PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN SOSIAL TERHADAP PERILAKU SEKSUAL BERESIKO PADA ANAK JALANAN DI KABUPATEN BANYUMAS TAHUN 2016

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN SIKAP BAGI WANITA PENGHUNI PANTI KARYA WANITA WANITA UTAMA SURAKARTA TENTANG PENCEGAHAN HIV/AIDS

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMAN 8 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, makin banyak pula ditemukan penyakit-penyakit baru sehingga

Faktor-faktor resiko yang Mempengaruhi Penyakit Menular Seksual

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa disertai dengan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

Situasi HIV & AIDS di Indonesia

The Implementation of STI, HIV/AIDS prevention using Role Play Module towards the Direct Knowledge and Attitude of Female Sex Workers

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh : NUR ALIEF MAHMUDAH

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan IMS yang dilaksanakan di banyak negara, nampaknya belum

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKS DENGAN PERILAKU PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI LOKALISASI SUNAN KUNING SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodefeciency Virus).

Dinamika Kebidanan vol. 2 no.2. Agustus 2012

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN BEBERAPA FAKTOR DENGAN PERILAKU SEKSUAL BERISIKO IMS PADA WARIA BINAAN PONDOK PESANTREN (PONPES) WARIA SENIN- KAMIS YOGYAKARTA TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang

BAB I PENDAHULUAN. produktif secara sosial dan ekonomis. 1 Pengertian tersebut dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, PERAN KELUARGA DAN SUMBER INFORMASI (MEDIA) DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA PRANIKAH DI SMP 1 PARANG KABUPATEN MAGETAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN SUMBER INFORMASI DENGAN UPAYA PENCEGAHAN HIV/AIDS PADA REMAJA KOMUNITAS ANAK JALANAN DI BANJARMASIN TAHUN 2016

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur tahun

PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMA TENTANG HIV/AIDS DI SMU NEGERI 1 WEDI KLATEN. Sri Handayani* ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan HIV (Human Immuno Virus)

BAB 1 PENDAHULUAN. Pola penyakit yang masih banyak diderita oleh masyarakat adalah penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan karakteristik..., Sarah Dessy Oktavia, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi berisiko

Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang 2)

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya dengan yang negatif remaja dengan mudah terbawa ke hal yang

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMANFAATAN PROGRAM PREVENTION OF MOTHER TO CHILD TRANSMISSION

BAB I PENDAHULUAN. commit to user. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melalui hubungan seksual. PMS diantaranya Gonorrhea, Syphilis, Kondiloma

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

Rina Indah Agustina ABSTRAK

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas. Hal ini dapat

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memiliki jumlah remaja sebesar 43,5 juta jiwa (usia 10-

BAB I PENDAHULUAN. Seks bebas adalah hubungan seksual terhadap lawan jenis maupun

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penduduk Indonesia tahun , BPS, BAPPENAS, UNFPA, 2005).

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit

Pengaruh Peer Group Terhadap Peningkatan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja

HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA REMAJA DI DESA SUSUKAN KECAMATAN SUMBANG

BAB I PENDAHULUAN. masuk dan berkembang biak di dalam tubuh yang ditularkan melalui free

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI

Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun,

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinfeksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dinamika Kebidanan vol. 2 no. 1. Januari 2012 STUDI DISKRIPTIF TENTANG GAYA PACARAN SISWA SMA KOTA SEMARANG. Asih Nurul Aini.

Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Perbedaan Waktu Pengungkapan Status Diri ODHA Terhadap Pasangan Di Manado

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak terjadi pada laki-laki yang sering berganti - ganti pasangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa sembuh, menimbulkan kecacatan dan juga bisa mengakibatkan kematian.

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan kelompok remaja tidak dapat diabaikan begitu saja. World Health

Oleh Yulia Yekti Subekti S

Skripsi Ini Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Syarat. Untuk Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh: NORDINA SARI J

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia pelaku transeksual atau disebut waria (Wanita-Pria) belum

Analisis Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Seks Berisiko HIV/AIDS dan IMS Pada Remaja Di Kabupaten Banyuwangi

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan. masalah global. Menurut data WHO (World Health Organization) (2014),

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI STIKES X TAHUN 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seks bebas atau dalam bahasa populernya disebut extra-marital intercouse

BAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang

Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun Saptorini**) **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah remaja usia tahun di Indonesia menurut data SUPAS 2005 yang

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

EFEKTIVITAS PROMOSI KESEHATAN DENGAN METODE PEER EDUCATOR TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG HIV/AIDS

Transkripsi:

ISBN 978-602-50798-0-1 137 PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN SOSIAL TERHADAP PERILAKU SEKSUAL BERESIKO PADA ANAK JALANAN DI KABUPATEN BANYUMAS TAHUN 2016 Lina Dwi Puji Rahayu Akademi Kebidanan YLPP Purwokerto Email: linzzz_sweety@yahoo.co.id ABSTRACT The increasing population of street children is followed by an increase in cases of sexually transmitted diseases so that they are also vulnerable to the threat risk of contracting HIV AIDS due to risky sexual practice. This study discusses the risky sexual practice of street children in Banyumas. The study aims to identify sexual practice of street children and the factors that influence it, in order to provide input for the planning and implementation of adolescent reproductive health programs particularly homeless youth. This research is explanatory research with cross sectional study involving 144 samples of street children in the district of Banyumas. Determination of the number of samples using the total sample. Theory of Social cognitive used as a framework for analysis of this quantitative research. Collecting data using a structured interview questionnaire as a guideline. Keywords: street children, risky sexual behavior, social environment PENDAHULUAN Anak jalanan adalah anak-anak yang hidup dan bekerja di jalan. Anak jalanan merupakan salah satu permasalahan sosial yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia maupun internasional. Anak jalanan pada umumnya berusia di bawah 16 tahun, usia dimana individu mulai tumbuh dan meningkat kesadaran serta aktifitas seksualnya sehingga rentan melakukan perilaku seksual berisiko yaitu risiko terkena penyakit menular seksual, HIV AIDS ataupun kehamilan yang tidak dikehendaki. Data anak jalanan di Kabupaten Banyumas sebagaimana disampaikan oleh LPPSDL Kabupaten Banyumas bahwa setiap tahunnya terjadi peningkatan jumlah anak jalanan. Data yang dapat dihimpun menunjukkan bahwa pada tahun 2012 jumlah anak jalanan berjumlah 119 anak. tahun 2013 sebanyak 130 anak dan pada tahun 2014 sebanyak 142 anak dan didominasi oleh anak jalanan berjenis kelamin laki laki dengan prosentase 85%. dari 142 anak jalanan ini lebih dari 50 % mereka putus sekolah atau tidak tamat SMP, walaupun mereka masih tinggal bersama orang

138 PROSIDING: Seminar Nasional dan Presentasi Hasil-Hasil Penelitian Pengabdian Masyarakat tuanya, tetapi sering tidak pulang dikarenakan alasan keinginan untuk hidup bebas. Dari keseluruhan anak jalanan yang ada di kabupaten Banyumas diperoleh data 50 % anak jalanan pernah menderita IMS seperti Sifilis dan Gonorhea, hal tersebut disebabkan karena hampir seluruh anak jalanan memiliki perilaku seksual yang berisiko yaitu gaya hidup free seks yang sangat tinggi dengan Wanita Pekerja Seks (WPS). Para anak jalanan ini memiliki kesadaran yang baik untuk melakukan pengobatan terhadap IMS yang dideritanya, akan tetapi setelah sembuh dari sakitnya mereka akan kembali pada gaya hidup free seks yang sangat berisiko terhadap kesehatan reproduksinya maupun HIV AIDS. Fenomena menjadi anak jalanan ini disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya adalah faktor kemiskinan, pengaruh teman, orang tua diantaranya keluarga pecah atau tidak harmonis, keinginan anak untuk bebas dan atau memiliki penghasilan sendiri sehingga anak melakukan migrasi, urbanisasi bahkan tidak jarang orang tua memberdayakan anaknya sebagai sumber ekonomi keluarga. Anak jalanan ini sebagian besar bekerja sebagai pengemis, pengamen, gelandangan, pencopet, dan lain-lain. Mereka memiliki mobilitas yang tinggi untuk berpindah pindah tempat mangkal, tidak hanya pada satu wilayah kabupaten saja tetapi dapat juga berpindah sampai keluar kabupaten, misalnya ke Yogjakarta, Solo, Banjarnegara, Cilacap, dan lain-lain. Anak-anak jalanan di Kabupaten Banyumas telah memperoleh pembinaan dari Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan setempat diantaranya pemberian informasi/ penyuluhan tentang kesehatan reproduksi, penyakit mebular seksual (IMS) dan HIV AIDS. Disamping itu anak jalanan juga memperoleh bimbingan sosial dan pemberian ketrampilan dengan harapan setelah kegiatan tersebut selesai dapat terjadi perubahan perilaku yang produktif pada anak jalanan. Akan tetapi nampaknya program ini belum mencapai hasil yang optimal, karena setelah kegiatan bimbingan dan pemberian ketrampilan selesai, anak jalanan akan kembali ke jalanan dengan pekerjaan dan perilaku semula. Kegiatan-kegiatan dalam rangka pembinaan anak jalanan dari LPPSDL tentang kesehatan reproduksi, IMS dan HIV/ AIDS belum dilaksanakan secara sistematis. Kegiatannya diantaranya hanya menyelipkan obrolan obrolan kecil dan

ISBN 978-602-50798-0-1 139 terkadang memberikan buku saku yang berisi sekitar kesehatan reproduksi, pencegahan serta dampak IMS dan HIV AIDS pada saat mereka berkumpul. Meskipun program VCT sebetulnya rutin dilakukan setiap 3 bulan sekali, akan tetapi hampir seluruh anak jalanan tidak bersedia melakukan pemeriksaan VCT yang diadakan oleh LSM tersebut, sehingga sampai saat ini tidak diketahui berapa jumlah anak jalanan yang menderita / terinfeksi HIV AIDS. Di Indonesia jumlah kasus HIV dan AIDS yang dilaporkan pada tahun 2014 adalah sebanyak 142.950 kasus HIV dan 55.623 kasus AIDS. Di Jawa Tengah kasus HIV sebanyak 8.368 dan 3.767 kasus AIDS. Di Kabupaten Banyumas pada tahun 2012 kasus HIV baru berjumlah 166 kasus dimana 60% penderitanya adalah seorang perempuan, AIDS berjumlah 84 kasus dengan 80% penderita berjenis kelamin laki laki, IMS berjumlah 1.256 kasus dengan 90% penderita perempuan dan kasus kematian akibat AIDS berjumlah 24 kasus 12. Tidak menutup kemungkinan jumlah kasus HIV AIDS ditemukan di Kabupaten Banyumas akan bertambah dari kelompok berisiko anak jalanan. Kehidupan seks bebas di kalangan anak jalanan diperkirakan menjadi penyebab cepatnya penyebaran virus HIV AIDS. Seringnya berganti - ganti pasangan seksual membuat rantai penularan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh itu sulit ditelusuri. Mobilisasi anak jalanan yang sangat tinggi di berbagai kota juga disinyalir menjadi penyebab cepatnya rantai penyebaran HIV AIDS di kalangan anak jalanan. Gaya hidup bebas dan terbatasnya informasi, serta kurangnya pemahaman tentang kesehatan reproduksi dan seks yang aman bagi mereka menyebabkan penyebaran kian tidak terkendali. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan langsung orang tua dalam pendidikan seksual kepada anak sangat membantu anak dalam melewati gejolak seksual pada masa remajanya, sehingga para remaja tidak salah mengartikan tentang seksualitas. Selain itu keluarga hendaknya menjadi media pertama dalam anak memperoleh segala informasi yang dibutuhkan anak tersebut, khususnya yang berkaitan dengan seksualitas. Pergaulan antar teman juga merupakan sarana yang sangat efektif untuk saling bertukar informasi. Anak jalanan memperoleh informasi seksualnya dari

140 PROSIDING: Seminar Nasional dan Presentasi Hasil-Hasil Penelitian Pengabdian Masyarakat teman sebaya atau anak jalanan yang lebih tua, baik melalui buku porno, film / VCD porno atau mengintip orang yang sedang melakukan hubungan seksual, akan tetapi sering kali terjadi informasi yang mereka terima merupakan informasi yang kurang tepat, yaitu hanya menyangkut kepuasan dan kenikmatan yang diperoleh setelah melakukan hubungan seksual baik dengan pacar maupun dengan WPS, tanpa mempertimbangkan akan dampak dan bahaya yang mungkin dapat terjadi akibat hubungan seksual tersebut. Terlebih, anak-anak jalanan terkadang memiliki anggapan hubungan seksual di luar nikah sebagai hal yang wajar, karena itu merupakan urusan dari anak jalanan itu sendiri dan tidak mengganggu kepentingan orang lain. Hasil wawancara terhadap 5 anak jalanan yang telah dilakukan pada studi pendahuluan, diperoleh hasil bahwa 3 anak jalanan dengan pendidikan tidak tamat SD, tidak tinggal bersama orang tuanya, cenderung hidup berpindah pindah tempat dengan lingkungan pergaulan yang bebas dan sebagian besar teman teman mereka adalah sesama anak jalanan yang tidak tamat SD juga, ketiganya menyatakan sering melakukan hubungan seksual dengan WPS dan jarang menggunakan kondom, mereka menggunakan kondom hanya untuk mencegah terjadinya kehamilan, bukan mencegah penularan IMS ataupun HIV AIDS. Sedangkan 2 orang lainnya yang tinggal bersama keluarganya di perkampungan pengemis dan gelandangan yaitu Kampung Rahayu mengaku sering melakukan hubungan seksual dengan pasangannya (pacar) dan lebih sering menggunakan kondom dalam berhubungan seksual dengan tujuan untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan. Berdasarkan latar belakang fenomena di atas nampak bahwa anak jalanan yang lepas dari keluarga dan yang tinggal bersama orang tua mempunyai perilaku seksual yang berisiko maka peneliti memandang perlu untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Fakto Lingkungan Sosial Terhadap Praktik Seksual Berisiko Anak Jalanan di Kabupaten Banyumas. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian penjelasan (explanatory research). Metode pengumpulan data primer menggunakan metode survei melalui

ISBN 978-602-50798-0-1 141 kuesioner sebagai pedoman dalam wawancara terstruktur. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Populasi yang merupakan subyek penelitian ini adalah seluruh anak jalanan di Kabupaten Banyumas, sejumlah 144 orang. Sampel penelitian ini adalah total populasi atau seluruh populasi yaitu 144 orang. Penelitian akan dilakukan 2 bulan yaitu pada bulan Maret 2016 sampai dengan April 2016. Analisis data meliputi analisisi univariate, analisis bivariate dan multivariate. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Hubungan Antara Dukungan Lingkungan Sebaya Anak Jalanan Dengan Praktik Seksual Berisiko di Kabupaten Banyumas (N=144) Praktik Seksual Berisiko Total Dukungan Ya Tidak Lingkungan Sebaya f % f % f % Dukungan lemah 13 11.7 98 88.3 111 100 Dukungan kuat 21 63.6. 12 36.4 33 100 p value : 0.000 Praktik seksual berisiko pada anak jalanan lebih banyak dilakukan oleh anak jalanan yang memiliki dukungan lingkungan sebaya kuat (63.6%) dibandingkan dengan anak jalanan yang dukungan lingkungan sebaya lemah (11.7%) seperti yang ditampilkan dalam tabel 1.Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Chi square diperoleh hasil bahwa variabel dukungan lingkungan sebaya anak jalanan secara bermakna mempunyai hubungan dengan praktik seksual berisiko pada anak jalanan di Kabupaten Banyumas, dengan p.value 0.000 (< 0.05) Tabel 2. Hubungan Antara Dukungan Orang Tua Anak Jalanan Dengan Praktik Seksual Berisiko di Kabupaten Banyumas (N = 144) Praktik Seksual Berisiko Total Dukungan Orang Tua Ya Tidak f % f % f % Dukungan lemah 10 12.3 71 87.7 81 100 Dukungan kuat 24 38.1 39 61.9 63 100 p value : 0.001

142 PROSIDING: Seminar Nasional dan Presentasi Hasil-Hasil Penelitian Pengabdian Masyarakat Praktik seksual berisiko pada anak jalanan lebih banyak dilakukan oleh anak jalanan yang mendapat dukungan kuat dari orang tua (38.1%) dibandingkan dengan anak jalanan yang dukungannya lemah (12.3%) seperti dalam tabel 4.33. Berdasarkan analisis statistik dengan uji Chi square terbukti secara bermakna ada hubungan antara variabel dukungan orang tua dengan praktik seksual berisiko anak jalanan di Kabupaten Banyumas, p.value 0.001 (<0.05). Tabel 3. Hubungan Antara Dukungan Pemimpin Kelompok Dengan Praktik Seksual Berisiko di Kabupaten Banyumas (N = 144) Praktik Seksual Berisiko Total Dukungan Pemimpin Ya Tidak Kelompok f % f % f % Dukungan lemah 0 0.0 30 100.0 30 100 Dukungan kuat 34 29.8 80 70.2 114 100 p value : 0.000 (Fisher s Exact Test) Anak jalanan yang memperoleh dukungan kuat dari pemimpin kelompok lebih banyak melakukan praktik seksual berisiko dibandingkan anak jalanan yang memperoleh dukungan yang lemah dari pemimpin kelompoknya (0%). Berdasarkan hasil analisis Chi square variabel dukungan pemimpin kelompok mempunyai hubungan yang bermakna dengan raktik seksual berisiko di Kabupaten Banyumas, yaitu dengan p.value 0.000 (< 0.05). Hasil penelitian tentang dukungan lingkungan sosial teman sebaya, orang tua dan pemimpin kelompok searah dengan Theory of Planned Behavior yang menyatakan bahwa norma subyektif yang merupakan salah satu dasar pertimbangan bagaimana seharusnya individu untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu berdasarkan pandangan pihak-pihak yang menurutnya penting. Norma subyektif ini akan dibentuk oleh individu dengan mempertimbangkan berbagai harapan normative lingkungannya, termasuk lingkungan sosialnya. Menurut Sears salah satu faktor yang mempengaruhi sikap adalah pengaruh orang lain yang dianggap penting sebagai kerangka acuan. Seseorang di sekitar individu dapat mempengaruhi sikapnya terutama jika seseorang tersebut sangat berpengaruh, misalnya orang tua, teman akrab atau pemimpin kelompok. Individu cenderung memiliki sikap yang searah dengan orang yang dianggap penting agar dapat menghindari konflik dengan orang

ISBN 978-602-50798-0-1 143 yang dekatnya, demikian juga dalam penelitian ini praktik seksual anak jalanan akan dipengaruhi oleh sikap dan praktik dari teman sebaya, orang tua dan pemimpin kelompoknya agar anak jalanan terhindar konflik dengan kelompoknya. Hal ini sesuai pula dengan pendapat Azwar dan Green yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang berpengaruh dalam sikap dan praktik seseorang adalah reinforcing factor yang meliputi peers, community leaders, decision makers, yaitu orang lain yang dianggap penting oleh individu. Pada umumnya individu cenderung memiliki sikap searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting bagi dirinya termasuk keluarganya. Hasil uji statistik Chi square menunjukkan hasil adanya hubungan bermakna antara dukungan lingkungan sosial dengan praktik seksual berisiko. Hubungan antara variabel dukungan teman sebaya dan variabel dukungan pemimpin kelompok dengan variabel praktik seksual berisiko masing-masing mempunyai nilai p: 0.000, sedangkan dukungan orang tua dengan praktik seksual berisiko mempunyai nilai p : 0. 001. Pada individu yang lebih mengutamakan hidup dalam budaya kelompok, maka praktik nya akan cenderung mengikuti apa yang dianut dalam kelompoknya daripada sikap dan praktik yang sesuai dengan dirinya. Sementara itu norma kelompok akan ditentukan dan dipelihara oleh orang-orang penting atau tokoh masyarakat yang merupakan pengambil keputusan dalam kelompoknya. Kecenderungan ini dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan menghindari konflik dengan orang penting tersebut maupun kelompoknya. Berdasarkan hasil uji multivariate faktor lingkungan social yang mempengaruhi praktik seksual berisiko anak jalanan yaitu dukungan teman sebaya dan dukungan orang tua. Table 4. Analisis pengaruh factor lingkungan social terhadap perilaku seksual beresiko pada anak jalanan No Variabel B p 95% CI for Exp (B) Exp (B) value Lower Upper 1 Dukungan lingkungan 2.615 0.000 13.661 5.006 37.282 teman sebaya 2 Dukungan orang tua 1.788 0.002 5.975 1.975 18.675 Constant -28.317

144 PROSIDING: Seminar Nasional dan Presentasi Hasil-Hasil Penelitian Pengabdian Masyarakat Anak jalanan dalam lingkungan teman sebaya yang mendukung dalam arti berperan kuat dalam mendorong responden berpraktik seksual berisiko proporsinya menjadi lebih besar untuk anak jalanan berpraktik seksual berisiko. Teman sebaya yang mendukung dalam arti memberikan peluang anak jalanan berpraktik seksual berisiko mempunyai pengaruh terhadap praktik seksual berisiko anak jalanan dengan nilai p: 0.000, OR: 13.661 (CI 95% : 5.006 37.282), artinya anak jalanan yang memperoleh peluang atau dorongan kuat dari teman sebaya mempunyai peluang untuk melakukan praktik seksual berisiko 13.661 kali dibandingkan dengan anak jalanan yang dukungan dari teman sebayanya lemah. Variabel dukungan lingkungan teman sebaya ini merupakan varibel yang lebih berpengaruh dibandingkan dengan dukungan orang tua. Hasil penelitian tentang dukungan lingkungan sosial teman sebaya, orang tua searah dengan Theory of Planned Behavior 39) yang menyatakan bahwa norma subyektif yang merupakan salah satu dasar pertimbangan bagaimana seharusnya individu untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu berdasarkan pandangan pihak-pihak yang menurutnya penting. Norma subyektif ini akan dibentuk oleh individu dengan mempertimbangkan berbagai harapan normative lingkungannya, termasuk lingkungan sosialnya 40) Menurut Sears 37) salah satu faktor yang mempengaruhi sikap adalah pengaruh orang lain yang dianggap penting sebagai kerangka acuan. Seseorang di sekitar individu dapat mempengaruhi sikapnya terutama jika seseorang tersebut sangat berpengaruh, misalnya orang tua, teman akrab Individu cenderung memiliki sikap yang searah dengan orang yang dianggap penting agar dapat menghindari konflik dengan orang yang dekatnya, demikian juga dalam penelitian ini praktik seksual anak jalanan akan dipengaruhi oleh sikap dan praktik dari teman sebaya, orang tua dan pemimpin kelompoknya agar anak jalanan terhindar konflik dengan kelompoknya.hal ini sesuai pula dengan pendapat Azwar 41) dan Green 42) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang berpengaruh dalam sikap dan praktik seseorang adalah reinforcing factor yang meliputi peers, community leaders, decision makers, yaitu orang lain yang dianggap penting oleh individu. Pada umumnya individu cenderung memiliki sikap searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting bagi dirinya termasuk keluarganya.

ISBN 978-602-50798-0-1 145 Pada individu yang lebih mengutamakan hidup dalam budaya kelompok, maka praktiknya akan cenderung mengikuti apa yang dianut dalam kelompoknya daripada sikap dan praktik yang sesuai dengan dirinya. Sementara itu norma kelompok akan ditentukan dan dipelihara oleh orang-orang penting atau tokoh masyarakat yang merupakan pengambil keputusan dalam kelompoknya. Kecenderungan ini dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan menghindari konflik dengan orang penting tersebut maupun kelompoknya. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang diungkapkan Theory of Reasoned Action 43) bahwa keyakinan individu melakukan atau tidak sebagai behavior beliefs melakukan merupakan domain yang sangat penting terbentuknya sikap dan tindakan seseorang. Aspek ini merupakan aspek pengetahuan individu tentang obyek sikap yang merupakan opini individu tentang hal yang belum tentu sesuai dengan kenyataan. Keyakinan positif terhadap obyek sikap akan memberikan sikap yang positif terhadap obyek sikap, demikian sebaliknya. Pendidikan anak jalanan responden penelitian ini lebih besar proporsinya yang berpendidikan SD (60%) sehingga dengan keterbatasan pengetahuan dan pengalamannya yang dimilikinya menjadikan pemahaman tentang praktik seksualnya tidak memadai sehingga mudah terjebak dalam praktik yang merugikan dirinya. Dalam penelitian ini, dukungan teman sebaya, orang tua dan yang kuat akan lebih tinggi proporsinya untuk berpraktik seksual berisiko demikian sebaliknya. Hasil penelitian menunjukkan anak jalanan dalam lingkungan yang mendukung dalam arti berperan kuat dalam mendorong responden berpraktik seksual berisiko proporsinya menjadi lebih besar untuk anak jalanan berpraktik seksual berisiko. Keluarga yang mendukung dalam arti memberikan peluang anak jalanan berpraktik seksual berisiko mempunyai pengaruh terhadap praktik seksual berisiko anak jalanan dengan nilai p : 0.002, OR: 5.975 (CI 95% : 1.912 18.675), artinya anak jalanan yang memperoleh peluang atau dukungan kuat orang tua karena peran orang tua yang tidak efektif mempunyai peluang untuk berpraktik seksual berisiko 5.975 kali dibandingkan dengan anak jalanan yang peluang atau dukungannya lemah dari orang tua. Sikap mendukung dari orang tua yang berarti abai terhadap kemungkinan

146 PROSIDING: Seminar Nasional dan Presentasi Hasil-Hasil Penelitian Pengabdian Masyarakat anak melakukan praktik seksual di luar rumah akan memberikan peluang kepada anak jalanan mengadopsi praktik yang yang baru, menumbuhkan kepercayaan diri mengambil sikap untuk melakukan kegiatan seksual yang berisiko. Keluarga seharusnya akan dapat menjadi nara sumber dan pedoman sikap bagi anak jalanan yang bersangkutan. Hal ini sesuai dengan pendapat Green bahwa sikap dan praktik akan dipengaruhi oleh reinforcing factors diantaranya adalah teman sebaya atau keluarga yang seusia, keluarga inti maupun keluarga besar yang merupakan orangorang penting dalam di lingkungannya. Tabel 4 menunjukkan bahwa anak jalanan yang memproleh dukungan kuat dari teman sebayanya mempunyai kemungkinan melakukan praktik seksual berisiko 13.661 kali dibandingkan anak jalanan remaja yang dukungan dari teman sebayanya lemah. Anak jalanan yang memperoleh dukungan orang tua yang kuat dalam arti orang tua secara tidak langsung mendorong atau memberi peluang anak jalanan melakukan praktik seksual berisiko mempunyai kemungkinan 14.682 kali melakukan praktik seksual berisiko dibandingkan anak jalanan yang kurang memperoleh dukungan atau peluang dari orang tua. Hasil analisis dari uji multivariat di atas dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan variabel independen yang mempengaruhi anak jalanan melakukan praktik seksual berisiko terdapat satu variabel yang paling berpengaruh terhadap anak jalanan adalah dukungan teman sebaya dengan nilai OR terbesar 13.661. Perhitungan probabilitas menunjukkan bahwa P(x) 84.42% yang mempunyai arti bahwa jika seorang anak jalanan yang memperoleh dukunagan kuat dari kelompok sebayanya untuk melakukan praktik seksual berisiko dan memperoleh dukungan kuat dari orang tua yaitu orang tua memberi peluang anak jalanan melakukan praktik seksual berisiko akan mempunyai kemungkinan melakukan praktik seksual berisiko sebesar 84.42%. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa variabel dukungan teman sebaya mempunyai nilai OR: 13.661 (nilai p : 0.000, CI 95% : 5.006 37.282) artinya anak jalanan yang memperoleh dukungan kuat dari teman sebayanya

ISBN 978-602-50798-0-1 147 mempunyai peluang melakukan praktik seksual berisiko sebesar 13.661 kali dibandingkan dengan anak jalanan yang kurang memperoleh dukungan dari teman sebayanya untuk melakukan praktik seksual berisiko. Variabel ini merupakan variabel yang lebih kuat pengaruhnya dibandingkan variabel lain yang berpengaruh terhadap praktik seksual berisiko yaitu dukungan orang tua. Variabel dukungan / peran orang tua mempunyai nilai OR: 5.975 (nilai p : 0.002, CI 95% : 1.912 18.675) artinya dukungan orang tua yang kuat yaitu peran orang tua memberikan peluang 5.975 kali anak jalanan melakukan praktik seksual berisiko. Anak jalanan yang mempunyai dukungan kuat dari teman sebaya dan orang tuanya untuk melakukan praktik seksual berisiko akan mempunyai kemungkinan untuk melakukan praktik seksual berisiko sebesar 84.2%. DAFTAR PUSTAKA Astutik, D. (2004). Pengembangan model pembinaan anak jalanan melalui rumah singgah di jawa timur. Universitas Airlangga. Surabaya. Azwar, S. (2009). Sikap manusia, teori dan pengukurannya. Pustaka Pelajar : Jakarta. Basri, H. (2000). Remaja berkualitas problematika remaja dan solusinya. Pustaka Pelajar: Yogyakarta. BKKBN. (2006). Pedoman pengembangan komunikasi informasi dan edukasi. seri kesehatan reproduksi remaja. BKKBN: Jakarta. Bandura, A. (1986). Social foundations of thought and action: a social cognitive theory: Prentice Hall. Englewood Cliffs, NJ. Departemen Sosial. (2001). Intervensi Psikososial. Direktorat kesejahteraan anak keluarga dan lanjut usia. Jakarta. Dinas Sosial Kabupaten Banyumas. (2012). Data laporan tahunan dinas sosial kabupaten banyumas. Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas : Banyumas.. (2013). Data Laporan Tahunan Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas. Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas : Banyumas. Departemen Sosial. (2001). Intervensi psikososial. Direktorat Kesejahteraan Anak Keluarga dan Lanjut Usia : Jakarta.

148 PROSIDING: Seminar Nasional dan Presentasi Hasil-Hasil Penelitian Pengabdian Masyarakat Kementerian Kesehatan RI. (2014). Laporan situasi perkembangan HIV AIDS di Indonesia. Kementerian Kesehatan RI : Jakarta. Green, L. (1986). Behavioral Health : A Handbook of Health En hancement and Disease Prevention. Wiley. New York. Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. (2009). Laporan riset menghapus stigma dan deskriminasi terhadap ODHA di 6 Kota (Jakarta, Bandung, Surabaya, Batam, Pontianak, Jayapura). Komisi Penanggulangan AIDS Nasional : Jakarta. LSM LPPSDL Kabupaten Banyumas. (2014). Data jumlah anak jalanan di kabupaten banyumas. LPPSDL : Banyumas. LSM LPPSDL Kabupaten Banyumas. (2013). Data jumlah anak jalanan di Kabupaten Banyumas. LPPSDL :Banyumas. Lolitasary. (2005). Kondom Dalam Pencegahan Penularan IMS pada Anak Jalanan Kawasan Pasar Johar di Kota Semarang Tahun 2005. Tesis. Program Paska Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang. Notoatmodjo, S. (2007). Metodologi penelitian kesehatan. Rineka Cipta : Jakarta. Nurharjadmo,W. (2000). Seksualitas anak jalanan. Ford Foundation Yogyakarta : Yogyakarta. Sarwono, Sarlito Wirawan. (2004). Psikologi remaja, cetakan kedelapan. Raja Grafindo Persada. : Jakarta. Soetjiningsih. (2004).Tumbuh kembang remaja dan permasalahannya. PT. Rhineka Cipta : Jakarta. Sugiono. (2007). Statistik untuk penelitian. Alfabetha : Bandung.. (2012). Metode penelitian kombinasi. Alfabeta : Bandung. Subekti.YY. (2015). Pengaruh jenis kelamin, pajanan media, peran teman sebaya, pengetahuan penyakit menular seksual, kedekatan keluarga terhadap perilaku berisiko penyakit menular seksual pada anak jalanan. Tesis. Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat :Universitas Negeri Sebelas Maret. Surakarta. Rikawarastuti. (2013). Tinjauan penedekatan penanganan perilaku seksual anak jalanan.journal health quality.

ISBN 978-602-50798-0-1 149 Ririanty. (2009). Faktor faktor yang mempengaruhi perilaku seksual berisiko anak jalanan di kabupaten jember Tahun 2009. Tesis. Universitas Diponegoro : Semarang. RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo. (2014). Laporan bulanan perawatan HIV AIDS RSUD Prof. Dr. margono soekarjo. RSUD Prof. Dr. margono soekarjo : Banyumas. Rohamda, M. (2001). Anak jalanan dengan berbagai permasalahannya. Universitas Padjajaran : Bandung. Sedyaningsih, ER. (2000). Prevalensi menular seksual dan perilaku beresiko terkait di kalangan anak jalanan Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan : Jakarta.