BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu

BAB VII PERENCANAAN a Konsep Ruang

`BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kerugian secara meluas dan dirasakan, baik oleh masyarakat

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI

TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK

19 Oktober Ema Umilia

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

Bab VI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN. 6.1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan

SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

BAB I PENDAHULUAN Posisi Indonesia dalam Kawasan Bencana

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1

MITIGASI BENCANA BENCANA :

L E M B A R A N D A E R A H

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 20 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN SUKAMARA

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

Click to edit Master title style

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Korban Bencana dan Kecelakaan. Pencarian. pertolongan. Evakuasi. Standar Peralatan.

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penambangan Batubara

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak terlepas dari pengaruh dan fenomena alam yang

I. PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi negara yang sedang berkembang

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana adalah sebuah fenomena akibat dari perubahan ekosistem yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II LAMPUNG BARAT NOMOR 01 TAHUN 1994 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

PEMANFAATAN SUMBER MATA AIR DALAM KAWASAN HUTAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam arti luas bagi manusia dalam melakukan aktifitasnya.

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 2 Sub Pokok Bahasan : a. Lingkungan alamiah dan buatan b. Ekologi kota c. Ekologi kota sebagai lingkungan terbangun

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT.

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);

meningkat. Banjir dapat terjadi karena peluapan air yang berlebihan di suatu tempat akibat hujan deras, peluapan air sungai, atau pecahnya bendungan

DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN.5 2. MENGENAL LEBIH DEKAT MENGENAI BENCANA.8 5W 1H BENCANA.10 MENGENAL POTENSI BENCANA INDONESIA.39 KLASIFIKASI BENCANA.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana sosial

Berikut beberapa penyebab kepunahan hewan dan tumbuhan: 1. Bencana Alam

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II DISASTER MAP. 2.1 Pengertian bencana

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah

PROFIL DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU TA.2017 BIDANG KAWASAN PERMUKIMAN

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

PANDUAN PENGAMATAN LANGSUNG DI LOKASI/KAWASAN WISATA TERPILIH

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

Transkripsi:

5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Menurut Rachman (1984) perencanaan lanskap ialah suatu perencanaan yang berpijak kuat pada dasar ilmu lingkungan atau ekologi dan pengetahuan alami yang bergerak dalam kegiatan penelitian atas lahan yang luas dalam mencari ketepatan tata guna tanah di masa yang akan datang. Sedangkan menurut Gold (1980), perencanaan adalah suatu alat yang sistematis, yang digunakan untuk menentukan saat awal suatu keadaan dan cara terbaik untuk pencapaian keadaan tersebut dimana perencanaan lanskap dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, antara lain : a. Pendekatan sumber daya, yaitu penentuan tipe sacara alternatif aktivitas berdasarkan pertimbangan kondisi dan situasi sumberdaya. b. Pendekatan aktivitas, yaitu penentuan tipe dan alternatif aktivitas berdasarkan seleksi terhadap aktivitas pada masa lalu untuk memberikan kemungkinan apa yang dapat disediakan pada masa yang akan datang. c. Pendekatan ekonomi, yaitu pendekatan tipe, jumlah, dan lokasi kemungkinan aktivitas berdasarkan pertimbangan ekonomi. d. Pendekatan perilaku, yaitu penentuan aktivitas berdasarkan pertimbangan perilaku manusia. Menurut Nurisjah dan Pramukanto (1995), terdapat beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam perencanaan, diantaranya : a. Mempelajari hubungan antara kawasan tersebut dengan lingkungan sekitar. b. Memperhatikan keharmonisan antara daerah sekitarnya dengan kawasan yang akan direncanakan. c. Menjadikan sebagai objek (wisata) yang menarik. d. Merencanakan kawasan tersebut sehingga dapat menghasilkan suatu kawasan yang dapat menampilkan kesan masa lalunya. 2.2 Bencana alam

6 Ada beberapa pengertian atau definisi tentang bencana, beberapa definisi cenderung merefleksi karakteristik berikut ini (Carter, 1991 ; UU No 24, 2007) : a. Gangguan atau kekacauan pada pola normal kehidupan. Gangguan atau kekacauan ini biasanya hebat, terjadi tiba-tiba, tidak disangka dan wilayah cakupannya cukup luas atau menimbulkan banyak korban. b. Dampak ke manusia seperti kehilangan jiwa, luka-luka, dan kerugian harta benda. c. Dampak ke pendukung utama struktur sosial dan ekonomi seperti kerusakan infrastruktur : sistem jalan, sistem air bersih, listrik, komunikasi dan pelayanan utilitas penting lainnya. Dalam UU No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami (suatu peristiwa fisik, seperti letusan gunung, gempa bumi, tanah longsor) dan aktivitas manusia. Karena ketidakberdayaan manusia, akibat kurang baiknya manajemen keadaan darurat, sehingga menyebabkan kerugian dalam bidang keuangan dan struktural, bahkan sampai kematian. Kerugian yang dihasilkan tergantung pada kemampuan untuk mencegah atau menghindari bencana dan daya tahan mereka. Pemahaman ini berhubungan dengan pernyataan, "bencana muncul bila ancaman bahaya bertemu dengan ketidakberdayaan". Dengan demikian, aktivitas alam yang berbahaya tidak akan menjadi bencana alam di daerah tanpa ketidakberdayaan manusia, misalnya gempa bumi di wilayah tak berpenghuni. Konsekuensinya, pemakaian istilah "alam" juga ditentang karena peristiwa tersebut bukan hanya bahaya atau malapetaka tanpa keterlibatan manusia. Besarnya potensi kerugian juga tergantung pada bentuk bahayanya sendiri, mulai dari kebakaran, yang mengancam bangunan individual, sampai

7 peristiwa tubrukan meteor besar yang berpotensi mengakhiri peradaban umat manusia. Namun demikian pada daerah yang memiliki tingkat bahaya tinggi (hazard) serta memiliki kerentanan/kerawanan (vulnerability) yang juga tinggi tidak akan memberi dampak yang hebat/luas jika manusia yang berada disana memiliki ketahanan terhadap bencana (disaster resilience). Konsep ketahanan bencana merupakan valuasi kemampuan sistem dan infrastruktur-infrastruktur untuk mendeteksi, mencegah, dan menangani tantangan-tantangan serius yang hadir. Dengan demikian meskipun daerah tersebut rawan bencana dengan jumlah penduduk yang besar jika diimbangi dengan ketahanan terhadap bencana yang cukup maka daerah tersebut memiliki kemngkinan kecil teradi bencana. 2.3 Tata Ruang Wilayah Tata Ruang merupakan suatu wujud struktur ruang dan pola ruang disusun secara nasional, regional, dan lokal. Secara nasional disebut dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, yang dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi, dan Rencana Tata Ruang Wilayah tersebut perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota. Ruang didefinisikan sebagai wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Tata ruang perkotaan lebih kompleks dibandingkan dengan tata ruang perdesaan, sehingga perlu banyak diperhatikan dan direncanakan dengan baik. Kawasan atau zona di wilayah perkotaan dibagi dalam beberapa zona sebagai berikut : 1. Perumahan dan permukiman 2. Perdagangan dan jasa 3. Industri 4. Pendidikan 5. Perkantoran dan jasa

8 6. Terminal 7. Wisata dan taman rekreasi 8. Pertanian dan perkebunan 9. Tempat pemakaman umum 10. Tempat pembuangan sampah Dampak dari rencana tata ruang di wilayah perkotaan yang tidak diikuti adalah kesemrawutan kawasan yang mengakibatkan munculnya kawasan kumuh. Hal ini berdampak kepada gangguan terhadap sistem transportasi, sulitnya mengatasi dampak lingkungan yang berimplikasi kepada kesehatan. Pada sumber lain dijelaskan pula tentang makna ruang dan tata ruang sebagai istilah hukum tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Pasal-pasal terpenting berkenaan dengan kebijakan lingkungan hidup ialah pasal 1 tentang batasan pengertian, pasal 2 dan 3 tentang asas dan tujuan, pasal 7, 11, 14, dan 16 tentang perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian, dan pasal 20 tentang rencana tata ruang. Dalam pasal 1 butir 2 disebutkan bahwa tata ruang adalah suatu wujud struktural pemanfaatan ruang atau pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak. Pada penjelasannya tata ruang memberikan dua gambaran sekaligus, yaitu tampakan bentang lahan (landscape festures ; wujud struktural pemanfaatan ruang) dan alokasi kegiatan pemanfaatan ruang (pola pemanfaatan ruang). Tata ruang yang direncanakan ialah tata ruang buatan, sedang yang tidak direncanakan ialah terbentuk secara alamiah dengan unsur-unsur alam. 2.4 Konsep Ekologi Hidraulik Menurut Maryono A dan Edy (2006) suatu konsep perencanaan yang bertujuan untuk mengembalikan fungsi utama danau dalam kaitannya sebagai pemanen air hujan dapat dilakukan dengan pendekatan sistem ekologi hidraulik. Konsep ini merupakan upaya untuk memperbaiki dan menyehatkan seluruh komponen ekologi (flora-fauna) dan hidraulik (sistem keairan) penyusun danau yang bersangkutan, sehingga berfungsi menampung air yang

9 dapat digunakan untuk keperluan air bersih masyarakat, meresapkan air hujan untuk pengisian air tanah, dan dapat berkembang menjadi wilayah ekosistem danau yang hidup dan lestari. Danau alami yang memenuhi kondisi ekologi hidraulik yaitu memiliki daerah tangkapan air yang bagus, komposisi dan heterogenitas tanamannya lengkap, belum ada penggundulan hutan dan sistem tata air dan drainasenya masih alamiah, tumbuh vegetasi dan pohon-pohon besar yang melingkari danau pada zona sempadan (vegetasi ini cukup rapat). Pohon dan vegetasi melingkar ini, secara umum dapat dibedakan menjadi tiga ring. Ring pertama pada umumnya terdiri dari pohon-pohon besar yang biasa ada di daerah yang bersangkutan. Ring kedua dipenuhi dengan pohon-pohon yang lebih kecil dan relatif kurang rapat dibanding dengan ring pertama. Ring ketiga atau ring luar berbatasan dengan daerah luar telaga, dengan tingkat kerapatan tanaman yang lebih jarang. Jika kondisi vegetasi di sekeliling danau sudah punah maka dapat dipastikan bahwa umur danau akan memendek, baik disebabkan oleh tingkat penguapan dan suhu yang tinggi maupun tingkat sedimentasi yang tinggi. Ketika melakukan pengembangan di daerah sekitar situ, maka pengembangan tersebut sebaiknya dilakukan di luar ring ketiga dan mengacu pada konsep ekowisata. 2.5 Situ dan Danau Berdasarkan PP No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional, kawasan sekitar danau atau waduk ditetapkan sebagai kawasan yang termasuk dalam perlindungan setempat. Kawasan sekitar waduk dan situ adalah kawasan di sekeliling waduk dan situ yang mempunyai manfaat untuk mempertahankan kelestarian fungsinya. Kriteria kawasan lindung untuk kawasan sekitar danau telah ditetapkan dalam RTRW secara nasional yaitu daratan sepanjang tepian danau atau waduk antara 50-100 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat (PP No.47 Tahun 1997, Pasal 34 ayat 3), penetapan kawasan sekitar danau atau waduk sebagai kawasan perlindungan setempat adalah untuk melindungi danau atau waduk dari

10 berbagai usaha dan atau kegiatan yang dapat mengganggu kelestarian dan fungsi danau atau waduk (Haeruman, 1999). Sementara itu Haeruman (1999) berpendapat bahwa keberadaan waduk dan danau sangat penting dalam turut menciptakan keseimbangan ekologi dan tata air. Dari sudut ekologi, waduk dan danau merupakan ekosistem yang terdiri dari unsur air, kehidupan akuatik, dan daratan yang dipengaruhi oleh tinggi rendahnya muka air, sehingga kehadiran waduk dan danau akan mempengaruhi iklim mikro dan keseimbangan ekosistem sekitarnya. Sedangkan jika ditinjau dari sudut tata air, waduk dan danau berperan sebagai reservoir yang dapat dimanfaatkan airnya sebagai alat pemenuhan irigasi dan perikanan, sebagai sumber air baku, sebagai tangkapan air untuk pengendalian banjir, serta penyuplai air tanah.