BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berjalannya waktu, perkembangan dunia usaha dan industri

: Tabel Distribusi Kuesioner pada KAP di Jakarta dan Tangerang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Miller dan Bailey (2001), auditing adalah: An audit

BAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah, tujuan dan manfaat peneltian, serta sistematika penulisan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha yang semakin pesat memicu persaingan yang

BAB I PENDAHULUAN. mengenai asersi tentang kegiatan-kegitan dan kejadian-kejadian ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dalam laporan keuangan. Pemeriksaan laporan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2013 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring perkembangan zaman dunia usaha dan industri semakin cepat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Perkembangan bisnis dan ekonomi Indonesia diera globalisasi saat ini

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan audit terhadap laporan keuangan sebuah entitas dan. memberikan opini atau pendapat terhadap saldo akun dalam laporan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah jasa auditor. Profesi akuntan publik bertanggungjawab untuk menaikkan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN. Auditing adalah sebagai proses sistematis untuk secara objektif

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Munculnya skandal-skandal keuangan yang terjadi di Indonesia akibat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kantor akuntan publik merupakan sebuah organisasi yang bergerak di bidang

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi ini dunia bisnis sudah tidak asing lagi bagi para pelaku

Pengaruh Pengalaman Auditor Dan Pengetahuan Mendeteksi Kekeliruan Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Akuntan Publik

BAB I PENDAHULUAN. memastikan laporan keuangan tidak mengandung salah saji (misstatement)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengenai asersi tentang kegiatan-kegitan dan kejadian-kejadian ekonomi

HUBUNGAN SKEPTISISME PROFESIONAL AUDITOR, SITUASI AUDIT, ETIKA, PENGALAMAN SERTA KEAHLIAN AUDIT DENGAN KETEPATAN PEMBERIAN OPINI AUDITOR OLEH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sebelum para pengambil kebijakan mengambil keputusan. Auditor menjadi

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan audit atas laporan keuangan tidak semata mata bekerja untuk. dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Profesi akuntan publik merupakan salah satu profesi yang dianggap sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Audit merupakan suatu proses pemeriksa independen memeriksa

dalam Pernyataan Standar Pemeriksaan yang disebut PSP.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah memerlukan seorang Pemeriksa Keuangan. Pemeriksa Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan terbentuknya ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2015,

BAB I PENDAHULUAN. Audit laporan keuangan berperan untuk mengurangi risiko informasi yang terkandung

BAB 1 PENDAHULUAN. dua kelompok; jasa assurance dan jasa nonassurance. Jasa assurance adalah jasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut De Angelo (1981) dalam Watkins et al (2004) mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. akuntan publik kewajarannya lebih dapat dipercaya dibandingkan laporan keuangan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Tindakan kecurangan ini berkembang pesat ditengah-tengah perkembangan

KUESIONER Profil Responden KOMPETENSI Dimensi Pernyataan Alternatif Jawaban STS TS N S SS

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Pada bagian kajian pustaka dan hipotesis penelitian akan diuraikan teoriteori

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mempekerjakan auditor untuk memeriksa catatan keuangan. Revolusi industri

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang memiliki konsistensi tinggi dalam menjalankan kinerjanya.

BAB II LANDASAN TEORI. Berdasarkan sifatnya teori dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: teori

BAB I PENDAHULUAN. masih ada pihak lain yang membutuhkan informasi laporan keuangan seperti

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dalam melakukan audit (Mulyadi dan Puradiredja, (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia saat ini sudah banyak perusahaan-perusahaan yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. membedakan dua jenis salah saji yaitu kekeliruan (error) dan kecurangan (fraud).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. atau prinsip tersebut secara konsisten (Wibowo, 2010). Profesi akuntan publik

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk menghindari perilaku menyimpang dalam audit (dysfunctional

BAB I PENDAHULUAN. akuntan yang sesuai dengan kriteria-kriteria yang ditetapkan dalam Standar

BAB I PENDAHULUAN. yang akurat dan dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan. Laporan

BAB I PENDAHULUAN. kinerjanya agar dapat menghasilkan produk audit yang dapat diandalkan bagi pihak

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan ke depan (Yustrianthe, 2012). Berdasarkan Peraturan Pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. pertimbangan yang dibuat auditor dalam menanggapi setiap bukti dan

BAB I PENDAHULUAN. laporan keuangan yang belum atau tidak diaudit. keuangan yang terjadi akhir-akhir ini. Singgih dan Bawono (2010) menyebutkan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan modern. Akuntansi dan auditing memainkan peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi dalam bidang pengelolaan keuangan daerah. membuat pemerintah daerah dituntut membawa perubahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. ada dalam laporan keuangan adalah relevan (relevance) dan dapat diandalkan

STANDAR AUDITING. SA Seksi 200 : Standar Umum. SA Seksi 300 : Standar Pekerjaan Lapangan. SA Seksi 400 : Standar Pelaporan Pertama, Kedua, & Ketiga

BAB I PENDAHULUAN. Wiratama dan Budiartha (2015), laporan keuangan memiliki dua. karakteristik penting yaitu relevan dan dapat diandalkan, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Kasus audit yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir membuat. kepercayaan masyarakat terhadap kualitas audit menurun.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian, pangsa pasar perusahaan. Secara umum ada tiga bentuk laporan

BAB I PENDAHULUAN. Dari profesi akuntan publik, masyarakat mengharapkan penilaian yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Audit adalah jasa profesi yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa. Keuangan pasal 6 ayat (1) menyebutkan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Pengaruh Skeptisisme Profesional Auditor Terhadap Ketepatan Pemberian Opini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Berkembangnya dunia usaha yang semakin pesat saat ini, membuat

BAB I PENDAHULUAN. maraknya dengan skandal-skandal di lingkup internasional. Meskipun tidak

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan juga akan berkualitas tinggi. etik profesi. Dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) guna

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik kewajarannya lebih dapat

BAB I PENDAHULUAN. bisnis. Agar tetap bertahan dalam persaingan bisnis yang semakin tinggi para

BAB I PENDAHULUAN. ini dikarenakan sejalan dengan berkembangnya berbagai badan usaha atau

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi memiliki dua fungsi dasar yang saling melengkapi, yaitu : untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian audit menurut Mulyadi (2011:9) adalah suatu proses sistematik

PENGARUH ETIKA PROFESI, PENGALAMAN KERJA, INDEPENDENSI DAN KEAHLIAN AUDIT TERHADAP KETEPATAN PEMBERIAN OPINI AUDITOR

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan audit terhadap laporan keuangan sebuah entitas dan memberikan

BAB 5 PENUTUP. diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. (error) dan kecurangan (fraud). Fraud diterjemahkan dengan kecurangan sesuai

BAB I PENDAHULUAN. kemudian mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang. berkepentingan (Boynton et al.,2001) dalam (Junaidi, 2016).

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan pemakai laporan keuangan (Sarwini dkk, 2014). pengguna laporan audit mengharapkan bahwa laporan keuangan yang telah

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN Free Trade Area (AFTA) 2015 telah berlangsung. AFTA merupakan kerja

Laporan keuangan bertujuan umum Kerangka bertujuan umum

STANDAR UMUM DAFTAR I SI. 201 Sifat Standar Umum Tanggal Berlaku Efektif 02

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sarana pengambilan keputusan baik oleh pihak internal maupun pihak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas yang dapat menjamin bahwa laporan (informasi) yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kecurangan walaupun dalam pelaksanaannya sangat memungkinkan. akuntansi yang berlaku di Indonesia (Agoes, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. terungkap, maka auditor melakukan penilaian risiko terhadap klien.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dan probabilitas melaporkan pelanggaran tergantung pada independensi auditor. Ikatan Akuntan

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masing-masing. Pengertian laporan keuangan menurut Pernyataan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Opini Auditor Independen Opini auditor merupakan pendapat yang diberikan oleh auditor tentang kewajaran penyajian laporan keuangan perusahaan tempat auditor melakukan audit. Opini audit merupakan bagian yang tak terpisahkan dari laporan audit, dimana opini audit ini biasa disampaikan dalam paragraf pendapat. IAI menyatatakan bahwa laporan audit harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara kesuluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Terdapat 2 bentuk opini yang bisa diberikan oleh auditor dalam audit laporan keuangan yaitu : (1) Opini tanpa modifikasian (Unmodified opinion); dan (2) Opini modifikasian (Modified opinion). Kemudian opini modifikasian terdiri dari 3 jenis yaitu : (1) Opini wajar dengan pengecualian; (2) Opini tidak wajar; (3) Opini tidak menyatakan pendapat. Diantara 4 opini tersebut, opini yang paling baik adalah Opini Tanpa Modifikasian (Unmodified Opinion). Opini ini diberikan karena auditor meyakini, berdasar bukti-bukti audit yang dikumpulkan, laporan keuangan telah bebas dari kesalahan-kesalahan atau kekeliruan yang material. Opini terbaik kedua adalah Opini Wajar Dengan Pengecualian. Opini diberikan

11 karena meskipun ada kekeliruan, namun kesalahan atau kekeliruan tersebut secara keseluruhan tidak mempengaruhi kewajaran laporan keuangan. Opini paling buruk adalah Tidak Wajar. Opini diberikan karena auditor meyakini, berdasar bukti-bukti yang dikumpulkannya, bahwa laporan keuangan mengandung banyak sekali kesalahan atau kekeliruan yang material. Artinya, laporan keuangan tidak menggambarkan kondisi keuangan secara benar. Opini Tidak Memberikan Pendapat atau Menolak Memberikan Pendapat tidak bisa diartikan bahwa laporan keuangan sudah benar atau salah. Opini tersebut diberikan karena auditor tidak bisa meyakini apakah laporan keuangan benar atau salah. Ini terjadi karena auditor tidak bisa memperoleh bukti-bukti yang dibutuhkan untuk bisa menyimpulkan dan menyatakan apakah laporan sudah disajikan dengan benar atau salah. Lebih jelasnya dalam ISA 700 dan 705 (IAPI 2011) mengenai penjelasan masing-masing opini adalah sebagai berikut: 1. Opini tanpa modifikasian (Unmodified Opinion) Auditor wajib mengevaluasi apakah laporan keuangan merujuk atau menjelaskan dengan cukup, kerangka pelaporan keuangan yang berlaku (ISA 700.15). Auditor wajib memberikan opini yang tidak dimodifikasi ketika auditor menyimpulkan bahwa laporan keuangan dibuat, dalam segala hal yang material, sesuai dengan kerangka yang berlaku. ISA 700.35 menjelaskan bahwa ketika memberikan pendapat yang tidak dimodifikasi atas laporan keuangan dibuat sesuai dengan kerangka penyajian wajar, pendapat auditor harus, kecuali ditetapkan lain

12 oleh ketentuan perundang-undangan, menggunakan rasa, yang dipandang ekuivalen dengan: a. Laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku, atau b. Laporan keuangan memberikan gambaran yang benar dan wajar sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku. ISA 700.46, ketika memberikan pendapat yang tidak modifikasi atas laporan keuangan dibuat sesuai dengan kerangka kepatuhan, pendapat auditor harus menyatakan laporan keuangan yang dibuat, dalam semua hal yang material sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku. 2. Opini Modifikasian (Unmodified Opinion) Auditor harus memodifikasi opini dalam laporan auditor ketika auditor menyimpulkan bahwa berdasarkan bukti audit yang diperoleh, laporan keuangan secara keseluruhan tidak bebas dari kesalahan penyajian material atau auditor tidak dapat memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat untuk menyimpulkan bahwa laporan keuangan secara keseluruhan bebas dari kesalahan penyajian material. Penentuan tipe modifikasi terhadap opini auditor : 1. Opini wajar dengan pengecualian Auditor harus menyatakan opini wajar dengan pengecualian ketika: a) Auditor setelah memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat, menyimpulkan bahwa kesalahan penyajian, baik secara

13 individual maupun secara agregasi adalah material, tetapi tidak pervasif, terhadap laporan keuangan atau b) Auditor tidak dapat memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat yang mendasari opini tetapi auditor menyimpulkan bahwa pengaruh kesalahan penyajian yang tidak terdeteksi yang mungkin timbul terhadap laporan keuangan jika ada dapat menjadi material tetapi tidak pervasif. 2. Opini tidak wajar Auditor harus menyatakan suatu opini tidak wajar ketika auditor, setelah memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat, menyimpulkan bahwa kesalahan penyajian, baik secara individual maupun secara agregasi, adalah material dan pervasif terhadap laporan keuangan. 3. Opini tidak menyatakan mendapat Auditor harus tidak menyatakan pendapat ketika auditor tidak dapat memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat yang mendasari opini, dan auditor menyimpulkan bahwa pengaruh kesalahan penyajian yang tidak terdeteksi yang mungkin timbul terhadap laporan keuangan, jika ada, dapat bersifat material dan pervasif. Auditor harus tidak menyatakan pendapat ketika, dalam kondisi yang sangat jarang melibatkan banyak ketidakpastian, auditor menyimpulkan bahwa, meskipun telah memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat tentang setiap ketidakpastian tersebut,

14 adalah tidak mungkin untuk merumuskan suatu opini atas laporan keuangan karena interaksi yang potensial dari ketidakpastian tersebut dan pengaruh kumulatif ketidakpastian tersebut yang mungkin timbul terhadap laporan keuangan. 2.1.2 Skeptisisme Profesional Auditor Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP, 2011) menyatakan bahwa skeptisisme profesional auditor sebagai suatu sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit. Skeptisisme profesional perlu dimiliki oleh auditor terutama pada saat memperoleh dan mengevaluasi bukti audit. Auditor tidak boleh mengasumsikan begitu saja bahwa manajemen adalah jujur, tetapi tidak boleh juga mengasumsikan bahwa manajemen adalah tidak jujur. Pernyataan yang hampir sama juga terdapat pada ISA No. 200 yang mengatakan bahwa auditor harus merencanakan dan melaksanakan audit dengan sikap skeptisisme profesional, dengan mengakui bahwa ada kemungkinan terjadinya salah saji dalam laporan keuangan. Skeptisisme profesional merupakan sikap kewaspadaan auditor terhadap bukti-bukti audit serta keterangan-keterangan yang disajikan oleh manajemen. Skeptisisme, berasal dari kata skeptis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang berarti sikap meragukan, mencurigai dan tidak mempercayai kebenaran suatu hal, teori, ataupun pernyataan. Sedangkan profesional menurut adalah sesuatu yang bersangkutan dengan profesi, yang membutuhkan keahlian khusus untuk menerapkannya. Skeptisisme profesional auditor merupakan sikap (attitude)

15 auditor dalam melakukan penugasan audit dimana sikap ini mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit. Auditor yang memiliki skeptisisme profesional yang memadai, akan berhubungan dengan pertanyaan-pertanyaan berikut : (1) apa yang perlu saya ketahui? (2) bagaimana saya dapat memperoleh informasi tersebut dengan baik? (3) apakah informasi yang saya peroleh masuk akal?. Skeptisisme auditor akan mengarahkannya untuk menanyakan setiap isyarat yang menunjukkan kemungkinan terjadinya kecurangan (Louwers et al, 2005). Dari pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa skeptisisme profesional merupakan sikap keraguan, penuh pertanyaan dan penilaian kritis atas setiap bukti audit yang diperoleh. 2.1.3 Pengalaman Pengalaman merupakan suatu proses yang membawa seseorang kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi. Pengalaman mampu memberikan peluang yang besar bagi seseorang untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik. Pengalaman yang dimaksud disini adalah pengalaman auditor dalam melakukan pemeriksaan laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu, banyaknya penugasan, maupun jenis-jenis perusahaan yang pernah ditangani (Asih, 2006). Libby and Frederick (1990) menemukan bahwa semakin banyak pengalaman auditor semakin dapat menghasilkan berbagai macam dugaan dalam menjelaskan temuan audit. Butt (1998) juga mengungkapan bahwa akuntan pemeriksa yang berpengalaman akan membuat judgment yang relatif lebih baik dalam tugas-tugas profesional ketimbang akuntan pemeriksa yang belum berpengalaman. Akuntan

16 pemeriksa yang berpengalaman mampu mengidentifikasi secara lebih baik mengenai kesalahan-kesalahan dalam telaah analitik. Akuntan yang berpengalaman juga memperlihatkan tingkat perhatian selektif yang lebih tinggi terhadap informasi yang relevan (Davis, 1996). Auditor yang telah memiliki banyak pengalaman tidak hanya akan memiliki kemampuan untuk menentukan dan menemukan bentuk kekeliruan atau kecurangan yang tidak lazim yang ada dalam laporan keuangan tetapi juga auditor tersebut dapat memberikan penjelasan yang lebih akurat terhadap temuannya tersebut, dibandingkan dengan auditor yang masih sedikit pengalaman (Libby dan Frederick, 1990). Jadi auditor yang lebih berpengalaman akan lebih tinggi tingkat ketepatan dalam pemberian opininya dibandingkan dengan auditor yang kurang berpengalaman atau sedikit pengalamannya. Hal ini sejalan dengan penelitian Herdiansyah (2008) yang mengatakan akuntan pemeriksa yang berpengalaman akan memperlihatkan perhatian selektif yang lebih tinggi pada informasi yang relevan. 2.1.4 Situasi audit Situasi audit adalah saat dimana auditor dapat dilihat profesionalitasnya (Surfeliya, 2014). Situasi audit dengan resiko tinggi yang dihadapi auditor bisa bermacam-macam. Menurut Arens (2007) situasi seperti kesulitan untuk berkomunikasi dengan auditor lama terkait informasi perusahaan; situasi ketika klien yang diaudit merupakan klien yang baru pertama kali diaudit; situasi kemungkinan adanya motivasi manajemen untuk menarik investor, diduga akan mempengaruhi auditor dalam memberikan opini. Faktor situasi audit akan

17 menentukan sikap auditor dan perilaku, yang nantinya akan dilakukan oleh auditor dalam mengolah informasi sampai menghasilkan opini atas laporan audit. Oleh karena itu, serangkaian situasi yang dialami auditor tersebut akan berusaha mencapai keselarasan antara sikap dan perilaku agar selaras dengan perilaku yang seharusnya dilakukan (Surfeliya, 2014). 2.1.5 Keahlian Keahlian audit adalah keahlian profesional yang dimiliki auditor sebagai hasil dari pendidikan formal, ujian profesional maupun keikutsertaan dalam penelitian, seminar, simposium dan lain-lain. Seorang auditor, haruslah memiliki keahlian dalam audit. Pernyataan tersebut sesuai dengan standar umum pertama dari Standar Auditing Seksi 210, SPAP (2011) yang menyatakan bahwa audit harus dilaksanakan oleh seorang atau entitas yang memiliki keahlian dan pelatihan khusus yang cukup sebagai auditor. Keahlian tersebut meliputi, keahlian mengenai audit yang mencakup perencanaan program kerja pemeriksaan, menyusun program kerja pemeriksaan, melaksanakan program kerja pemeriksaan, menyusun kertas kerja pemeriksaan, menyusun berita pemeriksaan dan laporan hasil pemeriksaan (Wahyudi, 2013). Pada saat penugasan audit, cara yang dilakukan auditor junior dengan auditor senior tentu akan berbeda dalam melakukan pertimbangan guna memberikan pendapat. Oleh karena itu keahlian akan mempengaruhi ketepatan seorang auditor dalam memberikan opini. 2.1.6 Beban Kerja Beban kerja adalah lama seseorang melakukan aktivitas pekerjaan sesuai dengan kemampuan dan kapasitas kerja yang bersangkutan tanpa menunjukkan

18 kelelahan. Fitriany (2011) menyebutkan bahwa beban kerja auditor dapat dilihat dari seberapa banyak klien yang ditangani oleh auditor tersebut dan terbatasnya waktu seorang auditor untuk melakukan proses auditnya. Beban kerja audit biasanya berkaitan dengan busy season yang terjadi karena banyaknya perusahaan yang memiliki tahun fiskal yang berakhir di bulan Desember. Kelebihan pekerjaan pada saat busy season akan mengakibatkan kelelahan dan ketatnya time budget auditor sehingga akan menghasilkan kualitas audit yang rendah (Lopez dan Peters, 2011). Dhania (2010) penyebab tingkat stress seseorang bisa dipengaruhi oleh faktor internal atau eksternal dimana faktor eksternal itu adalah beban kerja. Jelas dengan mempengaruhinya beban kerja terhadap tingkat stress maka akan mempengaruhi kinerja seseorang. Begitu juga dengan auditor, semakin tinggi beban kerja yang ditanggungnya semakin tinggi pula tingkat stress yang terjadi dan akan mengakibatkan semakin rendah juga kualitas auditnya yang dapat berakibat pada ketidaktepatan dalam pemberian opini oleh auditor. 2.2 TELAAH PENELITIAN TERDAHULU Penelitian terdahulu yang pernah ada mengenai ketepatan pemberian opini auditor digunakan sebagai acuan atau ide-ide dalam melakukan penelitian ini. Adapun penelitian terdahulu yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, penelitian milik Surfeliya, Andreas dan Yusralaini (2014) mengenai Professional Influence Skeptisisme, Competention, Audit Situation, Audit Ethics, Experience and expertise Make an audit of to Accuracy of Audit Opinion by Auditor BPK. Pada hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa hanya variabel skeptisisme

19 profesional yang berpengaruh signifikan terhadap ketepatan pemberian opini auditor sedangkan situasi audit, kompetensi, etika, pengalaman dan keahlian tidak berpengaruh signifikan terhadap ketepatan pemberian opini auditor. Populasi yang digunakan dalam penelitian milik Surfeliya, Andreas dan Yusralaini (2014) adalah Auditor BPK perwakilan provinsi Riau dengan menggunakan metode purposive sampling. Penelitian Gusti dan Ali (2008) mengenai Hubungan Skeptisisme Profesional Auditor dan Situasi Audit, Etika, Pengalaman serta Keahlian Audit dengan Ketepatan Pemberian Opini Auditor oleh Akuntan Publik dilakukan di Sumatera dengan Kantor Akuntan Publik di wilayah Sumatera sebagai populasinya. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara skeptisisme profesional dengan ketepatan pemberian opini oleh akuntan publik. Selain itu, situasi audit juga berpengaruh signifikan terhadap ketepatan pemberian opini akuntan publik, meskipun pengalaman, keahlian serta etika tidak berpengaruh signifikan terhadap ketepatan pemberian opini akuntan publik. Penelitian ini juga mengacu pada penelitian milik Nasution (2012) mengenai Pengaruh Beban Kerja, Pengalaman Audit dan Tipe Kepribadian terhadap Skeptisisme Profesional dan Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan. Pada hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa beban kerja berpengaruh negatif signifikan pada skeptisisme profesional, sedangkan pengalaman audit dan tipe kepribadian berpengaruh positif signifikan terhadap skeptisisme profesional.

20 2.3 HIPOTESIS PENELITIAN 2.3.1 Pengaruh Skeptisisme Profesional Terhadap Ketepatan Pemberian Opini Auditor Skeptisisme profesional auditor adalah sikap skeptis yang dimiliki auditor yang selalu mempertanyakan dan meragukan bukti audit. Dapat diartikan bahwa skeptisisme profesional menjadi salah satu faktor dalam menentukan kemahiran profesional seorang auditor. Kemahiran profesional akan sangat mempengaruhi ketepatan pemberian opini oleh seorang auditor. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat skeptisisime seorang auditor dalam melakukan audit, maka diduga akan berpengaruh pada ketepatan pemberian opini auditor tersebut. Dalam penelitian Sukendra dan Yuniarta (2015) membuktikan bahwa skeptisisme berpengaruh positif signifikan terhadap ketepatan pemberian opini auditor. Bahkan dalam pengujiannya, variabel skeptisisme profesional memiliki pengaruh yang paling dominan terhadap ketepatan pemberian opini auditor. Penelitian lain milik Gusti dan Ali (2008) mengenai Hubungan Skeptisime Profesional dengan Ketepatan Pemberian Opini Auditor oleh Akuntan Publik juga menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara skeptisime profesional dengan ketepatan pemberian opini auditor. Oleh karena itu berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis yang dapat dirumuskan : H1 : Skeptisisme profesional berpengaruh positif terhadap ketepatan pemberian opini auditor.

21 2.3.2 Pengaruh Pengalaman terhadap Ketepatan Pemberian Opini Auditor Pengalaman merupakan suatu proses pembelajaran dan pertambahan perkembangan potensi bertingkah laku dari pendidikan formal maupun non formal. Pengalaman auditor dapat ditinjau dari segi lamanya waktu maupun banyaknya penugasan yang pernah ditangani (Suraida, 2005). Semakin banyak dan kompleks tugas-tugas yang dilakukan seorang auditor, semakin auditor tersebut berpengalaman dan semakin luas wawasan yang dimiliki (Suraida, 2005). Auditor yang berpengalaman tentu akan memiliki kemampuan untuk menemukan kekeliruan atau kecurangan yang tidak lazim dalam laporan keuangan dan juga dapat memberikan penjelasan yang lebih akurat terhadap temuannya tersebut dibandingkan dengan auditor yang masih sedikit pengalamannya. Dalam penelitian Prihandono (2008) dengan judul Hubungan Skeptisme Profesional Auditor, Situasi Audit, Independensi, Etika, Keahlian, dan Pengalaman Dengan Keputusan Pemberian Opini Audit Oleh Auditor (Studi Empiris Pada KAP di Jakarta) dengan hasil penelitian Pengalaman audit mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pemberian opini audit oleh auditor. Putu Sukendra (2015) dalam penelitiannya juga menemukan bahwa pengalaman auditor berpengaruh signifikan positif terhadap ketepatan pemberian opini oleh auditor, serta penelitian Suraida (2005) yang menunjukkan pengalaman audit secara parsial maupun simultan berepngaruh positif terhadap ketepatan pemberian opini akuntan. Oleh karena itu berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis yang dapat dirumuskan :

22 H2 : Pengalaman berpengaruh positif terhadap ketepatan pemberian opini auditor. 2.3.3 Pengaruh Situasi Audit Terhadap Ketepatan Pemberian Opini Auditor Situasi audit diartikan sebagai suatu keadaan, suasana dan kondisi yang terjadi pada saat audit dilaksanakan. Apabila dalam penugasannya auditor menemukan situasi irregulates atau situasi yang mengandung risiko tinggi, maka diperlukan bukti yang lebih banyak dan informasi yang relevan guna memberikan keyakinan yang memadai atas pendeteksian salah saji material dalam laporan keuangan (Gusti dan Ali, 2008). Situasi yang mengandung resiko besar mempengaruhi auditor dalam memperoleh bukti yang cukup dan memadai. Dengan adanya resiko yang besar, menuntut auditor untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap kecurangan yang mungkin terjadi agar audit yang dilakukaannya efektif. Irregularities sering diartikan sebagai suatu situasi di mana terdapat ketidakberesan atau kecurangan yang dilakukan dengan sengaja (Zein, 2011). Dalam penelitian Gusti dan Ali (2008) membuktikan bahwa situasi audit memiliki hubungan yang positif signifikan dengan ketepatan pemberian opini auditor oleh akuntan publik. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gusti dan Ali, penelitian milik Zein (2011) yang menyatakan bahwa variabel situasi audit paling dominan dalam mempengaruhi skeptisisme profesional seorang auditor. Dengan skeptisisme profesional yang tinggi tentu akan mempengaruhi auditor dalam memberikan

23 opini yang tepat. Oleh karena itu berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis yang dapat dirumuskan : H3 : Situasi Audit berpengaruh positif terhadap ketepatan pemberian opini auditor. 2.3.4 Pengaruh Keahlian Terhadap Ketepatan Pemberian Opini Auditor Keahlian auditor merupakan kemampuan mendasar seorang auditor berupa pengetahuan dan kemampuan dalam lingkup akuntansi dan auditing secara umum. Pernyataan dalam standar umum pertama auditing seksi 210 (paragraf 01) menyatakan bahwa audit harus dilaksanakan oleh seorang atau entitas yang memiliki keahlian dan pelatihan khusus yang cukup sebagai seorang auditor. Gusti dan Ali (2008) juga berpendapat bahwa keahlian audit mencakup seluruh pengetahuan auditor akan dunia audit itu sendiri yang diukur dengan tingkat sertifikasi pendidikan dan jenjang pendidikan sarjana formal. Auditor harus memiliki keahlian yang diperlukan dalam tugasnya, keahlian ini meliputi keahlian mengenai audit yang mencakup antara lain: merencanakan program kerja pemeriksaan, menyusun program kerja pemeriksaan, melaksanakan program kerja pemeriksaan, menyusun kertas kerja pemeriksaan, menyusun berita pemeriksaan, dan laporan hasil pemeriksaan. Dalam penelitian Sukendra, Yuniarta dan Atmadja (2015) membuktikan bahwa keahlian berpengaruh positif signifikan terhadap ketepatan pemberian opini auditor. Oleh karena itu berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis yang dapat dirumuskan :

24 H4 : Keahlian audit berpengaruh positif terhadap ketepatan pemberian opini auditor. 2.3.5 Pengaruh Beban Kerja terhadap Ketepatan Pemberian Opini Auditor Fitriany (2011) menemukan bahwa beban kerja auditor berpengaruh negatif terhadap kualitas audit. Beban kerja yang semakin meningkat akan menurunkan kemampuan auditor dalam mendeteksi kekeliruan atau kecurangan sebuah perusahaan yang akan berakibat juga dengan kualitas audit yang dihasilkan menjadi rendah (Fitriany, 2011). Berdasarkan konsep tersebut maka penulis menduga bahwa semakin banyak beban kerja yang dimiliki oleh auditor akan meningkatkan kekeliruan auditor dalam memberikan opini. Dalam penelitian yang dilakukan Nasution (2012) membuktikan bahwa hasil pengujian menunjukkan beban kerja berpengaruh negatif terhadap peningkatan kemampuan auditor dalam mendeteksi gejala-gejala kecurangan. Artinya beban kerja auditor yang banyak atau menumpuk dapat mengurangi sikap skeptisisme profesional yang akan berdampak pada ketidaktepatan pemberian opini auditor. Begitu juga dengan pendapat Murtiasri dan Ghozali (2006) menemukan bahwa beratnya beban pekerjaan akan menurunkan kepuasan kerja dan kinerja auditor yang artinya akan mempengaruhi pada ketidaktepatan pemberian opini auditor. Oleh karena itu berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis yang dapat dirumuskan : H5 : Beban kerja berpengaruh negatif terhadap ketepatan pemberian opini auditor.

25 2.4 Model Penelitian Model penelitian merupakan kerangka pemikiran berupa gambar skema yang menjelaskan pengaruh skeptisisme profesional, pengalaman, situasi audit, keahlian dan beban kerja terhadap ketepatan pemberian opini oleh auditor. Berikut model penelitian disajikan dalam gambar 2.1. Gambar 2.1. Model Penelitian Skeptisisme profesional Pengalaman Situasi Audit H3(+) Ketepatan Pemberian Opini Auditor Keahlian Beban Kerja