TINJAUAN PUSTAKA Hutan Mangrove Ekosistem Mangrove Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan asin/payau (Santoso, 2000). Mangrove tumbuh di pantai-pantai yang terlindungi atau pantai-pantai yang datar, biasanya disepanjang sisi pulau yang terlindung dari angin atau di belakang terumbu karang di lepas pantai yang terlindung. Ekosistem mangrove yang merupakan ekosistem peralihan antara darat dan laut, sudah sejak lama diketahui mempunyai peranan penting dalam kehidupan dan merupakan mata rantai yang sangat penting dalam memelihara keseimbangan siklus biologi di suatu perairan (Nontji, 1987). Ekosistem mangrove dicirikan sebagai daerah yang mempunyai siklus nutrisi yang cepat dan produktifitas yang tinggi, sehingga ekosistem mangrove dianggap sebagai penyedia nutrisi bagi kontinuitas sebagian besar energi yang diperlukan oleh berbagai biota aquatik di ekosistem pantai (Yusnani, 2007). Ekosistem mangrove merupakan sumber plasma nutfah yang cukup tinggi. Mangrove di Indonesia terdiri atas 157 jenis tumbuhan tingkat tinggi dan rendah, 118 jenis fauna laut dan berbagai jenis fauna darat. Ekosistem mangrove juga
merupakan pelindung pantai secara alami untuk mengurangi resiko terhadap bahaya tsunami (Departemen Kehutanan, 2002). Ekosistem mangrove merupakan penghasil detritus, sumber nutrien dan bahan organik yang dibawa ke ekosistem padang lamun oleh arus laut. Sedangkan ekosistem lamun berfungsi sebagai penghasil bahan organik dan nutrien yang akan dibawa ke ekosistem terumbu karang. Selain itu, ekosistem lamun juga berfungsi sebagai penjebak sedimen (sedimen trap) sehingga sedimen tersebut tidak mengganggu kehidupan terumbu karang. Selanjutnya ekosistem terumbu karang dapat berfungsi sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak (gelombang) dan arus laut. Ekosistem mangrove juga berperan sebagai habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi organisme yang hidup di padang lamun ataupun terumbu karang. Sebagian manusia dalam memenuhi keperluan hidupnya dengan mengintervensi ekosistem mangrove. Hal ini dapat dilihat dari adanya alih fungsi lahan (mangrove) menjadi tambak, pemukiman, industri, dan sebagainya maupun penebangan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan (Rochana, 2002). Manfaat Mangrove Hutan mangrove mempunyai manfaat ganda dan merupakan mata rantai yang sangat penting dalam memelihara keseimbangan biologi di suatu perairan. Selain itu hutan mangrove merupakan suatu kawasan yang mempunyai tingkat produktivitas tinggi. Tingginya produktivitas ini karena memperoleh bantuan energi berupa zat-zat makanan yang diangkut melalui gerakan pasang surut. Keadaan ini menjadikan hutan mangrove memegang peranan penting bagi
kehidupan biota seperti ikan, udang, moluska dan lainya. Selain itu hutan mangrove juga berperan sebagai pendaur zat hara, penyedia makanan, tempat memijah, berlindung dan tempat tumbuh. Hutan mangrove sebagai pendaur zat hara, karena dapat memproduksi sejumlah besar bahan organik yang semula terdiri dari daun, ranting dan lainnya. Kemudian jatuh dan perlahan-lahan menjadi serasah dan akhirnya menjadi detritus. Proses ini berjalan lambat namun pasti dan terus menerus sehingga hasil proses pembusukan ini merupakan bahan suplai makanan biota air (FAO, 1982). Menurut Arief (2003) Mangrove merupakan SDA yang dapat dipulihkan (renewable resources atau flow resources) yang mempunyai manfaat ganda, manfaat ekonomis dan ekologis. Berdasarkan sejarah, sudah sejak dulu hutan mangrove merupakan penyedia berbagai keperluan hidup bagi masyarakat lokal. Selain itu sesuai dengan perkembangan IPTEK, hutan mangrove menyediakan berbagai jenis sumber daya sebagai bahan baku industri dan berbagai komoditas perdagangan yang bernilai ekonomis tinggi yang dapat menambah devisa negara. Secara garis besar, manfaat ekonomis dan ekologis mangrove adalah : a. Manfaat ekonomis, terdiri atas : 1. Hasil berupa kayu (kayu konstruksi, tiang/pancang, kayu bakar, arang, serpihan kayu (chips) untuk bubur kayu) 2. Hasil bukan kayu 3. Hasil hutan ikutan (tannin, madu, alkohol, makanan, obat-obatan, dll) 4. Jasa lingkungan (ekowisata)
b. Manfaat ekologis, yang terdiri atas berbagai fungsi lindung lingkungan, baik bagi lingkungan ekosistem daratan dan lautan maupun habitat berbagai jenis fauna, diantaranya : 1. Sebagai proteksi dari abrasi/erosi, gelombang atau angin kencang 2. Pengendali intrusi air laut 3. Habitat berbagai jenis fauna 4. Sebagai tempat mencari makan, memijah dan berkembang biak berbagai jenis ikan, udang dan biota laut lainnya. 5. Pembangunan lahan melalui proses sedimentasi 6. Memelihara kualitas air (mereduksi polutan, pencemar air) 7. Penyerap CO 2 dan penghasil O 2 yang relatif tinggi. Pada umumnya jenis-jenis magrove dimanfaatkan secara lokal untuk kayu bakar dan bahan bangunan lokal. Komoditas utama kayu mangrove untuk diperdagangkan secara internasional adalah arang yang berasal dari Rhizophora spp., yang mempunyai nilai kalori sangat tinggi. Barangkali ancaman yang paling serius bagi mangrove adalah persepsi di kalangan masyarakat umum dan sebagian besar pegawai pemerintah yang menganggap mangrove merupakan sumber daya yang kurang berguna yang hanya cocok untuk pembuangan sampah atau dikonversi untuk keperluan lain. Sebagian besar pendapat untuk mengkonversi mangrove berasal dari pemikiran bahwa lahan mangrove jauh lebih berguna bagi individu, perusahaan dan pemerintah daripada sebagai lahan yang berfungsi secara ekologi. Apabila persepsi keliru tersebut tidak dikoreksi, maka masa depan mangrove Indonesia dan juga mangrove dunia akan menjadi sangat suram (Mangrove Information Centre, 2003).
Jasa Lingkungan Jenis produk hutan yang lain adalah jasa lingkungan yang diberikan oleh hutan yang berupa kemampuan menahan air, menahan banjir, menahan erosi, sebagai tempat hidup keanekaragaman hayati, maupun sebagai penyerap karbon (carbon sink); yang semuanya itu tidak ada transaksi pasar dalam penggunaan atas produk jasa lingkungan tersebut. Pemanfaatan jasa lingkungan adalah produk sumber daya alam hayati dan ekosistemnya (SDAHE) yang berupa manfaat langsung (tangible) dan/atau manfaat tidak langsung (intangible), yang meliputi antara lain jasa wisata alam,/rekreasi, jasa perlindungan tata air/hidrologi, kesuburan tanah, pengendalian erosi dan banjir, keindahan, keunikan, penyerapan dan penyimpanan karbon (carbon offset). Letak geografis, luas dan karakteristik bio-fisik hutan Indonesia yang sangat beragam merupakan keunggulan komparatif (Comparative advantage) tersendiri dalam hal potensi jasa lingkungan, sehingga apabila jasa lingkungan ini dikelola secara baik akan memberikan nilai ekonomi kuantitatif maupun manfaat atau kepuasan kepada konsumen jasa lingkungan. Menurut Badan Konservasi Sumber Daya Alam (2005) Berikut beberapa peluang pengembangan jasa lingkungan: 1. Carbon offset; merupakan jasa lingkungan yang memberikan kontribusi dalam upaya mencegah dampak negatif perubahan iklim, dimana pemanfaatan jasa lingkungan ini nantinya diatur melalui Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism, CDM) di bawah Protocol Kyoto. Dan berdasarkan kajian sementara bahwa Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar untuk dapat bersaing dalam pasar dunia untuk pengurangan karbon.
2. Pemanfaatan air; dengan adanya indikasi menyusutnya suplay air di bumi, maka air merupakan jasa lingkungan yang berpeluang untuk dikembangkan. 3. Eco-tourism; potensi fenomena /keindahan/keunikan alam, keanekaragaman hayati dan budaya memberikan peluang usaha di bidang wisata alam. Manfaat Mangrove Sebagai Nursery Ground Serarah daun mangrove yang subur diubah oleh mikroorganisme (terutama kepiting) dan mikroorganisme pengurai menjadi detritus berubah menjadi bioplankton yang dimakan oleh binatang laut. Dengan demikian di laut kaya akan makanan ikan (Hadipurnomo, 1995). Ekosistem mangrove memiliki produkifitas tinggi sehingga ekosistem ini mampu menopang keanekaragaman jenis yang tinggi. Daun mangrove yang jatuh oleh fungi, bakteri dan protozoa akan diuraikan menjadi bahan organik lebih sederhana (detritus) sehingga dapat menjadi sumber makanan bagi berbagai jenis biota perairaan seperti udang, kepiting dan sebagainya (Mulya, 2003). Manfaat Mangrove Sebagai Perlindungan Pantai dari Abrasi Abrasi merupakan suatu proses alam yang sering terjadi pada ekosistem pesisir. Akhir-akhir ini abrasi telah dianggap sebagai suatu bentuk bencana, hal ini dikarenakan abrasi dapat mengakibatkan mundurnya garis pantai dari kedudukan semula yang dapat berdampak pada kerusakan ekosistem daratan. Abrasi diartikan sebagai pengikisan bibir pantai oleh air laut. Laut menggerogoti kawasan pantai, kuala, lalu menelannya dan lenyaplah bibir pantai atau bahkan pulau tersebut. Lama kelamaan, suatu kawasan yang dulunya tampak asri berubah menjadi lautan (Admin, 2008).
Tingkat abrasi pada sebagian wilayah pesisir pantai Indonesia sangat tinggi sekitar 30.000 km garis pantai atau sekitar 40% dari 80.000 km bibir pantai rusak akibat abrasi (Opini Publik, 2003). Menurut Tim Penyusun Inventarisasi Data Dasar Survei Sumber Daya Alam Pesisir dan Laut (2003) tingginya tingkat abrasi dapat mengancam keberadaan lokasi pemukiman wilayah pesisir, sarana dan prasarana jalan serta hilangnya sebagian lahan pertania dan perikanan termasuk segala kegiatan ekonomi yang berlangsung di dalamnya. Adanya dugaan bahwa sekitar 60% dari populasi penduduk Indonesia bermukim di pesisir dan 80% dari lokasi industri di Indonesia mengambil tempat di wilayah pesisir. Abrasi pantai tergantung pada kondisi angkutan sedimen pada lokasi tersebut, yang dipengaruhi oleh angin, gelombang, arus, pasang-surut, sedimen dan kejadian lainnya, serta adanya gangguan yang diakibatkan oleh ulah manusia yang mungkin berupa konstruksi bangunan pada pantai, dan penambangan pasir pada pantai tersebut. Pengambilan material pantai untuk bahan bangunan (karang, batu dan pasir) akan mengurangi cadangan sedimen bagi pembentukan pantai dalam siklus dinamiknya (Diposaptono, 2001). Peristiwa terjadinya abrasi pada daerah pesisir pantai bersifat imperceptibility (tidak terasa), namun pada beberapa lokasi tertentu dapat pula diketahui dengan mengamati perubahan secara dramatis, yakni melalui hasil dari proses fisik, seperti pasang-surut dan angin, pemindahan partikel kecil dari pasir. Penggunaan tanaman bakau sebagai pencegah abrasi juga akan memberi manfaat lain, seperti menambah populasi ikan, udang dan kepiting di perairan sekitarnya, karena hutan bakau menjadi tempat berkembang biaknya jenis biota laut tersebut. Beberapa kegiatan yang merusak dan dapat menimbulkan abrasi
semakin parah antara lain adalah pengambilan pasir di sepanjang pantai, pembangunan pemukiman dan tempat wisata tanpa mengindahkan keberadaan eksosistem yang ada (Admin, 2007). Mangrove bukan hanya penting sebagai pencegah abrasi dan akresi, tetapi juga merupakan ekosistem yang sangat penting bagi sumber daya hayati perairan estuari dan perairan laut. Organisme pesisir dan laut menggunakan mangrove sebagai tempat penetasan. Manfaat Mangrove Sebagai Menghambat Intrusi Air Laut Kehadiran mangrove di pantai menjadi wilayah penyaga terhadap rembesan air laut (intrusi) ke daratan jika tidak ada mengrove maka air laut akan meresap kedalam aliran air tanah sehingga menyebabkan air tanah menjadi asin seseuai dengan pernyataan Salin (1986). Adapun intrusi diartikan sebagai perembesan air laut ke daratan, bahkan sungai. Suatu kawasan yang awalnya air tanahnya tawar kemudian berubah menjadi lagang dan asin seperti air laut. Intrusi dapat berakibat rusaknya air tanah yang tawar dan berganti menjadi asin. Penyebabnya, antara lain penebangan pohon bakau, penggalian karang laut untuk dijadikan bahan bangunan dan kerikil jalan. Pembuatan tambak udang dan ikan yang memberikan peluang besar masuknya air laut jauh ke daratan (Admin, 2008). Mangrove melindungi garis pantai dari erosi yang disebabkan oleh gelombang dan air kencang dan merupakan sumber kayu bakar terbaru. Mangrove memiliki kemampuan mencegah intrusi garam kekawasan darat, dan membersihkan perairan pantai dan pencemaran, khususnya bahan pencemar dan unsur hara (Monk.et al, 2000).
Valuasi Mangrove Teknik ekonomi sebenarnya sudah lama digunakan untuk mengevaluasi nilai ekonomi daratan berikut sumberdayanya, namun teknik ini gagal dalam menilai sumberdaya alam serta jasanya. Penilaian ekonomi berfokus hanya pada nilai perhitungan financial pasar yang dinyatakan dalam jumlah uang yang diterima, sedangkan pertimbangan keuntungan sosial-ekonomi yang berkaitan dengan barang dan jasa lingkungan banyak dihapus, karena barang dan jasa tersebut tidak memiliki pasar formal, harga atau nilai yang dapat dinyatakan dalam bentuk uang, sehingga nilai total sesungguhnya mendapat penilaian yang terlalu rendah. Konsep penilaian ekonomi total mulai diperkenalkan tahun 1970- an dan diaplikasikan di akhir tahun 1980. Dalam konsep ini. Penilaian ekonomi tidak saja ditujukan pada nilai yang langsung dapat dihitung, tetapi termasuk juga yang tidak memiliki nilai pasar (non-market value), nilai fungsi ekologis serta keuntungan yang tidak langsung lainnya (ANON, 2002) Memasuki abad ke 21, pembangunan pesisir dan kelautan Indonesia dihadapkan pada beberapa realitas dan kecenderungan ke masa depan. Beberapa realitas dan kecenderungan ke depan tersebut adalah daya dukung sumber daya di darat dari waktu ke waktu semakin berkurang, sementara jumlah penduduk serta pendapatan masyarakat semakin meningkat. Oleh karena itu, permintaan barang dan jasa di masa mendatang akan terus meningkat yang semakin tidak dapat dipenuhi lagi dari hasil-hasil pendayagunaan sumberdaya daratan. Sebagai konsekuensinya, tuntutan untuk memanfaatkan sumberdaya laut di masa mendatang akan meningkat. Beberapa kenyataan yang terjadi dalam lingkungan sistem pesisir adalah peningkatan jumlah penduduk, kegiatan industri,
pencemaran, sedimentasi, ketersediaan air bersih, pengelolaan secara berlebihan dan faktor penting lainnya. Semua faktor-faktor ini merupakan komponen yang saling terkait dalam sistem pesisir. Untuk mencapai optimalisasi pemanfaatan sumberdaya pesisir diperlukan adanya neraca sumberdaya pesisir dan lautan yang memerlukan penilaian ekonomi (valuasi ekonomi) terhadap cadangan pemanfaatan sumberdaya alam (Munir dkk, 2008). Perhitungan nilai ekonomi sumberdaya mangrove adalah suatu upaya melihat manfaat dan biaya dari sumberdaya dalam bentuk moneter yang mempertimbangkan lingkungan. Valuasi ekonomi sumberdaya alam tersebut bertujuan untuk menemukan alokasi kebijakan pengelolaan sumberdaya mangrove yang efisien dan berkelanjutan. Nilai ekonomi total merupakan instrumen yang dianggap tepat untuk menghitung keuntungan dan kerugian bagi kesejahteraan rumah tangga sebagai akibat dari pengalokasian sumberdaya alam. Penilaian sumberdaya mangrove secara total dilakukan melalui penilaian semua fungsi dan manfaat hutan baik yang marketable mapun non marketable, yang merupakan upaya peningkatan informasi yang dapat memberikan kontribusi terhadap pengelolaan sumberdaya mangrove yang lestari (LPPM, 2004). Valuasi Jasa Lingkungan Hutan menghasilkan bukan hanya produk yang kasat mata seperti kayu dan non kayu, tetapi juga menghasilkan intangible produk yang manfaat dan keberadaannya semakin dibutuhkan baik oleh masyarakat yang berdekatan dan jauh dengan hutan, yaitu jasa lingkungan. Jasa lingkungan yang dihasilkan hutan mencapai lebih dari 25 jasa, akan tetapi yang sudah mulai dapat dikuantifikasi dan dihitung nilainya masih terbatas. Paling tidak terdapat empat jasa lingkungan
hutan yang dapat dikuantifikasikan dan dinilai, yaitu sebagai pengatur tata air, pemandangan bentang alam, sumber biodiversity dan penyerap karbon. Jenis produk hutan yang lain adalah jasa lingkungan yang diberikan oleh hutan yang berupa kemampuan menahan air, menahan banjir, menahan erosi, sebagai tempat hidup keanekaragaman hayati, maupun sebagai penyerap karbon (carbon sink); yang semuanya itu tidak ada transaksi pasar dalam penggunaan atas produk jasa lingkungan tersebut. Penilaian (valuasi) adalah kegiatan yang berkaitan dengan pembangunan konsep dan metodologi untuk menduga nilai barang dan jasa. Sebagai bagian dari kegiatan sektor perekonomian nasional, kontribusi sector kehutanan terhadap PDB nasional juga dihitung dengan menggunakan pendekatan nilai tambah. Nilai tambah yang diciptakan sektor kehutanan merupakan perbedaan nilai suatu barang/jasa yang timbul sebagai akibat suatu kegiatan produksi dan/atau distribusi hasil hutan. Produksi sektor kehutanan dapat bersifat ekstraktif berupa kayu hutan, rotan, daun, buah dan lain-lain; dan dapat pula berupa produk non-ekstraktif seperti rekreasi dan wisata hutan lainnya. Kedua jenis produk itu walaupun berbeda sifatnya namun memiliki ciri yang sama dalam hal produknya dapat dipasarkan (Suryatmojo, 2004).