BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap keluarga yang hidup di dunia ini selalu mendambakan agar keluarga itu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB V PENUTUP. 1. Permohonan pengujian judicial review diajukan oleh Machica. kekuatan hukum dengan segala akibatnya. Machica dan putranya,

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI ABSTRAK

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

PUTUSAN MK NO 46/ PUU-VIII/2010, MEROMBAK HUKUM KELUARGA DI INDONESIA

Jurnal Ilmiah DUNIA ILMU Vol.2 No.1 Maret 2016

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perkawinan tidak dapat dikatakan sempurna apabila belum

BAB I PENDAHULUAN. mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Pasal 2 ayat (2) dan

BAB IV ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU- VIII/2010 TENTANG KEDUDUKAN ANAK DI LUAR PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar tahun Hal ini berarti bahwa dalam

Oleh : Dr.H.Chatib Rasyid,SH.,MH. (Ketua PTA BANDUNG) A. Latar Belakang Masalah Pada Februari 2012 lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. sayang keluarga, tukar pikiran dan tempat untuk memiliki harta kekayaan. 3 apa yang

KEDUDUKAN HUKUM ANAK LUAR NIKAH PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PPU-VIII/2010

BAB I PENDAHULUAN. selalu hidup bahagia, damai dan sejahtera yang merupakan tujuan dari perkawinan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. sah dan anak tidak sah. Menurut Pasal 42 Undang-Undang Nomor 1

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI DI LUAR PERKAWINAN. A. Sejarah Mahkamah Konstitusi (MK)

BAB I PENDAHULUAN. sebaik-baiknya dan merupakan tunas-tunas bangsa yang akan meneruskan cita-cita

BAB III KEWARISAN TERHADAP ANAK DI LUAR NIKAH PASCA- PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/ PUU-VIII/ 2010

HAK DAN KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1 Oleh : Dirga Insanu Lamaluta 2

PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

HAK UNTUK MEMPEROLEH NAFKAH DAN WARIS DARI AYAH BIOLOGIS BAGI ANAK YANG LAHIR DARI HUBUNGAN LUAR KAWIN DAN PERKAWINAN BAWAH TANGAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi adalah salah satu lembaga tinggi negara yang juga

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.

BAB I PENDAHULUAN. satu upaya manusia untuk bisa mendapatkan hal tersebut. Dilihat dari

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

Dwi Astuti S Fakultas Hukum UNISRI ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

PEMBUKTIAN ANAK DENGAN BAPAK BIOLOGISNYA MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO : 46/PUU-8/2010

IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 46/PUU- VIII/2010 TERHADAP ANAK DARI PERKAWINAN SIRI. Oleh : Pahlefi 1

BAB I PENDAHULUAN. (uji materil) undang-undang terhadap Undang-undang Dasar Negara Republik

BAB V PENUTUP. A. Simpulan Perkawinan menurut Pasal 1 UU 1/1974 adalah ikatan lahir bathin

BAB III ISI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 TENTANG STATUS ANAK LUAR KAWIN. 1. Sejarah Pembentukan Mahkamah Konstitusi

BAB I PENDAHULUAN. dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 1 Hatinya yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak bersentuhan dengan titah dan perintah agama atau kewajiban yang

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang

EMELDA SAVIONITA 1 EMELDA SAVIONITA ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan

BAB II LEGISLASI ANAK LUAR NIKAH MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI. A. Anak Luar Nikah dalam Mahkamah Konstitusi

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh Undang-Undang. 1 Dalam

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

Putusan Nomor 46/PUU-VIII/2010 Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MOJOKERTO TENTANG DASAR HAKIM MEMUTUS PERKARA ITSBAT NIKAH POLIGAMI NOMOR 0370/Pdt.G/2012/PA.Mr.

HUBUNGAN KEPERDATAAN ANAK LUAR KAWIN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 46/PUU-VIII/2010

Prosiding SNaPP2014Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN Sri Turatmiyah

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 42 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor1Tahun 1974 tentang

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 82 A. Kesimpulan 82 B. Saran. 86 DAFTAR PUSTAKA 88

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PERJANJIAN KAWIN YANG DAPAT DILAKUKAN SELAMA PERKAWINAN BERLANGSUNG

I. PENDAHULUAN. manusia adalah zoon poloticon, yaitu selalu mencari manusia yang lain untuk

BAB III STATUS HAK KEPERDATAAN ANAK HASIL FERTILISASI IN VITRO PASCA KEMATIAN SUAMI SETELAH PUTUSAN MK NO. 46/PUU VIII/2010

The Enactment of Marriage Agreement Post Constitutional Court Verdict

PEMAHAMAN AKTIVIS PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 46/PUU-VIII/2010 TENTANG STATUS ANAK LUAR KAWIN (STUDY DI MALANG)

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Apabila mereka melangsungkan perkawinan maka timbullah hak dan

ABSTRAK. Adjeng Sugiharti

Falasifa, Vol. 7 Nomor 1 Maret

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH KONTITUSI. TENTANG STATUS ANAK di LUAR NIKAH

KEDUDUKAN ISTRI DAN ANAK DALAM PERNIKAHAN DI BAWAH TANGAN MENURUT UU NO. 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

KEDUDUKAN ANAK DAN HARTA DALAM PERKAWINAN SIRI DITINJAU DARI UU NOMOR 1 TAHUN 1974

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pegertian anak sah menurut Pasal 42 Undang-Undang Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang tidak ternilai

Kajian Yuridis Perlindungan Hukum Terhadap Anak Luar Kawin Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010

Retna Gumanti 1 ABSTRAK. Kata Kunci : Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 46/PUUVII/2010, anak tidak sah, hubungan keperdataan.

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 TERHADAP ANAK HASIL PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DAN

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dimana dalam suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. ini banyak dijumpai pasangan yang lebih memilih untuk melakukan nikah siri

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berikut ini adalah kasus mengenai penetapan asal usul anak:

BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

ANALISIS DAN PROBLEMA HUKUM SIDANG SATU ATAP PADA PENGADILAN AGAMA

A. Tenripaang Chairan. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Parepare

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

IMPLIKASI PUTUSAN MK TERHADAP STATUS HUKUM ANAK DI LUAR NIKAH. Abdul Halim Musthofa *

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua.

PELAKSANAAN PERKAWINAN DENGAN WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama

Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Terhadap Ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan.

BAB I PENDAHULUAN. berpasang-pasangan termasuk di dalamnya mengenai kehidupan manusia, yaitu telah

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus citacita

Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

BAB I EFEKTIVITAS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU- VIII/2010 TENTANG STATUS ANAK LUAR KAWIN DI CATATAN SIPIL WILAYAH HUKUM SUMATERA BARAT

BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974.

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.

HAK WARIS ANAK DILUAR NIKAH A. PENDAHULUAN DITINJAU MENURUT UU 1 TAHUN

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN MENJADI ANAK SAH

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

KEDUDUKAN HUKUM ANAK TIDAK SAH SEBELUM DAN SETELAH PUTUSAN MAHKMAAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU/VII/2010. Oleh : Sasmiar 1 ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. Ajaran agama Islam mengatur hubungan manusia dengan Sang. Penciptanya dan ada pula yang mengatur hubungan sesama manusia serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berhubungan dengan manusia lain. Timbulnya hubungan ini didukung oleh

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap keluarga yang hidup di dunia ini selalu mendambakan agar keluarga itu selalu hidup bahagia, damai dan sejahtera yang merupakan tujuan dari perkawinan yaitu membentuk keluarga yang bahagia, kekal dan sejahtera. Atas dasar kehidupan suami istri di dalam suatu ikatan perkawinan, akan berakibat yang penting dalam masyarakat, yaitu apabila dianugerahi keturunan, maka mereka dapat membentuk suatu keluarga. Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul amanah dan tanggung jawab. Pasal 1 Undang- Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan merumuskan bahwa : Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Makna dan arti dari perkawinan menjadi lebih dalam, karena selain melibatkan kedua keluarga juga lebih berarti untuk melanjutkan keturunan, keturunan merupakan hal penting dari gagasan melaksanakan perkawinan. Kehadiran seorang anak merupakan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi seorang ibu maupun keluarganya, karena anak merupakan buah perkawinan dan sebagai landasan keturunan. 1 Subekti dan R. Tjitrosudibyo, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pradnya Paramita, Jakarta, 1978, hal. 423.

Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi dengan adanya permohonan yudicial review yang diajukan Hj Aisyah Mochtar alias Machicha binti H Mochtar Ibrahim atas uji materil terhadap Undang-Undang Perkawinan, khususnya terhadap Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 43 ayat (1), Mahkamah Konstitusi memberikan putusan mengabulkan sebagian permohonan para pemohon. Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan tidak dikabulkan sebab perkawinan yang dicatatkan adalah untuk mencapai tertib administrasi. Pencatatan secara administratif yang dilakukan Negara dimaksudkan agar perkawinan, sebagai perbuatan hukum penting dalam kehidupan yang dilakukan oleh yang bersangkutan, yang berimplikasi terjadinya akibat hukum yang sangat luas, di kemudian hari dapat dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta otentik, sehingga perlindungan dan pelayanan oleh Negara terkait dengan hak-hak yang timbul dari suatu perkawinan dapat terselenggara secara tertib dan efisien. Artinya, dengan dimilikinya bukti otentik akta perkawinan, hakhak yang timbul sebagai akibat perkawinan dapat terlindungi dan terlayani dengan baik, karena tidak diperlukan proses pembuktian yang memakan waktu, uang, tenaga, dan pikiran yang lebih banyak, seperti pembuktian mengenai asal-usul anak dalam Pasal 55 Undang- Undang Perkawinan yang mengatur bahwa bila asal-usul anak tidak dapat dibuktikan dengan akta otentik maka mengenai hal itu akan ditetapkan dengan putusan pengadilan yang berwenang. Pembuktian yang demikian pasti tidak lebih efektif dan efisien bila dibandingkan adanya akta otentik sebagai bukti. Putusan Mahkamah Konstitusi No 46/PUU-VIII/2010 terhadap Pasal 43 ayat (1) tentang Perkawinan selanjutnya disebut (Undang-Undang Perkawinan), dikabulkan karena hubungan anak dengan seorang laki-laki sebagai ayah tidak semata-mata karena adanya ikatan perkawinan, akan tetapi dapat juga didasarkan pada pembuktian adanya hubungan

darah antara anak dengan laki-laki tersebut sebagai ayah. Dengan demikian, terlepas dari soal prosedur/administrasi perkawinannya, anak yang dilahirkan harus mendapat perlindungan hukum. Jika tidak demikian, maka yang dirugikan adalah anak yang dilahirkan di luar perkawinan, padahal anak tersebut tidak berdosa karena kelahirannya di luar kehendaknya. 2 Pasal 24 dan Pasal 25 Undang-Undang Perkawinan, telah mengatur tentang kedudukan anak dalam Hukum Keluarga di Indonesia. Menurut Undang-Undang Perkawinan, status anak dibedakan menjadi dua yaitu anak yang sah dan anak yang dilahirkan diluar perkawinan. Anak sah menurut Pasal 42 Undang-Undang Perkawinan adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Anak yang lahir diluar perkawinan seringkali disebut dengan istilah anak luar kawin atau anak tidak sah. Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan tidak memberikan pengertian tentang apa yang dimaksud dengan anak luar kawin. Dengan berpegang pada rumusan Pasal 42 Undang-Undang Perkawinan diatas, maka dapat dirumuskan bahwa termasuk anak luar kawin adalah anak yang tidak memenuhi kriteria sebagai anak sah. Anak luar kawin menurut KHI adalah anak yang tidak memenuhi kriteria anak sah sebagaimana dituangkan dalam Pasal 99 KHI. Dalam kedudukannya sebagai anak luar kawin, Pasal 43 Undang-Undang Perkawinan yo Pasal 100 KHI menyatakan bahwa anak luar kawin hanya akan mempunyai hubungan perdata / nasab dengan ibu dan keluarga ibu saja. Selanjutnya Undang-Undang Perkawinan 2 Syafran Sofyan, Analisis Hukum Putusan MK No 46/PUU-VIII/2010 Tentang Status Anak Luar Kawin, www.lemhannas.go.id/portal/in/daftar-artikel/1715-analisis-hukum-putusan-mahkamah-konstitusi-nomor-46puuviii2010-tgl-13-feb-2012-tentang-status-anak-luar-kawin, diunduh 16 April 2013

mengamanatkan dalam Pasal 43 ayat (2) bahwa tentang kedudukan anak luar kawin akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Namun dalam Pasal tersebut hanya tersirat secara garis besarnya saja sehingga masih memerlukan peraturan pelaksanaan yang berupa Peraturan Pemerintah. Hal ini dengan jelas dapat di lihat dalam Pasal 67 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan yang menyatakan bahwa : Hal-hal dalam Undang-Undang ini yang memerlukan pengaturan pelaksanaan, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Jika ditelaah dalam Pasal tersebut, maka ternyata dalam Undang-Undang Perkawinan tersebut hanya mengatur ketentuan-ketentuan pokok yang masih memerlukan suatu pelaksanaan. Oleh karena itu, Peraturan Pemerintah tersebut dikeluarkan pada Tahun 1975, yang disebut dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Permohonan uji materil tersebut dilakukan berawal dengan tidak diakuinya anak hasil perkawinan sirinya bernama Muhammad Iqbal oleh ayahnya bernama Drs. Moerdiono. Telah terjadi perkawinan siri yang dilakukan Hj Aisyah Mochtar dengan Drs. Moerdiono pada tanggal 20 Desember 1993. Hasil perkawinan siri dari keduanya telah lahir anak lakilaki bernama Muhammad Iqbal Ramadhan Bin Moerdiono. Pada pokok permohonannya disebutkan bahwa dengan ketentuan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan yang menyatakan bahwa : Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundangundangan yang berlaku dan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan menyatakan : Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya telah menimbulkan ketidakpastian hukum yang mengakibatkan kerugian kepada pemohon yakni Hj Machica Mochtar dan Muhammad Iqbal

berkaitan dengan status perkawinan dan status anak yang dihasilkan dari perkawinan siri antara Hj Machica Mochtar dengan Drs. Moerdiono. Dengan adanya dua Pasal dalam Undang - Undang Perkawinan tersebut, ada hak konstitusionalnya yang diatur dalam Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 dicederai oleh Undang - Undang Perkawinan, yakni bahwa berdasarkan Pasal 28 B ayat (1) UUD 1945, perkawinan yang dilakukan sesuai rukun nikah adalah sah, akan tetapi terhalang oleh Pasal 2 Undang - Undang Perkawinan, akibatnya menjadi tidak sah menurut norma hukum. 3 Akibat selanjutnya adalah karena berdasarkan norma hukum, perkawinan tersebut tidak sah, maka status hukum anak yang dilahirkan dari perkawinan yakni Muhammad Iqbal menjadi anak luar kawin berdasarkan ketentuan norma hukum yang tercantum dalam Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan. Selain itu, anak tersebut tidak berhak atas nafkah hidup, biaya pendidikan, serta warisan dari ayahnya. Setelah adanya Putusan MK No 46/PUU-VIII/2010 telah memberikan perlindungan terhadap anak luar kawin sehingga ada jaminan kelangsungan hidup bagi anak yang bersangkutan, karena ada kewajiban perdata yang dibebankan tidak hanya kepada ibu dan keluarga ibu, akan tetapi juga pada ayah dan keluarga ayah. Disamping itu, masalah yang muncul adalah bagaimana jka ayah dan keluarga ayah tidak mau melakukan hal-hal (misalnya tes DNA) guna membuktikan bahwa anak tersebut adalah anak biolgisnya dari laki-laki yang bersangkutan. Oleh sebab itu disini penulis akan lebih mengkaji tentang anak luar kawin setelah Putusan MK tersebut. 3 Pasal 28 B ayat (1) UUD 1945 Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945

B. RUMUSAN MASALAH Dengan didasarkan pada uraian diatas maka penulis tertarik untuk membahas permasalahan, sebagai berikut : a. Bagaimana implikasi putusan MK No 46/PUU-VIII/2010 terhadap anak luar kawin? b. Apa yang harus dilakukan oleh ibu dan Negara pasca putusan MK No 46/PUU-VIII/2010? C. TUJUAN PENELITIAN Setiap penelitian tentu pasti mempunyai tujuan, lebih-lebih penelitian dalam rangka penulisan suatu karya ilmiah. Adapun tujuan daripada penulisan tersebut adalah : 1. Untuk mengetahui akibat yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap anak luar kawin 2. Untuk mengetahui tindakan yang dilakukan oleh ibu dan Negara terkait anak luar kawin pasca putusan MK No 46/PUU-VIII/2010 D. MANFAAT PENELITIAN Adapun manfaat dari penelitian skripsi ini adalah : 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu pemikiran baru bagi generasi penerus bangsa (mahasiswa) dalam menciptakan hal-hal yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta mampu memberikan penjelasan mengenai dilindunginya status anak di luar perkawinan melalui putusan MK tersebut.

2. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa bahan bacaan perpustakaan di lingkungan Salatiga, khususnya Fakultas Ilmu Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. E. METODE PENELITIAN Dalam rangka penulisan ini sebagai upaya untuk mendapatkan hasil yang bersifat objektif maka diperlukan adanya suatu data dan informasi yang valid dan relevan serta berkaitan dengan masalah yang akan dibahas, untuk penyelesaian dan mengandung kebenaran yang dapat dipertanggung-jawabkan. Sebagai upaya dalam perolehan bahan hukum yang valid, penulis mempergunakan metode penelitian yang berfungsi sebagai sarana dan pedoman dalam perolehan bahan hukum serta untuk mengoperasionalkan tujuan penelitian, meliputi : 1. Jenis Penelitian Dalam penelitian skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Jenis penelitian yuridis normatif yaitu metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder untuk menyusun dan menghubungkan berbagai bahan hukum dengan menganalisis Putusan Mahkamah Konstitusi yang berkaitan dengan anak luar kawin melalui studi kepustakaan, sehingga dapat diabstraksikan dan dianalisis guna menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. 2. Pendekatan Yang Digunakan Dalam penulisan ini, penulis menggunakan pendekatan PerUndang-Undangan. Pendekatan masalah dengan Perundang-Undangan (statute approach) adalah suatu pendekatan yang dilakukan terhadap berbagai aturan hukum yang berkaitan objek penelitian yang dikaji seperti : Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, PP. No. 9 Tahun 1975 tentang

Pelaksanaan UU No.1 Tahun1974, Kompilasi Hukum Islam, KUH Perdata (BW), UUD 1945, dan Putusan MK No 46/PUU-VIII/2010 3. Bahan Hukum Dalam penelitian ini digunakan: a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer terdiri dari : PerUndang-Undangan : Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, PP. No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam, KUH Perdata (BW), UUD 1945, dan Putusan Mahkamah Konstitusi No 46/PUU-VIII/2010. c. Bahan Hukum Sekunder Sebagai bahan hukum sekunder yang terutama adalah bahan hukum yang didapatkan dari berbagai literatur yang ada dan berhubungan dengan hak anak luar kawin untuk mendapatkan warisan serta bersifat menunjang dan relevan, seperti: skripsi, tesis, buku dan jurnal-jurnal hukum. d. Bahan Hukum Tersier Yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, encyclopedia,dan lain-lain. 4. Unit Amatan a. Undang Undang

Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, PP. No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam, KUH Perdata (BW), UUD 1945. b. Unit analisis dalam penelitian ini adalah Putusan Mahkamah Konstitusi No 46/PUU- VIII/2010 yang berkaitan dengan anak luar kawin.