BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sistem politik-demokratik modern. Pemilu bahkan telah menjadi salah satu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan

2015 MODEL REKRUTMEN DALAM PENETUAN CALON ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) PROVINSI JAWA BARAT

publik pada sektor beras karena tidak memiliki sumber-sumber kekuatan yang cukup memadai untuk melawan kekuatan oligarki politik lama.

BAB I PENDAHULUAN. mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.

Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa) Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB 1

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang digunakan dalam suatu negara. Indonesia adalah salah satu

I. PENDAHULUAN. Politik merupakan proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat

DEMOKRASI & POLITIK DESENTRALISASI

BAB 7 PENUTUP. dalam studi ini berikut argumentasinya. Saya juga akan membingkai temuantemuan

BAB IV ANALISIS DATA. Analisis data merupakan proses mengatur aturan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satu uraian dasar.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Efek Jokowi: Peringatan Penting dari Survei Eksperimental

I. PENDAHULUAN. Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut kepentingan rakyat harus didasarkan pada kedaulatan rakyat. Pemilu

TEORI EKONOMI POLITIK (2)

Menuju Pemilu Demokratis yang Partisipatif, Adil, dan Setara. Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Jakarta, 16 Desember 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara demokratis merupakan negara yang memberi peluang dan

BAB I PENDAHULUAN. hampir seluruh organisasi politik memiliki strategi yang berbeda-beda.

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik

PANDUAN AKUNTABILITAS POLITIK

ABSTRAK (RINGKASAN PENELITIAN)

I. PENDAHULUAN. akuntabilitas bagi mereka yang menjalankan kekuasaan. Hal ini juga

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perjalanan politik di Indonesia selama ini telah menorehkan sejarah panjang

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI

Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. dapat saling bertukar informasi dengan antar sesama, baik di dalam keluarga

I. PENDAHULUAN. dilakukan dengan keikutsertaan partai politik dalam pemilihan umum yang

I. PENDAHULUAN. melalui lembaga legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. memilih sebuah partai politik karena dianggap sebagai representasi dari agama

BAB I PENDAHULUAN. dimana adanya pemberian kebebasan seluas-luasnya. untuk berpendapat dan membuat kelompok. Pesatnya

Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. keterlibatan masyarakat dalam berpartisipasi aktif untuk menentukan jalannya

KPU KOTA ADM. JAKARTA BARAT HASIL RISET TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. tangan rakyat, maka kekuasaan harus dibangun dari bawah. diantaranya adalah maraknya praktik-praktik money politics.

BAB I PENDAHULUAN. Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang

BAB VII PENUTUP Kesimpulan. kualitas dan kuantitas pemilih dalam menggunakan hak pilihnya. Relawan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tantangan baru. Memilihan umum (pemilu) dalam era reformasi dan

BAB 5 KESIMPULAN. Faktor-faktor kemenangan..., Nilam Nirmala Anggraini, FISIP UI, Universitas 2010 Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Hubungan antara pemerintah dengan warga negara atau rakyat selalu berada. terbaik dalam perkembangan organisasi negara modern.

Jakarta, 12 Juli 2007

VARIASI GAYA BAHASA SLOGAN DALAM ATRIBUT CALEG PEMILU 2009 DI SURAKARTA SKRIPSI

JAKARTA, 11 Juli 2007

BAB VI KESIMPULAN. berasal dari dana mereka masing-masing. Di samping itu bantuan finansial dalam

PENGELOLAAN PARTAI POLITIK MENUJU PARTAI POLITIK YANG MODERN DAN PROFESIONAL. Muryanto Amin 1

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara demokrasi. Salah satu ciri dari negara

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. putra-putri terbaik untuk menduduki jabatan-jabatan politik dan pejabatpejabat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

Demokrasi Sudah Digagas Jauh Sebelum Merdeka

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan sebuah negara dengan sistem pemerintahan

BAB VII PENUTUP. perekonomian yang cukup tinggi serta akan menjadikan Bali sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang

I. PENDAHULUAN. melalui penghargaan terhadap perbedaan-perbedaan yang ada, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut ( Dalam prakteknya secara teknis yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Presiden dan kepala daerah Pilihan Rakyat. Pilihan ini diambil sebagai. menunjukkan eksistensi sebagai individu yang merdeka.

BAB I PENDAHULUAN. dan DPRD sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota DPD. sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman daerah sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. daerah (pemilukada) diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan, kedaulatan berada pada tangan rakyat. Demokrasi yang kuat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Partai politik adalah organisasi yang dibentuk untuk mempengaruhi bentuk

Tiga Tahun Partai Politik : Masalah Representasi Aspirasi Pemilih

BAB I PENDAHULUAN. Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang

BAB I PENDAHULUAN. melaluinya masyarakat dapat menyalurkan, menitipkan mandat dan harapan.

I. PENDAHULUAN. demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. berbagai cara yang sekiranya bisa menarik masyarakat untuk memilih. calonnya, calon pasangan kepala daerah untuk Wilayah Kabupaten

Pemilu 2009: Kemenangan Telak Blok Partai Nasionalis Ringkasan

Struktur kelembagaan politik, ekonomi dan sosial suatu masyarakat dapat menciptakan atau melanggengkan demokrasi, tetapi dapat pula mengancam dan mele

BAB I PENDAHULUAN. merumuskan dan menyalurkan kepentingan masyarakat.partai politik juga

BAB I PENDAHULUAN. keluarga dalam kehidupannya sehari hari.banyak masyarakat yang mencari

BAB I PENDAHULUAN. Pada Juni 2005, rakyat Indonesia melakukan sebuah proses politik yang

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut kepentingan rakyat harus didasarkan pada kedaulatan rakyat. Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung sejak sistem otonomi daerah diterapkan. Perubahan mekanisme

BAB I PENDAHULUAN. politiknya bekerja secara efektif. Prabowo Effect atau ketokohan mantan

Pokok-pokok Pikiran RUU Kebudayaan, Negara dan Rakyat 1 [sebuah catatan awam] 2. Oleh Dadang Juliantara

BAB I. PENDAHULUAN. oleh rakyat dan untuk rakyat dan merupakan sistem pemerintahan yang. memegang kekuasaan tertinggi (Gatara, 2009: 251).

KEWAJIBAN PELAPORAN DANA KAMPANYE PESERTA PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2014

STRATEGI PEMENANGAN PASANGAN CALON BUPATI DAN WAKIL BUPATI CAMPURAN PURI DAN NONPURI DI GIANYAR

BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISIS. Penelitian mengenai Evaluasi Pemilihan Umum Pada Proses

I. PENDAHULUAN. sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan

BAB V PENUTUP. dipilih melalui pemilihan umum. DPR memegang kekuasaan membentuk. undang-undang. Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh DPR dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Reformasi telah membawa perubahan terhadap aspek-aspek kehidupan di

Transkripsi:

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan lapangan, terdapat beberapa persoalan mendasar yang secara teoritis maupun praksis dapat disimpulkan sebagai jawaban dari pertanyaan penelitian. Secara umum diketahui bahwa, tidak terdapat perbedaan antara pola relasi, alasan, dan harapan petani kepada parpol. Begitu juga dengan peran birokrasi serta tokoh masyarakat dalam mempengaruhi pilihan politik petani dalam pemilu. Petani di Ntobo dan Kumbe yang mempunyai pilihan politik yang berbeda, dalam kenyataannya memiliki persoalan sosial-politik dan struktur sosial yang sama. Pilihan pada Golkar dan PDI Perjuangan, tidak menyebabkan adanya perbedaan alasan, pola, tujuan, dan harapan petani kepada parpol. Begitu juga dengan pandangan atau sikap petani dalam merespon kebijakan yang diperjuangkan oleh Golkar atau PDI Perjuangan, petani memiliki padangan politik yang tidak selalu sama, bahkan cenderung bertolak-belakang, seperti dalam kasus beras impor. Dengan demikian, pilihan politik petani bukan merupakan jaminan lahirnya pandangan dan sikap politik yang sama dengan parpol pilihannya. Kesimpulan di atas, merupakan hasil perbandingan dari keseluruhan temuan lapangan di Ntobo dan Kumbe. Pada warga Ntobo dan Kumbe, terjadi proses hegemoni yang dilakukan oleh birokrasi dan tokoh masyarakat yang merupakan bagian dari strategi politik Golkar. Walaupun Kumbe dikategorikan sebagai basis PDI Perjuangan, bukan berarti petani bebas dari pengaruh birokrasi. Hegemoni yang dipahami oleh Gramcshi sebagai superstruktural telah menjadi bingkai dari keseluruhan proses relasi yang dilakukan oleh petani dengan partai politik. Walaupun dalam kasus sogokan logistik (infrastruktur) oleh elit politik yang disampaikan melalui birokrasi atau caleg/parpol (suprastruktur), teori Gramschi tidak menyinggungnya, namun dalam konteks Ntobo dan Kumbe, terdapat beberapa masalah yang sesungguhnya justru memperkaya teori hegemoni Gramschi. 114

115 Kemudian, hal penting lainnya yang ditemukan dalam penelitian ini adalah adanya klasifikasi antara konsepsi warga negara dan warga desa. Selanjutnya, untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan secara lebih khusus setiap hasil temuan lapangan: 6.1.1 Relasi Politik yang Tidak Seimbang 1). Pola relasi politik. Relasi yang berlangsung antara petani dan parpol di Ntobo dan Kumbe selama Pemilu 1999, 2004, dan 2009 memiliki pola yang sama. Bagi petani di Ntobo, relasi yang berlangsung pada banyak hal dimediasi oleh birokrasi dan tokoh masyarakat. Namun, dominasi Golkar, tidak membuat petani menjadi dekat dan paham dengan kebijakan Golkar. Begitu juga dengan keberadaan PDI Perjuangan di Kumbe. Petani di Kumbe melakukan relasi politiknya hanya pada saat menjelang pemilu. Selebihnya, parpol menjadi eksklusif dan menjaga jarak dengan petani. Bagi Golkar, relasinya dengan petani disampaikan melalui pendekatan birokrasi, sementara PDI Perjuangan tidak melakukan hal ini. Namun, perbedaan pendekatan ini, tidak menyebabkan terjadinya perbedaan pola di tingkat petani. Parpol menjalankan relasi yang elitis, yang memposisikan petani sebagai kelompok marginal, yang didekati menjelang pemilu dan dengan sogokan-sogokan ekonomi. Perbedaan kepentingan politik antara petani dengan parpol menyebabkan terbentuknya pola hubungan yang tidak demokratis. Namun, keadaan ini, tidak menyebabkan petani menjauh dan alergi terhadap parpol. Petani dengan moral petaninya, masih terus melakukan permakluman atas ketidakadilan yang terjadi atas dirinya. 2). Alasan petani melakukan relasi politik. Petani mempunyai alasan sosial-ekonomi dalam melakukan relasi dengan parpol. Bagi petani di Ntobo, berhubungan dengan Golkar, di samping untuk mendapatkan bantuan logistik yang disampaikan melalui Departemen Pertanian, juga karena adanya tuntutan dalam memenangkan caleg dari Ntobo. Keadaan ini tidak berbeda jauh dengan alasan petani di Kumbe, bahwa faktor

116 kekeluargaan dan iming-iming kesejahteraan menjadi dorongan dalam menentukan pilihan politik dengan memilih PDI Perjuangan. dalam pemilu. 6.1.2 Hegemoni melalui Superstruktur dan Infrastruktur 1). Peran Birokrasi. Kekuatan Golkar, salah satunya terletak pada penguasaan dan peran birokrasi hingga tingkat desa. Hal inilah yang belum bisa dilakukan oleh PDI Perjuangan, sehingga keberadaan Megawati sebagai incumbent, tidak mempengaruhi rakyat untuk menjatuhkan pilihan kepada Megawati dan PDI Perjuangan. Hal ini diperkuat dengan keberadaan PDI Perjuangan yang tidak memiliki akar sejarah politik di Bima. Berbeda dengan Partai Demokrat yang mulai melakukan hal yang sama dengan Golkar, yakni melakukan penguatan di birokrasi (suprastruktur) dan dengan memberikan bantuan-bantuan logistik kepada rakyat. Pendekatan ini, menyebabkan Partai Demokrat dapat memenangkan suara petani terutama untuk tingkat DPR RI di Bima, termasuk di Ntobo dan Kumbe pada Pemilu 2009. 2). Politik Kekeluargaan. Partisipasi politik petani, tidak dapat dilepaskan dari politik keluarga. Sebagai masyarakat agraris dengan nilai patriarkhal yang masih melekat cukup kuat, mempengaruhi cara pandang dan tindakan politik petani. Berbeda partai politik, bukan alasan untuk tidak dapat memilih caleg yang sama. Ikatan kekeluargaan dan peran tokoh masyarakat setempat, mempengaruhi kemenangan caleg/parpol tertentu. 3). Infrastruktur (bantuan logistik melalui birokrasi, caleg/parpol). Partisipasi politik petani melalui pemilu, dalam kenyataannya belum dapat mempengaruhi kebijakan publik. Karena keikutsertaan petani dalam pemilu, selalu diarahkan hanya pada pemenuhan kebutuhan ekonomi petani. Bagi petani, berpolitik berarti tersedianya pupuk, obat-obat padi, dan harga gabah tinggi. Relasi petani dengan parpol, dibangun atas dasar kepentingan ekonomis. Pertukaran suara dengan benda ekonomis yang dilakukan secara langsung seperti yang dilakukan oleh caleg/parpol dalam setiap kampanye, dan dengan cara tidak langsung

117 yang dilakukan oleh partai incumbent yang dilakukan jauh sebelum pemilu, dapat mempengaruhi pilihan politik petani. 4). Partai politik tidak melakukan ideologisasi. Pada tataran yang ideal, menjadi kewajiban partai politik, dalam hal ini Golkar dan PDI Perjuangan untuk melakukan ideologisasi terhadap petani. Namun, dalam kenyataannya, partai politik hanya menjadikan petani sebagai mesin suara yang diingat dan dikunjungi menjelang pemilu. Semeentara bagi petani di Ntobo dan Kumbe, pemilu dipahami sebagai ritual politik yang wajib untuk diikuti, dengan iming-iming terjadinya peningkatan kesejahteraan. 6.1.3 Konsepsi Warga Negara yang Bersanding dengan Warga Desa 1). Partisipasi politik sebagai warga negara (individual). Partisipasi politik petani sebagai warga negara memiliki ruang yang sama dengan kelompok warga negara lainnya. Melalui undang-undang, negara memberikan kesempatan yang sama kepada semua warga negara untuk berpartisipasi dalam pemilu. Berpartisipasi di sini, bisa berarti ikut dipilih atau memilih. Adalah hak setiap warga negara untuk ikut pemilu melalui partai politik (atau independen). Seseorang bisa mencalonkan diri sebagai anggota legislatif atau eksekutif (presiden, gubernur, bupati/wali kota). Dan kalau tidak ikut mencalonkan diri, maka seseorang dapat menyalurkan aspirasi politiknya dengan ikut memilih. Sebagai warga negara, maka petani yang berada di Ntobo maupun Kumbe, memiliki hak yang sama dalam menentukan calon pemimpinnya. Hak memilih dan dipilih ini merupakan hak individu yang dijamin oleh undang-undang. Asumsinya, seseorang yang memenuhi hak politiknya, dapat dikategorikan sebagai orang yang memiliki kesadaran bahwa dengan memilih, ia sedang berupaya untuk terlibat dalam proses bernegara dalam melahirkan kebijakan ekonomi-politik. Namun, prasyarat di atas, belum dapat dijalankan oleh petani di Ntobo dan Kumbe. Karena posisinya sebagai warga negara, belum dapat diaktualisasikan sepenuhnya

118 dalam proses pemilu. Petani masih hidup dengan nilai-nilai yang berada di luar konsepsi warga negara. Dalam implementasi politiknya, petani memposisikan dirinya sebagai warga desa yang memiliki nilai dan aturan main yang berbeda dengan warga negara. 2). Partisipasi politik sebagai warga desa (suara kolektif). Partisipasi politik petani Ntobo dan Kumbe dalam tiga kali pemilu pasca-reforamsi 98, menunjukkan terjadinya polarisasi bahwa, petani di Ntobo dikategorikan sebagai petani Golkar, dan petani di Kumbe sebagai petani PDI Perjuangan. Keadaan berlangsung, hingga kehadiran partai Demokrat yang berhasil merubah peta politik di Bima, khususnya Ntobo dan Kumbe. Sebagai warga desa, maka petani di Ntobo dan Kumbe memiliki ikatan dan aturanaturan yang berfondasikan pada nilai-nilai desa. Sebagai petani, maka kultur dan sistem nilai yang paternalistik menjadi bingkai dalam bermasyarakat. Perilaku sosialpolitik masyarakat tani, memiliki kecenderungan melakukan stratifikasi sosial berdasarkan kedudukan sosial-politik seseorang. Bagi petani yang merupakan tokoh masyarakat, atau petani kaya, mempunyai posisi yang lebih tinggi dibanding petani miskin/buruh tani. Begitu juga dengan posisi petani pada umumnya, berada di lapisan lebih rendah dibandingkan elit politik; birokrasi dan tokoh masyarakat. Hal ini menyebabkan terjaganya nilai-nilai paternalistik, namun bukan berarti warga kota atau warga negara lainnya, telah bebas dari nilai-nilai paternalistik. Keadaan di atas yang menyebabkan terpolanya konsepsi warga desa, yang berpolitik berdasarkan nilai-nilai kekerabatan. Bagi petani, baik yang berada di Ntobo maupun Kumbe, mengikuti pemilu bukan merupakan hak, melainkan kewajiban (aturan lisan). Untuk itu, dalam menentukan pilihan politik, terlebih dahulu harus dibicarakan bersama antarwarga desa. Setidaknya, tokoh masyarakat dapat menentukan arah politik warga desa. Dengan mengikuti suara kolektif, maka petani mengasumsikan dirinya sebagai warga desa yang baik, yang dapat menjaga komitmen bersama. Dan petani juga memiliki potensi untuk melakukan tindakan politik lainnya walaupun terkesan pragmatis dalam menjaga suaranya.

119 Berhadapan dengan elit politik yang selama pemilu hanya memanfaatkan suaranya, maka petanipun memiliki posisi tawar dengan menukarkan suaranya dengan barangbarang ekonomis. 6.2 Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat disampaikan beberapa saran yang dapat diberikan kepada pihak-pihak terkait: 6.2.1 Akademisi Dalam hal ini, peneliti memberikan saran bagi peneliti lain yang konsen pada isu petani dan politik untuk mengembangkan penelitian pada implementasi teori warga desa yang dalam prakteknya juga mampu melakukan partisipasi politik dan tindakantindakan yang mengarah pada perlawanan. Sehingga dapat diformulasi tesis baru yang mampu mengisi kekosongan teori Verba tentang partisipasi politik legal warga negara. Kemudian, teori hegemoni dari Gramschi yang menjadi landasan dalam menganalisa juga perlu diisi dengan adanya temuan peran infrastruktur dalam proses hegemoni. Dengan demikian, kekurangan dalam penelitian ini bisa diisi oleh peneliti lain. Masalah lain yang perlu dikembangkan adalah posisi politik petani ketika berhadapan dengan elit politik. Dalam beberapa penelitian lain, seperti yang dijadikan studi literatur di Bab 2, telah ada upaya penelitian yang mengaitkan posisi sosial-politik petani ketika berhadapan dengan pihak lain. Namun hasil penelitian ini, belum sampai pada tindakan politik petani dalam konteks gerakan sosial. 6.2.2 Partai Politik Sudah saatnya menempatkan petani sebagai mitra sejajar dalam berpolitik. Sepuluh tahun usia reformasi, sudah cukup memoles kekurangan sistem politik, sehingga proses pendidikan dan ideologisasi kepada petani dapat dilangsungkan. Dengan

120 memposisikan petani sebagai warga negara yang memiliki hak dan kewajiban politik yang sama dengan warga negara lainnya, maka akan memudahkan partai politik dalam merealisasikan fungsi dirinya sebagai agen ideologi. Perkembangan jaman dan meningkatnya kesadaran politik dari civil society, menjadi modal bagi partai politik untuk menjalankan politik yang demokratis (tidak oligarkhis), yang menyediakan kesempatan yang sama bagi petani. Dengan demikian, pemilu menjadi instrumen demokrasi yang dijalankan sebagai hak oleh setiap warga negara. 6.2.3 Petani Melaksanakan konsep warga desa pada satu sisi dapat menjadi posisi tawar terhadap kekuatan elit politik. Akan tetapi, implementasi dari konsep warga desa, sebaiknya tidak menegasikan konsep warga negara. Karena pada banyak hal, sebagai warga negara maka petani dapat memperjuangkan hak-hak ekonomi-sosial-politiknya. Dan pada sisi lain, konsepsi warga desa memelihara kultur paternalistik yang justru berseberangan dengan nilai demokrasi. Saatnya bagi petani untuk memposisikan dirinya sebagai bagian dari kolektif sekaligus individu yang memiliki hak politik yang setara dengan warga negara lainnya, tanpa harus melakukan tindakan pragmatis, dengan memelihara pertukaran suara sebagai nilai baru. 6.2.4 Pemerintah (Birokrasi) Birokrasi harus dikembalikan pada fungsi politiknya sebagai pelayan rakyat yang netral. Sehingga proses politik dapat berlangsung, tanpa intervensi dari pemerintah. Keadaan ini memang sulit, tetapi harus mulai dilakukan. Setidaknya apa yang dilakukan oleh Megawati dan PDI Perjuangan pada saat berkuasa, dengan tidak mencampur-adukkan peran dan fungsi birokrasi adalah hal yang patut dihargai, walaupun pilihan politik ini membawa konsekwensi tidak populernya seorang presiden/partai yang sedang berkuasa di hadapan rakyat.