BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa meninggal dunia di dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang mempunyai hubungan dekat (keluarga), maka dapat menimbulkan akibat hukum, yaitu bagaimana caranya kelanjutan pengurusan hak-hak dan kewajiban seseorang yang telah meninggal dunia. Oleh karena itu, muncullah hukum kewarisan. 2 Beralihnya harta seseorang yang telah meninggal dunia kepada yang masih hidup ialah adanya hubungan silaturahim atau kekerabatan antara keduanya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 7 yang artinya: Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan (An- Nisa : 7 ). 3 Hubungan kekerabatan ini terjadi karena adanya hubungan darah (kelahiran). Kelahiran seorang anak dari rahim dapat disebabkan oleh beberapa kemungkinan : 2 https://achmadnosiutama.blogspot.co.id/2015/05/sumber-hukum-waris-islam-di-dalam al.html, diakses pada Hari Senin Tanggal 29 Mei 2017 Pukul 10.08 3 Amir Syarifuddin, Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam Dalam Lingkungan Adat Minangkabau, ( Jakarta: Gunung Agung, 1984), Cet I. Hlm. 28 1
1. Disebabkan oleh hubungan badan antara si ibu dengan si ayah yang terkait dalam akad nikah yang sah. Anak yang lahir itu mempunyai hubungan kekerabatan dengan laki laki yang menyebabkan kehamilan tersebut. 2. Disebabkan oleh hubungan badan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang tidak terkait dengan akad nikah yang sah. Hubungan badan seperti ini disebut zina bila pelakunya berbuat secara sengaja dan melawan hukum. 4 3. Disebabkan oleh hubungan badan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan atas suatu kesalahan. Hubungan dalam bentuk ini disebut hubungan kelamin secara subhat. Subhat itu ada dua macam yaitu : a) Subhad akad adalah manakala seorang laki- laki melaksanakan akad dengan seorang wanita, seperti halnya dengan akad nikah sah lainny, tetapi kemudian akad nikah tersebut fasid, karena suatu alasan. contoh : Akad nikah antara laki- laki dan perempuan yang masih muhrim. b) Subhat perbuatan adalah manakala seorang laki- laki mencampuri seorang wanita tanpa adanya akad antara mereka berdua, baik sah maupun fasid, semata- mata karena tidak sadar ketika melakukannya, atau dia meyakini bahwa 4 Amir Syarifuddin, Loc,cit. Hlm. 32 2
wanita tersebut adalah halal untuk dicampuri, ternyata wanita tersebut haram dicampuri. Dalam kategori ini adalah hubungan seksual yang dilakukan orang gila, orang mabuk dan orang memgigau, serta orang yang yakin bahwa wanita yang dia campuri adalah isterinya, tetapi ternyata wanita itu bukan isterinya yang halal baginya. Dari penjelasan di atas pengertian tentang anak subhat akad maknanya hampir sama dengan anak sumbang atau incest, yaitu Anak sumbang adalah anakanak yang dilahirkan dari hubungan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah yang dekat, sehingga antara mereka dilarang Undang- Undang untuk menikah, 5 Sedangkan pengertian Incest ada beberapa pengertian: a. Incest = Penodaan darah. 6 b. Incest ( zina dengan saudara) ialah relasi- relasi seksual diantara orang- orang berbeda jenis kelamin yang berkaitan darah dekat sekali, lewat ikatan darah. 7 Hak pemberian harta terhadap anak subhat berkaitan dengan kedudukannya terhadap harta warisan, di dalam Hukum Islam Muhammad Jawad Mughniyah menyatakan bahwa orang yang dilahirkan dari hubungan subhat itu merupakan anak sah sebagaimana halnya dengan anak yang lahir melalui perkawinan yang sah, tanpa ada perbedaan sedikitpun, baik subhat tersebut 5 J. Satrio, Hukum Waris, (Bandung: Paramita, 1988), Hlm. 173 6 Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual, ( Bandung: Mandar Maju, 1989) Cet. VI Hlm. 255 7 http://www.suduthukum.com/2016/12/tindak-pidana-incest.html?m=1 diakses pada hari Minggu Tanggal 02- April-2017 Pukul. 20: 28 3
merupakan subhat akad maupun perbuatan, maka anak itu mempunyai hubungan kekerabatan dengan laki- laki tersebut. 8 Menurut Pasal 76 KHI disebutkan bahwa Batalnya suatu perkawinan tidak akan memutuskan hubungan hukum antara anak dengan orang tuanya. 9 Salah satu alasan batalnya perkawinan dalam Pasal 70 huruf (d ) KHI yaitu : Perkawinan dilakukan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah; semenda dan sesusuan sampai derajat tertentu yang menghalangi perkawinan menurut Pasal 8 Undang Undang No.1 Tahun 1974, yaitu : 1. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah atau keatas. 2. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyimpang yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya. 3. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu atau ayah tiri. 4. Berhubungan sesusuan, yaitu orang tua sesusuan, anak sesusuan dan bibi atau paman sesusuan. 10 Dalam KUHPerdata juga sama, hal ini sesuai dengan Pasal 95 KUHPerdata bahwa Suatu perkawinan, walaupun telah dinyatakan batal, mempunyai segala akibat Perdatanya, baik terhadap suami istri, maupun terhadap anak anak mereka, bila perkawinan itu dilangsungkan dengan itikad baik oleh kedua suami isteri itu. Alasan pembatalannya sesuai dengan Pasal 90 KUHPerdata yang menyebutkan: 8 Nur Rokhmad, Kedudukan Anak Sumbang Dalam Penerimaan Harta Warisan ( Analisis Hukum Islam Terhadap Pasal 867 KUHPerdata ), S1 Ilmu Syari ah Fakultas Syari ah, UIN Walisongo Semarang, 2010, Hlm. 14 9 Pasal 76 KHI Tentang Batalnya Perkawinan 10 Pasal 70 huruf (d) KHI Tentang Batalnya Perkawinan 4
Semua perkawinan yang dilakukan dengan melanggar ketentuan-ketentuan dalam Pasal-Pasal 30, 31, 32 dan 33, boleh dimintakan pembatalan, baik oleh suami istri itu sendiri, maupun oleh orang tua mereka atau keluarga sedarah mereka dalam garis ke atas, atau oleh siapa pun yang mempunyai kepentingan dengan pembatalan itu, ataupun oleh Kejaksaan. 11 Pasal 31 KUHPerdata berbunyi Juga dilarang perkawinan: 1. Antara ipar laki-laki dan ipar perempuan, sah atau tidak sah, kecuali bila suami atau istri yang menyebabkan terjadinya periparan itu telah meninggal atau bila atas dasar ketidakhadiran si suami atau si istri telah diberikan izin oleh Hakim kepada suami atau istri yang tinggal untuk melakukan perkawinan lain; 2. Antara paman dan atau paman orang tua dengan kemenakan perempuan kemenakan, demikian pula antara bibi atau bibi orang tua dengan kemenakan laki-laki kemenakan, yang sah atau tidak sah. Jika ada alasan-alasan penting, Presiden dengan memberikan dispensasi, 12 berkuasa menghapuskan larangan yang tercantum dalam Pasal ini. Namun yang menjadi permasalahan adalah anak sumbang (termasuk anak luar kawin yang tidak dapat diakui). Pasal 862 sampai dengan Pasal 873 KUHPerdata adalah mengenai hubungan hukum antara anak luar nikah dengan orang tuanya. Dengan kata lain natuurlijk kind (anak luar nikah). Dalam Pasal 867 KUHPerdata berbunyi: Ketentuan-ketentuan tersebut di atas ini tidak berlaku bagi anak-anak yang lahir dan perzinaan atau penodaan darah. Undang-Undang hanya memberikan nafkah seperlunya kepada mereka. 13 Kelahiran itu sendiri hanya ada hubungan antara ibu dan anak. Hubungan anak dengan laki-laki yang membuahkannya tidak ada. Barulah karena pengakuannya lahirlah hubungan-hubungan hukum antara anak dan laki-laki yang 11 Pasal 90 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata Tentang Batalnya Perkawinan 12 Pasal 31 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata Tentang Perkawinan 13 Pasal 867 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata Tentang Pewarisan Bila Ada Anak anak di Luar Kawin 5
mengakuinya. Walaupun kedudukannya tetap terbelakang di bandingkan dengan anak sah, terutama dalam hukum waris. Selain itu anak luar nikah baik yang diakui maupun tidak berada dibawah kekuasaan orang tua melainkan dibawah perwalian. Mengenai arti pengakuan itu sendiri tidak ada kesatuan pendapat. Apakah pengakuan itu merupakan bukti adanya hubungan darah, adanya hubungan kekeluargaan yang alamiah ataukah pengakuan itu adalah suatu perbuatan hukum yang menimbulkan hubungan kekeluargaan sehingga bukan keturunanlah melainkan pengakuannya itu yang menjadi sumber huungan hukum antara anak dan orang tua. Pasal 862 KUHPerdata hanya memberikan hak mewaris kepada anak luar nikah yang ada hubungan Perdata dengan si pewaris berdasarkan Pasal 281 KUHPerdata. Sejak kelahiran seorang anak, terjadilah hubungan Perdata antara orang tua dan anak. Hubungan yang demikian terhadi dengan sendirinya karena kelahiran. Jadi dengan kelahirannya maka anak yang tidak sah itu menjadi anak luar nikah dari si ibu. Dengan pengakuan si ayah ia menjadi anak luar nikah dari si ayah. Anak luar nikah tidak akan pernah dapat mewaris dari sanak keluarga orang tuanya, dan tidak dapat bertindak dalam harta peninggalan anak luar nikah dari salah seorang anggota keluarganya. Akan tetapi Pasal 873 KUHPerdata memungkinkan terjadi pewarisan yang demikian. Jadi hanya apabila sama sekali 6
tidak ada orang lain, maka anak luar nikah dapat mewaris dari sanak keluarga orang tuanya dan sebaliknya dengan menyampingkan negara. 14 Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ada dua cara untuk mendapatkan warisan, yaitu: 1. Sebagai ahli waris menurut Undang-Undang. 2. Karena ditunjuk dalam surat wasiat (testament). Cara yang pertama dinamakan mewarisi menurut Undang-Undang atau ab intestato dan cara yang kedua dinamakan mewarisi secara testamentair. Dalam Hukum Islam anak sumbang mendapatkan hak waris dari garis ibunya, hal ini sesuai dengan Pasal 186 KHI bahwa Anak yang lahir diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan saling mewarisi dengan ibunya dan keluarga pihak ibunya. 16 Dari penjelasan diatas, maka terdapat perbedaan antara Hukum Islam dan KUHPerdata mengenai hak waris anak penodaan darah. Dengan alasan-alasan tersebut maka, skripsi ini diangkat dengan judul Kedudukan Anak Sumbang Dalam Penerimaan Harta Warisan ( Analisis Hukum Islam Terhadap Pasal 867 KUHPerdata ). 15 14 http://www.academia.edu/8725355/anak_luar_nikah_sebagai_ahli_wari S_MENURUT_KUH_PERDATA diakses pada hari Rabu Tanggal 05- April-2017 Pukul. 10:55 15 https://jatimmurah.wordpress.com/2012/11/14/sistem-pembagian-waris-menuruthukum-islam-dan-bw-hukum-perdata/ diakses pada hari Rabu Tanggal 05- April-2017 Pukul. 11:07 16 Pasal 186 KHI Tentang Besarnya Bahagian 7
B. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka perlu disampaikan beberapa pokok masalah dalam skripsi ini : 1. Bagaimana kedudukan anak sumbang dalam KUHPerdata terhadap harta warisan? 2. Bagaimana analisis Hukum Islam terhadap Pasal 867 KUHPerdata terkait dengan kedudukan anak sumbang terhadap harta warisan? C. Tujuan Penulisan Berdasarkan masalah yang akan dibahas tersebut, maka tujuan dari penulisan skripsi ini yaitu : 1. Untuk mengetahui kedudukan anak sumbang dalam KUHPerdata terhadap harta warisan. 2. Untuk mengetahui analisi Hukum Islam terhadap Pasal 867 KUHPerdata terkait dengan kedudukan anak sumbang terhadap harta warisan. D. Manfaat Penulisan Adapun manfaat dalam penulisan skripsi ini yaitu : 1. Sebagai bahan informasi atau pengetahuan tentang pemberian harta warisan terhadap anak sumbang, baik 2. Sebagai bahan referensi bagi siapa saja yang ingin mempelajari lebih dalam permasalahan yang berkaitan dengan anak sumbang tersebut diatas. E. Keaslian Penulisan Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan informasi dan penelusuran kepustakaan di lingkungan Fakultas Hukum 8
dengan judul Kedudukan Anak Sumbang Dalam Penerimaan Harta Warisan (Analisis Hukum Islam Terhadap Pasal 867 KUHPerdata) belum pernah dilakukan pendekatan dan perumusan masalah yang sama. Walaupun ada topik yang sama tetapi jelas berbeda, jadi penelitian ini sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional, obyektif dan sehingga penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara terbuka terhadap masukan serta saran-saran yang membangun sehubungan dengan penelitian ini. F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Dengan jenis penelitian ini dimaksudkan untuk menemukan kaidah atau norma hukum yang ada, mengenai kedudukan anak sumbang terhadap harta warisan dalam Hukum Islam dan KUHPerdata. Untuk mendapatkan data atau informasi tentang kedudukan anak sumbang terhadap harta warisan ini, maka kemudian dilakukan Library Research, sehingga penelitian ini dinamakan penelitian pustaka, yaitu penelitian dengan meneliti data yang ada di perpustakaan yang relevan dengan pembahasan ini. 17 2. Sumber Data Data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan yang berupa bahan tertulis seperti buku, peraturan perundang-undangan, hasil- hasil Hlm. 9 17 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid I, ( Yogyakarta: Andi Offset, 2001), Cet. 32 9
penelitian yang berwujud laporan. 18 Dalam penelitian ini, dokumen yang dipergunakan meliputi : a. Bahan hukum primer, yaitu bahan- bahan hukum yang mengikat. Dalam penulisan ini yang dipergunakan adalah KUHPerdata dan KHI. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, terdiri dari : Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, Hukum Waris Indonesia Dalam Perspektif Islam, Adat dan KUHPerdata. c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti : kamus ( hukum ). 20 3. Analisis Data a. Metode Analisis Analisis data adalah proses menyusun data agar data tersebut dapat ditafsirkan. 21 Penelitian skripsi ini, menggunakan metode deskriptif yaitu suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Penelitian ini juga 19 18 Rianto Adi, Aspek Hukum Dalam Penelitian, Edisi Pertama, Penerbit Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta, 2015, Hlm. 31 19 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, Hlm. 31 20 Ibid, Hlm. 32 21 Dadang Kahmad, Metode Penelitian Agama, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2001), Hlm. 102. 10
menggunakan data kualitatif yaitu data yang tidak bisa diukur atau dinilai dengan angka secara langsung. 22 b. Pendekatan Pendekatan yang ditempuh dalam penulisan ini adalah pendekatan filosofis-normatif Pendekatan filosofis digunakan untuk menemukan beberapa tujuan pemberian harta terhadap anak sumbang dari orang tua serta prinsip keadilan hukum yang ada dalam Hukum Islam dan KUHPerdata, Sementara Untuk memahami peraturan hukum mengenai kedudukan anak penodaan darah terhadap harta warisan dalam Hukum Islam dan KUHPerdata digunakan pendekatan normatif. G. Sistematika Penulisan Skripsi Melalui metode penelitian tersebut di muka untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan ini kiranya perlu disusun secara sistematik dengan membaginya dalam beberapa bab sebagai berikut: Bab pertama, merupakan pendahuluan, Hal- hal yang dibahas dalam pendahuluan adalah latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penelitian, dan pembahasan Bab kedua membahas tentang ketentuan kewarisan dalam Hukum Islam terdiri atas : pengertian waris, dasar hukum kewarisan Islam, asas- asas kewarisan 22 Tatang M. Arimin, Menyusun Rencana Penelitian, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), Cet. 3 Hlm. 134. 11
Islam, syarat dan rukun waris, sebab- sebab mewarisi, dan pendapat para ulama tentang hak waris terhadap anak sumbang dan kewarisan menurut KUHPerdata. Bab ketiga merupakan kelanjutan dari pembahasan sebelumnya yang kali ini membicarakan tentang hak waris anak sumbang. Pada pembahasannya diuraikan beberapa hal antara lain: kedudukan anak menurut KUHPerdata, anak sumbang menurut KUHPerdata, hak waris anak sumbang dalam KUHPerdata, termasuk didalamnya mencakup dasar hukum hak waris terhadap anak sumbang menurut KUHPerdata. Bab keempat, merupakan fokus penelitian ini, yaitu analisis hukum islam terhadap waris anak penodaan darah meliputi: analisis kedudukan anak sumbang terhadap harta warisan menurut Pasal 867 KUH Perdata, analisis hukum Islam terhadap Pasal 867 KUH Perdata. Bab kelima, yaitu bab penutup dari pembahasan dalam skripsi ini yang merupakan analisa menyeluruh dari bab-bab sebelumnya yung dijadikan kesimpulan sebagai jawaban dari permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Dan pada bagian akhir akan ditambahkan beberapa saran. 12