BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena pengaruh hormonal. Perubahan fisik yang terjadi ini tentu saja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepercayaan Diri. 1. Pengertian Kepercayaan diri merupakan sebagai suatu sikap atau perasaan yakin akan

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pada masa remaja, seorang individu banyak mengalami perubahan yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kepercayaan diri yang tinggi individu tersebut lebih mudah mengaktualisasikan

BAB I PENDAHULUAN. setelah masa anak-anak dan sebelum dewasa (WHO, 2014). Masa remaja adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya (Depkes, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN HUBUNGAN PERUBAHAN FISIK USIA REMAJA DENGAN RASA PERCAYA DIRI PADA SISWI KELAS 7

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peserta tingkat pendidikan ini berusia 12 hingga 15 tahun. Dimana pada usia

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. bentuk tubuhnya jauh dari ideal.masyarakat berpikir orang yang cantik

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

erotis, sensual, sampai perasaan keibuan dan kemampuan wanita untuk menyusui. Payudara juga dikaitkan dengan kemampuan menarik perhatian pria yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mayang Wulan Sari,2014

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. paling sering disorot oleh masyarakat. Peran masyarakat dan media membawa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan kehadiran manusia lain di sekelilingnya untuk

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I. Latar Belakang Masalah. sosial dan moral berada dalam kondisi kritis karena peran masa remaja berada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang muncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan individu

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesuksesan, karena dengan kepercayaan diri yang baik seseorang akan mampu


BAB. II LANDASAN TEORITIS. 2015), ialah pelajar perguruan tinggi. Didalam struktur pendidikan Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan pribadi individu untuk menjadi dewasa. Menurut Santrock (2007),

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan fisik dan juga kelainan fisik yang sering disebut tunadaksa.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

HUBUNGAN ANTARA SELF BODY IMAGE DENGAN PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI REMAJA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mega Sri Purwanida, 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pada seseorang, tanpa adanya kepercayaan diri akan banyak. atribut yang paling berharga pada diri seseorang dalam kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencapai tujuan. Komunikasi sebagai proses interaksi di antara orang untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V HASIL PENELITIAN. Berdasarkan data valid kepercayaan diri remaja dan prestasi belajar

BAB I PENDAHULUAN. ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Remaja adalah mereka yang berada pada tahap transisi

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH DENGAN SELF ESTEEM PADA WANITA YANG MELAKUKAN PERAWATAN DI SKIN CARE HALAMAN SAMPUL DEPAN NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN KETIDAKPUASAN SOSOK TUBUH (BODY DISSATISFACTION) PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. teristimewa dan terbaik dibanding dengan ciptaan Tuhan yang lainnya. Manusia

HUBUNGAN ANTARA CITRA RAGA DAN INTERAKSI TEMAN SEBAYA DENGAN MOTIVASI MENGIKUTI SENAM PADA REMAJA PUTRI DI SANGGAR SENAM 97 SUKOHARJO.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. sosial emosional. Masa remaja dimulai dari kira-kira usia 10 sampai 13 tahun dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja merupakan masa perubahan dari yang semula anak-anak menuju

BAB II LANDASAN TEORI. keyakinan atas kemampuan diri sendiri, sehingga dalam tindakan-tindakannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu akan selalu dihadapkan dengan berbagai masalah dengan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber. daya manusia untuk pembangunan bangsa. Whiterington (1991, h.

BAB I PENDAHULUAN. sudah menjadi masalah emosi yang umum. Depresi merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Kesadaran dunia pendidikan di Indonesia untuk memberikan layanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas. perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya.

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

BAB I PENDAHULUAN. Valentina, 2013). Menurut Papalia dan Olds (dalam Liem, 2013) yang dimaksud

BAB I PENDAHULUAN. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia saling berinteraksi sosial dalam usaha mengkomunikasikan pikiran dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepercayaan Diri. positif. Artinya penerimaan diri apa adanya (Brewer, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki arti tersendiri di dalam hidupnya dan tidak mengalami kesepian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani

15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional.

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat banyak mendatangi restauran-restauran yang

BAB I PENDAHULUAN. antara manusia yang satu dengan yang lainnya. perkembangan yang terjadi pada remaja laki-laki meliputi tumbuhnya rambut,kulit

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepercayaan diri pada dasarnya adalah kemampuan dasar untuk dapat menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992) menyatakan bahwa kepercayaan diri merupakan sikap pada diri seseorang yang dapat menerima kenyataan, dapat mengembangkan kesadaran diri, berfikir secara positif, memiliki kemandirian dan kemampuan untuk memiliki serta mencapai segala sesuatu yang diinginkan. Seseorang dapat sukses bergaul dengan orang lain, mudah memperoleh teman, sukses dalam pekerjaan dan sebagainya adalah karena kepercayaan diri yang dimilikinya. Setiap orang tua selalu mengharapkan anaknya kelak menjadi orang yang sukses. Hal ini dikarenakan kepercayaan diri ini bukan sesuatu yang dapat tumbuh dan ada di dalam diri seseorang dengan sendirinya ( Ghufron, 2016). Kepercayaan diri atau self confidence diartikan sebagai perilaku yang membuat individu memiliki pandangan positif dan realistis mengenai diri mereka sendiri dan situasi di sekelilingnya (WHO, 2003). Selanjutnya menurut Lauster (1992), kepercayaan diri diperoleh dari pengalaman hidup, kepercayaan diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang berupa keyakinan akan kemampuan diri (seperti mampu menghadap segala persoalan yang dialami) sehingga tidak terpengaruh oleh orang lain, optimis (seperti memiliki pandangan dan harapan yang positif mengenai diri dan masa depannya), obyektif (seperti dapat memandang permasalahan dengan kebenaran yang semestinya), bertanggung 1

2 jawab (seperti bersedia untuk menanggung segala sesuatu yang menjadi konsekuensinya), rasional dan realistis (seperti dalam menyelesaikan masalah menggunakan pemikiran yang diterima oleh akal dan sesuai dengan kenyataan). Sukses tidaknya seseorang dalam berinteraksi terhadap lingkungannya adalah tergantung bagaimana cara mereka mengembangkan kepercayaan diri. (Angelis, 2000). Berkenaan dengan hal tersebut maka jelaslah bahwa pembentukan kepercayaan diri, diperlukan remaja dalam menjalani transisi kehidupan, yang mengalami berbagai perubahan yang terjadi pada masa remaja berupa perubahan biologis maupun psikologis. Perubahan biologis yang terjadi meliputi perubahan eksternal dan perubahan internal. Perubahan eksternal meliputi perubahan tinggi badan, berat badan, proporsi tubuh, perubahan organ seks, dan perubahan ciri-ciri seks sekunder. Sedangkan perubahan internal meliputi perubahan sistem endokrin (hormonal) berupa pubertas yang menunjukkan kematangan seksual, sistem pencernaan, sistem peredaran darah, sistem pernafasan, dan jaringan tubuh Hurlock (dalam Santrock, 2007). Perubahan psikologis pada masa remaja meliputi perubahan kognitif serta sosial dan emosional. Perubahan kognitif pada masa remaja menurut Santrock (2007) adalah perubahan dalam pola pikir, meningkatnya kemampuan berpikir abstrak, idealistik, logis, berpikir secara egosentris, dan sering menganggap dirinya seolah-olah berada di atas pentas, unik, dan tak terkalahkan. Perubahan sosial dan emosional yang terjadi pada remaja adalah sering mengalami perubahan suasana hati, kematangan emosi, tuntutan untuk mandiri, konflik dengan orang tua, mulai melakukan penyesuaian sosial, keinginan untuk meluangkan lebih banyak waktu dengan teman sebaya, percakapan dengan teman lebih intim, lebih membuka diri, meningkatnya tantangan akademis dan keinginan berprestasi, serta munculnya keinginan terhadap hubungan 2

3 romantis untuk berpacaran Hurlock (dalam Santrock, 2007). Selanjutnya Monks (2001) membagi usia remaja dalam tiga tahapan yaitu: remaja awal (12-15 tahun), remaja tengah (15-18 tahun), dan remaja akhir (18-21 tahun). Berdasarkan fakta dari penelitian yang dilakukan oleh Febian (2015) yang terjadi pada remaja putri Dikota Denpasar Bali,menunjukkan sebanyak 241 subjek penelitian (49%) masuk ke dalam kategori kepercayaan diri yang rendah. Artinya bahwa pada umumnya remaja puteri tidak yakin terhadap kemampuan dirinya sendiri. Sebanyak 200 subjek (20,7%) masuk kategori kepercayaan diri tinggi, 31 subjek (6,3%) masuk dalam kategori kepercayaan diri sangat tinggi, serta 20 subjek (4,1%) masuk kategori sangat rendah. Pernyataan di atas semakin dikuatkan oleh hasil wawancara yang didapat dari 7 orang mahasiswi di Universitas Mercu Buana Yogyakarta pada tanggal 12-14 maret 2017. Berdasarkan keterangan yang didapat bahwa 3 orang yang menjadi responden tidak percaya dengan kemampuan yang mereka miliki, subjek selalu merasa banyak kekurangan dalam diri subjek, sebanyak 2 responden yang bergantung pada orang lain ketika mengambil keputusan dan takut untuk mencoba hal-hal yang baru dan 2 responden selanjutnya selalu berpikir negatif tentang dirinya sendiri dan tidak berani mengungkapkan pendapatnya di depan umum, selain itu juga responden selalu berfikir buruk, merasa khwatir dan merasa tidak berharga tentang dirinya. Berdasarkan hasil wawan cara diatas dapat disimpulkan bahwa ke 7 mahasiswi yang menjadi responden tersebut kurang percaya diri. Menurut Lauster (2002) mengatakan bahwa seseorang yang percaya diri akan berfikir negatif terhadap dirinya, tidak yakin akan kemampuan yang dimilikinya, selalu berfikir buruk, selain itu juga biasanya orang yang kurang percaya diri akan bergantung pada orang lain dalam mengambil keputusan dan takut mengungkapkan pendapatnya didepan umum serta takut mencoba hal-hal yang baru. 3

4 Harapannya orang yang percaya diri lebih mampu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru, orang yang percaya diri biasanya akan lebih mudah berbaur dan beradaptasi dibanding dengan yang tidak percaya diri. selain itu juga orang yang memiliki kepercayaan diri dapat mengubah seseorang yang biasanya tidak berani dalam menghadapi sesuatu, dengan adanya kepercayaan diri ini seseorang menjadi lebih yakin dan mampu dalam menghadapi atau mengerjakan sesuatu. Karena orang yang percaya diri memiliki pegangan yang kuat, mampu mengembangkan motivasi, ia juga sanggup belajar dan bekerja keras untuk kemajuan, serta penuh keyakinan terhadap peran yang dijalaninya (Iswidharmanjaya & Enterprise, 2014). Dampak dari seseorang yang tidak memiliki kepercayaan diri, yang pertama mengalami kegagalan, seseorang yang tidak memiliki rasa percaya diri biasanya akan mudah mengalami kegagalan, karena tidak yakin akan kemampuan atau keahlian yang dimiliki dirinya dalam melakukan suatu tindakan maupun mengambil suatu keputusan dalam memecahkan suatu masalah yang sedang dihadapinya. Kedua, seseorang yang tidak memiliki rasa percaya diri akan selalu mengeluh dan merasa tidak nyaman setiap kali diminta untuk melakukan suatu pekerjaan, sikap seperti ini terjadi karena menganggap bahwa dirinya itu tidak mampu, dan merasa terbebani bila mengerjakan tugas atau pekerjaan yang dilakukannya. Ketiga, jika subjek termasuk orang yang mudah putus asa, berarti subjek memang tidak memiliki kekuatan untuk percaya diri dari dalam dirinya, subjek akan mudah putus asa dan tidak mau mencoba untuk lebih baik lagi, karena subjek memang tidak memiliki semangat atau tujuan hidup yang kuat, sehingga subjek mudah putus asa, lembek dan tidak punya rasa percaya diri untuk memberikan yang terbaik untuk dirinya sendiri dan juga orang lain. Ke empat, gelisah dan tidak percaya diri memang sudah menyatu untuk mengganggu tujuan hidup seseorang. Dua perasaan inilah yang 4

5 selalu menghambat setiap kali seseorag ingin melakukan atau menyelesaikan tugas dan pekerjaannya. Orang yang tidak punya rasa percaya diri akan mudah gelisah dan pada akhirnya akan mengalami kegagalan. (http://www.agarpercayadiri.com/dampak_negatif_tidak_ percaya_diri.htm: di unduh pada tanggal 28 juli 2017). Kepercayaan diri itu sendiri dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Lauster (2003) kepercayaan diri dipengaruhi oleh empat faktor diantaranya adalah kondisi fisik, citacita, sikap hati-hati dan pengalaman. Selanjutnya Clara (1993), menambahkan dalam penelitiannya tentang pengaruh kepercayaan diri siswa dalam belajar matematika terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMPN 1 Tilatang Kemang menyatakan bahwa kondisi fisik pada seseorang juga dapat mempengaruhi rasa percaya diri pada seseorang. Lebih lanjut Antony (1992) menambahkan bahwa faktor kondisi fisik yang berkaitan dengan citra tubuh merupakan penyebab utama rendahnya harga diri dan rasa percaya diri. Citra tubuh sebagai salah satu faktor yang dapat menyebebkan rendahnya kepercayaan diri. Hal ini didukung oleh Cairns dkk (dalam Kaplan, 2000) yang mengatakan bahwa ketidakpuasan dalam penampilan fisik merupakan masalah yang rumit bagi perkembangan remaja putri yang menyebabkan remaja memiliki kepercayaan diri yang rendah. Oleh karena itu citra tubuh dipilih sebagai variabel bebas dalam penelitian ini. Menurut Cash & Pruzinsky, (2002) secara oprasional citra tubuh merupakan gambaran mental berupa panampilan fisik (seperti bentuk tubuh yang dimilikinya), perasaan mengenai kemampuan tubuh (seperti subjek selalu merasa bahwa tubuhnya lemah) dan pengalaman tentang kesehatan dan penyakit (seperti subjek pernah memiliki pengalaman menderita penyakit yang membut subjek merasa trauma atau menjadi minder dengan keadaan tubuhnya). 5

6 Sejalan dengan pertumbuhan fisik, remaja perempuan cenderung mengembangkan keperdulian yang berlebih terhadap penampilan fisik remaja putri, ketika penampilan fisik saat masa perkembangan tersebut tidak sesuai dengan yang diingikannya akan timbul rasa tidak puas. Ketidak puasan dalam penampilan fisik merupakan masalah yang rumit bagi perkembangan remaja perempuan yang menyebabkan remaja memiliki kepercayaan diri yang rendah. Laki-laki pada umumnya menunjukkan kepercayaan diri yang lebih tinggi dari pada perempuan setelah remaja awal, sedangkan perempuan dilaporkan memiliki kepercayaan diri yang rendah selama masa remaja tengah dan akhir (Cairns et al. dalam Kaplan, 2000). Story, dkk (2004) mengungkapkan bahwa 46% remaja putri dan 26% remaja putra mengalami ketidakpuasan akan bagian tubuhnya. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Briawan (2008) bahwa, sebagian besar remaja putri menunjukkan ketidakpuasan terhadap bentuk tubuhnya karena merasa bentuk tubuhnya belum ideal. Setiap remaja memiliki gambaran ideal yang selalu diinginkannya, termasuk bentuk tubuh yang ideal, wajah cantik, penampilan fisik yang menarik seperti yang ingin dimilikinya. Para remaja, terutama pada masa remaja awal, selalu disibukkan dengan tubuh mereka dan mengembangkan citra individual mengenai gambaran tubuh mereka (Wright dalam Santrock, 2003). Santrock (2003) menyatakan bahwa perhatian terhadap gambaran tubuh, penampilan fisik seseorang sangat kuat terjadi pada remaja yang berusia 12 hingga 20 tahun, hal ini terjadi terutama pada remaja putri. Para remaja putri melakukan berbagai usaha agar mendapatkan gambaran tubuh yang ideal sehingga terlihat menarik, seperti, berpakaian sesuai dengan bentuk tubuh atau menggunakan alat kecantikan, namun usaha tersebut belum sepenuhnya dapat memuaskan penampilan mereka. 6

7 Menurut Schilder (dalam Grogan, 2008) menambahkan bahwa penampilan fisik sangat erat hubungannya dengan gambaran dan persesi individu terhadap kondisi fisik dan bentuk tubuhnya seperti bentuk perut, muka, betis, pinggang, payudara dan lain sebagainya. Gambaran dan persepsi inilah yang disebut citra tubuh. Selanjutnya Menurut Honigman dan Castle (Anwar, 2009) citra tubuh adalah gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya, bagaimana seseorang mempersepsi dan memberikan penilaian atas apa yang dia pikirkan dan rasakan terhadap ukuran dan bentuk tubuhnya, dan bagaimana kira-kira penilaian orang lain terhadap dirinya. Small, (2001) mengemukakan bahwa seseorang yang memiliki citra tubuh negatif selalu merasa janggal atau tidak nyaman dengan tubuhnya, memiliki persepsi yang terdistrosi tentang bentuk tubuh. Dimana seseorang merasa bahwa bagian tubuhnya tidak seperti yang diinginkannya. Bentuk dan ukuran tubuhnya merupakan suatu kegagalan dan mereka juga percaya bahwa hanya orang lain sajalah yang menarik. Penelitian Kim dan Lenon (2006) menemukan bahwa remaja putri yang memiliki gambaran mental negatif mengenai kondisi fisiknya cenderung mengalami depresi yang lebih tinggi dikarenakan subjek hanya terfokus pada hal-hal yang tidak mereka sukai dibandingkan dengan remaja putri yang memiliki gambaran mental positif terhadap kondisi fisiknya. Penampilan ataupun citra tubuh yang tidak sesuai akan membawa masalah bagi para remaja sehingga akan menjadi hambatan dalam pembentukan kepercayaan dirinya. Terbentuknya citra tubuh menurut Gardner (dalam Faucher, 2003) menyatakan bahwa citra tubuh adalah gambaran mental yang dimiliki tentang tubuh subjek. Gambaran mental ini meliputi dua komponen, yaitu komponen perseptual yang terdiri dari (ukuran, bentuk, berat, karakteristik, gerakan, dan performansi tubuh) dan komponen sikap yang terdiri dari (apa yang 7

8 kita rasakan tentang tubuh kita dan bagaimana perasaan ini mengarahkan pada tingkah laku). Proses terbentuknya citra tubuh itu sendiri dimulai dari komponen perseptual yang di mulai dari karakteristik dari bentuk tubuh sesorang tersebut bagaimana cara individu tersebut menilai tubuhnya sendiri seperti positif dan negatif, kemudian dilanjutkan dengan berat dan ukuran tubuh seperti berat badan yang dimiliki individu tersebut, selanjutnya gerakan dan performansi atau penampilan tubuh yang dimiliki oleh individu tersebut seperti rambut, aksesoris yang digunakan, pakaian, sepatu dan lain sebagainya. Selanjutnya komponen sikap, yang terdiri dari apa yang dirasakan dan bagaimana penilaina subjek terhadap tubuhnya seperti positif dan negatif serta perasaan subjek yang akan mengarah pada tingkah laku seperti subjek menjadi tidak percaya diri bahkan sampai melakukan perawatan secara berlebihan. Pernyataan di atas senada dengan yang dikemukakan oleh Perry & Potter (2005), citra tubuh terbentuk dari persepsi seseorang tentang tubuh, baik secara internal maupun eksternal persepsi ini mencakup perasaan dan sikap yang ditunjukkan pada tubuh. Citra tubuh dipengaruhi oleh pandangan pribadi tentang karakteristik dan kemampuan fisik dan oleh persepsi dari pandangan orang lain. Sikap, nilai kultural dan sosial juga mempengaruhi pada perkembangn citra tubuh. Dari persepsi dan gambaran mental seseoarang yang berlebihan terhadap bentuk tubuhnya akan menimbulkan penilaian yang negatif terhadap bentuk tubuhnya sehingga akan mempengaruhi kepercayaan diri seseorag tersebut. Pernyataan di atas sejalan dengan pendapat yang disebutkan oleh Centi (1997) yaitu pada umumnya individu yang menerima dan puas terhadap kondisi dan penampilan fisiknya memiliki kepercayaan diri yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang tidak dapat menerima dan tidak puas terhadap kondisi dan penampilan fisiknya. Surya (2009) juga mengatakan bahwa individu yang merasa puas terhadap tubuhnya dan menyadari bentuk 8

9 tubuhnya ideal akan membentuk citra tubuh yang positif sehingga secara tidak langsung akan membentuk kepercayaan diri individu tersebut. Berbeda halnya dengan individu yang tidak merasa puas akan tubuhnya dan selalu menganggap tubuhnya kurang seperti bentuk pinggang yang lebar, muka yang berjerawat, betis yang besar dan lain sebagainya akan membentuk citra tubuh yang negatif sehingga kepercayaan diri yang dimilikinya akan rendah. Individu yang mampu menilai tubuhnya dengan positif akan memiliki kepercayaan diri yang tinggi seperti menerima bagaimanapun bentuk tubuh yang dimilikinya sehingga individu tidak akan membandingkan dirinya dengan orang lain. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Walgito (1986) yang menyebutkan kepercayaan diri sebagai rasa percaya individu terhadap kemampuan dirinya sehingga individu tidak perlu membandingkan dirinya dengan orang lain. Berdasarkan latar belakang di atas dapat disimpulkan bahwa citra tubuh yang buruk dapat mempengaruhi keperceyaan diri seorang remaja putri. Dengan adanya kepercayaan diri yang tinggi maka akan membantu para remaja untuk mengatasi permasalahan yang sedang dihadapinya, oleh karena itu peneliti tertarik lebih lanjut untuk meneliti secara empiris adakah hubungan antara citra tubuh dengan kepercayaan diri pada remaja putri? B. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara citra tubuh dengan kepercayaan diri pada remaja. Ada beberapa manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini: 1. Manfaat teoritis 9

10 Manfaat teoritis dari hasil penelitian ini yaitu diharapkan dapat memberi sumbangan pengetahuan bagi perkembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi klinis, psikologi sosial, dan psikologi perkembangan dalam hal hubungan antara citra tubuh dengan kepercayaan diri pada remaja putri. 2. Manfaat Praktis Dari hasil penelitian ini kita bisa mengetahui peranan citra tubuh terhadap kepercayaan diri pada remaja putri. 10