TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KONFLIK DALAM PERSPEKTIF DAHRENDORF. melekat dalam setiap kehidupan sosial. Hal-hal yang mendorong timbulnya

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

BAB II : KAJIAN TEORITIK. mengajar di tingkat universitas memberikan khusus sosiologi pertama kali di

BAB II LANDASAN TEORI. mengenai analisis struktur novel dalam novel Ikan-Ikan Hiu, Ido, Homa karya Y. B.

STRUKTUR MAJEMUK MASYARAKAT INDONESIA MASYARAKAT MAJEMUK MEMILIKI SUB STRUKTUR DENGAN CIRI YANG SANGAT BERAGAM SEHINGGA DISEBUT MAJEMUK

BAB II KONFLIK DALAM KACAMATA RALF DAHRENDORF. keterlibatan konflik yang di dalamnya terdapat waktu, tenaga, dana, dan

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149).

BAB II SOLIDARITAS SOSIAL DALAM PERSPEKTIF EMILE DURKHEIM. dengan pihak-pihak terkait. Peneliti memilih teori Solidaritas Emile Durkhei, teori ini

BAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai

BAB II TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL DAN TEORI SOLIDARITAS. Solidaritas Dan Stratifikasi Antar Petani Tambak Di Dusun Dukuan Desa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konflik menurut Webster,dalam bahasa aslinya berarti suatu

MASALAH SOSIAL BUDAYA DITINJAU DALAM BERBAGAI NUR ENDAH JANUARTI, MA

BAB II KAJIAN TEORI. solidaritas dan sosial. Solidaritaas sosial merupakan perasaan atau

SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN

STRATIFIKASI SOSIAL DAN DIFERESIASI SOSIAL

SMA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN XI (SEBELAS) SOSIOLOGI STRUKTUR DAN DIFERENSIASI SOSIAL

STRATIFIKASI SOSIAL fitri dwi lestari

STUDI MASYARAKAT INDONESIA

BAB II KERANGKA TEORI. dan bangsa, dalam semua tempat dan waktu, yang dibuat oleh sang pencipta alam

PENGERTIAN MOBILITAS SOSIAL

Berkaitan dengam dua konsep di atas, maka keragaman diperlukan adanya kesetaraan atau kesederajatan. Artinya,meskipun individu maupun masyarakat

MATERI INISIASI KEEMPAT: BIROKRASI ORGANISASI

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah bangsa yang besar dan majemuk yang terdiri dari

Facebook :

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONFLIK

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB IV KESIMPULAN. Kebijakan pemerintahan Francisco..., Fadhil Patra Dwi Gumala, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sosial (termasuk religi), ekonomi dan ekologi sehingga hubungan hutan dan

TUGAS AKHIR KONFLIK DI INDONESIA DAN MAKNA PANCASILA

Mata Kuliah : Ilmu Budaya Dasar Dosen : Muhammad Burhan Amin. Topik Makalah. RUH 4 PILAR KEBANGSAAN DIBENTUK OLEH AKAR BUDAYA BANGSA Kelas : 1-IA21

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN SOSIALISASI PERKUATAN DAN PENGEMBANGAN WAWASAN KEBANGSAAN DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAB II PENDEKATAN TEORITIS. Asumsi umum yang paling fundamental yang mendasari pendekatan Durkheim

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ini merupakan sifat dasar masyarakat. Perubahan masyarakat tiada hentinya, jika

LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Pengertian/Definisi Politik Terkait dengan masalah Kekuasaan/Pengaruh Terkait pula dengan negara Menentukan tujuan, pengambilan keputusan, dan impleme

sosial kaitannya dengan individu lain dalam masyarakat. Manusia sebagai masyarakat tersebut. Layaknya peribahasa di mana bumi dipijak, di situ

LANDASAN SOSIOLOGIS. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi empat bidang :

IDENTITAS NASIONAL. Februl Defila Yola Sri Wahyuni Wahyu Rahma Dahlia Novita Wahyuli Windy Violita

I. PENDAHULUAN. Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Repubik Indonesia,

BAB II TEORI KONFLIK DAN KONSENSUS

I PENDAHULUAN. menjalankan kehidupan bermasyarakat dan bemegara serta dalam menjalankan

Bimbel Online SMA Alfa Centauri Kls XI IIS 22-Agustus Sosiologi -

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG

Pentingnya Toleransi Umat Beragama Sebagai Upaya Mencegah Perpecahan Suatu Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. satu negara multikultural terbesar di dunia. Menurut (Mudzhar 2010:34)

PENTINGNYA TOLERANSI DALAM PLURALISME BERAGAMA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Terciptanya budaya feodalisme dapat terjadi apabila masyarakat selalu

BAB IV KESIMPULAN. dipenuhi dengan budaya-budaya yang beragam di mana mengakui keberagaman,

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kajian Tentang Keragaman Etnik Terhadap Pemahaman Keagamaan. masuknya ketidak sepakatan pemahaman keagamaan yang tajam atau

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan multikultural yang terdiri dari keragaman ataupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Tujuan Instruksional Khusus

Perubahan Sosial dan Kebudayaan OLEH: LIA AULIA FACHRIAL, M.SI

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL

BAB VI KESIMPULAN. Mohamad (GM), sebagai salah seorang pendiri dan mantan pemimpin Majalah

Pemahaman Multikulturalisme untuk Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia

I. PENDAHULUAN. mempunyai cara-cara hidup atau kebudayaan ada di dalamnya. Hal

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Penulisan

KONFLIK SOSIAL Pengertian Konflik

SYARIAT ISLAM DAN KETERBATASAN DEMOKRASI

BENTUK-BENTUK HUBUNGAN SOSIAL

SMA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN XI (SEBELAS) SOSIOLOGI STRUKTUR DAN DIFERENSIASI SOSIAL. Dilihat dari sifatnya :

Maukuf, S,Pd. M.Pd. Pertemuan ke:

IDENTITAS NASIONAL Pengertian Identitas Jenis Identitas Atribut Identitas

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA

BAB VII PENGHARGAAN TERHADAP HIDUP MANUSIA

INTEGRASI NASIONAL SEBAGAI SALAH SATU PARAMETER PERSATUAN DAN KESATUAN BANGSA. Pendidikan Kewarganegaraan DKV, UNIKOM 2017

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori Parson Tentang Perubahan Sosial. Perubahan Sosial dalam soejono soekanto (2003), adalah segala

UKURAN, DAUR HIDUP DAN PERTUMBUHAN ORGANISASI IKA RUHANA

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. Dalam setiap hubungan antar manusia maupun antar kelompok sosial

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mudah untuk dicapai. Kemerdekaan Indonesia diperoleh melalui perjuangan yang

VII KONFLIK DAN INTEGRASI

BAB I PENDAHULUAN. terselesaikan dengan baik. Konflik yang kecil dibesar-besarkan sedangkan konflik

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ide. Fakta sosial menurut Durkheim terdiri atas dua macam yaitu: dan berpengaruh terhadap kehidupan individu.

BAB IV ANALISIS. A. Penanaman Nilai-nilai Multikultural pada Masyarakat Dusun. masyarakatnya. Masyarakat dusun Mojokerep yang ikut berperan dalam

BAB V STRATIFIKASI SOSIAL

4. Faktor yang mendorong terjadinya hubungan sosial dalam berinteraksi untuk ikut merasakan perasaan orang lain dinamakan simpati (D)

17. Berikut ini yang bukan sebutan identik bahwa Pancasila sebagai dasar negara adalah... a. Ideologi negara

5. STRUKTUR SOSIAL PERDESAAN

Pengembangan Budaya memiliki empat Konteks: 2. Melestarikan dan menghargai budaya

BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP)

KEBIJAKAN PENGENDALIAN KONFLIK BERBASIS BUDAYA LOKAL Oleh Drs. Putu Agustana, M.Si. 1

BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN. 1. Solidaritas Sosial sebagai Kekuatan dalam Hubungan Kekerabatan dan

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik,

I. PENDAHULUAN. tersebut terkadang menimbulkan konflik yang dapat merugikan masyarakat itu. berbeda atau bertentangan maka akan terjadi konflik.

DIFERENSIASI SOSIAL (Kemajemukan)

BAB I PENDAHULUAN. politik sangat tergantung pada budaya politik yang berkembang dalam masyarakat

Tidak ada proses penelitian yang benar-benar memiliki fokus yang sama dengan penelitian kebijakan atau berorientasi tindakan

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

ASAL MULA & PERKEMBANGAN SOSIOLOGI. Fitri Dwi Lestari

Sambutan Presiden RI pada Peringatan Nuzulul Qur'an 1433 H, Jakarta, 7 Agustus 2012 Selasa, 07 Agustus 2012

SOSIOLOGI PERTANIAN ( )

Yogi Suwarno, SIP. MA. Disampaikan pada PENINGKATAN KAPASITAS SUPERVISI MANAJER PD PAL JAYA Jakarta, 14 Agustus 2010

ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR

ARTIKEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN MULTIKULRAL MELALUI MODUL DI SEKOLAH DASAR SEBAGAI SUPLEMEN PELAJARAN IPS

MASYARAKAT MULTIKULTURAL

BAB I PENDAHULUAN. Keberagaman etnik yang ada di Indonesia dapat menjadi suatu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak dapat dilepaskan dari pengaruh ideologi. Aktual, karena kajian ideologi

Transkripsi:

II. TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL A. Konflik Istilah konflik secara etimologis berasal dari bahasa latin con yang berarti bersama dan fligere yang berarti benturan atau tabrakan. Jadi, konflik dalam kehidupan sosial berarti benturan kepentingan, keinginan, pendapat, dan lain-lain yang paling tidak melibatkan dua pihak atau lebih. Konflik merupakan gejala yang kerap mengisi setiap kehidupan sosial. Masyarakat merupakan arena konflik atau arena pertentangan yang senantiasa berlangsung. Elly dan Usman menyebutkan, persamaan dan perbedaan kepentingan sosial di dalam masyarakat medorong munculnya konflik. Dalam kehidupan sosial, tidak ada persamaan yang sama persis, sehingga memunculkan perbedaan. Perbedaan tersebut ada yang dapat diselesaikan, dan ada pula yang tidak dapat diselesaikan sehingga menimbulkan konflik yang bahkan disertai kekerasan (Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, 2011:347). Weber (via jurnal Retnowati, 2014:192) menyatakan bahwa munculnya konflik tidak hanya disebabkan oleh ketimpangan sumber daya ekonomi atau produksi, walaupun ia mengakui bahwa sumber daya ekonomi merupakan ciri dasar kehidupan sosial, tetapi selain itu penyebab konflik dapat jauh lebih luas dari hal tersebut. Weber membedakan dua tipe konflik, yaitu: 1. Konflik dalam arena politik; konflik yang tidak hanya terjadi dalam organisasi politik formal, tetapi juga dapat terjadi dalam setiap tipe kelompok, organisasi keagamaan, dan pendidikan. Salah satu penyebab konflik dikarenakan dorongan oleh nafsu untuk memperoleh kekuasaan dan keuntungan ekonomi oleh individu atau kelompok. 2. Konflik dalam hal gagasan dan cita-cita; konflik biasanya terjadi dikarenakan adanya individu atau kelompok yang tertantang untuk memperoleh dominasi dalam pandangan dunia mereka, baik menyangkut doktrin agama, nilai budaya, filsafat sosial, ataupun konsepsi gaya hidup kultural. Beberapa bentuk konflik sebagai salah satu gejala sosial masyarakat Indonesia (Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, 2011:349-357) yang diantaranya: 1. Konflik Gender; konflik yang terjadi pada aspek status dan peranan manusia yang dilihat dari jenis kelamin. 2. Konflik Rasial dan Antar-suku; konflik yang terjadi dikarenakan perbedaan warna kulit dan antar-etnis. 6

3. Konflik Antar-umat Agama; konflik yang terjadi disebabkan perbedaan keyakinan, agama, dan atribut-atribut lainnya. Salah satu penyebab munculnya perbedaan tersebut adalah karena adanya anggapan bahwa agama yang diyakini lebih benar dari pada ajaran agama yang lainnya. 4. Konflik Antar-golongan; konflik tersebut biasanya terjadi di dalam suatu Negara demokrasi. Konflik disebabkan oleh ketidakpuasan suatu golongan atas hasil keputusan Negara, yang berujung pada pertikaian dan kekerasan. Contohnya, konflik antar-golongan yang terjadi antara kelompok penganut agama tertentu dan kelompok Aliansi Kelompok Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) yang terjadi di Jakarta 5 Juni 2008. Biasanya konflik dipicu karena salah satu golongan tertentu memaksakan kehendaknya terhadap kelompok lain untuk melakukan perbuatan yang dikehendaki oleh golongan tersebut. 5. Konflik Kepentingan; konflik kepentingan biasanya identik dengan konflik politik, dimana realitas politik selalu diwarnai oleh dua kelompok yang memiliki kepentingan yang saling berbenturan. Konflik dipicu oleh salah satu pihak yang ingin merebut kekuasaan dan wewenang yang sudah dimiliki kelompok atau individu lain. 6. Konflik Antar-pribadi; merupakan konflik sosial yang melibatkan individu. Dimana adanya perbedaan atau pertentangan atau juga ketidakcocokan antara individu satu dengan individu lain. 7. Konflik Antar kelas Sosial; merupakan konflik yang bersifat vertikal: yaitu konflik antara kelas sosial atas dan kelas sosial bawah. Biasanya dipicu karena perbedaan pendapatan, dimana majikan yang memiliki modal besar memiliki pendapatan yang besar, sedangkan para buruh yang hanya memiliki tenaga memperoleh pendapatan yang kecil, sehingga menimbulkan perasaan tidak adil bagi para kaum buruh. 8. Konflik Antar-negara/Bangsa; merupakan konflik yang terjadi antara dua Negara atau lebih, yang biasanya dipicu oleh adanya nafsu ekspansi negara-negara (adidaya) kuat ke negara-negara yang lemah. Secara sederhana, akar penyebab konflik dibagi dua (Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, 2011:360-363), yaitu: 1. Kemajemukan horizontal, yang merupakan struktur masyarakat majemuk secara kultural yang memiliki karateristik sendiri dan masing-masing penghayat budaya tersebut ingin mempertahankan karateristik budayanya, sehingga dapat menciptakan 7

konflik, perang saudara, maupun gerakan separatisme. Ketika situasi ini terjadi, maka masyarakat akan mengalami disintegrasi. 2. Kemajemukan vertikal, yang merupakan struktur masyarakat yang terpolarisasi berdasarkan kekayaan, pendidikan, dan kekuasaan. Kemajemukan vertikal mampu menciptakan konflik sosial dikarenakan ada sekelompok kecil masyarakat yang memiliki kekayaan, pendidikan, dan kekuasaan, sedangkan sebagian besar masyarakat tidak memilikinya. Dari akar penyebab utama konflik yang telah dijabarkan, dapat disimpulkan bahwa penyebab konflik dikarenakan adanya perbedaan dan ketimpangan hubungan dalam masyarakat. Konflik yang tidak dapat diselesaikan dengan baik tidak jarang menimbulkan kekerasan. Kekerasan selalu diidentikkan dengan kerusuhan, pembunuhan, terorisme, perampokan, dan sebagainya yang terjadi berasal dari suatu konflik. Terdapat dua pengertian kekerasan. Pengertian kekerasan dalam arti sempit merupakan suatu tindakan penghancuran terhadap fisik seseorang yang dilakukan dengan sengaja dan langsung, baik dilakukan oleh personal maupun kelompok. Sedangkan pengertian kekerasan dalam arti luas merupakan tindakan penindasan fisik maupun psikologis, baik dilakukan personal atau struktural, kekerasan tersebut lebih kepada penindasan yang dilakukan oleh Negara otoriter yang membuat ketidakadilan dalam kehidupan sosial. Konflik merupakan salah satu pendukung dalam menciptakan integrasi antar kelompok dalam masyarakat. Ketika konflik terjadi, banyak perubahan yang terjadi di dalam masyarakat, diantaranya memunculkan hal-hal negatif, memperkuat batasan antara kelompok dalam dan kelompok luar yang menyebabkan kekacauan dalam kehidupan sosial, dan terpecahnya masyarakat yang mengancam kehidupan bersama. Oleh sebab itu dibutuhkan upaya penyatuan bagi masyarakat yang mengalami kekacauan dan keterpecahan yang diakibatkan konflik yaitu integrasi sosial (Doyle Paul Johnson, 1981:388). B. Integrasi Sosial Dalam KBBI (http://kbbi.web.id/integrasi (Selasa, 04 Agustus 2015, 10.06 WIB)), integrasi merupakan pembauran hingga menjadi suatu kesatuan yang utuh atau bulat. Menurut Baton (Kamanto Sunarto, 1993:141), integrasi merupakan suatu pola hubungan yang mengakui adanya perbedaan ras dalam masyarakat tetapi tidak memberikan makna penting pada perbedaan ras tersebut. Mas oed (via jurnal Retnowati, 2014:193) menjelaskan 8

secara umum, integrasi bisa diberi arti sebagai kondisi atau proses mempersatukan bagianbagian yang sebelumnya saling terpisah dan mempertahankan kelangsungan hidup kelompok. Durkheim (Doyle Paul Johnson, 1988:181-188) menjelaskan bahwa integrasi sosial dapat terjadi ketika telah terwujudnya solidaritas mekanik dan solidaritas organik dalam individu atau kelompok. Dikatakan solidaritas mekanik adalah ketika individu atau kelompok memiliki perbedaan tetapi paling tidak tetap memiliki satu orientasi agama yang sama, sehingga dijadikan dasar pokok integrasi sosial dan ikatan yang mempersatukan individu dalam organisasi tersebut. Sedangkan dikatakan solidaritas organik adalah ketika adanya saling ketergantungan antara bagian yang terspesialisasikan. Ketika telah terjadinya kesamaan dalam hal kepercayaan dan dimilikinya saling ketergantungan secara fungsional dan masyarakat heterogen, maka akan terjadi kesadaran kolektif yang menciptakan suatu kesatuan. Cooley (via jurnal Retnowati, 2014:193) membedakan integrasi menjadi tiga kategori yaitu integrasi normatif, integrasi komunikatif, dan integrasi fungsional. Integrasi normatif merupakan tradisi baku yang dimiliki masyarakat untuk membentuk kehidupan bersama bagi setiap individu yang mengikatkan diri dalam masyarakat tersebut. Integrasi komunikatif merupakan suatu komunikasi efektif yang dilakukan oleh setiap individu atau kelompok yang memiliki sikap saling bergantung dan ingin diajak bekerjasama menuju tujuan yang dikehendaki. Integrasi fungsional, yang hanya akan dapat terwujud ketika anggota sungguh menyadari fungsi dan perannya dalam kebersamaan atau kesatuan tersebut. Ketika kelompok dalam dan kelompok luar bersatu (Phil Astrid S. Susanto, 1977:122-123), maka semakin besar hubungan saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Oleh karena itu, semakin besar konflik atau pertentangan yang terjadi antara kelompok dalam dan kelompok luar, maka semakin besar kemungkinan terjadi integrasi. Konflik mengenal beberapa fase, yaitu fase disorganisasi dan fase disintegrasi. Fase disorganisasi merupakan kehidupan sosial yang mendahului disintegrasi. Fase disorganisasi dikatakan terjadi ketika munculnya perbedaan paham tentang tujuan kelompok sosial, norma sosial, tindakan dalam masyarakat, dan sanksi yang diberlakukan tidak lagi lagi konsekuen dan bertentangan dengan kelompok. Ketika fase disorganisasi telah terjadi, maka dengan sendirinya langkah menuju disintegrasi telah terjadi. Disintegrasi sosial biasanya menjadi ancaman nyata yang dihadapi masyarakat modern, dimana setiap individu memiliki anti sosial, yang mementingkan kepentingannya sendiri, dan kurangnya norma-norma yang mengatur. Hal itu membuat 9

individu yang tergabung dalam masyarakat modern terdorong menjadi individu yang lebih kaku. Masyarakat modern didukung dengan memiliki pembagian kerja yang sangat kompleks, sehingga memiliki banyak cara untuk menjalani hidup dan membuat solidaritas sosial menjadi sukar dicapai. Untuk tetap dapat mempertahankan kelangsungan hidup kelompok dan memperoleh keseragaman diperlukan pembauran individu hingga menjadi satu kesatuan yang utuh, yang tetap mengakui adanya perbedaan tetapi tidak menjadikan hal itu sebagai alasan untuk terpisah satu dengan yang lain, yang disebut dengan integrasi. Integrasi merupakan salah satu proses dan kehidupan sosial yang bertujuan menciptakan keadaan kebudayaan yang homogen. Integrasi sosial (Doyle Paul Johnson, 1988:165) tidak hanya terjadi di dalam kelompok atau organisasi tertentu, tetapi juga dapat terjadi di dalam masyarakat secara keseluruhan. Integrasi yang merupakan proses mempertahankan kelangsungan hidup kelompok (Phil Astrid S. Susanto, 1977:123-127), dapat tercapai melalui usaha yang melewati beberapa fase, yaitu fase akomodasi, fase koordinasi, dan fase assimilasi. Fase akomodasi merupakan langkah pertama menuju ke integrasi. Dalam fase akomodasi tetap dilakukan kerjasama, walaupun tetap adanya perbedaan paham. Kerjasama tersebut dapat terwujud dikarenakan adanya kepentingan bersama dan tujuan yang sama. Dalam fase akomodasi tersebut tercapailah kompromi dan toleransi, dimana dua lawan atau lebih menjadi sama kuat. Fase koordinasi merupakan kebiasaan bekerjasama yang pada akhirnya mencapai situasi dimana individu atau kelompok mengharapkan dan mempunyai kesediaan untuk bekerjasama. Fase assimilasi merupakan fase dimana terjadinya proses mengakhiri kebiasaan lama atau dilakukannya perubahan dari nilai-nilai dan kebudayaan semula, dan sekaligus mempelajari dan menerima kehidupan yang baru. Dalam fase ini, individu atau kelompok yang mengalami peintegrasian mengalami proses belajar, yaitu belajar peraturan-peraturan formil yang merupakan landasan norma-norma masyarakat yang dimasuki. Fase assimilasi merupakan tahap yang paling mendekati integrasi dalam bentuk idealnya, dimana proses assimilasi terjadi pada kedua bilah pihak, menyangkut pihak yang diintegrasikan dan pihak lain yang mengintegrasikan. Beberapa faktor pendukung terjadinya integrasi sosial (Phil Astrid S. Susanto, 1977: 131-133) di antaranya didukung oleh adanya interaksi sosial dan jarak sosial, yang mendukung dilakukannya komunikasi. Jarak sosial ditentukan oleh faktor subyektif dan obyektif. Di mana faktor subyektif merupakan perasaan dan pikiran individu atau kelompok terhadap kelompok lain yang hendak diajak berkomunikasi. Sedangkan faktor obyektif 10

merupakan jarak yang ditentukan oleh keadaan geografis dan kesukaran transport untuk melakukan komunikasi. Ketika jarak sosial telah mendukung, maka komunikasi akan berjalan lancar, sehingga mampu menciptakan integrasi sosial. Homans (Phil Astrid S. Susanto, 1977: 131) berpendapat bahwa perubahan ekonomi mampu membuat berkurangnya frekuensi interaksi dan intensitas perasaan, sehingga menimbulkan terjadinya disorganisasi bahkan disintegrasi. Dari hal itu dapat dikatakan bahwa integrasi sosial juga ditentukan oleh interaksi sosial. Biasanya, individu ataupun kelompok bersedia untuk berintegrasi ketika ia ingin digolongkan dengan kelompok yang dikehendakinya, dan memiliki harapan agar dapat meningkatkan status sosialnya. Selain itu, norma-norma yang berlaku dalam kelompok yang ingin dimasuki juga menentukan seberapa besar tingkat integrasi yang akan dilakukan. Integrasi sosial (Phil Astrid S. Susanto, 1977:134-135) yang terjadi, yang didukung oleh interaksi sosial dan jarak sosial, menciptakan solidaritas sosial. Menurut Sorokin, Zimmerman, dan Galpin (Phil Astrid S. Susanto, 1977:135), derajat solidaritas ataupun integritas ditentukan oleh serangkaian faktor, dimana semakin banyak faktor yang terkumpul sebagai landasan integrasi maka semakin tinggi solidaritas kelompok. Faktor-faktor pengintegrasian dan solidaritas adalah marga; pernikahan; persamaan agama, magi ataupun upacara-upacara keagamaan; persamaan bahasa dan adat; kesamaan tanah/tempat tinggal; wilayah; tanggungjawab atas pekerjaan yang sama; tanggungjawab dalam mempertahankan ketertiban; ekonomi; atasan yang sama; ikatan kepada lembaga yang sama; pertahanan bersama; bantuan bersama/kerjasama; pengalaman, tindakan, dan kehidupan bersama. 11