JIME, Vol. 3. No. 2 ISSN Oktober 2017 PROBLEMATIK PUTUSAN MAHKAMAH KONSTIUSI DALAM PENGUJIAN UNDANG-UNDANG

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

Info Lengkap di: buku-on-line.com 1 of 14

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan

Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

SIARAN PERS. Penjelasan MK Terkait Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 57/PUU-XV/2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

CATATAN KRITIS REVISI UNDANG-UNDANG MD3 Oleh : Aji Bagus Pramukti * Naskah diterima: 7 Maret 2018; disetujui: 9 Maret 2018

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM MENURUT UU NO. 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 16/PUU-VIII/2010 Tentang UU Kekuasaan Kehakiman, UU MA dan KUHAP Pembatasan Pengajuan PK

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PUTUSAN Nomor 19/PUU-XV/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA. : Habiburokhman S.H., M.H.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

BAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mengawal dan menjaga agar konstitusi sebagai hukum tertinggi (the supreme

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

BAB V PENUTUP. dalam bab sebelumnya, Penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut: Pertama,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 105/PUU-XIV/2016 Kewajiban Mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

MAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. hukum yang sesuai dengan sistem hukum nasional. 1 Konsekuensi Indonesia

UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah

BAB V KESIMPULA DA SARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 21/PUU-XIV/2016 Frasa Pemufakatan Jahat dalam Tindak Pidana Korupsi

BAB III KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH. A. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Sengketa Pilkada

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

Direktorat Litigasi Peraturan Perundang-undangan Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut

PERTANYAAN Bagaimanakan kasus Marbury vs Madison Apa alasan John Marshall membatalkan Judiciary Act. Bagaimana pemikiran Yamin tentang Yudisial Review

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

DR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

PUTUSAN Nomor 8/PUU-VI/2008

BAB I PENDAHULUAN. berbagai istilah baik rechtsstaat, rule of law, atau etat de droit. 2 Dalam konteks

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Pointers Hakim Konstitusi Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H.,M.S. Dalam Acara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang

TAFSIR KONSTITUSI TERHADAP SISTEM PERADILAN DIINDONESIA* Oleh: Winarno Yudho

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB I PENDAHULUAN. MK di beberapa negara juga ditempatkan sebagai pelindung (protector)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 86/PUU-XIV/2016 Pemidanaan Bagi Penyedia Jasa Konstruksi Jika Pekerjaan Konstruksinya Mengalami Kegagalan Bangunan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH

RechtsVinding Online

Pengujian Ketentuan Penghapusan Norma Dalam Undang-Undang Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen ( ). Kelsen menyatakan

Catatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PUTUSAN. Perkara Nomor 17/PUU-V/2007 : Henry Yosodiningrat, SH, dkk

KARAKTERISTIK PENGAWASAN YANG DIMILIKI OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI LEMBAGA PENGAWAS UNDANG-UNDANG DI NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XIII/2015 Kewajiban Pelaku Pembangunan Rumah Susun Dalam Memfasilitasi Terbentuknya PPPSRS


BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Pasal 24 ayat (2) dan Pasal 24C amandemen ketiga Undang-Undang Dasar

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA. A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

PUTUSAN PUTUSAN Nomor 91/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 76/PUU-XV/2017

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut MK) sebagai salah satu pelaku

BAB I PENDAHULUAN. tinggi negara yang lain secara distributif (distribution of power atau

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga UUD 1945 mengamanahkan pembentukan lembaga yudikatif lain

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

PUTUSAN Nomor 23/PUU-X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi bagian dari proses peralihan Indonesia menuju cita demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

RechtsVinding Online

2013, No Mengingat dan tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan calon hakim konstitusi serta pembentukan majelis kehormatan hakim konstitusi;

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 95/PUU-XV/2017 Penetapan Tersangka oleh KPK Tidak Mengurangi Hak-hak Tersangka

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada

Transkripsi:

PROBLEMATIK PUTUSAN MAHKAMAH KONSTIUSI DALAM PENGUJIAN UNDANG-UNDANG Anies Prima Dewi Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Mataram Email: anieskardin@yahoo.co.id Abstrak; Ada kecendrungan putusan Mahkamah Konstitusi dalam menguji konstitusional atau tidaknya suatu undang-undang terkadang tidak dilaksanakan padahal putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat. Itu artinya wajib untuk dilaksanakan. Oleh sebab itu masalah hukum yang diangkat dalam penelitian ini adalah apakah problematika putusan Mahkamah Konsitusi dalam pengujian Undang-Undang. Adapun hasil penelitiannya adalah permasalahan yang justru muncul pasca dibacakannya putusan Mahkamah Konstitusi adalah 1) Adanya kekosongan hukum pasca putusan., 2) Konsistensi putusan Mahkamah Konstitusi. 3) Koherensi antara pertimbangan hukum dengan amar putusan. 4) Tidak adanya sanksi yang dapat diterapkan untuk memastikan kepatuhan para pihak terhadap putusan Mahkamah Konstitusi Pada kenyataannya, para pihak yang berkepentingan tidak selalu patuh pada putusan Mahkamah Konstitusi. Kata Kunci: problematik, pengujian undang-undang PENDAHULUAN Mahkamah Konstitusi diberi mandat oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) untuk melaksanakan lima kewenangan konstitusional, yaitu menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan hasil pemilihan umum, dan member pendapat kepada Dewan Perwakilan Rakyat terkait dengan pemakzulan presiden dan wakil presiden. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal, MK telah menangani 532 perkara pengujian undang-undang sejak tahun 2003-2012. Dari jumlah tersebut, MK telah menyelesaikan 460 perkara yang terdiri dari 414 putusan dan 46 perkara melalui ketetapan. Adapun untuk amar putusanya dengan rincian, putusan dengan amar dikabulkan sebanyak 127 perkara, 154 perkara ditolak, 133 perkara tidak dapat diterima dan 45 perkara dinyatakan ditarik kembali dan 1 perkara tidak berwenang. Jika dihitung dari segi frekuensi pengujian undang-undang, selama sembilan tahun terakhir ini, MK telah melakukan judicial review sebanyak 182 undang-undang.banyaknya pengujian undangundang yang dikabulkan oleh MK tersebut menujukkan bahwa produk hukum yang dilahirkan oleh pembentuk undang-undang, masih cacat ideologis. Dengan kata lain, kualitas produk perundang-undangan sarat akan muatan yang berseberangan dengan konstitusi, tidak partisipatif, aspiratif, dan akuntabel. Dalam hal ini, terdapat inkonsistensi dalam penyusunan undang-undang baik dalam teks maupun isinya, bahkan dinilai undang-undang yang dibuat tersebut hanya diperuntukkan untuk kepentingan politik sesaat yang mengesampingkan aspek keadilan. 1 Bentuk putusan-putusan tersebut, tentunya masing-masing memiliki konsekuensi tersendiri.misalkan putusan yang amarnya mengabulkan permohonan, berimbas pada batalnya suatu norma dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Dengan sendirinya, putusan tersebut tidak dapat dilepaskan dari asas erga omnes yang memiliki kekuatan mengikat secara hukum terhadap seluruh komponen bangsa,sehingga semua pihak harus tunduk dan taat melaksanakan putusan tersebut. Namun demikian putusan MK terkadang diragukan efektivitasnya karena ada kecederungan tidak 1 Syukri Asy ari dkk, Model dan Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Pengujian Undang- Undang (Studi Putusan Tahun 2003-2012) Jurnal Konstitusi, Volume 10, Nomor 4, Desember 2013. Hal 678 Jurnal Ilmiah Mandala Education 243

dipatuhi dan diabaikan oleh addressat putusan. Padahal menurut Maruarar Siahaan efektifitas checks and balances dapat dilihat dari dilaksanakan atau tidaknya bunyi putusan MK oleh pembuat undang-undang. Kepatuhan dalam implementasi putusan MK itu dapat pula menjadi ukuran apakah UUD 1945 yang menjadi hukum tertinggi dalam negara sungguh-sungguh menjadi hukum yang hidup.6 Harus diakui MK tidak memiliki aparat dan kelengkapan apapun untuk menjamin penegakan keputusannya meskipun secara alamiah kelembagaan, akan tetapi MK berkepentingan untuk melihat putusannya dihormati dan dipatuhi. Tidak ada polisi atau juru sita pengadilan atau instrumen lain untuk melaksanakan apapun yang diputuskan MK atau yang menurut putusan tersebut harus dilaksanakan. Oleh sebab itulah kekuasaan kehakiman khususnya MK dapat dipandang sebagai cabang kekuasaan negara yang paling lemah (the least dangerous power, with no purse nor sword). MK bergantung pada cabang kekuasaan lain atau organ-organ lain, apakah putusan-putusannya diterima dan apakah addressat putusan MK siap untuk mematuhinya. Alat kekuasaan MK yang sebenarnya sebagai instrumen pelaksanaan putusan-putusannya adalah konstitusi itu sendiri. 2 Putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 yang membatalkan pasal-pasal tentang penghinaan Presidendalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu Pasal 134, 136 bis, dan 137.Sejak putusan tersebut diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum pada 6 Desember 2006, maka tidak seorang pun dapat dipidana berdasarkan pasal-pasal itu. Kepolisian tidak dapat menjadikan pasal-pasal itu sebagai dasar penyelidikan dan penyidikan. Demikian pula penuntutan oleh kejaksaan. Putusan MK berlaku serta merta, meskipun belum ada perubahan terhadap KUHP. 3 Di samping soal proses pengambilan keputusan dan dimensi keadilan di dalamnya, salah satu titik krusial dan problem serius dalam pembicaraan mengenai putusan pengadilan adalah terkait dengan implikasi dan eksekusi atau implementasi putusan tersebut. Pada banyak kesempatan, putusan pengadilan kerapkali mendapatkan tentangan, baik dari adressat putusan maupun aktoraktor non yudisial lainnya ketika hendak diimplementasikan. Hal tersebut dijumpai di banyak negara, termasuk dialami pula oleh putusan-putusan pengadilan di Indonesia Pun demikian, putusan MK Indonesia kerapkali dihadang oleh kerumitan problem di tataran implementasi. Padahal jelas, sesuai dengan ketentuan Pasal 24C UUD 1945 dinyatakan bahwa putusan MK bersifat final. Bahkan, lebih tegas lagi, sesuai ketentuan dalam UU No. 24 Tahun 2003 tentang MK sebagaimana telah diubah dengan UU No. 8 Tahun 2011 dan Peraturan Pemerintah Penggnati Undang-Undang No. 1 Tahun 2013, putusan MK ditentukan berlaku sejak putusan tersebut selesai diucapkan dalam sidang pleno yang terbuka untuk umum. 4 Putusan MK terkadang tidak dilaksanakan secara mutlak seperti misalnya putusan MK no 003/PUU-IV/2006 yang intinya membatalkan penjelasan pasal 2 UU TIPIKOR yang menyangkut penjelasan perbuatan melawan hukum materil dalam UU tersebut. Maka dari itu rumusan masalah yang di angkat dalam penelitian ini adalah apakah problematika putusan Mahkamah Konsitusi dalam pengujian Undang-Undang METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Hukum Normatif. Adapun Penelitian hukum normatif disebut juga dengan penelitian doctrinal, dalam penelitian ini acap kali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in book) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berprilaku 2 Ibid hal 679-680 3 Ibid hal 695 4 Fajar Laksono DKK, Implikasi dan Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/Puu-X/2012 tentang SbI atau RsbI urnal Konstitusi, Volume 10, Nomor 4, Desember 2013 HAL 733 Jurnal Ilmiah Mandala Education 244

bagi manusia yang dianggap pantas. 5 Untuk memperkuat hasil penelitian ini, maka pendekatan masalah yang digunakan yaitu: 1) Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach), yaitu suatu pendekatan yang melakukan penelahaan semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut dengan isu hukum yang sedang ditangani. 6 2) Pendekatan Konsep (Conceptual Approach), yaitu suatu pendekatan beranjak dari pandanganpandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Dengan mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin tersebut merupakan sandaran bagi peneliti dalam membangun suatu argumentasi hukum dalam memecahkan isu hukum yang diteliti. Hasil Penelitian dan Analisis Pada dasarnya Putusan Mahkamah Konstitusi atas pengujian undang-undang memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan/dibacakan, sehingga pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi dilaksanakan sejak selesai dibacakan putusan yang bersangkutan. Meskipun Putusan Mahkamah Konstitusi mempunyai kekuatan hukum mengikat sejak selesai dibacakan, namun tidak semua putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan Pemohon dapat langsung dilaksanakan (implementing), karena untuk pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut masih memerlukan tindak lanjut dengan pembentukan undang-undang baru atau undang-undang perubahan. Inilh yang putusan yang disebut dengan non-self implementing. Dikatakan demikian karena putusan tersebut mempengaruhi norma-norma lain dan memerlukan revisi atau pembentukan undang-undang baru atau peraturan yang lebih operasional dalam pelaksanannya. Dengan kata lain, putusan ini tidak bisa serta merta dilaksanakan (tidak selfimplementing) tanpa adanya undangundang baru karena menimbulkan kekosongan hukum. 7 Setelah hampir tiga tahun Mahkamah Konstitusi melaksanakan tugasnya, banyak permasalahan yang justru muncul pasca dibacakannya putusan Mahkamah Konstitusi. Beberapa masalah yang muncul tersebut antara lain adalah: 8 1. Adanya kekosongan hukum pasca putusan. Hal ini dapat terjadi apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan beberapa ketentuan dalam suatu undang-undang dinyatakan tidak berlaku, dan belum dibentuk norma yang baru untuk menggantikan ketentuan tersebut. Dari segi hukum tata negara, hal ini dapat diselesaikan dengan menggunakan ketentuan yang lama sebelum ketentuan tersebut dirubah. Namun akan menjadi persoalan apabila ketentuan yang dibatalkan tersebut merupakan ketentuan yang baru, yang belum pernah diatur sebelumnya. Sebelum dibentuk aturan yang baru, aturan manakah yang harus digunakan 2. Konsistensi putusan Mahkamah Konstitusi. Konsistensi putusan Mahkamah Konstitusi terhadap undang-undang yang lain, yang memuat materi yang sama, apakah putusan Mahkamah Konstitusi ini juga berlaku bagi undang-undang lain yang berkaitan dengan undang-undang yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, namun terhadap undang-undang tersebut tidak diajukan uji materi 3. Koherensi antara pertimbangan hukum dengan amar putusan. Seharusnya, dalam setiap putusan yang diambil oleh Mahkamah Konstitusi harus memuat hal yang saling terkait antara pertimbangan dan amar putusan. Namun Mahkamah Konstitusi pernah memutuskan hal yang berbeda, contohnya dalam kasus uji materiil terhadap UU 45 Tabun 1999. Dalam pertimbangannya, Mahkamah Konstitusi menolak dalil-dalil yang diajukan oleh pemohon, tetapi dalam amar putusannya majelis hakim memutuskan mengabulkan permohonan para pemohon. Dalam kasus ini, menurut penulis kalau dirunut dari pertimbangan hukum yang diberikan oleh majelis hakim, seharusnya permohonan tersebut harus ditolak. 5 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum Penerbit PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta, 2004. Hlm: 118. 6 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Penerbit Penada Media Group, Jakarta. 2009, Hlm: 35. 7 Risalah Rapat Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan Dewan Perwakilan Rayat Republik Indonesia, Selasa, 01 Maret 2011, hlm 8 8 Tri Sulistyowati,putusan mahkamah konstitusi dalam judicial Review dan beberapa permasalahannya, JURNAL HUKUM PRIORIS, VOLUME 1, NOMOR, SEPTEMBER 2006 hal 22-23 Jurnal Ilmiah Mandala Education 245

4. Tidak adanya sanksi yang dapat diterapkan untuk memastikan kepatuhan para pihak terhadap putusan Mahkamah Konstitusi Pada kenyataannya, para pihak yang berkepentingan tidak selalu patuh pada putusan Mahkamah Konstitusi. Sebagai contoh adalah penerbitan Perpres No.55 Tahun 2005 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak Dalam Negeri yang tidak memperhatikan putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan beberapa ketentuan dalam UU No.22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Kasus ini sempat menyebabkan Ketua Mahkamah Konstitusi mengirimkan surat kepada Presiden RI yang mengingatkan bahwa penerbitan Perpres tersebut seharusnya memperhatikan putusan Mahkamah Konstitusi. Namun demikian, pada kenyataannya Perpres tersebut sampai saat ini masih berlaku. Dalam konteks ketatanegaraan, MK dikonstruksikan sebagai pengawal konstitusi yang berfungsi menegakkan keadilan konstitusional ditengah masyarakat, MK bertugas mendorong dan menjamin agar konstitusi dihormati dan dilaksanakan oleh semua komponen negara secara konsisten dan bertanggung jawab, ditengah kelemahan sistem konstitusi yang ada MK berperan sebagai penafsir agar spirit konstitusi selalu hidup dan mewarnai keberlangsungan bernegara dan bermasyarakat. Fungsi MK yaitu sebagai pengawal konstitusi, penafsir konstitusi, juga adalah pengawal demokrasi (the guardian and the sole interpreter of the constitution, as well as guardian of the process of democratization). Selain itu, keberadaan MK sekaligus untuk menjaga terselenggaranya pemerintahan negara yang stabil dan merupakan koreksi terhadap pengalaman kehidupan ketatanegaraan dimasa lalu yang ditimbulkan tafsir ganda terhadap konstitusi. 9 Putusan MK bersifat final dan mengikat dan merupakan suatu negative legislation, artinya MK berwenang membatalkan ketentuan undang-undang yang bertentangan, dan tidak menciptakan norma baru. Itu berarti, putusan MK akan ditindaklanjuti oleh DPR dan Pemerintah. Dalam perspektif fungsi checks and balances, maka putusan MK yang merupakan bentuk koreksi terhadap produk lembaga legislatif yang dilaksanakan oleh Presiden dan DPR mharus ditindaklanjuti oleh DPR dan Pemerintah melalui penyempurnaan terhadap UU yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945 atau yang inkonstitusional. Namun, dalam prakteknya, terdapat beberapa putusan yang kontroversial, yaitu putusan yang masih menyisahkan keraguan dan menimbulkan polemik publik terhadap isi putusan MK. Faktor ini dapat menjadi pertimbangan DPR dalam menindaklanjuti putusan MK. Faktor ini akan semakin kuat, karena secara de facto DPR dan Pemerintah yang samasama telah memberikan persetujuan terhadap lahirnya suatu UU menjadi pihak dalam persidangan menguji UU terhadap UUD 1945. Kehadiran DPR dan Pemerintah dalam memberikan keterangan dalam sidang di MK mengandung substansi pembelaan terhadap UU yang dibutnya sendiri. Oleh karena itu, pihak DPR secara psiko politik masih belum siap dalam waktu yang cepat untuk memproses agenda legislative review terhadap UU yang dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945. Permasalahan lain dari putusan MK itu adalah Dalam melakukan pengujian undangundang terhadap undang-undang dasar (judicial review) mahkamah konstitusi hanya memberikan amar putusan mengabulkan, menolak, dan menyatakan bahwa permohonan tidak dapat diterima sebagaimana diatur dalam Pasal 56 UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi. Dalam perkembangannya, Mahkamah Konstitusi memberikan amar putusan lain yang tidak diatur dalam Pasal 56 UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi. Terdapat beberapa jenis putusan Mahkamah Konstitusi dalam melakukan judicial review yang amar putusannya menyatakan suatu norma bersifat konstitusional bersyarat (conditionally constitutional) dan inkonstitusional bersyarat (conditionally unconstitutional). Putusan konstitusional bersyarat yang dikeluarkan mahkamah konstitusi terdapat dalam beberapa putusanya seperti Putusan Nomor 49/PUUVIII/2010, Putusan Nomor 92/PUU-X/2012, dan Putusan Nomor 115/PUU-VII/2009. Putusan konstitusional bersyarat memiliki arti bahwa norma dalam undang-undang dianggap konstitusional atau tidak bertentangan dengan konstitusi jika dimaknai 9 Tanto Lailam, pro-kontra kewenangan Mahkamh Konstitusi dalam menguji Undang-undang yang mengatur eksistensinta Jurnal Konstitusi, Volume 12, Nomor 4, Desember 2015 hal 797 Jurnal Ilmiah Mandala Education 246

sesuai dengan yang ditentukan Mahkamah Konstitusi (Martitah, 2013: 134). Putusan konstitusional bersyarat yang dikeluarkan oleh mahkamah konstitusi biasanya ditandai dengan katakata sepanjang dimaknai. 10 Pasal 57 ayat (2a) UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa putusan mahkamah konstitusi tidak memuat: a. amar selain menyatakan bahwa materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; dan amar putusannya menyatakan bahwa pembentukan undang-undang dimaksud tidak memenuhi ketentuan pembentukan undangundang berdasarkan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, undangundang tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. b. perintah kepada pembuat undangundang; dan c. rumusan norma sebagai pengganti norma dari undang-undang yang dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a. Menguji undang-undang terhadap UUD 1945; b. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945; c. Memutus pembubaran partai politik; dan d. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Selain memiliki beberapa kewenangan tersebut, Mahkamah Konstitusi juga memiliki satu kewajiban yaitu memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 24C UUD 1945. Besarnya dan signifikannya peranan MK ini akan dirasakan menjadi timpang apabila tidak diimbangi dengan aspek pengawasan terhadap MK itu sendiri. Pengawasan tersebut setidaknya terhadap 3 (tiga) hal, yaitu: (i) pejabat publiknya yaitu Hakim MK, perangkat peradilan, dan birokrasinya; (ii) akuntabilitas dan kualitas dari putusan-putusan yang dikeluarkan, sebab putusan MK bersifat final dan mengikat; dan (iii) problematika penafsiran yang dilakukan MK terhadap makna dari pasal-pasal dalam UUD 1945. 11 SIMPULAN Adapun permasalahan yang justru muncul pasca dibacakannya putusan Mahkamah Konstitusi adalah 1. Adanya kekosongan hukum pasca putusan. 2. Konsistensi putusan Mahkamah Konstitusi. 3. Koherensi antara pertimbangan hukum dengan amar putusan. 4. Tidak adanya sanksi yang dapat diterapkan untuk memastikan kepatuhan para pihak terhadap putusan Mahkamah Konstitusi Pada kenyataannya, para pihak yang berkepentingan tidak selalu patuh pada putusan Mahkamah Konstitusi. DAFTAR PUSTAKA Tanto Lailam, pro-kontra kewenangan Mahkamh Konstitusi dalam menguji Undang-undang yang mengatur eksistensinta Jurnal Konstitusi, Volume 12, Nomor 4, Desember 2015 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Penerbit Penada Media Group, Jakarta. 2009 Risalah Rapat Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Dewan Perwakilan Rayat Republik Indonesia, Selasa, 01 Maret 2011 10 Meirina Fajarwati Problematika dalam Putusan Konstitusional Bersyarat Mahkamah Konstitusi Jurnal rechtvinding online 11 Dinoroy M. Aritonang, peranan dan problematika mahkamah konstitusi dalam menjalankan fungsi dan kewenangannya Jurnal Ilmiah Mandala Education 247

Tri Sulistyowati,putusan mahkamah konstitusi dalam judicial Review dan beberapa permasalahannya, JURNAL HUKUM PRIORIS, VOLUME 1, NOMOR, SEPTEMBER 2006 Fajar Laksono DKK, Implikasi dan Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/Puu- X/2012 j urnal Konstitusi, Volume 10, Nomor 4, Desember 2013 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum Penerbit PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta, 2004. Dinoroy M. Aritonang, peranan dan problematika mahkamah konstitusi dalam menjalankan fungsi dan kewenangannya Syukri Asy ari dkk, Model dan Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Pengujian Undang- Undang (Studi Putusan Tahun 2003-2012) Jurnal Konstitusi, Volume 10, Nomor 4, Desember 2013 Meirina Fajarwati Problematika dalam Putusan Konstitusional Bersyarat Mahkamah Konstitusi Jurnal rechtvinding online Jurnal Ilmiah Mandala Education 248