BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003 adalah usaha sadar terencana dalam mencerdaskan kehidupan bangsayang bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Salah satu ukuran ketercapaian tujuan pendidikan di sekolah adalah prestasi belajar yang diperoleh siswa. Seperti yang dikemukakan oleh Sudjana (2005: 3) bahwa prestasi belajar adalah hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Prestasi belajar yang diperoleh siswa dapat dipengaruhi berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Faktor internal yang memiliki pengaruhterhadap prestasi belajar diantaranya inteligensi dan kreativitas. Spearman (Gregory, 2007: 165) mengemukakan bahwa inteligensi adalah a general ability that involves maintly the education of relations and correlates. Santrock (Desmita, 2009: 163) mengemukakan intellegence is verbal ability, problem-solving skills, and the ability to learn from and adapt to the experience of everyday life. Sedangkan menurut Stern (Walgito, 2010:210)yang dimaksud dengan inteligensi adalah daya menyesuaikan diri dengan keadaan baru dengan menggunakan alat-alat berpikir menurut tujuannya. Berdasarkan pendapat beberapa ahli yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat diketahui bahwa inteligensi merupakan daya atau kemampuan yang dimiliki oleh individu yang dengan kemampuan tersebut individu mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi, menyesuaikan diri dengan cepat dan efektif, serta memiliki kemampuan untuk belajar. Sehingga inteligensi diasumsikan memiliki hubungan yang positif terhadap prestasi belajar. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Jainuri (2010) terhadap siswa kelas 2 SMK Bhakti
Bangko Riau, yang menunjukkan bahwa inteligensi dan prestasi belajar memiliki hubungan yang kuat yaitu berkorelasi sebesar 0,683. Penelitian selanjutnya yang menunjukkan bahwa adanya hubungan yang positif antara inteligensi dan prestasi belajar adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh Suyanti (2011) dan Arini & Fakhrurrozi (2009). Kreativitas menurut Torrance (Kim, 2006) adalah: a process of becoming sensitive to problems, deficiencies, gaps in knowledge, missing elements, disharmonies, and so on; identifying the difficulty; searching for solutions, making guesses, or formulating hypotheses about the deficiencies: testing and retesting these hypotheses and possibly modifying and retesting them; and finally communicating the results. Desmita (2009: 175) mengemukakan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Menurut Guilford (Sobur, 2009: 161): Creativity refer to the abilities that are characteristic of creative people. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah kemampuan berpikir, mengidentifikasi, dan menganalisis untuk menciptakan hal baru baik itu sesuatu yang belum ada atau perkembangan dari yang sudah ada yang dapat berupa produk, gagasan, dan ide sebagai upaya pemecahan masalah maupun respon dari fenomena-fenomena yang terjadi. Oleh karena itu diasumsikan bahwa kreativitas memiliki hubungan yang positif terhadap prestasi belajar. Hal tersebut diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Supardi (2012) terhadap siswa kelas IX SMP At-Taqwa Jakarta, yang menunjukkan bahwa kreativitas berpengaruh positif terdahap prestasi belajar siswa. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Rahmawati (2012) dan Rahmaneli (2012) yang berdasarkan hasil penelitian keduanya menunjukkan bahwa adanya hubungan yang positif antara kreativitas dan prestasi. Kreativitas dan inteligensi memiliki hubungan yang positif terhadap prestasi belajar. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Getzels (Desmita, 2009: 176) bahwa berdasarkan hasil penelitian yang dilakukannya, diketahui bahwa kelompok siswa yang memiliki kreativitas tinggi, memiliki prestasi sekolah yang tidak berbeda dengan kelompok siswa yang memiliki inteligensi yang tinggi pula, kemudian Munandar (Desmita, 2009: 177) juga melakukan penelitian terhadap siswa SD dan SMP yang menunjukkan bahwa kreativitas sama
halnyadengan inteligensi yang dapat dijadikan sebagai prediktor prestasi di sekolah. Namun terdapat pula siswa yang memiliki inteligensi dan kreativitas yang tinggi tetapi memiliki prestasi belajar yang rendah. Hal ini dapat dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh Yaumil Achir (Sunawan, 2005: 128) terhadap siswa SMA di Jakarta yang menunjukkan bahwa 39 persen siswa berbakat yang diidentifikasi berdasarkan tes inteligensi dan tes kreativitas menunjukkan underachiever. Hal ini dapat dikarenakan oleh beberapa hal, seperti ada variabel moderator yang mempengaruhi prestasi belajar atau pengukuran tes inteligensi dan tes kreativitas tidak yang valid, oleh karena itu perlu penelitian lebih lanjut. Inteligensi dan kreativitas dapat diukur dengan menggunakan tes psikologis. Tes psikologis (Toha, 2010) adalah sebuah tes yang bertujuan untuk mengukur fungsi kognitif dan emosi seseorang.menurut Anastasi (2006) tes psikologis pada dasarnya adalah alat ukur yang obyektif dan dibakukan (distandarisasikan) atas sampel perilaku tertentu.tes psikologi dikelompokkan menjadi dua macam menurut tujuan ukurnya yaitu tes yang mengukur aspek kemampuan atau abilitas kognitif yang dalam istilah Cronbach (1970) disebut performa maksimal, dan yang ke dua adalah tes yang mengukur aspek bukan kemampuan yang dalam istilah Cronbach disebut sebagai performa tipikal. Tes psikologis yang digunakan untuk mengukur inteligensi dan kreativitas termasuk ke dalam tes performa maksimal karena mengukur terhadap kemampuan abititas kognitif potensial (Azwar, 2008). Adapun untuk mengukur inteligensi seseorang dapat digunakan tes pengukuran inteligensi atauadvanced Progressive Metrices(APM) dan untuk mengukur kreativitas seseorang salah satunya digunakan tes kreativitas verbal dan figural. Penggunaan APM, tes kreativitas, atau tes psikologis lainnya dapat memiliki manfaat bagi layanan bimbingan dan konseling yang memampukan konselor untuk mendeskripsikan karakteristik individu atau kelompok, memprediksi sukses gagalnya performa ke depan berdasarkan perilaku saat ini atau masa lalu yang dites, dan menyimpulkan karakteristik suatu populasi dari sampel populasi tersebut (Gibson & Mitchell, 2011: 341). Desmita (2009: 165) mengungkapkan bahwa dewasa ini, tes psikologis diantaranya tes inteligensi dan tes kreativitas, telah dipergunakan secara luas
untuk penyeleksian siswa, mahasiswa, maupun karyawan, dan penempatan siswa pada suatu jurusan, serta penempatan karyawan dalam pekerjaan tertentu. Penggunaan tes psikologis dalam penyeleksian, penjurusan, maupun penempatan siswa atau karyawan diharapkan dapat menjadi prediktor prestasi dan hasil performa yang baik bagi siswa maupun karyawan, sehingga perlu adanya jaminan bahwa tes tersebut dapat memperediksi hal yang diharapkan, untuk itu dibutuhkan tes yang tepat baik kualitas pengukuran maupun interpretasinya. Seperti yang dikemukakan oleh Azwar (1999: 5) bahwa: Kelayakan keputusan yang diambil berdasarkan interpretasi skor tes sangat ditentukan oleh kualitas pengukuran dan ketepatan interpretasinya. Oleh karena itu sangat dimengerti mengapa para pakar pengukuran menuntut terpenuhinya syarat validitas, reliabilitas, dan objektivitas pada pengukuran tes sebagai alat ukur. Diantara ketiga hal tersebut, validitas merupakan kondisi paling utama yang harus ada pada setiap pengukuran kondisi mutlak yang harus terpenuhi agar deskripsi atribut atau kesimpulan yang diambil merupakan kebenaran bahwa pengukuran harus menghasilkan data yang valid, sehingga dapat diketahui apakah adanya hubungan korelasional antara tes dan kriteria keberhasilan belajar yang lebih lanjut. Pemaparan tersebut juga diperkuat dengan apa yang dikemukakan oleh Gregory (2007: 271) bahwa memprediksi kinerja atau performa di masa depan merupakan salah satu hal yang penting dalam penggunaan tes psikologis, namun terkadang hasil interpretasi tes mengalami bias, oleh karena itu validitas prediktif adalah hal yang penting untuk menguji bias tes tersebut. Suatu tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Tes memiliki validitas yang tinggi jika hasilnya sesuai dengan kriteria, dalam arti memiliki kesejajaran antara tes dan kriteria. Validitas (Gibson & Mitchell, 2011: 356) didefinisikan sebagai derajat di mana sebuah instrumen mengukur apa yang diklaimnya dapat diukur atau berkaitan juga dengan cara mengukurnya. Surapranata(2009:50) mengemukakan bahwa validitas adalah suatu tingkatan yang menyatakan bahwa suatu alat ukur telah sesuai dengan apa yang diukur. Sedangkan Arikunto (2010: 219) mengatakan bahwa validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat
kesahihan suatu tes. Sehingga dapat disimpulkan bahwa validitas adalah suatu ketepatan alat ukur dalam mengukur aspek-aspek yang diukur. Validitas terbagi ke dalam beberapa macam (Thorndike & Hagen, 1977: 57) diantaranya validitas isi, validitas konstruk, dan validitas kriteria. Validitas isi(thorndike & Hagen, 1977: 58) adalah validitas yang digunakan untuk mengukur kelayakan item tes dengan melihat apakah item tersebut mencangkup keseluruhan domain isi yang hendak diukur diuji lewat pengujian terhadap kelayakan atau relevansi isi tes melalui analisis rasional oleh panel yang berkompeten atau melalui expert judgment, adapun secara lebih spesifik, validitas isi ini dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu face validity (validitas tampang) dan logical validity (validitas logis). Validitas konstruk (Azwar, 2012: 116) adalah validitas yang mampu mengungkap suatu konstruk teoritik yang hendak diukurnya dengan cara mengkorelasikan item tes dengan konstruk teoritik yang mendasari penyusunan tes tersebut. Validitas kriteria (Thorndike & Hagen, 1977: 60; Azwar, 2012: 131) adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan suatu kriteria sehingga dapat digunakan sebagai prediktor, dengan cara mengkorelasikan skor tes terhadap kriteria tertentu, validitas kriteria ini terbagi menjadi dua tipe yaitu validitas prediktif dan validitas konkuren. Adapun dalam penelitian ini, validitas yang diuji adalah validitas prediktif. Menurut Rakhmat dan Solehuddin (2006: 69), validitas prediktif menunjukkan kepada tingkat ketepatan skor atau performa tes dalam memprediksi performa atau prestasi mendatang. Sedangkan menurut Azwar (2002: 48) validitas prediktif adalah validitas yang berfungsi sebagai prediktor bagi performa di waktu yang akan datang, misalnya instrumen yang ditujukan terhadap siswa untuk menyeleksi siswa unggulan, bila jawaban responden (siswa) memiliki hubungan dengan prestasi di sekolah, berarti instrumen itu memiliki validitas prediksi yang tinggi atau sebaliknya jika instrumen yang diuji validitasnya tersebut tidak memiliki hubungan dengan prestasi berarti instrumen itu memiliki validitas prediksi yang rendah.sehingga tes yang telah teruji validitasnya akan memiliki fungsi prediktif yang sangat berguna dalam prosedur penyeleksian yang akan datang. Selain berguna dalam prosedur
penyeleksian,tes psikologis diantaranya juga berguna sebagai diagnostik pengambilan keputusan dan perencanaan karir individu, oleh karena itu diperlukan tes yang akurat dan memiliki validitas prediktif yang baik agar hasil tes tidak menghasilkan informasi dan interpretasi yang salah dan fatal bagi individu yang bersangkutan. Pentingnya keakuratan dalam memprediksi hasil dan interpretasi pada sebuah tes yang diuji dengan validitas prediktif, dikemukakan oleh Azwar (2008: 5) bahwa: Konsekuensi dari kesalahan dalam pengambilan keputusan yang diakibatkan oleh informasi dari skor tes yang tidak akurat, dapat memberi dampak sosial yang buruk bagiyang bersangkutan, ancaman terhadap harga diri (selfesteem), bahkan juga kehilangan masa depan, hal ini disebut juga dengan high stake examyaitu hasil ukur menjadi landasan pengambilan keputusan dalam mengubah kehidupan. Berdasarkan hal-hal yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat diketahui bahwa pentingnya pengujian validitas prediktif pada sebuah tes, oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan pengujian validitas prediktif pada hasil skor APM dan tes kreativitas terhadap prestasi, sehingga dapat memberikan jawaban apakah tes APM dan kreativitas dapat digunakan untuk memprediksi prestasi yang akan datang. B. Batasan dan Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat diketahui bahwa penelitian ini diarahkan pada pengujian validitas prediktif. Adapun tes yang akan diuji validitas prediktifnya terhadap prestasi adalah tes inteligensi dan tes kreativitas yang menggunakan Advanced Progressive Matrices dan tes kreativitas yang dilakukan pada saat seleksi masuk sekolah siswa. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah skor APM dapat memprediksi prestasi pada setiap mata pelajaran? 2. Apakah skor tes kreativitas dapat memprediksi prestasi pada setiap mata pelajaran? 3. Apakah skor tes APM dapat memprediksi rata-rata prestasi?
4. Apakah skor tes kreativitas dapat memprediksi rata-rata prestasi belajar siswa? 5. Apakah skor APM dan kreativitas dapat memprediksi prestasi belajar siswa pada setiap mata pelajaran? 6. Apakah skor APM dan kreativitas dapat memprediksi rata-rata prestasi? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan batasan dan rumusan masalah penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui apakah skor APM dapat memprediksi prestasi belajar siswa pada setiap mata pelajaran; 2. Untuk mengetahui apakah skor tes kreativitas dapat memprediksi prestasi pada setiap mata pelajaran; 3. Untuk mengetahui apakah skor tes APM dapat memprediksi rata-rata prestasi ; 4. Untuk mengetahui apakah skor Tes Kreativitas dapat memprediksi ratarata prestasi ; 5. Untuk mengetahui apakah skor APM dan Tes Kreativitas dapat memprediksi prestasi pada setiap mata pelajaran; 6. Untuk mengetahui apakah skor APM dan TesKreativitas dapat memprediksi rata-rata prestasi. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini baik secara teori maupun praktis adalah sebagai berikut: 1. Teoritis Dapat dijadikan dasar penelitian sejenis pada penelitian selanjutnya dengan lebih mendalam dan cakupan penelitiannya lebih luas sehingga dapat memperluas pemanfaatan hasil tes psikologis di dunia pendidikan.
2. Praktis a. Memberikan gambaran mengenai validitas prediktif hasil skor APM dan Tes Kreativitas terhadap prestasi belajar sehingga hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi Laboratorium Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan FIP UPI Bandung. b. Memperoleh gambaran empirik mengenai validitas prediktif hasil skor APM dan Tes Kreativitas terhadap prestasi di sekolah, sehingga hasil penelitian dapat dimanfaatkan untuk penempatan siswa agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal. E. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan asumsi dasar penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, adapun pertanyaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Apakah hasil pencapaian skor APM dan atau skor tes kreativitas dapat digunakan untuk memprediksi pencapaian prestasi di sekolah?. F. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah terdiri dari lima Bab, yaitu Bab 1 Pendahuluan yang terdiri dari: Latar Belakang Penelitian, Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Asumsi Penelitian, Pertanyaan Penelitian, dan Sistematika Penulisan. Bab 2 Landasan Teori, yang terdiri dari: Asesmen Inteligensi dan Kreativitas serta Perannya dalam Pendidikan, Instrumen Pengungkap Inteligensi dan Kreativitas, Validitas APM dan Tes Kreativitas, serta Penelitian Terdahulu. Bab 3 Metode Penelitian, yang terdiri dari: Populasi, Sampel, dan Lokasi Penelitian, Pendekatan dan Metode Penelitian, Definisi Operasional Variabel, Teknik Pengumpulan Data, Instrumen Penelitian, Teknik Analisis Data, dan Prosedur dan Tahap-tahap Penelitian. Bab 4, yang terdiri dari Hasil Penelitian dan Pembahasan. Bab 5 yang terdiri dari Simpulan dan Saran.