BAB I. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, untuk sebesar-besarnya kemakmuran

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 39 TAHUN 2003 SERI B NOMOR 8

BAB I PENDAHULUAN. penuh atas kehidupan bangsa nya sendiri. Pembangunan nasional yang terdiri

I. PENDAHULUAN. Pertambangan dapat diidentifikasi sebagai setiap kegiatan yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya tambang (bahan galian). Negara Indonesia termasuk negara yang

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

Tentang Pemurnian dan Pengolahan Mineral di Dalam Negeri

KEWENANGAN PEMERINTAH DAN POTENSI PENERIMAAN PAJAK PADA SEKTOR PERTAMBANGAN

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 8 TAHUN 2003 SERI C NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Potensi Sumber Daya Alam di Indonesia yang sangat melimpah

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil

BAB I PENDAHULUAN. maka menuntut daerah Kab. Lombok Barat untuk meningkatkan kemampuan. Pendapatan Asli Daerah menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BAB II DESKRIPSI INDUSTRI PERTAMBANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan ini dalam artian bahwa karena lapangan retribusi daerah berhubungan

TINJAUAN PUSTAKA. berhasil menguasai sebidang atau seluas tanah, mereka mengabaikan fungsi tanah,

BAB I PENDAHULUAN JUDUL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. haves and the have nots. Salah satu sumberdaya alam yang tidak merata

PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HARGA STANDAR PENGAMBILAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN BUPATI REJANG LEBONG,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mulai menerapkan otonomi daerah pada tahun 1999, yaitu sejak

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR : 19 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI IZIN PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan alam yang berbeda-beda pada setiap daerah. Pengelolaan sumber daya

BAB II TINJAUAN UMUM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. berupa mineral bukan logam dan batuan berkualitas super, sumberdaya ini berasal

BAB I PENDAHULUAN. bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh negara

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia ialah pemerintahan yang berdaulat

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang mempunyai potensi pertambangan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, membayar pajak merupakan salah satu kewajiban dalam. mewujudkan peran sertanya dalam membiayai pembangunan secara

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BAB I PENDAHULUAN. meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi, batu bara, bijih besi, dan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Undang Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tujuan negara yaitu Melindungi segenap

BAB I PENDAHULUAN. diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 jo. Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. negara dari hibah, baik dalam negeri maupun di luar negeri. 1. dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN DAERAH BUMI SAWAHLUNTO MANDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang).

MEMUTUSKAN: Menetapkan :

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINANN TERTENTU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 08 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

BAB 1 PENDAHULUAN. wilayah yang lebih kecil. (Josef Riwu Kaho, 1998:135) pembayaran tersebut didasarkan atas prestasi atau pelayanan yang diberikan

Pengertian. Istilah bahasa inggris ; Mining law.

Dr. Firman Muntaqo, SH, MHum Dr. Happy Warsito, SH, MSc Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM Irsan Rusmawi, SH, MH

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. pertambangan antara lain, Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG

2017, No Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4435) sebagaimana telah beberapa kal

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA DINAS PERTAMBANGAN, ENERGI DAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, yang menganut pancasila sebagai falsafah dari negara ini. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

BAB I PENDAHULAUN. dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertambahan penduduk telah meningkatkan kebutuhan terhadap sandang,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, bangsa, dan negara. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki

ATTN: PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN BAHAN TAMBANG GALIAN GOLONGAN C DI KABUPATEN MURUNG RAYA

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Repub

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan keperduliannya terhadap masalah-masalah lingkungan

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. potensial yang ada seperti sektor pertanian, perkebunan, perikanan, kehutanan dan

PROSPEKSI ENDAPAN DOLOMIT DI KABUPATEN MANGGARAI BARAT, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Irwan Muksin, Wawan Setiyawan, Martua Raja P.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI KABUPATEN MUSI BANYUASIN

BAB I PENDAHULUAN. Sumber Daya Alam (SDA) yang terkandung dalam wilayah hukum. pertambangan Indonesia merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Manusia hidup

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya

Bedah Permen ESDM No. 7 Tahun Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. sangat diperlukan dalam penyelenggaraan suatu negara hal ini untuk

BAB III ANALISIS DATA DAN PEBAHASAN. Daerah Kabupaten Boyolali Tahun daerah kabupaten boyolali tahun :

BAB I PENGANTAR. ekonomi tinggi. Penggalian terhadap sumber-sumber kekayaan alam berupa

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Neraca Sumberdaya dan Cadangan Mineral di Provinsi Jawa Tengah Dalam Rangka Peningkatan Penerimaan Pajak dan Investasi

KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN. Oleh : Tim Penyusun

BAB I PENDAHULUAN. penambangan. Bahan galian penambangan sebagian besar dilakukan di daerahdaerah

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK PERTAMBANGAN UMUM DAN MINERAL IKUTANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 24 TAHUN 2009 TLD NO : 23

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

Transkripsi:

1 BAB I A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara beriklim tropis yang secara geografis terletak digaris khatulistiwa dan kaya akan sumber daya alam dimana seluruh pengurusan dan pemanfaatan sumber daya alam tersebut diserahkan kepada pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi, Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Kemudian pemerintah sesuai dengan kewenangannya mengatur sumber daya alam tersebut, dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan pihak swasta (non pemerintah) untuk pemanfaatan sumber daya alam tersebut. Sumber Daya Alam di Indonesia diantaranya merupakan bahan tambang.bahan tambang dibagi menjadi 2 (dua) golongan yaitu bahan tambang berupa mineral logam maupun bahan tambang mineral bukan logam dan batuan. Kedua bahan tambang tersebut merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi manusia untuk dapat memenuhi kebutuhannya terutama di sektor ekonomi selain itu pengambilan bahan tambang ini merupakan alat investasi yang sangat menguntungkan secara ekonomis, maka wajib bagi mereka yang mendapatkan keuntungan atas hasil yang di nikmati dari pengambilan bahan tambang tersebut untuk membayar pajak kepada negara, baik

2 yang harus dibayarkan melalui pemerintah pusat maupun yang harus melalui pemerintah daerah. Di Indonesia terdapat pajak nasional (pusat) dan pajak daerah.dasar pemungutan pajak nasional (pusat) adalah hukum pajak nasional (Undang-Undang), sedangkan dasar pemungutan pajak daerah adalah hukum pajak daerah (Peraturan Daerah). 1 Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1980, tentang penggolongan Bahan-bahan galian terbagi atas 3 (tiga) golongan 2 : 1. Golongan bahan galian yang strategis (golongan A), yang didalamnya termasuk minyak, gas batubara dan bahan galian radio aktif seperti uranium dan lain-lain. 2. Golongan bahan galian yang vital (Golongan B) yang didalamnya termasuk biji besi, pasir besi, emas perak, platina dan lain-lain. 3. Golongan bahan galian yang tidak termasuk golongan A dan golongan B (disebut bahan galian Golongan C). Pada tahun 2009 pemerintah telah mengeluarkan Undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang membagi bahan galian menjadi beberapa kelompok 3, yaitu : 1 H.Mustaqiem,2008, Pajak Daerah, FH UII press, Yogyakarta, hlm. 269. 2 Pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 27 Tahun 1980 tentang Penggolongan Bahanbahan Galian. 3 Pasal 34 ayat 2 Undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

3 1. Pertambangan Mineral : a. Pertambangan mineral radioaktif b. Pertambangan mineral logam c. Pertambangan mineral bukan logam d. Pertambangan batuan 2. Pertambangan Batubara Pertambangan mineral radioaktif, logam dan batubara penarikan pajaknya diatur oleh Undang-Undang dan atau Menteri yang bersangkutan dan pajaknya di setorkan ke pusat. Pada pertambangan mineral bukan logam dan batuan penarikan pajaknya diatur oleh pemerintah daerah yang disebut sebagai pajak pengambilan mineral bukan logam dan batuan, yaitu berupa pungutan daerah atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Objek dari pajak pengambilan mineral bukan logam dan batuan ini adalah kegiatan pengambilan mineral bukan logam nya, sedangkan subjek nya adalah orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan. Salah satu bahan tambang mineral bukan logam adalah bentonit.sumber daya alam bentonit ini tersebar di Indonesia, beberapa diantaranya terdapat di Kabupaten Tasikmalaya.Bentonit adalah suatu istilah nama dalam dunia perdagangan yang sejenis lempung plastis yang mempunyai kandungan mineral monmorilonit lebih dari 85% dengan rumus kimianya Al 2 O 3.4SiO 2 xh 2 O. Bentonit dapat terjadi secara umum dikarenakan 4 (empat) macam hal, yaitu :

4 1. Terjadi karena pengaruh pelapukan 2. Terjadi karena pengaruh hydrothermal 3. Terjadi karena akibat devitrivikasi dari tufa gelas yang diendapkan didalam gelas (laktusirin sampai neritic) 4. Terjadi karena proses pengendapan kimia dalam suasana basa (alkali) dan sangat silikan. Daerah-daerah di Kabupaten Tasikmalaya yang memiliki endapan Bentonit terdiri dari sembilan kecamatan (meliputi Kecamatan Karangnunggal, Kecamatan Bantar Kalong, Kecamatan Cibalong, Kecamatan Bojongasih, Kecamatan Cikatomas, Kawalu, Taraju dan Sukaraja dan Manonjaya umumnya terdapat pada satuan tufa pada Formasi Bentang dan Formasi Jampang, terbentuk akibat devitrifikasi dan hidrotermal mempunyai sumberdaya sebesar 19.812.600 ton 4. Bentonit di daerah Taraju terdapat berupa singkapan-singkapan kecil, berwarna abuabu kekuningan sampai kehijauan, di selingi oleh batupasir dan breksi, sehingga sulit menentukan sebarannya.hasil analisa BP sebelum diaktifkan 2 rendah sekali setelah diaktifkan 85, nilai KTK 16,92 meq %. Bentonit di daerah Sukaraja luas sebarannya sekitar 80 Ha, dijumpai 2 lokasi, yaitu lokasi Sukapura dan Tarunajaya, ketebalan rata-rata endapan bentonit di kedua wilayah ini 1,5 m, sumberdaya tereka sekitar 1,2 juta m 3, berwarna abu-abu kekuningan sampai kehijauan. Hasil analisa BP menunjukan harga BP sebelum diaktifkan 34 dan 18, setelah diaktifkan masing- 4 Data Dinas Pertambangan dan Energi Tasikmalaya, Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan Kabupaten Tasikmalaya.

5 masing 90 dan 87, bentonit Cibariluk harga BP sebelum diaktifkan 54 sesudah diaktifkan 91, selain harga BP bentonit Cibariluk mempunyai harga KTK paling tinggi di wilayah ini yaitu sebesar 84,43 meq %. 5 Sedangkan di daerah Karangnunggal bentonit telah diusahakan oleh PD Kerta Pertambangan sejak tahun 70an, umumnya perlu diaktifkan dahulu sebelum digunakan sebagai penjernih minyak kelapa/sawit 6. Kegunaan dari bahan tambang mineral bukan logam berupa bentonit ini adalah bermanfaat untuk pengeboran minyak bumi, industri cat, penjernihan minyak dan industri kimia.di Kabupaten Tasikmalaya sendiri bentonit kegunaan utamanya adalah untuk penjernih minyak kelapa sawit. Kehadiran pertambangan bentonit di kabupaten Tasikmalaya ini menimbulkan dampak-dampak yaitu positif dan negatif.dilihat dari dampak positifnya metode pertambangan bentonit yang diterapkan adalah tambang terbuka.hal ini didasarkan atas pertimbangan teknis dan ekonomis sesuai dengan daerah setempat selain itu dengan menggunakan sistem tambang terbuka diharapkan bahwa dengan adanya kegiatan penambangan secara tambang terbuka ini dapat menyerap banyak tenaga kerja terutama bagi penduduk setempat.dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan disamping menciptakan lapangan kerja sebagai alternatif menanggulangi krisis ekonomi pada saat ini yang nantinya dapat membantu warga di Kabupaten Tasikmalaya.Prinsip penambangan tambang terbuka 5 Ibid. 6 Badan Geologi, Kajian Bentonit di Kabupaten Tasikmalayahttp://psdg.bgl.esdm.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=369&Itemid =395diakses pada 4 Mei 2013 pukul 19.00 WIB.

6 ini adalah mengupas lapisan tanah penutup yang dimulai dari bagian atas perbukitan menuju daerah lereng perbukitan tersebut terutama sampai endapan bentonit tersingkap dan muncul dipermukaan bumi. Selain dampak positif juga terdapat dampak negatif dari proses eksplorasi penambangan bentonit, diantaranya adalah rusaknya vegetasi di daerah perbukitan, rusaknya jalan karena truk truk pengangkut bentonit, rusaknya area persawahan warga karena aliran air terganggu, polusi udara meningkat, dll. Berdasarkan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 pasal 5 mengenai tujuan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yaitu seharusnya menjamin keselamatan, kesehatan dan kehidupan manusia. Dampak-dampak negatif yang dihasilkan seharusnya biaya perbaikannya diperhitungkan oleh para pengusaha dan pemerintah yang mengeluarkan Ijin Usaha Pertambangan (IUP). Pada dasarnya dampak-dampak negatif yang dihasilkan dari proses eksplorasi pertambangan bentonit seharusnya dapat ditutupi dengan pajak yang dihasilkannya. Bentonit merupakan bahan tambang mineral bukan logam yang pengaturan pajaknya masuk ke dalam pajak daerah dan nantinya membantu pemasukan Pendapatan Asli Daerah (PAD).Pemerintah daerah membuat peraturan mengenai pajak-pajak di daerahnya sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang ada.pada kenyataan dilapangan hasil pajak daerah dari pertambangan bentonit yang didapatkan untuk melakukan perbaikan atas kerusakan dari hasil eksplorasi pertambangan bentonit ini dinilai belum seimbang dengan kerusakan yang dihasilkannya.

7 Karena itu merupakan permasalahan umum pada sektor penambangan bentonit, hal tersebut dianggap merugikan. Dalam kaitannya dengan fungsi utama pajak yaitu regulend maka pemerintah pusat mengeluarkan PERMEN ESDM No. 11 tahun 2012 perubahan atas PERMEN ESDM No. 7 tahun 2012tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral agar masalah kerusakan lingkungan yang dihasilkan dari eksplorasi tambang dapat terkontrol dan diminimalisir. Selain itu didalam peraturan ini juga terdapat pengaturan mengenai batasan minimum pengolahan bentonit. Peraturan ini dikeluarkan sebagai upaya untuk peningkatan nilai bentonit yang nantinya para pengusaha dapat menjual bentonit tidak hanya berbentuk mineral bukan logam tetapi harus dilakukan pengolahan terlebih dahulu agar harga jual nya juga lebih tinggi. Pendapatan yang meningkat nantinya akan berdampak pada pajak yang dibayarkan kepada pemerintah dan secara tidak langsung juga menambah pendapatan asli daerah (PAD), hal ini terkait dengan fungsi budgeter karena dasar pengenaan pajak bentonit ini adalah Nilai Jual Hasil pengambilannya, nilai jual dihitung dengan mengalikan volume/tonase hasil pengambilan dengan nilai pasar atau harga standar bentonit tersebut. Peraturan yang terhitung baru ini masih harus dipelajari keefektifannya di lapangan, karena pada kenyataannya bayak pengusaha yang belum memiliki IUP tetapi dapat melakukan penambangan bentonit.penambang illegal membuat pemerintah merugi baik dari segi kerusakan lingkungan maupun dari segi finansial

8 berupa pembayaran pajak yang tidak setara antara hasil bumi yang diambil dengan pajak yang dibayarkannya.maka dari itu perlu dipelajari lebih lanjut mengenai realisasi pendapatan asli daerah dari sektor pertambangan mineral bukan logam bentonit ini. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah dapat dirumuskan sebagai isu sentral dalam penelitian skripsi ini, yaitu Realisasi Pendapatan Asli Daerah yang didapatkan dari pajak pertambangan bentonit setelah dikeluarkannya peraturanperaturan tersebut dalam kaitannya dengan fungsi utama pajak yang kemudian diungkapkan dalam judul penelitian skripsi yaitu : Implikasi Peraturan Menteri ESDM NO. 11 Tahun 2012, Terhadap PAD Dari Pajak Pertambangan Bentonit Terkait Fungsi Utama Pajak Di Kabupaten Tasikmalaya.. Hal tersebut kemudian mengandung berbagai permasalahan, yakni permasalahan hukum empiris dan permasalahan hukum normatif, baik pada lapisan diogmatik hukum maupun pada lapisan teori hukum, dengan demikian masalah tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : Permasalahan hukum empiris : A. Bagaimanakah PERMEN ESDM No. 11 Tahun 2012 perubahan atas PERMEN ESDM No. 7 tahun 2012 meningkatkan penerimaan pajak bahan

9 mineral bukan logam sehingga dapat memaksimalkan pendapatan asli daerah dari sektor pertambangan bentonit di Kabupaten Tasikmalaya? Permasalahan hukum normatif: B. Apakah penerapan PERMEN ESDM No. 11 Tahun 2012 perubahan atas PERMEN ESDM No. 7 tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral untuk sektor pertambangan bentonit sejalan dengan fungsi utama pajak? C. Tujuan Penelitian Dalam penyusunan penulisan hukum ini terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai, yaitu: 1. Untuk mengetahui mekanisme peningkatan penerimaan pajak di Kabupaten Tasikmalaya dari sektor pajak bahan mineral bukan logam bentonit setelah dikeluarkannya PERMEN ESDM No. 11 Tahun 2012 perubahan atas PERMEN ESDM No. 7 tahun 2012. 2.Untuk mengetahui kesesuaian PERMEN ESDM No. 11 Tahun 2012 perubahan atas PERMEN ESDM No. 7 tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral dengan fungsi utama pajak.

10 D. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran yang dilakukan penulis di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada belum ada penyusunan penulisan hukum dengan obyek yang sama yaitu pertambangan mineral bukan logam berupa bentonit, yaitu mengenai realisasi dari pendapatan pajak mineral bukan logam dengan obyek bentonit, tetapi sudah ada beberapa penyusunan penulisan hukum yang membahas tentang pemungutan pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian C, yang pertama adalah penelitian hukum yang dilakukan oleh Ria Wina Rindu Wati, 2008, dengan judul Efektivitas Pemungutan Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C Dalam Sistem Otonomi Daerah Di Kabupaten Sleman. Permasalahan yang diangkat dalam penulisan hukum tersebut adalah: 1. Permasalahan hukum empiris, bagaimana realisasi pemungutan Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C di Kabupaten Sleman. 2. Permasalahan hukum normatif. 2.1.Apakah system pemungutan Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C di Kabupaten Sleman telah sesuai dengan Sistem Otonomi Daerah.

11 2.2.Apakah peraturan penetapan tarif Pajak pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C di Kabupaten Sleman telah sesuai dengan Asas-asas Umum Peraturan Perundang-undangan yang baik. Penelitian tentang Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C yang lain adalah Optimalisasi Pungutan Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C Dalam Minimalisasi Potensi Kerusakan Lingkungan di Kabupaten Kendal yang disusun oleh Maretha Chrisindiana, 2009. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penulisan hukum tersebut adalah : Permasalahan hukum empiris. 1. Bagaimana Realisasi Pemungutan Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C di Kabupaten Kendal? 2. Bagaimanakah kesesuaian antara optimalisasi pungutan Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C dengan minimalisasi potensi kerusakan lingkungan di Kabupaten Kendal? Permasalahan hukum normatif. Bagaimanakah kesesuaian antara pungutan Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C dengan fungsi mengatur dari pajak? Penelitian tentang Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C yang lain adalah Kebijakan Pentarifan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuaan

12 Pasca Erupsi Gunung Merapi dalam Asas-asas Pemungutan Pajak di Kabupaten Sleman yang disusun oleh Adhitya Wahyu P, 2009. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penulisan hukum tersebut adalah : Permasalahan hukum empiris : 1. Bagaimanakah mekanisme Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan di wilayah kabupaten Sleman? 2. Bagaimana mekanisme Pajak Mineral Bukan Logam pasca erupsi Gunung Merapi di wilayah Kabupaten Sleman? 3. Bagaimana realisasi Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Pasca erupsi Gunung Merapi di wilayah Kabupaten Sleman? Permasalahan hukum normatif : 1. Bagaimana kebijakan pentarifan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Pasca erupsi Gunung Merapi? 2. Apakah pengaturan Pajak Mineral Bukan Logam telah sesuai dengan asas keadilan? Meskipun obyek penelitian sama yaitu mengenai Bahan Galian tetapi penelitian ini membahas tentang bahan pertambangan mineral bukan logam dengan obyek bentonit sedangkan penelitian hukum yang terdahulu membahas tentang Bahan Galian C atau yang sekarang berganti nama nmenjadi Pajak Mineral Bukan Logam

13 dan Batuan dengan obyek nya selain bahan tambang bentonit. Penelitian yang akandilakukan ini, dapat dikatakan sebagai penelitian dan permasalahan yang lebih khusus dengan obyek yang berbeda, dan bukan semata-mata suatu pengulangan terhadap penelitian yang telah dilakukan. Pengkhususan yang dijabarkan pada penelitian ini lebih ditekankan pada dampak dikeluarkannya PERMEN ESDM No. 11 tahun 2012 perubahan atas PERMEN ESDM No. 7 tahun 2012tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineralterhadap realisasi PAD atas pajak yang didapatkan oleh pemerintah daerah dari sektor pajak Mineral Bukan Logam berupa bentonit di Kabupaten Tasikmalaya dan dikaitkan dengan fungsi utama pajak. E. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik untuk kepentingan akademis maupun kepentingan praktis, yaitu : a. Manfaat Akademis Manfaat penelitian penulis hukum ini secara akademis diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya, serta digunakan sebagai salah satu prasyaratn untuk memperoleh gelar sarjana hukum dari Universitas Gadjah Mada. b. Manfaat Praktis

14 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada masyarakat pada umumnya dan memberikan kontribusi pemikiran tentang dampak dikeluarkannya PERMEN ESDM No. 11 tahun 2012 perubahan atas PERMEN ESDM No. 7 tahun 2012tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineralterhadap realisasi PAD atas pajak yang didapatkan oleh pemerintah daerah dari sektor pajak Mineral Bukan Logam berupa bentonit di Kabupaten Tasikmalaya dan dikaitkan dengan fungsi utama pajak.