BAB III KEDUDUKAN ANAK MENURUT KUHPERDATA. Ada Beberapa Status Anak Dalam Kitab Undang-Undang HukumPerdata. memperoleh si suami sebagai bapaknya.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III KEDUDUKAN ANAK MENURUT KUHPERDATA. Ada Beberapa Status Anak Dalam Kitab Undang-Undang HukumPerdata. memperoleh si suami sebagai bapaknya."

Transkripsi

1 BAB III KEDUDUKAN ANAK MENURUT KUHPERDATA A. Kedudukan anak Menurut KUHPerdata Ada Beberapa Status Anak Dalam Kitab Undang-Undang HukumPerdata (Burgerlijk Wetboek) yang menggolongkan tiga penggolongan terhadap status anak, yaitu: 1. Anak sah, yaitu mereka yang lahir didalam suatu perkawinan, pengertian ini berdasarkan Pasal 250 KUHPerdata, yakni : Tiaptiap anak yang dilahirkan atau ditumbuhkan sepanjang perkawinan, memperoleh si suami sebagai bapaknya. 2. Anak yang lahir di luar perkawinan, akan tetapi diakui oleh seorang ayah saja atau seorang ibu atau diakui oleh ayah dan ibu keduaduanya. Dalam hal ini ditegaskan didalam Pasal 272 KUHPerdata, Yakni: Kecuali anak-anak yang dibenihkan dalam zina atau dalam sumbang, tiap-tiap anak yang terbuahkan diluar perkawinan, dengan kemudian kawinnya bapak dan ibunya akan menjadi sah, apabila kedua orang itu sebelum kawin telah mengakuinya menurut ketentuan-ketentuan Undang-Undang atau apabila pengakuan itu dilakukan dalam akta perkawinan sendiri. Pengakuan anak menimbulkan pertalian kekeluargaan antara yang mengakui dengan yang diakui. Maksudnya, apabila yang mengakui adalah 39

2 ayah/ibu maka pertalian darah tersebut hanya dengan ayah, adapun yang lain tidak terikat dalam oleh pengakuan orang lain. Demikian pula apabila pengakuan tersebut dari pihak ibu, maka dalam hal ini timbul pertalian kekeluargaan dengan ibu, akan tetapi tidak berlaku demikian bagi keluarga yang lain. Seorang anak yang lahir diluar perkawinan kemudian menjadi anak syah apabila ayah dan ibu melakukan perkawinan secara syah. 3. Anak yang menurut hukum tidak punya ayah dan tidak punya ibu, hal ini dapat terjadi pada anak diluar perkawinan, dan tidak diakui oleh kedua orangtuanya. 59 Selain itu menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974, Pasal 42-44, ketentuan Undang-Undang perkawinan kedudukan anak diatur secara tegas sebagai berikut: Pasal 42 berbunyi : Anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Pasal 43 berbunyi : 1) Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan Perdata dengan ibunya dan keluarga ibunnya. 2) Kedudukan anak tersebut ayat (1) di atas selanjutnya akan diatur Pasal 44 berbunyi : dalam peraturan pemerintah. 1) Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh istrinya bilamana ia dapat membuktikan bahwa istrinya telah berzina dan anak itu akibat daripada perzinaan tersebut. 2) Pengadilan memberikan keputusan tentang sah/tidaknya anak atas 59 Sudarsono., op.cit. Hlm

3 permintaan pihak yang berkepentingan. Menurut KUHPerdata anak yang dilahirkan atau dibesarkan selama perkawinan, memperoleh suami sebagai ayahnya (Pasal 250 KUH Perdata). Sahnya anak yang dilahirkan sebelum hari keseratus delapan puluh (6 bulan) dari perkawinan dapat diingkari oleh suami (Pasal 251 KUHPerdata). Anak luar kawin, kecuali yang dilahirkan dari perzinahan atau sumbang, disahkan oleh perkawinan yang menyusul dari ayah dan ibu mereka, bila sebelum melakukan pengakuan secara sah terhadap anak itu. Apabila pengakuan terjadi dalam akta perkawinannya sendiri (Pasal 272 KUHPerdata). Terhadap anak luar kawin yang dapat diakui, agar dapat mempunyai hubungan hukum dengan orang tuanya, maka ia harus diakui. Anak luar kawin yang sudah diakui dapat disahkan atau menjadi anak sah, apabila kedua orang tuanya (yang membenihkanya) kemudian melangsungkan perkawinan yang sah. Hal yang perlu diingat, bahwa pengakuan anak luar kawin itu sifatnya personalijk. Sifat arti personalijk di sini, bahwa hubungan keperdataan hanya ada antara anak luar kawin yang diakui dengan orang tua yang mengakuinya. Sedangkan dengan sanak saudara yang mengakuinya tidak ada hubungan. 60 Oleh KUHPerdata ada kemungkinan seorang anak tidak hanya mempunyai bapak, melainkan juga tidak mempunyai ibu dalam pengertian, bahwa antara anak dengan seorang wanita yang melahirkanya itu, tidak ada hubungan hukum sama sekali tentang pemberian nafkah, warisan dan lain- lainya. Antara anak dan ibu 60 Benyamin Asri dan Thabrani Asri, Dasar-Dasar Hukum Waris Barat Suatu Pembahasan Teoritis Dan Praktek, ( Bandung : Tarsito, 1988), hlm

4 baru ada perhubungan hukum, apabila si ibu mengakui anak itu sebagai anaknya, di mana pengakuan itu harus dilaksanakan dengan sistem tertentu, yaitu menurut Pasal 281 KUHPerdata dengan akta otentik sendiri (akte notaris) bila belum diadakan dalam akta kelahiran si anak atau pada waktu pelaksanaan perkawinan, dapat juga dilakukan dengan akta yang dibuat Pegawai Catatan Sipil (ambtenaar bij de burgerlijk stand). 61 B. Hak- hak Keperdataan anak luar kawin Hak-hak Keperdataan anak luar kawin dalam peraturan perundangundangan diatur secara khusus dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang diberlakukan bagi warga non muslim dan dalam KHI yang diberlakukan bagi warga muslim. Hak Keperdataan anak merupakan hak yang melekat pada setiap anak yang diakui oleh hukum dalam hubungan hukum dengan orang tua dan keluarga orang tuanya, meliputi : 1. Hak mengetahui asal usulnya Hak mengetahui asal usul bagi seorang anak merupakan hak Perdata anak yang dijamin dalam Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Anak yang isi ketentuannya sama, bahwa setiap anak berhak untuk mengetahui siapa orang tuanya. 61 Omar Salim, Dasar-Dasar Hukum Waris Di Indonesia, (Jakarta; PT. Reineka Cipta, 2006), hlm

5 Dengan demikian, dapat diketahui bahwa pemenuhan hak asal usul anak luar kawin secara KUHPerdata dapat dilakukan oleh orang tua biologisnya dengan beberapa cara, yaitu: a) Dengan akta kelahiran di hadapan Pegawai Catatan Sipil sebelum atau tidak adanya perkawinan orang tua b) Dengan akta otentik yang dibuat Pegawai Catatan Sipil, dibukukan dalam register kelahiran dan dicatat dalam jihat akta kelahiran; c) Dengan akta perkawinan orang tuanya yang mengesahkannya; d) Dengan surat pengesahan Presiden. Dengan demikian, dapat digaris bawahi bahwa setiap anak yang lahir di luar perkawinan, baik anak luar kawin yang dapat diakui atau yang dapat disahkan, anak sumbang, maupun anak zina berhak untuk mengetahui asal-usul siapa orang tuanya. Hal itu bukan merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh hukum, karena pada dasarnya hak untuk mengetahui asal usulnya tersebut melekat pada harkat dan martabatnya sebagai manusia dan telah dijamin dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Hak mendapat pemeliharaan dan pendidikan dari orang tua Hak untuk mendapatkan pemeliharaan dan pendidikan dari orang tua merupakan hak anak yang sangat penting bagi setiap anak guna pelangsungan hidup secara wajar dan pengembangan potensi dirinya. Anak secara kodratnya, baik secara fisik, psikis, sosial, maupun ekonomi sangat bergantung dan membutuhkan perhatian dari pihak lain, terutama kepada kedua orang tuanya 43

6 untuk mendampingi dan memelihara dirinya sebaik mungkin sampai dengan dewasa. Keberadaan anak yang lahir di luar perkawinan dalam KUHPerdata dinyatakan sebagai anak yang tidak mempunyai hubungan Perdata dengan ibu dan ayah biologisnya. Jika pada anak sah melekat hak mendapatkan pemeliharaan dan pendidikan sampai dengan dewasa sebagaimana ditentukan dalam Pasal 298 ayat (2) KUH Perdata,33 maka terhadap anak yang lahir di luar perkawinan terdapat perbedaan. Bagi anak luar kawin yang disahkan berlaku Pasal 277 KUHPerdata yang mengakibatkan anak tersebut akan berlaku ketentuan-ketentuan undangundang yang sama seolah-olah anak itu dilahirkan dalam perkawinan. Hal ini dapat diartikan bahwa terhadap anak tersebut berlakulah ketentuan undangundang yang diberlakukan terhadap anak yang dilahirkan dalam perkawinan sebagaimana yang terdapat dalam Buku Ke II, Bab Ke XIV KUHPerdata tentang Ketuasaan Orang Tua. Bagi anak luar kawin yang diakui oleh orang tuanya berlakulah ketentuan Pasal 306 KUHPerdata ayat (1) bahwa anak-anak luar kawin yang telah diakui berada dalam perwalian; ayat (2) terhadap mereka berlaku juga Pasal 298. Berdasarkan ketentuan Pasal tersebut dapat diketahui bahwa anak luar kawin yang diakui itu dalam mendapatkan hak pemeliharaan dan pendidikan sama dengan anak sah, namun ia diletakkan di bawah perwalian dikarenakan kedua orang tuanya tidak dalam ikatan perkawinan. Suatu hal yang perlu disampaikan bahwa dalam KUHPerdata, peningkatan status anak luar kawin melalui pranata pengesahan atau pengakuan anak itu 44

7 sangatlah digantungkan pada inisiatif dari kedua orang tuanya atau ayahnya secara sukarela. Dengan kata lain, jika tidak adanya pengesahan atau pengakuan itu, maka haknya untuk mendapatkan pemeliharaan dan pendidikan dari orang tuanya tidak dapat ia dapatkan. Hukum positif Indonesia sekarang, semenjak adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 yang terkait dengan uji materiil Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Pekawinan, mengalami perubahan yang cukup berarti dalam hukum keluarga. Ketentuan Pasal 43 ayat (1) yang tadinya menentukan bahwa anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan Perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya, sekarang harus dibaca anak yang lahir di luar perkawinan mempunyai hubungan Perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta laki-laki sebagai ayahnya. Berdasarkan KUHPerdata dalam Pasal 298 ayat (2) ditentukan bahwa bapak dan ibu, keduanya wajib memelihara dan mendidik anak sekalian anak mereka yang belum dewasa. Kehilangan hak untuk memangku kekuasaan orang tua atau untuk menjadi wali tidak membebaskan mereka dari kewajiban, memberi tunjangan-tunjangan dalam keseimbangan dengan pendapatan mereka, guna membiayai pemeliharaan dan pendidikan itu. Ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan Perdata dengan keluarga ayahnya. Hal tersebut dari sudut kepentingan yang anak lahir di luar perkawinan adalah sebagai suatu jaminan kepastian hukum atas perlindungan hak-hak Perdatanya. Jadi, jika dibandingkan dengan yang diatur dalam BW Baru Belanda, 45

8 maka dapat diketahui bahwa perlindungan anak luar kawin dalam hukum Indonesia jauh lebih menguntungkan bagi anak, karena undang-undang membolehkan anak yang lahir di luar perkawinan untuk berinisiatif menggugat atau memohon pada Pengadilan untuk pembuktikan hubungan darah dengan ayahnya, dan jika pembuktian itu dikabulkan oleh hakim, maka hubungan keperdataan itu tidak hanya pada ayah atau ibu yang mengakuinya saja, tetapi juga terhadap keluarga ibunya dan keluarga ayahnya. Adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 jika dimaknai dari sudut perlindungan anak bagi golongan anak yang tunduk pada KUHPerdata dapat dikatakan sebagai suatu putusan yang mengandung norma hukum yang bersifat progresif. Dikatakan sebagai putusan yang progresif karena dalam hukum progresif mempunyai asumsi dasar bahwa: a. Hukum adalah untuk manusia bukan sebaliknya; b. Sehubungan bahwa hukum adalah institusi yang bertujuan mengantarkan manusia kepada kehidupan yang adil, sejahtera, dan membuat manusia bahagia, maka hakim Mahkamah Konstitusi telah melakukan terobosan hukum atau mengambil keputusan progresif sesuai dengan tuntutan rasa keadilan setiap anak, khususnya bagi anak yang lahir di luar perkawinan yang tunduk pada KUH Perdata, untuk memohon atau menggugat ke pengadilan untuk mendapatkan pemehuhan hak keperdataannya jika orang tuanya tidak melakukan pengakuan atau pengesahan terhadapnya. Dengan demikian, berlaku juga terhadap anak yang berstatus anak sumbang atau anak zina. Secara umum peraturan perundang-undangan telah 46

9 melakukan langkah-langkah untuk memberikan perlindungan terhadap hak anak luar kawin dalam mendapatkan pemeliharaan dan pendidikan, namun efektivitas keberlakuannya bergantung atas aspek penegakan hukum yang dilakukan oleh subjek hukumnya dan kejelasan dari kaidah hukum yang mengaturnya atau menindaklanjutinya. 3. Hak diwakili dalam segala perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan dan Hak mengurus harta bendanya. Dalam hukum Perdata terdapat suatu prinsip yang harus ditegakkan, bahwa seseorang dapat melakukan perbuatan hukum dan dapat dimintakan pertanggungjwabannya adalah terhadap mereka yang diakui kewenangannya untuk berbuat. Kewenangan berbuat itu ada dua pengertiannya, yaitu: a. Kecakapan atau kemampuan berbuat karena memenuhi syarat hukum (bekwaamheid, capacity); b. Kekuasaan atau kewenangan karena diakui oleh hukum walaupun tidak memenuhi syarat hukum (bevoegheid, competence). Perbuatan hukum yang dilakukan oleh orang yang tidak cakap atau tidak mampu menurut hukum adalah tidak sah karena tidak memenuhi syarat hukum. Oleh karena itu, perbuatan hukum yang tidak sah tersebut dapat dimintakan pembatalannya melalui hakim (vernietigbaar). Kepentingan orang yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum harus diurus oleh pihak yang mewakilinya. Kepentingan orang dewasa yang berada di bawah pengampuan 47

10 diurus oleh wali pengampunya, anak yang belum dewasa diurus oleh orang tuanya, dan kepentingan anak yang berada di bawah perwalian diurus oleh walinya. Berdasarkan Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan bahwa anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak di bawah kekuasaan orang tua, berada di bawah kekuasaan wali; ayat (2) bahwa perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya. Dalam ketentuan Pasal 50 tersebut tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai perwalian terhadap anak yang lahir di luar perkawinan, tetapi hanya menentukan bahwa perwalian dilakukan untuk anak yang tidak dalam kekuasaan orang tua. Perwalian (voogdij) adalah pengawasan terhadap anak yang di bawah umur yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua serta pengurusan benda atau kekayaan anak tersebut diatur oleh undangundang. Anak yang berada di bawah perwalian adalah: a. Anak sah yang kedua orang tunya telah dicabut kekuasaannya sebagai orang tua; b. Anak sah yang orang tuanya telah bercerai; c. Anak yang lahir di luar perkawinan. Dalam Undang-Undang Perkawinan tidak secara eksplisit mengatur tentang kepentingan apa saja dari anak yang lahir di luar perkawinan yang dapat dilakukan oleh walinya, sebagaimana terhadap anak sah dalam kekuasaan orang tua yang diatur dalam Pasal 50 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan. 48

11 Sehubungan dengan hal tersebut, Abdulkadir Muhammad berpendapat bahwa karena kekuasaan wali itu sebenarnya mengoper kekuasaan orang tua, maka wali juga dapat mewakili anak dalam segala perbuatan hukumnya baik di dalam maupun di luar pengadilan, perwalian mengenai pribadi anak maupun harta bendanya. Oleh karena anak yang lahir di luar perkawinan tidak dalam kekuasaan orang tua, maka berarti hak untuk wakili anak dalam segala perbuatan hukumnya. Pasal 50 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan menentukan bahwa perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkuatn maupun harta bendanya. Selanjutnya dalam Pasal 51 dan Pasal 52 Undang- Undang Perkawinan mengatur tentang kewajiban seorang wali terhadap harta benda anak yang berada di bawah perwaliannya adalah: a. wajib mengurus anak yang di bawah penguasaannya dan harta bendanya sebaik-baiknya dengan menghormati agama dan kepercayaan anak itu; b. wajib membuat daftar harta benda anak yang berada di bawah kekuasaannya pada waktu memulai jabatannya dan mencatat semua semua perubahan-perubahan harta benda anak atau anak-anak itu; c. bertanggung jawab tentang harta benda anak yang berada di bawah perwaliannya serta kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan atau karena kelalaiannya; dan d. tidak diperbolehkan memindahtangankan atau menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki anak di bawah penguasaannya, 49

12 kecuali apabila kepentingan anak itu menghendakinya. baik di dalam maupun di luar pengadilan, perwalian mengenai pribadi anak maupun harta bendanya diurus walinya. Khusus terhadap anak yang lahir di luar perkawinan yang tunduk pada KUH Perdata, maka haknya untuk diwakili dalam segala perbuatan hukumnya baik di dalam maupun di luar pengadilan, perwalian mengenai pribadi anak maupun harta bendanya, sebagaimana dimaksud dalam KUH Perdata., bahwa: a) Bagi anak luar kawin yang disahkan, kedudukannya tidak di bawah perwalian tetapi ada dalam kekuasaan orang tua, sehingga orang tuanya tersebut yang mewakilinya, sebagaimana kekuasaan orang tua terhadap kedudukan anak sahnya. b) Bagi anak luar kawin yang diakui, perwaliannya dilakukan oleh orang tua yang mengakuinya atau seorang wali yang ditunjuk. c) Bagi anak sumbang karena hubungan perkawinan, yang kedua orang tuanya mendapat dispensasi melakukan perkawinan, kedudukannya tidak di bawah perwalian tetapi ada dalam kekuasaan orang tua, sehingga orang tuanya tersebut yang mewakilinya, sebagaimana kekuasaan orang tua terhadap kedudukan anak sahnya. 50

13 d) Bagi anak zina dan anak sumbang dari hubungan darah, perwaliannya tidak dilakukan oleh ibu atau ayah biologisnya, namun setelah berlakunya Undang- Undang Perkawinan, maka anak tersebut dalam perwalian ibunya atau seorang wali yang ditunjuk. Setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010, maka setiap anak yang lahir di luar perkawinan, baik anak luar kawin, anak sumbang, maupun anak zina mendapat jaminan perlindungan oleh hukum dapat dengan inisiatif sendiri atau oleh pihak yang mewakili kepentingannya memohon atau menggugat ayah biologisnya ke pengadilan untuk guna pemenuhan hak perwaliannya tersebut. 4. Hak dalam mendapatkan warisan bagi anak luar kawin Hak untuk mendapatkan warisan bagi warga yang tunduk pada KUHPerdata mengharuskan adanya hubungan Perdata dengan orang tuanya, dengan cara orang tua kandungnya itu melakukan pengakuan atau pengesahan. Tidak semua anak yang lahir di luar perkawinan dapat disahkan atau diakui oleh orang tuanya. Dalam Pasal 272 KUHPerdata mengatur bahwa, kecuali anak-anak yang dibenihkan dalam zina atau dalam sumbang, tiap-tiap anak yang diperbuahkan di luar pekawin sah apabila kedua orang itu sebelum kawin telah mengakui menurut ketentuan undang-undang atau, apabila pengakuan itu dilakukan dalam akta perkawinan sendiri. Demikian demikian, anak tersebut berkedudukan sebagai anak luar kawin yang disahkan, sehingga terhadapnya berdasarkan Pasal

14 KUHPerdata belaku ketentuan-ketentuan undang-undang yang sama seolah-olah anak itu dilahirkan dalam perkawinan. Sehubungan dengan hal itu, maka hak waris anak luar kawin yang disahkan terhadap orang tuanya tunduk pada ketentuan tentang Pewarisan Para Keluarga Sedarah yang Sah, dan Suami atau Isteri yang Hidup Terlama, pada Buku ke Dua, Bagian II, Bab ke XII KUH Perdata. Berdasarkan Pasal 280 KUHPerdata, terhadap anak luar kawin yang diakui, timbul hubungan Perdata anak luar kawin dengan ayah atau ibunya, termasuk juga hubungan kewarisannya, namun hanya bersifat terbatas, artinya hanya pada hubungan antara anak dengan ibu atau ayah yang mengakuinya saja, sedangkan dengan anggota keluarga lainnya tidak mempunyai hubungan hukum. Bagi anak luar kawin yang telah diakui dapat mewaris bersama-sama dengan golongan I, golongan II, golongan III, dan golongan IV. Dapat dilihat dalam Pasal 863 KUHPerdata bahwa besarnya bagian warisan anak luar kawin yang diakui itu bergantung pada golongan yang bersamasama pada saat mewaris, yaitu: a. Bilamana anak luar kawin mewaris bersama dengan golongan I terdiri dari suami-isteri dan anak beserta keturunannya, maka bagian anak tersebut adalah 1/3 bagian dari yang akan diperolehnya seandainya ia anak sah; b. Bilamana anak luar kawin mewaris bersama-sama dengan golongan II terdiri dari orangtua dan saudara-saudara beserta keturunannya adalah 1/2 bagian dari harta warisan; 52

15 c. Bilamana anak luar kawin mewaris bersama-sama dengan golongan III terdiri dari kakek-nenek serta seterusnya ke atas, atau mewaris bersama-sama dengan golongan IV terdiri dari keluarga dalam garis menyamping yang lebih jauh, termasuk saudarasaudara ahli waris golongan III beserta keturunannya adalah 3/4 bagian dari harta warisan; d. Bilamana anak luar kawin mewaris bersama dengan golongan ahli waris yang derajatnya berbeda, maka bagiannya dihitung dengan melihat keluarga yang terdekat hubungan derajatnya dengan pewaris. Dalam hal adanya pengakuan dari orang tua biologis terhadap anak luar kawinnya, maka hubungan Perdata tersebut bersifat terbatas, yaitu hanya terhadap orang tua yang mengakuinya saja, mempunyai juga batasan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 872 KUHPerdata yang menentukan bahwa undang-undang sama sekali tidak memberikan hak kepada seorang anak luar kawin yang diakui terhadap barang-barang para keluarga sedarah dari kedua orang tuanya, kecuali yang diatur dalam Pasal 873 KUH Perdata. Pasal 873 KUHPerdata mengatur bahwa jika salah seorang keluarga sedarah meninggal dunia dengan tidak meninggalkan sanak saudara dalam derajat yang mengizinkan pewarisan, maupun suami atau isteri yang hidup terlama, maka 53

16 si anak luar kawin adalah berhak menuntut seluruh warisan itu untuk diri sendiri mengenyampingkan negara. 62 Dalam hal demikian anak luar kawin menerima 1/3 bagian dari hak yang sedianya mereka terima, seandainya mereka anak sah. Jadi, cara menghitung hak bagian anak luar kawin adalah mengandaikan mereka anak sah terlebih dahulu baru kemudian dihitung haknya sebagai anak luar kawin. Anak luar kawin yang diakui dengan sah menurut KUHPerdata adalah sebagai ahli waris yang sah. Dia berhak mewarisi dari harta yang ditinggalkan. oleh bapak atau ibu yang mengakuinya tersebut. Begitu juga sebaliknya, jika anak luar kawin telah diakui dengan sah, maka sebagai akibat dari pengakuan itulah dia berstatus sebagai anak dari yang mengakuinya. Mengenai kedudukan dia dalam keluarga, anak luar kawin tidak berbeda dengan anak kandungnya sendiri, sedangkan mengenai berapa besar hak waris anak luar kawin itu terhadap pewaris sangat tergantung bersama siapa anak luar kawin itu mewaris. Dengan demikian, KUHPerdata tidak hanya memandang status hukum formal semata-mata terhadap anak luar kawin, lain halnya dengan UU No. 1 Tahun 1974 yang lebih selektif dalam menilai kedudukan anak, bukan hanya status formal saja yang menjadi pertimbangan hukum, namun status nasab (keturunan) juga harus jelas Abnan Pancasilawati, Perlindungan Hukum Bagi Hak-Hak Keperdataan Anak Luar Kawin, STAIN Samarinda, Vol.6 No. 2, Hlm Ahmad Adib, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Lahir Diluar Perkawinan Menurut UU No. 1 Tahuun 1974 Dan KUHPerdata (Studi Perbandingan), Skripsi S1, Fakultas Syari ah IAIN Walisongo, Semarang 2010, Hlm

17 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG KEDUDUKAN ANAK SUMBANG TERHADAP HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA A. Kedudukan Anak Sumbang Dalam Penerimaan Harta Warisan Menurut Pasal 867 KUHPerdata. 1. Anak Sumbang Menurut KUHPerdata Dalam KUHPerdata ada dua macam anak luar nikah (perkawinan) yaitu anak luar perkawinan yang dapat diakui dan dan anak luar kawin yang tidak dapat diakui. Anak luar nikah mempunyai dua pengertian yaitu: a. Anak luar kawin yang dapat diakui adalah anak yang dilahirkan oleh seorang ibu, tetapi yang tidak dibenihkan oleh seorang pria yang berada dalam ikatan perkawinan sah dengan ibu si anak tersebut dan tidak termasuk di dalam kelompok anak zina dan anak-anak sumbang. 64 Menurut Pasal 280 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa Dengan pengakuan yang dilakukan terhadap seorang anak luar kawin, timbullah hubungan Perdata antara si bapak atau ibunya. 65 Menurut Pasal 281 KUHPerdata bahwa Pengakuan terhadap anak luar kawin, apabila yang demikian itu tidak telah dilahirkan dalam akta kelahiran si anak atau pada waktu perkawinan berlangsung, dapat dilakukan dengan tiap-tiap akta otentik. Pengakuan yang demikian dapat juga dilakukan dengan akta yang 64 J. Satrio, op.cit, Hlm R. Subekti, dan R. Tjitrosudibio, op.cit, Hlm

18 dibuat oleh pegawai catatan sipil dan dibukukan dalam register kelahiran menurut hari penanggalannya. Pengakuan ini harus dicatat dalam jihat akta kelahiran. 66 Dengan adanya pengakuan ini, status anak luar nikah tersebut diakui antara lain dalam pemberian izin nikah, kewajiban timbal balik dalam pemberian nafkah, perwalian, hak memakai nama, mewaris, dan sebagainya. Setelah adanya pengakuan dari orang tuanya, maka menurut kitab Undang-Undang Hukum Perdata pengakuan tersebut harus ada pengesahan dengan cara: 1) Perkawinan Orang Tuanya. Menurut Pasal 285 KUHPerdata pengesahan karena perkawinan orang tua yaitu bilamana seorang anak dibenihkan di luar perkawinan, menjadi anak sah apabila sebelum perkawinan orang tuanya telah mengakui anak luar nikah itu sebagai anaknya. Pengakuan itu dapat dilakukan sebelum perkawinan atau sekaligus dalam akte perkawinannya. 67 2) Surat Pengesahan (Pasal 275 KUHPerdata). Menurut Pasal 275 KUHPerdata bahwa : Dengan cara yang sama seperti yang diatur dalam pasal yang lalu, dapat juga disahkan anak di luar kawin yang telah diakui menurut undang-undang; 1. bila anak itu lahir dari orang tua, yang karena kematian salah seorang dari mereka, perkawinan mereka tidak jadi dilaksanakan; 2. bila anak itu dilahirkan oleh seorang ibu, yang termasuk golongan Indonesia atau yang disamakan dengan golongan itu; bila ibunya meninggal dunia atau bila ada keberatankeberatan penting terhadap perkawinan orang tua itu, menurut pertimbangan Presiden. 66 Ibid, 67 J. Satrio, op.cit, Hlm

19 b. Mengenai pengertian anak luar kawin yang tidak dapat diakui ada dua golongan yaitu: 1) Anak Zina (Overspeleg Kind) Anak zina adalah anak yang lahir dari hubungan antara seorang lakilaki dan seorang perempuan di mana salah satu atau keduannya terikat dalam ikatan perkawinan yang sah dengan pihak lain. 2) Anak Sumbang (Bloed Schenneg / darah yang dikotori). Anak sumbang yaitu anak yang dilahirkan dari hubungan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, yang diantara keduanya terdapat larangan untuk menikah (karena terdapat hubungan darah, misalnya kakak dengan adik). 68 Anak-anak tersebut menurut Pasal 283 yang berbunyi: Anak yang dilahirkan karena perzinaan atau penodaan darah (incest, sumbang), tidak boleh diakui tanpa mengurangi ketentuan Pasal 273 mengenai anak penodaan darah yaitu tidak dapat diakui. Dan mengenai hak waris anak-anak ini Pasal 867 KUHPerdata menentukan bahwa mereka tidak dapat mewaris dari orang yang membenihkanya. Tetapi Undang-Undang memberikan kepada mereka hak menuntut pemberian nafkah seperlunya terhadap boedel (warisan yang berupa kekayaan saja), nafkah 68 Benyamin Asri,op.cit. hlm

20 ditentukan menurut si ayah atau si ibu serta jumlah dan keadaan para pewaris yang sah Hak Waris Anak Sumbang Menurut Pasal 867 KUHPerdata Pada dasarnya adalah adanya ketentuan dalam Pasal 867 KUHPerdata yang menyatakan, bahwa peraturan mengenai hukum waris anak luar kawin, tidak berlaku bagi anak yang dibenihkan dalam zina atau dalam sumbang. Karena anak tersebut tidaka diatur warisannya dalam KUHPerdata, maka kesimpulannya adalah bahwa mereka tidak berhak untuk mewaris. Yang sekarang kita perlu ketahui adalah siapakah yang dinamakan anak zina dan anak sumbang? Untuk jelasnya kita buatkan skema daripada anak lebih dahulu. Anak sah anak zina Anak-anak anak sumbang Anak tidak sah = anak luar kawin yang dapat diakui anak luar kawin Anak zina adalah anak yang dilahirkan dari hubungan antara dua orang, laki-laki dan perempuan, yang bukan suami isteri, dimana salah satu atau keduaduanya terikat dalam suatu perkawinan dengan orang lain. Anak sumbang adalah anak-anak yang dilahirkan dari hubungan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah yang dekat, sehingga diantara mereka dilarang oleh Undang-Undang untuk menikah. 69 Ali Afandi, Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian Menurut KUH Perdata (BW), (Jakarta: Bina Aksara, 1984), Cet. II,. Hlm.43 58

21 Kepada anak-anak sumbang dan anak-anak zina Undang-Undang tidak memberikan hak mewaris, tetapi Undang-Undang memberikan kepada mereka hak menuntut pemberian nafkah seperlunya terhadap budel (Pasal 867 ayat 2), yang besarnya tidak tertentu, tergantung dari besarnya kemampuan bapak atau ibunya dan keadaan para ahli waris sah. Keadaan ahli waris yang sah, apakah mereka mampu atau miskin, turut menentukan besarnya hak alimentasi anak-anak zina atau sumbang. Di sini nampak benar pembuat Undang-Undang mendahulukan kepentingan keluarga yang sah. Yang kita kemukakan di atas adalah tuntutan anak zina dan anak sumbang terhadap boedel. Jadi sesudah bapak atau ibu alamiahnya meninggal dunia, tetapi kalau pada waktu hidupnya si bapak atau ibu alamiah, anak tersebut telah menikmati jaminan nafkah dari padanya, maka anak-anak tersebut tak mempunyai hak tuntut lagi terhadap warisan bapak dan ibu alamiahnya. 70 Ketiga unsur hukum waris sebagai syarat adanya pewarisan, kalau tidak ada salah satunya maka hukum waris tidak bisa diberlakukan/ tidak terlaksana tanpa adanya : a. Pewaris Dalam Pasal 830 BW yang berbunyi bahwa, Pewarisan hanya berlangsung karena kematian. Pewaris adalah seseorang yang meninggal dunia, baik laki-laki maupun perempuan yang meninggalkan sejumlah harta kekayaan, maupun hak-hak yang 70 J. Satrio, op.cit, Hlm

22 diperoleh beserta kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan selama hidupnya, baik dengan surat wasiat maupun tanpa surat wasiat. Karenanya adalah penting artinya untuk menetapkan dengan teliti saat meninggal. 71 b. Ahli waris (Erfenaam) KUHPerdata tidak membedakan ahli waris laki-laki dan perempuan, juga tidak membedakan urutan kelahiran, hanya ada ketentuan bahwa ahli waris golongan pertama jika masih ada maka akan menutup hak anggota keluarga lainnya dalam dalam garis lurus ke atas maupun ke samping. Demikian pula golongan yang lebih tinggi derajatnya menutup yang lebih rendah derajatnya. Ahli Waris harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut untuk dapat menerima warisan, yaitu meliputi: 1) Pewaris telah meninggal dunia. 2) Ahli waris atau para ahli waris harus ada pada saat pewaris meninggal dunia. Ketentuan ini tidak berarti mengurangi makna ketentuan pasal 2 hukum perdata, yaitu: anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan dianggap sebagai telah dilahirkan, bilamana kepentingan si anak menghendakinya. Apabila ia meninggal saat dilahirkan, ia dianggap tidak pernah ada. Berarti, 71 A Pitlo, Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Hukum Perdata Belanda, (Jakarta : PT Intermasa, 1990), Hlm

23 bayi dalam kandungan juga sudah diatur haknya oleh hukum sebagai ahli waris dan telah dianggap cakap untuk mewaris. 3) Seseorang ahli waris harus cakap serta berhak mewaris, dalam arti ia tidak dinyatakan oleh undang-undang sebagai seorang yang tidak patut mewaris karena kematian, atau tidak dianggap sebagi tidak cakap untuk menjadi ahli waris. 72 c. Warisan (nalaten schap) Warisan atau yang disebut harta warisan yaitu: wujud kekayaan yang ditinggalkan dan selalu beralih kepada para ahli waris tersebut. Dalam sistem BW tidak mengenal istilah harta asal dan harta gono-gini atau harta yang diperoleh bersama di dalam perkawinan, sebab harta warisan dalam BW dari siapapun juga merupakan kesatuan yang secara bulat dan utuh dalam keseluruhan akan beralih dari tangan pewaris kepada seluruh ahli warisnya; artinya dalam KUHPerdata tidak dikenal perbedaan pengaturan atas dasar macam atau asal barang-barang yang ditinggalkan pewaris. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 849 BW. 73 Sebelum ada pembagian warisan maka kepada ahli waris ada beberapa ketentuan-ketentuan tentang kewajiban-kewajiban yang harus dilunasi kewajiban dari mayit yaitu: Pembayaran utang-utang mayit, pengurusan mayit, hibah wasiat. Dalam Pasal diakses pada hari Senin Tanggal 09-Juli-2017 Pukul. 11:07 73 Benyamin Asri, op. cit, Hlm

24 disebutkan; Para waris yang telah menerima suatu warisan diwajibkan dalam hal pembayaran hutang, hibah wasiat dan lain-lain, memikul bagian yang seimbang dengan apa yang diterima masing-masing dari warisan. Dalam hal pengurusan mayat yaitu pemakaman mayat bahwa harta warisan yang pertama harus dimanfaatkan untuk membayar segala keperluan guna terlaksananya pemakaman mayat tersebut. Dalam hal ini Burgerlijk Wetboek tidak meancantumkan dalam bagian warisan, akan tetapi dalam Pasal 1149 kedua, yang menjelaskan biaya pemakaman mayit itu sebagai utang preferent, yaitu terlebih dahulu diutamakan pembayarannya dari harta warisannya, sebelum utang yang lain dilunasi. 74 Hanya satu jenis utang yang harus lebih diutamakan pembayarannya sebelum biaya pemakaman, yaitu biaya untuk menyita barang-barang yang bersangkutan guna untuk dilelangkan barang-barang itu di muka umum untuk melunasi utang-utang, itu bila mana harta warisan tidak memenuhi untuk dibayar semua utang-utangnya. 75 Menurut Pasal 838 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang dianggap tidak patut menjadi ahli waris dan karenanya dikecualikan dari pewarisan ialah: 1. Mereka yang dengan putusan hakim dihukum karena dipersalahkan telah membunuh, atau mencoba membunuh orang yang meninggal. 2. Mereka yang dengan putusan hakim pernah dipersalahkan, karena secara fitnah telah mengajukan pengaduan terhadap orang yang 74 Omar Salim, op.cit, Hlm Ibid, 62

25 meninggal, ialah pengaduan telah melakukan sesuatu kejahatan yang terancam dengan hukuman penjara lima tahun lamanya atau hukuman yang lebih berat. 3. Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah orang yang meninggal untuk membuat atau mencabut surat wasiatnya; 4. Mereka yang telah menggelapkan, merusak, atau memalsukan surat wasiat orang yang sudah meninggal. Menurut Pasal 840 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW), anakanak dari ahli waris yang tidak pantas itu, tidak boleh dirugikan oleh salahnya orang tua apabila anak-anak itu menjadi ahli waris atas kekuatan sendiri (uiteigenhoofde) artinya apabila menurut hukum warisan anak-anak itu tanpa perantara orang tuanya mendapat hak selaku ahli waris. 76 Akibat dari perbuatan ahli waris tersebut yang tidak pantas mengenai barang warisan adalah batal, dan bahwa seorang hakim dapat menyatakan tidak pantas itu dalam jabatannya dengan tidak perlu menunggu penuntutan dari pihak apapun juga. Selanjutnya dalam Pasal 839 KUHPerdata (BW), mewajibkan seorang ahli waris yang tidak pantas itu untuk mengembalikan hasil yang ia telah petik dari barang-barang warisan. 77 Setiap notaris yang dengan perantaranya telah membuat akta dari sesuatu wasiat dan segala saksi yang telah menyaksikan pembuatan akta itu (demikian juga pendeta yang telah melayani atau tabib yang merawat orang meninggal itu 76 Wirjono Prodjodikoro, op.cit, Hlm Ibid, 63

26 selama sakitnya yang terakhir), semua mereka itu tidak diperbolehkan menikmati sedikit pun dari wasiat itu yang telah dihibahkannya. 78 Dalam hukum kewarisan, status anak sumbang sebagaimana diketahui dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 867 berbunyi: Ketentuanketentuan tersebut di atas ini tidak berlaku bagi anak-anak yang lahir dari perzinaan atau sumbang. Undang undang hanya memberikan nafkah seperlunya kepada mereka. Dalam Pasal di atas ada dua status anak yang mana tidak berhak menuntut atas waris dari kedua orang tua mereka selama mendapat asupan nafkah selama hidupnya anak tersebut yaitu; Anak zina (Overspeleg kind) dan anak sumbang (Bloed Schenneg/ darah yang dikotori). Pasal 868 KUHPerdata juga menjelaskan tentang hak waris terhadap sumbang. Undangundang hanya memberikan kepada anak sumbang hak menuntut pemberian nafkah seperlunya terhadap harta yang besarnya tidak tertentu tergantung dari besarnya kemampuan bapak atau ibunya dan keadaan para ahli waris yang sah.100 Keadaan ahli waris yang sah, apakah mereka mampu atau miskin, turut menentukan besarnya hak alimentasi anak-anak zina atau sumbang hal ini sesuai dengan Pasal 868 KUH Perdata, yaitu nafkah diatur sesuai kekayaan bapak atau ibu. Harus ditegaskan pula, bahwa tuntutan anak seperti itu akan memperoleh sesuatu dari harta warisan, bukanlah merupakan sesuatu tuntutan sebagai ahli waris, tetapi sebagai suatu tuntutan seperti dari seorang piutang (kreditur) Subekti, op.cit, Hlm J. Satrio, op. cit. hlm Ibid, 64

27 Adakalanya anak seperti ini, oleh si ibu atau si bapak pada waktu mereka masih hidup, sudah dijamin penghidupanya. Kalau ini terjadi maka menurut Pasal 869 KUH Perdata, untuk anak seperti ini sama sekali tidak ada kemungkinan untuk mendapatkan bagian harta warisan yang ditinggalkan oleh sanak keluarga dari atau si bapak. 81 B. Analisis Hukum Islam Terhadap Pasal 867 KUHPerdata Terkait Kedudukan Anak Sumbang Terhadap Harta Warisan 1. Hak Waris Anak Sumbang Menurut Hukum Islam Dalam hukum Islam terdapat dua faktor yang menyebabkan adanya pewarisan yaitu : a. Adanya hubungan kekrabatan (Nasab). b. Adanya perkawinan yang sah. Telah diketahui dalam hukum Islam anak zina sama kedudukannya dengan anak mula anah yaitu anak hasil hubungan di luar perkawinan yang sah, Sedangkan anak mula anah terjadi setelah adanya tuduh-menuduh zina diantara kedua suami-istri. Mereka sama dinasabkan kepada ibunya saja. Masing-masing terputus hubungan nasabnya dengan ayahnya. Oleh karena itu mereka dapat mempusakai orang tuanya dari pihak ibu, bukan dari pihak ayah. 82 Sandaran para jumhur-ulama dalam ketetapan tersebut, bahwa anak zina mendapatkan waris dari pihak ibu, yaitu dalam hadis : Rasulullah s.a.w menjadikan hak waris anak mula anah kepada ibunya dan ahli waris ibu. 81 Wiryono Projdodikoro. loc.cit. 82 Muhamad Bin Ahmad Ibnu, Bidayatul-Mujtahid, Kairo, juz II 65

28 Mereka juga dapat mempusakai ibunya dan kerabat ibunya dengan jalan fardh saja tidak dengan jalan lain. Demikian juga ibunya dan kerabat-kerabat ibunya dapat mewarisi harta peninggalannya dengan jalan faradh juga. Hak mereka untuk mempusakai dan dipusakai dengan jalan ushubah-nasabiyah. 83 Sedangkan anak sumbang tidak ada dalam hukum Islam karena dalam hukum Islam hanya mengenal anak sah dan anak zina, namun dalam kasus ini, anak sumbang disamakan dengan anak zina karena anak tersebut lahir di luar perkawinan. Sebab sabda Nabi Muhammad SAW: Anak yang lahir adalah milik pemilik kasur (suami) dan pezinanya di hukum. Kemudian dalam Pasal 186 KHI yaitu anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan saling mewaris dengan dengan ibunya dan keluarga ibunya. jelas hal ini harus diikuti oleh masyarakat muslim di Indonesia. Maka, dari ketiga faktor di atas sudah jelas bahwa anak zina dan anak mula anah dinasabkan kepada ibunya dan mempunyai hubungan mewaris dengan ibunya begitu juga dengan perwalian yang bisa menjadi wali adalah dari pihak ibu ke atas. 2. Kedudukan Anak Sumbang Dalam Hal Penerimaan Harta Warisan Ditinjau dari Hukum Islam Terhadap Pasal 867 KUHPerdata. Didalam Pasal 76 KHI disebutkan bahwa batalnya suatu perkawinan tidak akan memutuskan hubungan hukum antara anak dengan orang tuanya. Salah satu alasan batalnya perkawinan dalam pasal 70 KHI disebutkan adanya perkawinan yang dilakukan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah. Dalam KHI 83 Hasanain Muhammad Makhluf Al-Mawarits fi-syari atil- Islamiyah Kairo Lajnatul- Bayan Al-Araby, Cet. III 66

29 dinyatakan bahwa anak yang lahir di luar perkawinan hanya memiliki nasab dengan ibu dan keluarga ibunya (Pasal 100 KHI) sehingga anak luar kawin tersebut hanyalah mewarisi dari ibu dan keluarga ibunya (Pasal 186 KHI), karena pada prinsipnya setiap perkawinan harus didaftarkan/dicatatkan (Pasal 5 Ayat 1 KHI). Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VII/2010 menyatakan bahwa anak luar kawin memiliki hubungan hukum dengan ayahnya jika dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti berdasarkan teknologi, hanyalah berakibat bahwa si anak tersebut barhak atas nafkah sehari-hari dan biaya sampai dia dewasa. Hal ini juga ditegaskan MUI yang menyatakan bahwa anak luar kawin hanyalah berhak atas wasiat wajib. Adapun pembuktian asal usul anak, Undang-Undang Perkawinan mengaturnya dalam Pasal 55, dan Kompilasi menjelaskannya dalam Pasal 103 yang isinya sama: (1) Asal-usul seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan akta kelahiran atau alat bukti lainnya. (2) Bila akta kelahiran atau akta lainnya tersebut dalam ayat (1) tidak ada, maka Pengadilan Agama dapat mengeluarkan penetapan tentang asal-usul seorang anak setelah mengadakan pemeriksaan yang teliti berdasarkan bukti-bukti yang sah. (3) Atas dasar ketetapan Pengadilan Agama tersebut ayat (2) maka Instansi Pencatat Kelahiran yang ada dalam daerah hukum Pengadilan Agama tersebut mengeluarkan akta kelahiran bagi anak yang bersangkutan. 67

30 Ketentuan hukum perlunya akta kelahiran sebagai bukti otentik asal-usul anak, meski sesungguhnya telah diupayakan sejak lama, secara metodologis ia merupakan inovasi hukum positif terhadap ketentuan hukum dalam hukum Islam. Jika dalam hukum Islam asal-usul anak dapat diketahui dengan adanya ikatan perkawinan yang sah, dipertegas dengan batasan minimal atau maksimal yang lazim usia janin dalam kandungan, maka pembuktian secara formal kendati ini bersifat administratif, asal-usul anak dengan akta kelahiran atau surat kelahiran. Penetuan perlunya akta kelahiran tersebut, didasarkan atas prinsip maslahat mursalah, yaitu merealisasikan kemaslahatan bagi anak. Selain anak akan mengetahui secara persis siapa orang tuanya, juga apabila suatu saat timbul permasalahan, dengan bantuan akta anak tersebut dapat melakukan upaya hukum. 84 Dalam KUHPerdata Pasal 867 berbunyi: Ketentuan-ketentuan tersebut di atas ini tidak berlaku bagi anak-anak yang lahir dari perzinaan atau penodaan darah. Undang undang hanya memberikan nafkah seperlunya kepada mereka. Dalam Pasal di atas ada dua status anak yang mana tidak berhak menuntut atas waris dari kedua orang tua mereka selama mendapat asupan nafkah selama hidupnya anak tersebut yaitu; Anak zina (Overspeleg kind) dan anak sumbang (Bloed Schenneg/ darah yang dikotori). Pasal 868 KUH Perdata juga menjelaskan tentang hak waris terhadap sumbang. Undang-undang hanya memberikan kepada anak sumbang hak menuntut pemberian nafkah seperlunya terhadap harta yang besarnya tidak tertentu tergantung dari Keadaan ahli waris yang sah, apakah 84 diakses pada hari Senin Tanggal 09-Juli-2017 Pukul. 11:07 WIB 68

31 mereka mampu atau miskin, turut menentukan besarnya hak alimentasi anak-anak zina atau sumbang hal ini sesuai dengan Pasal 868 KUHPerdata, yaitu nafkah diatur sesuai kekayaan bapak atau ibu. Harus ditegaskan pula, bahwa tuntutan anak seperti itu akan memperoleh sesuatu dari harta warisan, bukanlah merupakan sesuatu tuntutan sebagai ahli waris, tetapi sebagai suatu tuntutan seperti dari seorang piutang (kreditur). 85 Adakalanya anak semacam ini oleh si ibu atau si bapak pada waktu mereka masih hidup, sudah dijamin penghidupanya. Kalau ini terjadi maka menurut pasal 869 KUHPerdata, untuk anak seperti ini sama sekali tidak ada kemungkinan untuk mendapatkan bagian harta warisan yang ditinggalkan oleh sanak keluarga dari atau si bapak J. Satrio, op. cit. hlm Ibid 69

32 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Setelah diuraikan tentang kedudukan anak sumbang dalam penerimaan harta warisan yang mencakup juga tentang status anak, hak keperdataan anak luar kawin, dan hak nasab, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Anak sumbang menurut KUHPerdata yaitu anak yang dilahirkan dari hubungan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, yang diantara keduanya terdapat larangan untuk menikah (karena terdapat hubungan darah, misalnya: kakak dengan adik), dan anak tersebut bukan anak sah dan tidak dapat diakui pula. Oleh karena kedudukannya sebagai anak luar kawin, maka berdasarkan Pasal 867 KUHPerdata ia tidak mendapatkan harta warisan dari orang tuanya, melainkan hanya mendapatkan nafkah saja, itupun sebatas kemampuan orang tuanya. 2. Berdasarkan Pasal 867 KUHPerdata anak sumbang tidak mendapatkan warisan, tetapi hanya mendapatkan nafkah dari orang tuanya, sedangkan Hukum Islam memandang dalam Pasal 186 KHI bahwa anak sumbang dinasabkan kepada ibunya, dan juga akan mendapatkan waris dari pihak ibunya, sedangkan dalam KUHPerdata tidak demikian. 70

33 B. Saran 1. Dalam usaha penyusunan Hukum Waris Nasional sebaiknya Pemerintah dengan DPR harus melakukan secara hati-hati, mengingat akan sifat pekanya bidang ini yang memang erat sekali hubungannya dengan Agama dan kebudayaan agar tidak menimbulkan keresahan dalam masyarakat. 2. Disarankan juga kepada Badan Legislatif yang berwenang membuat suatu peraturan khusus yang mengatur agar anak luar kawin memiliki kepastian hukum, perlindungan hukum, dan kesejahteraan sebagai anak luar kawin yang tercukupi kebutuhannya sekaligus agar ia dapat mewaris layaknya anak sah. 71

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan 46 BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata Sebelum penulis membahas waris anak sumbang dalam KUH Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan yang mana

Lebih terperinci

BAB III KETENTUAN HAK WARIS ANAK ZINA MENURUT PASAL 869 KUH PERDATA. pada BW, merupakan bagian dari hukum harta kekayaan, oleh karena itu

BAB III KETENTUAN HAK WARIS ANAK ZINA MENURUT PASAL 869 KUH PERDATA. pada BW, merupakan bagian dari hukum harta kekayaan, oleh karena itu BAB III KETENTUAN HAK WARIS ANAK ZINA MENURUT PASAL 869 KUH PERDATA A. Pengertian Waris dan Anak Zina 1. Waris Dalam KUH Perdata Hukum waris merupakan konsepsi hukum perdata barat yang bersumber pada BW,

Lebih terperinci

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN DALAM HUKUM PERDATA (BURGERLIJK WETBOEK) A. Pengertian Anak Luar Kawin Menurut Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Anak menurut bahasa adalah

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN 1. Akibat Hukum Terhadap Kedudukan, Hak dan Kewajiban Anak dalam Perkawinan yang Dibatalkan a. Kedudukan,

Lebih terperinci

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1 A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata Anak dalam kandungan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) memiliki

Lebih terperinci

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH Hukum Keluarga dan Waris HUKUM WARIS ISTILAH Didalam hukum waris dikenal istilah-istilah seperti pewaris, ahli waris, harta waris, boedel, testament, legaat, dan legitieme portie[1]. Yang dimaksud Pewaris

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau beberapa orang lain. Intinya adalah peraturan yang mengatur akibat-akibat

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau beberapa orang lain. Intinya adalah peraturan yang mengatur akibat-akibat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Waris Hukum waris menurut para sarjana pada pokoknya adalah peraturan yang mengatur perpindahan kekayaan seseorang yang meninggal dunia kepada satu atau beberapa

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Sumber: LN 1974/1; TLN NO. 3019 Tentang: PERKAWINAN Indeks: PERDATA. Perkawinan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa meninggal dunia di dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 48 BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Kriteria Anak Luar Nikah dalam Kompilasi Hukum Islam Dalam Kompilasi Hukum Islam selain dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul amanah dan tanggung jawab.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai anak sah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

BAB I PENDAHULUAN. mengenai anak sah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status anak dalam hukum keluarga dapat dikategorisasikan menjadi dua macam yaitu: anak yang sah dan anak yang tidak sah. Pertama, Definisi mengenai anak sah diatur

Lebih terperinci

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN. Pasal 1. Pasal 2

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN. Pasal 1. Pasal 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN Pasal 1 Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri

Lebih terperinci

BAB V. KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata

BAB V. KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata BAB V KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata Dalam pembahasan bab ini merupakan ulasan mengenai titik singgung antara pembagian kewarisan dalam KHI, CLD KHI dan

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015 AHLI WARIS PENGGANTI MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Patricia Diana Pangow 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan seseorang sebagai

Lebih terperinci

BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA. Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek

BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA. Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA A. Hukum kewarisan perdata Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek yang sering disebut BW adalah kumpulan peraturan yang mengatur mengenai kekayaan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP STATUS NASAB DAN KEWAJIBAN NAFKAH ANAK YANG DI LI AN AYAHNNYA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA INDONESIA

BAB IV ANALISIS TERHADAP STATUS NASAB DAN KEWAJIBAN NAFKAH ANAK YANG DI LI AN AYAHNNYA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA INDONESIA BAB IV ANALISIS TERHADAP STATUS NASAB DAN KEWAJIBAN NAFKAH ANAK YANG DI LI AN AYAHNNYA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA INDONESIA A. Status Nasab Dan Kewajiban Nafkah Anak Yang Di Li an Menurut Hukum

Lebih terperinci

BAB IV. PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KUHPerdata

BAB IV. PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KUHPerdata BAB IV PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KUHPerdata A. Kewarisan dalam KUHPerdata Dalam KUHPerdata Hukum kewarisan diatur dalam Buku II KUHPerdata. Jumlah pasal yang mengatur hukum waris sebanyak

Lebih terperinci

HAK DAN KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1 Oleh : Dirga Insanu Lamaluta 2

HAK DAN KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1 Oleh : Dirga Insanu Lamaluta 2 HAK DAN KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1 Oleh : Dirga Insanu Lamaluta 2 Abstrak Setiap anak yang dilahirkan atau dibuahkan dalam ikatan perkawinan sah adalah anak sah. Anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang di dalamnya terdapat beraneka ragam kebudayaan yang berbeda-beda tiap daerahnya. Sistem pewarisan yang dipakai di Indonesia juga

Lebih terperinci

HUKUM KELUARGA ANAK RAHMAD HENDRA FAKULTAS HUKUM UNRI

HUKUM KELUARGA ANAK RAHMAD HENDRA FAKULTAS HUKUM UNRI HUKUM KELUARGA ANAK RAHMAD HENDRA FAKULTAS HUKUM UNRI A N A K Dalam Hukum Keluarga, ada beberapa macam penyebutan anak, yaitu : Anak Sah Anak Luar Kawin Anak Angkat (BW : Anak Adopsi) FH UNRI 2 ANAK SAH

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 AKIBAT HUKUM HAK MEWARIS ANAK DI LUAR PERKAWINAN DITINJAU DARI KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Fahmi Saus 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana aturan

Lebih terperinci

melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1

melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan anugerah yang diberikan Allah kepada hamba- Nya melalui hasil pernikahan guna meneruskan kehidupan selanjutnya. Secara umum anak adalah seorang

Lebih terperinci

PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN TERHADAP PIHAK KETIGA (PASCA PUTUSAN MAHKMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015) Oleh

PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN TERHADAP PIHAK KETIGA (PASCA PUTUSAN MAHKMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015) Oleh PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN TERHADAP PIHAK KETIGA (PASCA PUTUSAN MAHKMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015) Oleh Ahmad Royani Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan Abstrak

Lebih terperinci

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA NO PERBEDAAN BW/KUHPerdata Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 1 Arti Hukum Perkawinan suatu persekutuan/perikatan antara seorang wanita dan seorang pria yang diakui sah oleh UU/ peraturan negara yang bertujuan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016 KEDUDUKAN ANAK AKIBAT BATALNYA PERKAWINAN KARENA HUBUNGAN DARAH MENURUT HUKUM POSITIF 1 Oleh: Afrince A. Fure 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehidupan manusia di dalam perjalanan di dunia mengalami 3 peristiwa yang

I. PENDAHULUAN. Kehidupan manusia di dalam perjalanan di dunia mengalami 3 peristiwa yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia di dalam perjalanan di dunia mengalami 3 peristiwa yang penting yaitu pada waktu ia dilahirkan, waktu ia kawin, dan waktu ia meninggal dunia (Ali Afandi,

Lebih terperinci

BAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE

BAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE 30 BAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE NO. 49/08 YANG TERDAFTAR PADA KANTOR DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL

Lebih terperinci

BAB II KEWENANGAN KURATOR VENTRIS UNTUK MEWAKILI KEPENTINGAN ANAK DALAM KANDUNGAN JANDA DARI PERNIKAHAN SIRI

BAB II KEWENANGAN KURATOR VENTRIS UNTUK MEWAKILI KEPENTINGAN ANAK DALAM KANDUNGAN JANDA DARI PERNIKAHAN SIRI 24 BAB II KEWENANGAN KURATOR VENTRIS UNTUK MEWAKILI KEPENTINGAN ANAK DALAM KANDUNGAN JANDA DARI PERNIKAHAN SIRI A. Perkawinan Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 1. Pengertian dan Syarat Sahnya Perkawinan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA A. Pengertian Perkawinan Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan nomor 1 Tahun 1974. Pengertian perkawinan menurut Pasal

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah DUNIA ILMU Vol.2 No.1 Maret 2016

Jurnal Ilmiah DUNIA ILMU Vol.2 No.1 Maret 2016 KEDUDUKAN HUKUM ANAK TIDAK SAH SEBELUM DAN SETELAH PUTUSAN MAHKMAAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU/VII/2010 Oleh : Vivi Hayati. SH.,MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Samudera Langsa ABSTRAK Seperti kita ketahui

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 82 A. Kesimpulan 82 B. Saran. 86 DAFTAR PUSTAKA 88

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 82 A. Kesimpulan 82 B. Saran. 86 DAFTAR PUSTAKA 88 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Rumusan Masalah.. 4 C. Tujuan Penelitian. 4 D. Manfaat Penelitian.. 5 E. Metode Penelitian...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sayang keluarga, tukar pikiran dan tempat untuk memiliki harta kekayaan. 3 apa yang

BAB I PENDAHULUAN. sayang keluarga, tukar pikiran dan tempat untuk memiliki harta kekayaan. 3 apa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjalani kehidupan sebagai suami-isteri hanya dapat dilakukan dalam sebuah ikatan perkawinan. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, arah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1 Tinjauan tentang Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) adalah ketentuan hukum perdata yang berlaku di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan 1. Latar Belakang Anak merupakan generasi penerus keluarga. Anak juga merupakan aset bangsa yang sangat berharga; sumber daya manusia yang berperan penting

Lebih terperinci

BAB IV MENGAPA HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA NOMOR 0091/ Pdt.P/ 2013/ PA.Kdl. TIDAK MENJADIKAN PUTUSAN MAHKAMAH

BAB IV MENGAPA HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA NOMOR 0091/ Pdt.P/ 2013/ PA.Kdl. TIDAK MENJADIKAN PUTUSAN MAHKAMAH BAB IV MENGAPA HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA NOMOR 0091/ Pdt.P/ 2013/ PA.Kdl. TIDAK MENJADIKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI DASAR HUKUM PUTUSAN Pengadilan Agama Kendal telah memeriksa dan memberi

Lebih terperinci

BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974.

BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974. BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974. A. Pendahuluan Perkawinan merupakan sebuah institusi yang keberadaannya diatur dan dilindungi oleh hukum baik agama maupun negara. Ha

Lebih terperinci

Waris Menurut BW Bab I Pendahuluan

Waris Menurut BW Bab I Pendahuluan Waris Menurut BW Bab I Pendahuluan Disusun Oleh: Dimas Candra Eka 135010100111036(02) Hariz Muhammad 135010101111182(06) Nyoman Kurniadi 135010107111063 (07) Edwin Setyadi K. 135010107111071(08) Dewangga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ketentuan syari'at sesuai dengan maksud pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ketentuan syari'at sesuai dengan maksud pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam pencatatan perkawinan, banyak istilah yang digunakan untuk menunjuk sebuah perkawinan yang tidak tercatat, ada yang menyebut kawin di bawah tangan, kawin syar'i, kawin

Lebih terperinci

IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 46/PUU- VIII/2010 TERHADAP ANAK DARI PERKAWINAN SIRI. Oleh : Pahlefi 1

IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 46/PUU- VIII/2010 TERHADAP ANAK DARI PERKAWINAN SIRI. Oleh : Pahlefi 1 IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 46/PUU- VIII/2010 TERHADAP ANAK DARI PERKAWINAN SIRI Oleh : Pahlefi 1 Abstrak Putusan Mahkamah Konstitusi ini tentu saja telah membawa paradigma baru dalam sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Harta Bersama dan Perceraian 1. Harta Bersama Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami atau isteri mempunyai harta yang dibawa dan diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Dalam kehidupannya manusia memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk bertahan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI. Oleh: Mulyadi, SH., MH. ( )

KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI. Oleh: Mulyadi, SH., MH. ( ) KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR KAWIN YANG DIAKUI Oleh: Mulyadi, SH., MH. (081328055755) Abstrak Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah maka kalau terjadi perkawinan

Lebih terperinci

HAK DAN KEWAJIBAN ORANG TUA DAN ANAK (ALIMENTASI) MENURUT K.U.H. PERDATA DAN U.U. NO.1 TAHUN 1974 SUNARTO ADY WIBOWO,SH.

HAK DAN KEWAJIBAN ORANG TUA DAN ANAK (ALIMENTASI) MENURUT K.U.H. PERDATA DAN U.U. NO.1 TAHUN 1974 SUNARTO ADY WIBOWO,SH. HAK DAN KEWAJIBAN ORANG TUA DAN ANAK (ALIMENTASI) MENURUT K.U.H. PERDATA DAN U.U. NO.1 TAHUN 1974 SUNARTO ADY WIBOWO,SH. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Perkawinan menimbulkan hubungan

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Oleh *) Abstrak Perkawinan merupakan suatu kejadian yang sangat penting dalam kehidupan seseorang. Ikatan perkawinan ini, menimbulkan akibat

Lebih terperinci

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan suatu perbuatan hukum. Perkawinan menimbulkan hak dan kewajiban kepada para pihak yang mengikatkan diri pada suatu perkawinan. Hak dan kewajiban tersebut harus dipenuhi

Lebih terperinci

commit to user BAB II TINJAUAN PUSTAKA

commit to user BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Perkawinan Perkawinan yang dalam istilah agama disebut Nikah ialah melakukan suatu perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai kaidah atau norma sosial yang tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan pencerminan dari

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI ABSTRAK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI Anggyka Nurhidayana 1, Amnawati 2, Kasmawati 3. ABSTRAK Upaya perlindungan hukum dalam perkawinan sirri atau disebut perkawinan tidak dicatatkan

Lebih terperinci

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF A. Wasiat Kepada Non Muslim Perspektif Hukum Islam. 1. Syarat-syarat Mushii a. Mukallaf (baligh dan berakal

Lebih terperinci

BAB III PENGERTIAN UMUM TENTANG PENGADILAN AGAMA. peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota

BAB III PENGERTIAN UMUM TENTANG PENGADILAN AGAMA. peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota 37 BAB III PENGERTIAN UMUM TENTANG PENGADILAN AGAMA A. Pengertian Pengadilan Agama Pengadilan Agama (biasa disingkat: PA) merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan ketentuan yang mengatur pelaksanaan perkawinan yang ada di Indonesia telah memberikan landasan

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN HUKUM BILA PENANGGUNG KEHILANGAN KECAKAPAN BERTINDAK DALAM PERJANJIAN PENANGGUNGAN

BAB II KEDUDUKAN HUKUM BILA PENANGGUNG KEHILANGAN KECAKAPAN BERTINDAK DALAM PERJANJIAN PENANGGUNGAN 31 BAB II KEDUDUKAN HUKUM BILA PENANGGUNG KEHILANGAN KECAKAPAN BERTINDAK DALAM PERJANJIAN PENANGGUNGAN A. PENANGGUNGAN ADALAH PERJANJIAN Sesuai defenisinya, suatu Penanggungan adalah suatu persetujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil, yang terdiri dari seorang

Lebih terperinci

AKIBAT PERKAWINAN & PUTUSNYA PERKAWINAN

AKIBAT PERKAWINAN & PUTUSNYA PERKAWINAN AKIBAT PERKAWINAN & PUTUSNYA PERKAWINAN 1 KUHPerdata 103 106 105 107 KUHPerdata 107 108 110 Akibat perkawinan terhadap diri pribadi masing-masing Suami/Istri Hak & Kewajiban Suami-Istri UU No.1/1974 30

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga. Melalui perkawinan dua insan yang berbeda disatukan, dengan

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga. Melalui perkawinan dua insan yang berbeda disatukan, dengan 1 BAB I PENDAHULUAN Perkawinan adalah ikatan yang suci antara pria dan wanita dalam suatu rumah tangga. Melalui perkawinan dua insan yang berbeda disatukan, dengan segala kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Lebih terperinci

BAB IV WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF. dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam negara

BAB IV WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF. dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam negara BAB IV WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF Hukum positif adalah "kumpulan asas dan kaidah hukum tertulis dan tidak tertulis yang pada saat ini sedang berlaku dan mengikat secara umum atau

Lebih terperinci

BAB IV AKIBAT HUKUM PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM HAK PEWARISAN ANAK YANG DILAHIRKAN DALAM PERKAWINAN

BAB IV AKIBAT HUKUM PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM HAK PEWARISAN ANAK YANG DILAHIRKAN DALAM PERKAWINAN 52 BAB IV AKIBAT HUKUM PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM HAK PEWARISAN ANAK YANG DILAHIRKAN DALAM PERKAWINAN Perkawinan dibawah tangan banyak sekali mendatangkan kerugian daripada kebaikan terutama terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan

BAB I PENDAHULUAN. Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan BAB I PENDAHULUAN Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok. Pertama, hal-hal yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Allah sebagai penciptanya. Aturan

Lebih terperinci

Ditulis oleh Administrator Kamis, 07 Oktober :57 - Terakhir Diperbaharui Kamis, 28 Oktober :12

Ditulis oleh Administrator Kamis, 07 Oktober :57 - Terakhir Diperbaharui Kamis, 28 Oktober :12 KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama

Lebih terperinci

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 A. Pengertian Perkawinan Nafsu biologis adalah kelengkapan yang diberikan Allah kepada manusia, namun tidak berarti bahwa hal tersebut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berikut ini adalah kasus mengenai penetapan asal usul anak:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berikut ini adalah kasus mengenai penetapan asal usul anak: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berikut ini adalah kasus mengenai penetapan asal usul anak: - Putusan perkara perdata No. 0069/Pdt.P/2015/PA.Bantul 1. Identitas para pihak Adapun

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM Oleh : Abdul Hariss ABSTRAK Keturunan atau Seorang anak yang masih di bawah umur

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1 Abstrak Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perkawinan di bawah tangan masih sering dilakukan, meskipun

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga

BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga Masyarakat di Indonesia telah menganut tiga hukum mengenai hibah, yaitu Hukum Adat,

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ATAS AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM WARIS

TINJAUAN YURIDIS ATAS AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM WARIS TINJAUAN YURIDIS ATAS AHLI WARIS PENGGANTI DALAM HUKUM WARIS, SH.MH 1 Abstrak : Sistem Ahli Waris Pengganti menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terjadi apabila seorang ahli waris terlebih dahulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu hidup bahagia, damai dan sejahtera yang merupakan tujuan dari perkawinan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. selalu hidup bahagia, damai dan sejahtera yang merupakan tujuan dari perkawinan yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap keluarga yang hidup di dunia ini selalu mendambakan agar keluarga itu selalu hidup bahagia, damai dan sejahtera yang merupakan tujuan dari perkawinan yaitu membentuk

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan Kedudukan Hukum Anak Luar Kawin di Indonesia Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang

Lebih terperinci

BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA AB INTESTATO BILA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA

BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA AB INTESTATO BILA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA 25 BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA AB INTESTATO BILA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA A. Hukum Waris di Indonesia Hukum Waris merupakan salah satu bagian dari hukum Perdata secara keseluruhan

Lebih terperinci

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA Dalam peradilan atau dalam hukum Indonesia juga terdapat hukum waris adat. Selama ini, khususnya sebelum munculnya UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama memang

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 ANALISIS YURIDIS KEHILANGAN HAK MEWARIS MENURUT KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Weidy V. M. Rorong 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah sistem pembagian

Lebih terperinci

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh : Sriono, SH, M.Kn Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Perkawinan adalah suatu ikatan lahir

Lebih terperinci

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang, Pendahuluan Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat. Di dalam agama islam sendiri perkawinan merupakan sunnah Nabi Muhammad Saw, dimana bagi setiap umatnya dituntut untuk mengikutinya.

Lebih terperinci

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pembukaan Bab I Dasar perkawinan Bab II Syarat-syarat perkawinan Bab III Pencegahan perkawinan Bab IV Batalnya perkawinan Bab V Perjanjian

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No.1/Jan-Mar/2015. KAJIAN YURIDIS HAK PERWALIAN ANAK DALAM PERCERAIAN DI INDONESIA 1 Oleh : Mutmainnah Domu 2

Lex Administratum, Vol. III/No.1/Jan-Mar/2015. KAJIAN YURIDIS HAK PERWALIAN ANAK DALAM PERCERAIAN DI INDONESIA 1 Oleh : Mutmainnah Domu 2 KAJIAN YURIDIS HAK PERWALIAN ANAK DALAM PERCERAIAN DI INDONESIA 1 Oleh : Mutmainnah Domu 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hak Perwalian anak karena perceraian

Lebih terperinci

www.pa-wonosari.net admin@pa-wonosari.net UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : bahwa sesuai dengan

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017. KEDUDUKAN AHLI WARIS DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Daniel Angkow 2

Lex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017. KEDUDUKAN AHLI WARIS DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Daniel Angkow 2 KEDUDUKAN AHLI WARIS DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Daniel Angkow 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana kedudukan ahli waris menurut KUH

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA HUKUM ISLAM DAN IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA HUKUM ISLAM DAN IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA (BURGERLIJK WETBOEK) TENTANG IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN A. Analisis Perbandingan Tentang Pengertian Anak Luar

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF BAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF Salah satu dampak menurunnya moral masyarakat, membawa dampak meluasnya pergaulan bebas yang mengakibatkan banyaknya

Lebih terperinci

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara)

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) 0 TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bagi kalian Allah menciptakan pasangan-pasangan (istri-istri) dari jenis kalian

BAB I PENDAHULUAN. Bagi kalian Allah menciptakan pasangan-pasangan (istri-istri) dari jenis kalian BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang : Bagi kalian Allah menciptakan pasangan-pasangan (istri-istri) dari jenis kalian sendiri, kemudian dari istri-istri kalian itu Dia ciptakan bagi kalian anak cucu keturunan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pula harta warisan beralih kepada ahli waris/para ahli waris menjadi. Peristiwa pewarisan ini dapat terjadi ketika :

BAB I PENDAHULUAN. pula harta warisan beralih kepada ahli waris/para ahli waris menjadi. Peristiwa pewarisan ini dapat terjadi ketika : 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peristiwa pewarisan adalah perihal klasik dan merupakan salah satu hal penting dalam kehidupan manusia. Apabila ada seseorang meninggal dunia, maka pada saat itulah

Lebih terperinci

Perbandingan Hukum Orang di Belanda dan Indonesia.

Perbandingan Hukum Orang di Belanda dan Indonesia. Perbandingan Hukum Orang di Belanda dan Indonesia. Hukum orang merupakan suatu hukum yang mempelajari ketentuan mengenai orang sebagai subjek hukum. Dalam arti luas meliputi ketentuan-ketentuan mengenai

Lebih terperinci

BAB I TENJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS

BAB I TENJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS BAB I TENJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS A. PENGERTIAN HUKUM WARIS Pengertian waris timbul karena adanya peristiwa kematian. Peristiwa kematian ini, terjadi pada seseorang anggota keluarga, misalnya ayah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya BAB I PENDAHULUAN Saat ini di Indonesia masih terdapat sistem hukum waris yang beraneka ragam, yaitu sistem hukum waris Adat, hukum waris Islam, dan hukum waris Barat (KUHPerdata). Sistem hukum waris Adat

Lebih terperinci

BAB III ANALISA TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI (PLAATSVERVULLING) PASAL 841 KUH PERDATA DENGAN 185 KHI

BAB III ANALISA TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI (PLAATSVERVULLING) PASAL 841 KUH PERDATA DENGAN 185 KHI BAB III ANALISA TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI (PLAATSVERVULLING) PASAL 841 KUH PERDATA DENGAN 185 KHI A. Kedudukan Ahli Waris Pengganti (Plaatsvervulling) Pasal 841 KUH Perdata Dengan Pasal 185 KHI Hukum

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH A. Analisis Status Perwalian Anak Akibat Pembatalan Nikah dalam Putusan Pengadilan Agama Probolinggo No. 154/Pdt.G/2015 PA.Prob Menurut

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D 101 08 063 ABSTRAK Membuat wasiat (testament) adalah perbuatan hukum, seseorang menentukan tentang apa yang terjadi dengan harta kekayaannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, BAB I PENDAHULUAN Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, perkawinan, dan kematian. Dengan adanya kelahiran maka berakibat pada timbulnya hak dan kewajban baik dari

Lebih terperinci

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL Muchamad Arif Agung Nugroho Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim Semarang agungprogresif@gmail.com ABSTRAK Perkawinan heteroseksual merupakan suatu perikatan

Lebih terperinci

HAK MEWARIS ANAK DILUAR PERKAWINAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010. Ismawati Septiningsih,SH,MH

HAK MEWARIS ANAK DILUAR PERKAWINAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010. Ismawati Septiningsih,SH,MH HAK MEWARIS ANAK DILUAR PERKAWINAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 Ismawati Septiningsih,SH,MH Fakultas Hukum - Universitas Surakarta Email : septiningsihisma@yahoo.co.id ABSTRAK:

Lebih terperinci

Undang-undang Republik Indonesia. Nomor 1 Tahun Tentang. Perkawinan

Undang-undang Republik Indonesia. Nomor 1 Tahun Tentang. Perkawinan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa sesuai dengan falsafah Pancasila serta cita-cita

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HAKIM PENGADILAN AGAMA. MALANG NOMOR 0038/Pdt.P/2014/PA.Mlg

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HAKIM PENGADILAN AGAMA. MALANG NOMOR 0038/Pdt.P/2014/PA.Mlg BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HAKIM PENGADILAN AGAMA MALANG NOMOR 0038/Pdt.P/2014/PA.Mlg A. Analisis Pertimbangan dan Dasar Hukum Majelis Hakim Pengadilan Agama Malang Mengabulkan Permohonan Itsbat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MOJOKERTO TENTANG DASAR HAKIM MEMUTUS PERKARA ITSBAT NIKAH POLIGAMI NOMOR 0370/Pdt.G/2012/PA.Mr.

BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MOJOKERTO TENTANG DASAR HAKIM MEMUTUS PERKARA ITSBAT NIKAH POLIGAMI NOMOR 0370/Pdt.G/2012/PA.Mr. BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MOJOKERTO TENTANG DASAR HAKIM MEMUTUS PERKARA ITSBAT NIKAH POLIGAMI NOMOR 0370/Pdt.G/2012/PA.Mr. A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Pengadilan Agama Mojokerto

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017 IMPLEMENTASI HUKUM BENDA/KEBENDAAN TERHADAP ANAK MENURUT HUKUM PERDATA 1 Oleh : Mohamad Govinda Khan 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana hak kebendaan terhadap anak

Lebih terperinci

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA A. Analisis Tradisi Pelaksanaan Kewarisan Tunggu Tubang Adat Semende di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN 1. Pengertian Perkawinan Dalam ajaran Islam sebuah perkawinan merupakan peristiwa sakral bagi manusia, karena melangsungkan perkawinan merupakan

Lebih terperinci