BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
PEDOMAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK BUDIDAYA KELAPA SAWIT

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 14/Permentan/PL.110/2/2009 TENTANG

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

(PERSYARATAN LINGKUNGAN TUMBUH) IKLIM IKLIM TANAH

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel).

KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

3. List Program Pertanyaan Untuk Ciri-Ciri Asal Terjadinya Tanah. 4. List Program Pertanyaan Untuk Ciri-Ciri Sifat Dan Bentuk Tanah

TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit Syarat Tumbuh Kelapa Sawit

BAB I. PENDAHULUAN A.

TINJAUAN PUSTAKA Akar Tanaman Kelapa Sawit Ekologi Kelapa Sawit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil, kemudian set akar

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah. lingkungan berhubungan dengan kondisi fisiografi wilayah.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Indonesia menguasai ekspor pasar minyak sawit mentah dunia sebesar

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kelapa Sawit(Elaeis guineensis) tanaman kelapa sawit diantaranya Divisi Embryophyta Siphonagama, Sub-devisio

TINJAUAN PUSTAKA. sangat diperlukan untuk memprediksi produktivitas kelapa sawit tersebut dalam

TINJAUAN PUSTAKA. yang tinggi dibutuhkan kisran kondisi lingkungan tertentu disebut juga syarat

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di

BUDIDAYA KELAPA SAWIT

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993)

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 6. Hasil Pendugaaan Faktor Penentu Produktivitas Kelapa Sawit

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit Potensi produksi tanaman kelapa sawit ditentukan oleh beberapa faktor sebagai berikut.

II. TINJUAN PUSTAKA. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Afrika Barat,

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ordo: Polypetales, Famili: Leguminosea (Papilionaceae), Genus:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan

PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK PERTANIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)

PEMBAHASAN Manajemen Panen Teluk Siak Estate

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan,

n. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa sawit {Elaeis guineensis Jacq.) Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah tumbuhan yang termasuk family

II. TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L.

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit

Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Syarat Tumbuh Tanaman Selada (Lactuca sativa L.)

BISNIS BUDIDAYA KARET

PEMBAHASAN Prosedur Gudang

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

TINJAUAN PUSTAKA Pemadatan Tanah

Ekologi Padang Alang-alang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung manis termasuk dalam golongan famili graminae dengan nama latin Zea

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seorang ahli botani bernama Linnaeus adalah orang yang memberi nama latin Zea mays

Lampiran 1 Curah hujan (mm) di daerah pasang surut Delta Berbak Jambi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas di

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (pada tahun 2000) dan produksi rata-rata 1,4 ton/ha untuk perkebunan rakyat dan

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit memiliki klasifikasi sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Palmales Famili : Palmaceae Genus : Elaeis Species : Elaeis guineensis : Elaeis odora (tidak ditanam di Indonesia) : Elaeis melanococca (Elaeis oleivera) Varietas : Elaeis guineensis dura : Elaeis guineensis tenera : Elaeis guineensis pisifera. (Sastrosayono, 2003). 2.2 Syarat Tumbuh Kelapa Sawit Penelitian kesesuaian lahan dilakukan dengan cara survei areal menggunakan metode yang tepat dan pengumpulan data yang akurat serta pemeriksaan yang cermat. Standar beberapa faktor yang dinilai yang merupakan syarat tumbuh tanaman kelapa sawit, diuraikan berikut ini. 2.2.1 Kondisi Iklim a. Suhu Pada umumnya kelapa sawit tumbuh dan berproduksi optimal memerlukan temperatur bulanan 20-32ºC dan minimum antara 22-24 ºC, minimum 18 ºC mungkin juga masih dapat diterima. Pada kelapa sawit dewasa temperatur pada kondisi minim dapat mengganggu fungsi pertumbuhan walaupun ada sinar matahari dan relatif lembab. Perbedaan musum panas dan dingin sangat 4

mempengaruhi tanaman kelapa sawit. Ketika temperatur musim dingin rendah sampai 15ºC pertumbuhan menjadi kerdil dan hasilnya buruk. Rendahnya temperatur malam hari pada penanaman daerah yang tinggi, sampai 200 m menyebabkan perkembangan menjadi terhambat (Turner dan Gillbanks, 2013). b. Sinar Matahari dan Radiasi Matahari Tanaman kelapa sawit termasuk tanaman heliofil atau menyukai cahaya matahari. Penyinaran matahari sangat berpengaruh terhadap perkembangan buah kelapa sawit. Tanaman yang ternaungi karena jarak tanam yang sempit, pertumbuhannya akan terhambat karena hasil asimilasinya kurang (Sastrosayono, 2003). Sinar matahari, radiasi matahari dan kelembaban berhubungan dengan curah hujan. Produktivitas dapat dipengaruhi oleh tingkat radiasi yang diterima. Air dan nutrisi yang memadai, kondisi tanah yang bagus, terbebas dari hama dan penyakit, radiasi panas menjadi faktor dominan produktifitas kelapa sawit. Konsep efektifitas penyinaran matahari untuk iklim tahunan didefinisikan sebagai total penyinaran selama periode air cukup, bersama dengan fraksi yang terjadi selama periode kering. Hubungan ditemukan antara efektifitas penyinaran dan sex ratio dua tahun kemudian dan dengan hasil 28 bulan kemudian.sex ratio dipengaruhi oleh jumlah bulan kering, lama penyinaran dan total hujan per tahun (Turner dan Gillbanks, 2013). Lama penyinaran matahari yang dibutuhkan kelapa sawit minimum sekitar 1.600 jam/tahun atau 4,3 jam/hari dan optimum sekitar 6-7 jam/ hari (Sunarko, 2014). Radiasi matahari mempengaruhi produktifitas terutama melalui fotosintesis, fotosintesis pada daun akan meningkat dengan meningkatnya radiasi. Radiasi yang memadai penting dalam pemeliharaan pada hasil yang tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya jika kelembaban relatif cukup 5

rendah maka sawit tidak dapat memanfaatkan sepenuhnya faktor radiasi yang positif. (Turner dan Gillbanks, 2013) c. Angin Tanaman kelapa sawit relatif tahan angin, tetapi sebaiknya kecepatan angin rata-rata tidak melebihi 40 km/ jam.angin yang kencang dapat merusak daun dan pertumbuhan kelapa sawit dapat terganggu. (Sunarko, 2014). Kerusakan kelapa sawit yang dapat disebabkan oleh angin sangat bervariasi baik kekerasannya dan tipe kerusakannya. Kerusakan pada tanaman muda lebih luas.kekuatan angin topan dapat merusak sesuatu area penanaman baru yang dapat menghambat perkembangan sehingga dibutuhkan perbaikan stabilitas sistem akar. Bergesernya tanaman muda dari proses vertikal sering kali terjadi pada tanaman baru khususnya pada area dengan tipe tanah ringan dan pada kemiringan terbuka yang ada angin. Pada tanaman tua pengaruh angin besar sering kali aneh. Keseluruhan sawit dapat tumbang, tapi umumnya kerusakan terjadi hanya pada mahkota beserta hasil yang hilang (Turnerdan Gillbanks, 2013). d. Kelembaban Relatif Kelembaban udara nisbi sekitar 80% (toleransi 80-90%). (Sunarko, 2014) Hasil maksimal tidak dapat dibuat ketika ada potensial penyinaran efektif tapi kelembaban udara rendah. Tingginya Vapour Pressure Deficit (VPD) atmosfer stomata menutup dan dengan demikian fotosintesis terbatas. Studi di Indonesia, delapan faktor iklim mempengaruhi pertumbuhan dan hasil kelapa sawit, yang paling berpengaruh temperatur minimal, kelembaban relatif pagi dan malam hari, dan lamanya penyinaran. 6

e. Curah Hujan Supply air merupakan faktor yang membatasi perkembangan dan produktifitas sawit. Hubungan antara iklim dan sebagian besar pada curah hujan terutama pada area yang musim keringnya tinggi. Jumlah curah hujan dan distribusi hujan merupakan parameter penting untuk meramalkan hasil kelapa sawit. Dampak hujan terhadap hasil melalui pengaruhnya pada penyerbukan, pembebasan dan kelangsungan hidup serbuk sari. Pada kondisi tanah yang bagus praktek agronomi dan manajemen yang baik, sifat iklim yang paling mempengaruhi terhadap hasil adalah curah hujan. Untuk memaksimalkan hasil diperlukan curah hujan 2.000 mm yang didistribusikan rata sepanjang tahun tanpa musim kering. Jika jumlah curah hujan tidak memadai tidak bisa dilakukan irigasi teknis untuk memenuhi kebutuhan air sehingga pertumbuhan dan hasil menurun. (Turner dan Gillbanks, 2013). Kelapa sawit termasuk tanaman tropis, umumnya dapat tumbuh di daerah 12º LU dan 12º LS. Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada suhu udara berkisar 27ºC-29ºC dengan suhu maksimal 33ºC dan suhu minimum 22ºC sepanjang tahun. Curah hujan rata-rata tahunan yang memungkinkan untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah 1.250-3.000 mm yang merata sepanjang tahun (dengan bulan kering < 3), curah hujan optimal berkisar 1.750-2.500 mm. (Risza, 2010). 2.2.2 Bentuk Wilayah Elevasi untuk pengembangan tanaman kelapa sawit adalah < 400 m dari permukaan laut (dpl). Areal dengan ketinggian tempat > 400 m dpl tidak disarankan lagi untuk perkebunan kelapa sawit. a. Bentuk wilayah yang sesuai untuk kelapa sawit adalah datar sampai berombak yaitu wilayah yang sesuai dengan kemiringan lereng antara 0-8%. 7

b. Pada wilayah bergelombang sampai berbukit (kemiringan lereng 8-30%. Kelapa sawit masih dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik melalui upaya pengelolaan tertentu seperti pembuatan teras. c. Pada wilayah berbukit dengan kemiringan >30% tidak dianjurkan untuk kelapa sawit karena akan memerlukan biaya yang besar untuk pengelolaannya, sedangkan produksi kelapa sawit yang dihasilkan relatif rendah. Beberapa hal yang akan menjadi masalah dalam perkebunan kelapa sawit pada areal-areal yang berbukit antara lain: Kesulitan dalam pemanenan dan pengangkutan tandan buah segar (TBS), Diperlukan pembangunan dan pemeliharaan jaringan trransportasi, Diperlukan pembuatan bangunan pencegah erosi, dan Pemupukan yang tidak efektif karena sebagian besar hilang melalui aliran permukaan. (Sulistya, 2010) Bentuk wilayah (relief) atau lereng suatu lahan dinyatakan berdasarkan persen (%) dan derajat (º), adapun bentuk wilayah dan kelas lereng dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini. Tabel 2.1. Bentuk Wilayah dan Kelas Lereng No Relief Lereng (%) Derajat (º) Kelas 1 Datar <3 0-3 S1 2 Berombak/ Agak Landai 3-8 4-9 S1 3 Bergelombang/ Melandai 8-15 10-27 S2 4 Berbukit 15-30 28-45 S3 Sumber:Mangoensoekarjo, dkk, 2003 2.2.3 Drainase Kondisi tanah yang sering mengalami genangan air biasanya tidak disukai tanaman kelapa sawit karena akarnya memerlukan banyak oksigen. Drainase yang jelek akan menghambat kelancaran penyerapan unsur hara dan proses nitrifikasi sehingga tanaman akan kekurangan unsur nitrogen. Karena itu, 8

drainase tanah yang akan dijadikan lokasi perkebunan kelapa sawit harus baik dan lancar sehingga ketika musim hujan lahan tidak tergenang (Sunarko, 2014). 2.2.4 Kondisi Tanah Sifat tanah yang ideal dalam batas tertentu dapat mengurangi pengaruh buruk dari keadaan iklim yang kurang sesuai. Misalnya tanaman kelapa sawit pada lahan yang beriklim agak kering masih dapat tumbuh baik jika kemampuan tanahnya tergolong tinggi dalam menyimpan dan menyediakan air. Secara umum, kelapa sawit dapat tumbuh dan berproduksi baik pada tanah-tanah Ultisol, Entisols, Inceptisols, Andisols, dan Histosols. (Sulistya, 2010). Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah Podzolik, Latosol, Hidromorfik Kelabu, Alluvial atau Regosol. Tanah Latosol, Ultisol dan Alluvial, tanah gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai dapat dijadikan perkebunan kelapa sawit. (Hartanto, 2011). Berbeda dengan tanaman perkebunan lainnya, kelapa sawit dapat diusahakan pada tanah yang memiliki tekstur agak kasar sampai halus yaitu antar pasir berlempung sampai liat masif. Beberapa karakteristik tanah yang digunakan dalam penilaian kesesuaian lahan untuk kelapa sawit meliputi batuan dipermukaan tanah, kedalaman efektif tanah, dan tingkat kemasaman tanah (ph). (Sulistyo, 2013). Tekstur tanah yang paling ideal untuk kelapa sawit adalah lempung berdebu, lempung liat berdebu, lempung berliat, dan lempung liat berpasir. Kedalaman efektif tanah yang baik adalah jika >100 cm, sebaliknya andaikata kedalaman efektif <50 cm dan tidak memungkinkan untuk diperbaiki maka tidak direkomendasikan untuk kelapa sawit. Kemasaman (ph) tanah yang optimal adalah pada ph 5,0-6,0, tetapi kelapa sawit masih toleran terhadap ph <5,0 misalnya pada ph 3,5-4,0 (pada tanah gambut). 9

Beberapa perkebunan kelapa sawit terdapat pada tanah yang memiliki ph tanah > ph 7,0, tetapi produktivitasnya tidak optimal. Pengelolaan tingkat kemasaman tanah dapat dilakukan melalui tindakan pemupukan dengan menggunakan jenis-jenis pupuk yang berkemampuan meningkatkan ph tanah seperti pupuk dolomit, kapur, pertanian (kaptan) dan fosfat alam (rock phospate) (Sulistyo, 2010). Adapun sifat fisik tanah untuk tanaman kelapa sawit dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut. Tabel 2.2. Sifat Fisik Tanah Untuk Tanaman Kelapa Sawit Sifat Tanah Baik Sedang Kurang Lereng (derajat) <12 12-23 >23 Kedalaman tanah (cm) >75 37,5-75 <37,5 Ketinggian air tanah (cm) >75 37,5-75 <37,5 Tekstur Lempung Berpasir Pasir Struktur Kuat Sedang Lemah(masif) Konsistensi Gembur Teguh Sangat teguh Sumber: Sunarko, 2009 2.2.5 Perkembangbiakan Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu, terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi, yaitu proses pemasukan oksigen ke dalam air secara alami dan atau secara mekanis. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun, pelepah yang mengering akan terlepas sehingga menjadi mirip dengan tanaman kelapa. Daun kelapa sawit merupakan daun majemuk. Warnanya hijau tua dengan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya sangat mirip dengan tanaman salak. Hanya saja, durinya tidak terlalu keras dan tajam. Bunga jantan dan bunga betina terpisah serta memiliki waktu pematangan yang berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga 10

jantan memiliki bentuk lancip dan panjang, sedangkan bunga betina terlihat lebih besar dan mekar. Buah sawit mempunyai warna bervariasi, dari hitam, ungu, hingga merah, tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari setiap pelepah. Buah terdiri dari tiga lapisan, sebagai berikut: Eksoskarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin. Mesoskarp, serabut buah Endoskarp, cangkang pelindung inti. Inti sawit merupakan endosperm dan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi (Pardamean,2011). 2.3 BudiDaya Kelapa Sawit di Lahan Gambut 2.3.1 Pengertian Tanah Gambut Hitosol atau tanah gambut adalah tanah-tanah yang sebagian besar tersusun dari bahan organik, dengan kandungan C-organik > 25 % atau tanah yang memiliki lapisan bahan organik > 40 %. (Fadli, 2006) 2.3.2 Proses Pembentukan Lahan Gambut Gambut merupakan suatu ekosistem lahan basah yang dicirikan oleh adanya akumulasi bahan organik yang berlangsung dalam kurun waktu lama. Akumulasi ini terjadi karena lambatnya laju dekomposisi dibandingkan dengan laju penimbunan bahan organik yang terdapat di lantai hutan lahan basah. Proses pembentukan gambut hampir selalu terjadi pada hutan dalam kondisi tergenang dengan produksi bahan organik dalam jumlah yang banyak. Pembentukan gambut di beberapa daerah pantai Indonesia diperkirakan dimulai sejak zaman glasial akhir, sekitar 3.000-5.000 tahun yang lalu. Proses pembentukan gambut pedalaman bahkan lebih lama lagi, yaitu sekitar10.000 tahun yang lalu. Seperti gambut tropis lainnya, gambut di Indonesia dibentuk oleh akumulasi residu vegetasi tropis yang kaya kandungan lignin dan selulosa. Karena lambatnya proses dekomposisi, 11

diekosistem rawa gambut masih dapat dijumpai batang, cabang, dan akar tumbuhan yang besar. Secara umum, pembentukan dan pematangan gambut berjalan melalui tiga proses yaitu pematangan fisik, pematangan kimia dan pematangan biologi. Kecepatan proses tersebut dipengaruhi oleh iklim (suhu dan curah hujan), susunan bahan organik, aktivitas organisme, dan waktu. Pematangan gambut melalui proses pematangan fisik, kimia, dan biologi dapat digambarkan sebagai berikut: 1. Pematangan fisik terjadi dengan adanyapelepasan air (dehidrasi) karena drainase, evaporasi (penguapan), dan dihisap oleh akar. Proses ini ditandai dengan penurunan dan perubahan warna tanah. 2. Pematangan kimia terjadi melalui peruraian bahan-bahan organik menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Proses pematangan ini akan melepaskan senyawa-senyawa asam-asam organik yang beracun bagi tanaman dan membuat suasana tanah menjadi asam. Gambut yang telah mengalami pematangan kimia secara sempurna akhirnya akan membentuk bahan organik baru yang disebut sebagai humus. 3. Pematangan biologi merupakan proses yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme tanah. Proses ini biasanya akan lebih cepat terjadi setelah pembuatan drainase karena tersedianya oksigen yang cukup menguntungkan bagi pertumbuhan mikroorganisme. (Najiyati, 2005) 2.3.3 Jenis Lahan Gambut Gambut berdasarkan lingkungan pembentuknya terbagi kedalam 2 (dua) jenis yaitu : 1. Gambut topogen yaitu gambut yang terbentuk karena pengaruh topografi.gambut ini terbentuk dalam depresi topografi rawa, baik dataran rendah maupun pegunungan tinggi. Gambut tofogen relatif kaya akan unsur hara, karena adanya sirkulasi hara mineral dari bagian 12

bawahnya oleh kegiatan akar-akar tanaman maupun pengaruh pasang surut sungai disekitarnya. 2. Gambut ombrogen yaitu gambut yang terbentuk karena pengaruh curah hujan yang airnya tergenang. Gambut ombrogen terjadi setelah terbentuknya gambut tofogen, dimana sirkulasi hara mineral hampir tidak terjadi, mengingat akar tanaman tidak lagi mencapai tanah mineral dibawahnya.(fadli, 2006). Gambut Berdasarkan tingkat kesuburannya, gambut dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis yaitu: 1. Gambut eutrofik adalah gambut yang subur yang kaya akan bahan mineral dan basa-basa serta unsur hara lainnya. Gambut yang relatif subur biasanya adalah gambut yang tipis dan dipengaruhi oleh sedimen sungai atau laut. 2. Gambut mesotrofik adalah gambut yang agak subur karena memiliki kandungan mineral dan basa-basa sedang. 3. Gambut oligotrofik adalah gambut yang tidak subur karena miskin mineral dan basa-basa. Bagian kubah gambut dan gambut tebal yang jauh daripengaruh lumpur sungai biasanya tergolong gambut oligotrofik. (http://balittanah.litbang.deptan.go.id) Berdasarkan tingkat kematangannya, gambut dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu: 1. Gambut saprik (matang) adalah gambut yang sudah melapuk lanjut danbahan asalnya tidak dikenali, berwarna coklat tua sampai hitam, dan bila diremas kandungan seratnya < 15%. 2. Gambut hemik (setengah matang)adalah gambut setengah lapuk, sebagian bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat, dan bila diremas bahan seratnya 15 75%. 13

3. Gambut fibrik (mentah) adalah gambut yang belum melapuk, bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat, dan biladiremas >75% seratnya masih tersisa. (http://balittanah.litbang.deptan.go.id) Berdasarkan proses dan lokasi pembentukannya, gambut dibagi 3 (tiga) menjadi: 1. Gambut pantai adalah gambut yang terbentuk dekat pantai laut dan mendapat pengayaan mineral dari air laut 2. Gambut pedalaman adalah gambut yang terbentuk di daerah yang tidak dipengaruhi oleh pasang surut air laut tetapi hanya oleh air hujan. 3. Gambut transisi adalah gambut yang terbentuk di antara keduawilayah tersebut, yang secara tidak langsung dipengaruhi oleh air pasang laut. (http://balittanah.litbang.deptan.go.id) Berdasarkan ketebalan atau kedalamannya, gambut dibagi menjadi 4 (empat) yaitu: 1. Dangakal/tipis 0,5-1.0 m 2. Agak dalam 1,2-2,0 m 3. Dalam 2,0-3,0 m 4. Sangat dalam >3,0 m. (Fadli, 2006) 2.3.4 Karakteristik Lahan Gambut 1. Sifat fisik gambut Warna tanah yang pada umumnya coklat tua atau kelam tergantung tahapan dekomposisinya. Kandungan air tinggi dan kapasitas memegang air juga tinggi (15-30 x berat kering). Porositas tinggi. Bulk density rendah. Mudah kering dan dalam keadaan kering sangat ringan dan mudah lepas. Drainase jelek. 14

Terletak di atas tanah alluvial, ada juga tanah pasir di bawahnya. 2. Sifat kimia gambut Bereaksi masam ph 3,5. Kandungan N total tinggi tetapi tidak tersedia bagi tanaman, karena ratio C/N yang tinggi juga Kandungan unsur hara Mg tinggi, sementara P dan K rendah. Kandungan unsur hara mikro terutama Cu, B, Zn sangat rendah. Daya serangga (buffering capacity) air tinggi. Adapun karakteristik lahan gambut dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 2.3. Karakteristik Lahan Gambut No Karaktrisik Lahan 1 Curah hujan / tahun (mm) 2 Bulan kering (bulan) 3 Temperatur rata-rata tahunan (C) 4 Kedalaman muka air tanah (cm) Simbol Bukan pembatas (0) W 1750 3000 Skala pembobotan dan intensitas pembatas Ringan Sedang Berat (I) (2) (3) 1500 - <1750 >3000 1250 - <1500 Sangat berat (4) <1250 _ K <1 1-2 >2-3 >3-4 >4 T 25-28 >28-32 22-<25 >32-35 20-<22 _ >35 <20 D 60-100 _ 30-<60 >100 0-<30 Tergenan g _ R Saprik _ Hemik Fibrik _ 5 Kematangan gambut 6 Kedalaman S 0-100 >100- gambut (cm) 200 7 Kandungan B <5 5-155- bahan kasar 15 (%-vol) 8 ph tanah A 5,1-6,0 4,1-5,0 6,1-6,5 Sumber : Rahutomo, 2008 >200- >300 _ 300 >15-35 >35-60 >60 3,5-4,0 6,6-7,0 <3,5 >7,0 _ 15

3. Sifat lainnya Gambut memiliki sifat kering tidak balik, dimana gambut mudah kering dan dalam keadaan kering gambut sangat ringan dan mudah lepas.dengan demikian gambut memiliki potensi mudah terbakar apabila tidak dikelola dengan baik. (Fadli, 2006). 2.3.5 Langkah Pemanfaatan Gambut Untuk Kelapa Sawit Langkah-langkah pemanfaatan lahan gambut untuk budidaya kelapa sawit oleh pelaku usaha perkebunan, yaitu : a. Perencanaan Perencanaan dilakukan melalui kegiatan inventarisasi dan identifikasi(pemetaan lahan), disain kebun, dan penyusunan rencana kerja tahunan. Inventarisasi dan identifikasi dilakukan oleh lembaga berkompeten melalui kegiatan survei tanah dan evaluasi lahan yang mencakup pengumpulan data lahan gambut yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya kelapa sawit sesuai kriteria yang ditetapkan dan digambarkan dalam bentuk peta dengan skala 1:50.000 atau sekurangkurangnya 1:100.000. Berdasarkan peta tersebut selanjutnya digambarkan disain kebun yang akan dikelola termasuk sarana pendukungnya serta rencana kerja tahunan mulai dari pembukaan lahan, penanaman pemeliharaan dan konservasi. Lembaga berkompeten yaitu lembaga yang telah mendapat akreditasi. Dalam hal lembaga berkompeten tersebut belum ada, maka akan ditunjuk lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Perkebunan atas nama Menteri. (Peraturan Mentri Pertanian No. 14/Pementan/PL.110/2/2009) b. Pembukaan Lahan Pembukaan lahan harus dilakukan tanpa bakar (zero burning). Pasalnya, lahan gambut yang sudah kering dan terbakar akan mengalami banyak 16

kerugian, baik kehilangan unsur hara, kehilangan predator hama, maupun terjadi pelepasan karbon dalam bentuk asap. (Sunarko, 2009) Tahapan pembukaan lahan gambut dilakukan sebagai berikut: 1. Pembangunan Saluran Batas a. Pembangunan saluran keliling (periphere drain) sebagai saluran batas areal b. Saluran batas berfungsi untuk mengatur permukaan air tanah dan juga merupakan saluran utama. Saluran tersebut mempunyai lebar atas +4 (empat) meter, lebar bawah +3 (tiga) m dengan kedalaman 2 (dua) sampai dengan 3 (tiga) meter. 2. Pembukaan Lahan Pembukaan lahan yang masih memiliki semak belukar dan/atau pohon kecil kecil (under brushing) dengan diameter kurang dari 2,5 cm dilakukan secara manual atau cara mekanis. Apabila pembukaan dilakukan secara mekanis, pemotongan kayu dilakukan menggunakan chainsaw, sebagai berikut: 1. Arah penumbangan pohon mengikuti arah yang sudah ditentukan serta tidak melintang sungai dan jalan. 2. Tinggi tunggul pohon yang ditumbang disesuaikan dengan diameter batang sebagai berikut: - Diameter 10 cm sampai dengan 20 cm, setinggi 40 cm. - Diameter 21 (dua puluh satu) cm sampai dengan 30 cm, setinggi 60 cm. - Diameter 31 (tiga puluh satu) sentimeter sampai dengan 75 cm, setinggi 100 cm. - Diameter lebih dari 75 cm, setinggi 150 cm. 3. Cabang dan ranting yang relatif kecil dipotong dan dicincang (direncek), sedangkan batang dan cabang besar dipotong dalam ukuran 2 (dua) sampai dengan 3 (tiga) meter (diperun). 17

Batang, cabang, dan ranting yang telah dipotong dikumpulkan mengikuti jalur rumpukan, yaitu pada selang 2 (dua) jalur tanam dengan arah sejajar dengan jalur tanam tersebut. (Peraturan Mentri Pertanian No. 14/Pementan/PL.110/2/2009) c. Tata Air (Water Management) Tata air merupakan hal yang harus diperhatikan karena sifat tanah gambut yang sudah kering tidak lagi dapat menjadi basah. Tujuan pengelolaan air, yaitu : 1. Mengatur muka air yang dipertahankan pada 50-70 cm untuk ruang akar. 2. Mencegah pengeringan dan penurunan muka gambut. 3. Mencegah oksidasi pirit (tanah sulfat asam). 4. Mencegah akumulasi garam (salinitas). Pelaksanaan tata air diantaranya, yaitu : 1. Pembuatan benteng yang berfungsi untuk menahan air pasang. 2. Pembuatan parit yang berfungsi untuk mengumpulkan dan menyalurkan air keluar kebun. 3. Pembuatan pintu air yang berfungsi untuk mempertahankan muka air dan menahan air pasang. (Sunarko, 2009) Adapun spesifikasi parit dapat dilihat pada table 2.4 dibawah ini. Tabel 2.4. Spesifikasi Parit Jenis Lebar (meter) Atas Bawah Kedalaman Parit Primer 4,8 2,4 1,8 Parit Skunder 2,4 1,8 1,2 Parit Tersier 1,2 0,9 0,6 Sumber : Fadli, 2006 18

Adapun fungsi dari masing-masing parit tersebut sebagai berikut, yaitu : 1. Parit Primer Parit primer berfungsi mengalirkan air langsung ke daerah pembuangan akhir, antara lain, sungai dan/atau kanal. Parit primer dapat berupa sungai kecil alami yang dibersihkan atau berupa saluran baru. Membangun benteng dan pintu air pada areal pasang surut. 2. Parit Sekunder Parit sekunder bermuara ke saluran primer. Paritsekunder berfungsi menampung air dari saluran tersier dan juga sebagai batas blok. Jarak antar saluran sekunder 400 (empat ratus) meter sampai dengan 500 (lima ratus) meter dengan panjang sesuai keadaan parit. 3. ParitTersier Parit tersier bermuara ke saluran sekunder. Parit tersier berfungsi mengalirkan air ke seluruh sekunder dan menampung air dari areal tanaman. Parit tersier tergantung kondisi drainase di lapangan, maksimum satu parit untuk dua baris tanaman. ((Peraturan Mentri Pertanian No. 14/Pementan/PL.110/2/2009) d. Pemadatan Gambut Pemadatan bertujuan untuk meningkatkan daya topang terhadap tanaman kelapa sawit sehingga tanaman tidak doyong atau roboh. (Sunarko, 2009) 19

e. Penanaman Penanaman dilakukan dengan memerhatikan daya dukung dari lahan gambut. Apabila pengaturan tata air dilakukan dengan baik, kegiatan penanaman dapat mengikuti ketentuan sebagai berikut : 1. Kerapatan pohon kelapa sawit sebanyak 143 (seratus empat puluh tiga) pohon setiap hektar (jarak tanam 9 (sembilan) meter segitiga sama sisi) atau pada tingkat kerapatan lain sesuai dengan karakter panjang tajuk varietas kelapa sawit yang digunakan. 2. Jika jalur tanaman dipadatkan, kelapa sawit ditanam dengan ukuran lubang tanam 60 cm x 60 cm x 60 cm. 3. Jika jalur tidak dipadatkan, kelapa sawit ditanam dengan sistem lubang dalam lubang (hole in hole planting) dengan ukuran lubang luar 100 cm x 100 cm x 60 cm dan lubang dalam 60 cm x 60 cm x 60 cm. Alternatif lain untuk pemadatan dapat dilakukan dengan pembuatan lubang tanam menggunakan puncher. 4. Tunggul kayu yang terletak tepat di lubang tanaman dibongkar, jika tunggul tidak dapat dibongkar, lubang tanam dapat digeser searah dengan baris tanaman. Pupuk dasar yang digunakan di lubang tanaman dapat berupa 20 g CuSO, 20 g ZnSO, 250 g Dolomit,500 g 4 4 Rp.(Peraturan Mentri Pertanian No. 14/Pementan/PL.110/2/2009) f. Pembangunan dan Peningkatan Kualitas Jalan Contoh nyata peningkatan kualitas jalan diantaranya pemasangan gambangan dari batang kayu yang kuat, penggunaan membrane geoteks (optimal), penimbanan dengan tanah mineral (20-30 cm), perataan dan pemadatan jalan, serta pengerasan jalan dengan pasir dan batu. (Sunarko, 2009) 20

Adapun ketentuan pembangunan dan peningkatan kualitas jalan sebagai berikut : 1. Pondasi jalan dari tanah mineral, sedangkan perataan dan pemadatan menggunakan alat berat. 2. Pemadatan jalan dapat dilakukan dengan penyusunan batang kayu (gambangan) berdiameter 7-10 cm. 3. Gambangan ditimbun dengan tanah mineral setebal 20-30 cm, kemudian diratakan dan dipadatan. 4. Pembuatan jalan panen sebagai sarana angkutan buah dilakukan bersamaan dengan pemadatan jalur tanam. (Rahutomo, 2008) g. Kultur Teknis Yang Baik Contoh nyata kultur teknis yang baik yaitu berupa kegiatan pengendalian produksi, pemeliharaan pada masa TBM dan TM, penunasan pelepah, pengendalian gulma, pengendalian hama dan penyakit, pemeliharaan jalan, perbaikan kualitas panen, serta perawatan sarana panen. (Sunarko, 2009) h. Pemupukan Untuk lahan gambut yang subur, jenis dan dosis pemupukan hamper sama dengan pemupukan ditanah mineral. Kadar Cadan Mg pada lahan gambut relatif lebih tinggi disbanding dengan kadar K. Karena itu, lahan gambut tidak memerlukan pengapuran. Aplikasi pada lahan gambut biasanya memerlukan KCl dengan dosis 3-5 kg/tanaman/tahun. Untuk pupuk mikro yang wajib diberikan yaitu Cu, Zn, Fe, dan B. (Sunarko, 2009) Adapun dosis umum pemupukan untuk tanaman kelapa sawit belum menghasilkan pada lahan gambut dapat dilihat pada table 2.5 dibawah ini. 21

Tabel 2.5. Dosis Umum Pemupukan Untuk Kelapa Sawit Tanaman Belum Menghasilkan Pada Lahan Gambut Hara N P K Mg Cu Zn B Sumber Urea Rp MOP Dolomit CuSO4 Zn SO4 Borate Kg/pohon Lubang 0,5 0,25 0,02 0,02 tanam Bulan 0,25 0,50 0,25 ke 3 Bulan 0,50 0,50 0,75 0,25 0,20 0,10 ke 6 Bulan 0,50 0,50 0,75 0,50 0,10 ke 9 Jumlah 1,25 1,50 2,00 1,00 0,22 0,12 0,10 tahun 1 Tahun 2 1,50 1,50 3,50 1,50 0,20 0,05 0,10 Tahun 3 1,50 1,50 5,00 1,75 0,10 0,05 0,10 Sumber : Rahutomo, 2008 i. Pengawasan Kebakaran Antisipasi terjadinya kebakaran lahan dan kebun dapat berupa pembangunan menara pengawas api, penyiapan sarana dan prasarana pemadam api, penempatan marka tingkat bahaya api, dan pembuatan organisasi pengendalian kebakaran yang andal. (Sunarko, 2009) Timbulnya sering kali disebabkan oleh kegiatan masyarakat di luar kebun, dimana api kemudian menjalar ke kebun kelapa sawit. Untuk itu, selain pengawasan terhadap sumber-sumber kebakaran, perlu sosialisasi kepada masyarakat kebun dan di luar kebun tentang teknik menghindari potensi kebakaran, serta cara menanggulangi kebakaran di lahan gambut. (Rahutomo, 2008) 2.4 Manajemen Budidaya Kegiatan budidaya tanaman merupakan usaha untuk mengubah atau memanipulasi lingkungan tanaman menjadi suatu keadaan yang mampu memacu pertumbuhan dan produksi agar lebih optimal dan berkesinambungan, termasuk teknik dalam memberikan perlakuan yang tepat terhadap tanaman. Faktor faktor yang termasuk kegiatan budi daya tanaman 22

kelapa sawit meliputi syarat tumbuh tanaman, bahan tanam, pembibitan, penyiapan lahan, penanaman, dan pemeliharaan. Cara menaikkan produktivitas tanaman dalam manajemen budidaya adalah memperbaiki lingkungan, pengelolaan air, dan kesuburan tanah. Selain itu, pemuliaan tanaman juga dilakukan untuk mendapatkan hasil panen yang baik. Untuk lingkungan yang cocok (favorable conditions), potensi produksi dari tanaman kelapa sawit akan baik. Upaya yang dilakukan oleh manajemen meliputi manajemen persiapan lahan, pembibitan, penanaman, dan pemeliharaan tanaman. Manajemen persiapan lahan tergantung kepada kondisi dan situasi. Perbedaan jenis lahan seperti lahan berbukit, lahan datar, dan lahan rendahan menggunakan metode persiapan yang berbeda. Contohnya program peremajaan, awalnya metode land clearing menggunakan cara kimia (menggunakan khemikalia atau racun herbisida) karena dianggap mudah dan cepat. Seiring dengan harga herbisida yang semakin mahal, maka metode beralih ke sistem mekanis. Metode land clearing ini dilakukan dengan cara menebang dan menumbangkan vegetasi lahan yang lama menggunakan mesin tebang (chainsaw) dan buldoser. Pengawasan persiapan lahan ini menjadi tanggung jawab asisten afdeling dan asisten kepala perkebunan. Setelah itu, lakukan manajemen pembibitan dengan menyediakan bibit tanaman kelapa sawit siap tanam yang memiliki mutu yang superior, baik genetik maupun fenotipe. Kondisi bibit kelapa sawit yang superior merupakan salah satu jaminan untuk mendapatkan produktivitas yang tinggi. Kegiatan pembibitan biasanya menjadi tanggungjawab asisten pembibitan. Sementara itu, manajemen penanaman yang dilakukan setelah pembibitan merupakan tanggung jawab asisten afdeling dan asisten kepala perkebunan. Hal yang harus diperhatikan dalam manajemen penanaman diantaranya cuaca, 23

transportasi, dan tenaga kerja.saat yang paling tepat untuk memindahkan bibit ke lapangan (menanam) adalah pada awal musim hujan. Manajemen pemeliharaan meliputi proteksi tanaman, pemupukan, penunasan; serta pemeliharaan jalan, jembatan, dan saluran air. Manajemen pemeliharaan diarahkan untuk mengatur keseimbangan ekosistem dan kesuburan tanah. Penerapan manajemen berkaitan dengan efektivitas dan efisiensi sumber daya, baik sumber daya manusia maupun teknologi. Pemeliharaan tanaman, baik saat tanaman belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman menghasilkan (TM) merupakan tanggung jawab asisten afdeling dan asisten kepala perkebunan. (Sunarko, 2009). 2.5 Potensi Produksi Kelapa Sawit Berbagai upaya peningkatan produktivitas yang dapat dilakukan oleh manajemen dalam suatu perusahaan. Dalam upaya tersebut banyak dijumpai faktor-faktor pendukung dan faktor-faktor penghambat. Sekalipun masalahnya kelihatan berada diluar jangkauan manajemen seperti halnya faktor lingkungan sumber daya alam (iklim, tanah dan topografi), namun sebenarnya masih ada kemungkinan upaya yang dapat dilakukan. Sekurang-kurangnya manajemen dapat mengeleminasi dampaknya dengan melakukan pendekatan teknologi sehingga faktor-faktor yang semula terlihat sebagai faktor penghambat akan berubah menjadi faktor pendukung. Keberhasilan sesuatu usaha perkebunan ditentukan oleh: Kemampuan pengusaha dalam mengelola atau melaksanakan manajemen sumber daya manusia. Faktor-faktor lingkungan sumber daya alam (iklim, tanah dan topografi) bahan tanaman, tindakan kultur teknis dan sebagainya. Pengaruh kondisi ekonomi yang sedang berkembang pada waktu usaha itu dilakukan, antar lain: fluktuasi harga jual komoditas yang berlaku di pasar dan kenaikan harga sarana produksi, kenaikan upah dan sebagainya. 24

Secara umum hendaknya langkah tersebut dimulai dengan menginventarisasi masalah-masalah setempat, kemudian dilanjutkan dengan membuat rumusan upaya-upaya yang harus dilakukan. Dalam hal ini secara khusus dengan sengaja hanya ditampilkan 15 faktor yang berpengaruh besar terhadap tingkat produktivitas, yakni: Pengaruh Tanah dan Topografi, Pengaruh Lahan Gambut, Pengaruh Musim Kering, Pengaruh Bahan Tanaman, Pengaruh Umur Tanaman, Pengaruh Populasi Tanaman per Ha, Pengaruh Sistem Pengawetan Tanah, Pengaruh Sistem Pembibitan, Pengaruh Sistem Pemeliharaan, Pengaruh Sistem Penyerbukan, Pengaruh Sistem Pemupukan, Pengaruh Sistem Pengendalian Hama dan Penyakit, Pengaruh Sistem Koordinasi Panen Angkut Olah, Pengaruh Sistem Pengamanan Produksi, Pengaruh Sistem Premi Panen. (Risza, 1994). Produktivitas tanaman kelapa sawit ditentukan oleh karakteristik lahan yang berbeda pada setiap wilayah pengembangannya. Belum tercapainya produktivitas diatas, berhubungan erat dengan kondisi iklim wilayah yang berfluktuasi musiman dan perlakuan kultur teknis tanaman kelapa sawit yang belum optimal. Pemahaman mengenai pengaruh unsur-unsur cuaca dan ketersediaan air tanah terhadap pertumbuhan dan produksi tandan kelapa sawit sangat diperlukan sebagai dasar untuk memprediksi dan menganalisis pengaruh kekeringan terhadap produktivitas kelapa sawit. Fluktuasi tersebut mempengaruhi penyebaran produksi yang merupakan komponen penting dalam prediksi produksi, sehingga dalam hal ini Weng (25) menilai bahwa kemampuan prediksi produksi kelapa sawit merupakan hal yang penting dalam pengusahaan perkebunan kelapa sawit. Pengelolaan faktor-faktor pembatas tersebut harus didasarkan pada pemahaman karakteristiknya masing-masing. Pengelolaan yang demikian akan bersifat spesifik lokasi, sehingga antara wilayah satu dengan wilayah lain yang 25

memiliki karakteristik lahan yang berbeda akan memiliki bentuk pengelolaan tersendiri (spesifik). (Harahap, 2000). Potensi produktivitas tanaman kelapa sawit ditentukan oleh jenis tanaman kelapa sawit. Produktivitas dan rendemen minyak jenis kelapa sawit dura lebih rendah dari jenis tenera. Selain itu, potensi produksi juga ditentukan oleh faktor pemeliharaan. Tanaman kelapa sawit yang dipelihara lebih sempurna akan menghasilkan produksi lebih tinggi. Produktivitas tanaman kelapa sawit dipengaruhi oleh umur tanaman.tanaman tua berumur lebih dari 15 tahun memiliki tandan yang lebih berat dibandingkan dengan tanaman yang muda. Diatas umur 10 tahun, berat tandan rata-rata sama untuk setiap tahunnya. Produktivitas tanaman kelapa sawit yang ditanam di tanah subur (kandungan unsur hara tinggi) umumnya tinggi. Berbeda dengan yang ditanam di tanah yang miskin unsur hara, produktivitasnya akan rendah. Lahan yang tergolong ke dalam kelas S1, produktivitasnya akan optimal karena lahan kelas S1 memiliki faktor pembatas yang sedikit. Potensi produksi tanaman kelapa sawit ditentukan juga oleh jumlah curah hujan setahun. Jika terjadi kemarau panjang, akan menyebabkan gagalnya pembentukan bakal bunga 19-21 bulan berikutnya (abortus bunga) dan keguguran buah 5-6 bulan berikutnya. (Sunarko, 2009) Adapun Pengaruh curah hujan terhadap persentasi potensi produksi dapat dilihat pada tabel 2.6 dibawah ini. 26

Tabel 2.6. Pengaruh Curah Hujan Terhadap Persentasi Potensi Produksi Curah Hujan Per Tahun Potensi Produksi Lebih dari 2500 mm 100 % 2500-2000 80 % 2000-1500 70 % Kurang dari 1500 mm 60 % Sumber: Sunarko, 2009 Faktor lain yang mempengaruhi potensi produksi kelapa sawit adalah adanya gangguan hama dan penyakit. Semakin tinggi tingkat gangguan, semakin rendah pencapaian potensi produksinya.selain itu, kegiatan panen dan angkut juga dapat mempengaruhi potensi produksi.semakin baik manajemen panen dan angkutnya, semakin tinggi potensi produksi tanaman kelapa sawit.panen diharapkan berjalan lancar dengan rotasi panen tujuh hari.semua buah yang dipanen adalah buah matang, kemudian brondolan yang tertinggal diusahakan seminimal mungkin. (Sunarko, 2009).Adapun potensi produksi disetiap kelas kesesuaian lahan (KKL) dapat dilihat pada tabel 2.7 berikut ini. 27

Tabel 2.7. Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit Umur Kelas S1 Kelas S2 Kelas S3 (tahun) T RBT TBS T RBT TBS T RBT TBS 3 22 3,2 9 18 3,0 7 17 3,0 7 4 19 6,0 15 18 6,0 14 17 5,0 12 5 19 7,5 18 17 7,0 16 16 7,0 14 6 16 10,0 21 15 9,4 18 15 8,5 17 7 16 12,5 26 15 11,8 23 15 11,1 22 8 15 15,1 30 15 13,2 26 15 13,0 25 9 14 17,0 31 13 16,5 28 13 15,5 26 10 13 18,5 31 12 17,5 28 12 16,0 26 11 12 19,6 31 12 18,5 28 12 17,0 26 12 12 20,5 31 11 19,5 28 11 18,5 26 13 11 21,1 31 11 20,0 28 10 20,0 26 14 10 22,5 30 10 21,8 27 10 20,0 25 15 9 23,0 28 9 23,1 26 9 21,0 24 16 8 24,5 27 8 23,1 25 8 22,0 24 17 8 25,0 26 8 24,1 25 7 23,0 22 18 7 26,0 25 7 25,2 24 7 24,0 21 19 7 27,5 24 7 26,4 22 6 25,0 20 20 6 28,5 23 6 27,8 22 5 27,0 19 21 6 29,0 22 6 28,6 22 5 27,0 18 22 5 30,0 20 5 29,4 19 5 28,0 17 23 5 30,5 19 5 30,1 18 4 29,0 16 24 4 31,9 18 4 31,0 17 4 30,0 15 25 4 32,4 17 4 32,0 16 4 34,0 14 Ratarata 11 21 24 10 20 22 10 19 20 Sumber : LPP, 2013 Keterangan: TBS : Ton TBS/ha/th, T : Jumlah tandan/pohon/tahun, RBT : Rata rata berat tandan (Kg). 28