rumah tangga. 3. Tingkat pendidikan Dianggap sebagai salah satu syarat mutlak untuk berpartisipasi. Pendidikan dianggap dapat berperan dalam sikap hidup seseorang terhadap lingungannya. Suatu sikap yang diperlukan bagi peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat. 4. Pekerjaan Pekerjaan seseorang dianggap berperan dalam penghasilan yang diperoleh untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya, sehingga dapat mendorong seseorang untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan masyarakat. 5. Lamanya tinggal Lamanya seseorang tinggal dalam lingkungan tertentu dan pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan tersebut, akan berpengaruh pada partisipasi seseorang. Semakin lama ia tinggal dalam lingkungan tertentu, maka rasa

9 memiliki terhadap lingkungan cenderung lebih terlihat partisipasinya yang besar dalam setiap kegiatan lingkungannya. 2.1.4.2 Faktor Eksternal Pangestu dalam Febriana (2008) menyatakan bahwa faktor-faktor eksternal yang dapat berperan dalam partisipasi masyarakat meliputi hubungan yang terjalin antara pihak pengelola proyek dengan sasaran. Hal tersebut terjadi karena sasaran akan dengan sukarela terlibat dalam suatu proyek jika sambutan pihak pengelola positif dan menguntungkan mereka. Sedangkan Tjokroamidjojo dalam Girsang (2011) menyatakan bahwa terdapat 2 faktor yang perlu diperhatikan, yakni: 1. Faktor kepemimpinan Di dalam menggerakkan partisipasi, sangat diperlukan adanya pimpinan dan kualitas kepemimpinan. 2. Faktor komunikasi Gagasan gagasan, ide, dan kebijaksanaan dan rencana rencana baru akan mendapat dukungan bila diketahui dan dimengerti oleh masyarakat. 1.2 Definisi dan Pengukuran Variabel Tabel 1. Definisi dan Pengukuran Variabel No Variabel Definisi Skala Pengukuran Faktor Internal Kategori label 1 Usia Jumlah tahun umur responden hingga saat Produktif (26-50) tahun 1 penelitian ini dilaksanakan. Non-Produktif (<26 dan >50 tahun 2 2 Jenis Kelamin Perbedaan gender antara laki-laki dan Laki-laki 1 perempuan. Perempuan 2 Tidak Sekolah 0 3 Pendidikan Pendidikan formal terakhir yang pernah Sekolah Dasar 1 diikuti oleh responden Sekolah Menengah Pertama 2 Sekolah Menengah Atas 3 Pekerjaan 4 Sampingan Lamainya tinggal 5 Faktor Eksternal 1 Gaya Kepemimpinan 2 Komunikasi Tipe Partisipasi Tingkatan dalam 1 Tipe Partisipasi Sumber: Data primer, 2012 Kegiatan yang menghasilkan uang, dan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sehari - hari dalam keluarga. Jumlah tahun lamanya responden menetap. Kemampuan pemimpin desa dalam mengajak masyarakat kengikuti suatu kegiatan. Dilihat pula dari keaktifan pemimpin dalam kegiatan yang diselenggarakan. pola jalinan komunikasi antar personal yang berlangsung di dalam kegiatan. Tipe partisipasi yang ditinjau dari keseluruhan aspek keterlibatan. Non-Pertanian 1 Pertanian 2 Lama (>30 tahun) 1 Belum lama (<30tahun) 2 Berperan 1 Tidak berperan 2 Berperan 1 Tidak berperan 2 Rendah (<48) 1 Sedang (48-54) 2 Tinggi (>54) 3