RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 132/PUU-XIII/2015 Ketentuan Pidana Bagi Penyedia Jasa dan Pemakai Pada Tindak Pidana Prostitusi I. PEMOHON Robby Abbas. Kuasa Hukum: Heru Widodo, SH., M.Hum., Petrus P. Ell, SH., dkk para advokat dari Kantor Hukum Heru Widodo Law Office berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 13 Oktober 2015. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 296 dan Pasal 506 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Penjelasan Pemohon mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: 1. Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah melakukan pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945; 2. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) menyatakan bahwa: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ; 3. Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa salah satu kewenangan konstitusional Mahkamah Konstitusi adalah mengadili pada tingkat pertama 1
dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar; 4. Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU 12/2011) mengatur bahwa secara hierarkis kedudukan UUD 1945 lebih tinggi dari undang-undang, oleh karena itu setiap ketentuan undang-undang tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945; 5. Pasal 9 ayat (1) UU 12/2011 mengatur bahwa dalam hal suatu undangundang diduga bertetangan dengan UUD 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi; 6. Bahwa objek permohonan adalah pengujian materiil Pasal 296 dan Pasal 506 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), oleh karena itu Mahkamah berwenang untuk melakukan pengujian Undang-Undang a quo. IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING) 1. Berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK: Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: (a) perorangan WNI, (b) kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan RI yang diatur dalam undang-undang, (c) badan hukum publik dan privat, atau (d) lembaga negara. 2. Berdasarkan Putusan MK Nomor 006/PUU-III/2005 dan Nomor 010/PUU/III/2005 menyatakan bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional harus memenuhi 5 (lima) syarat yaitu: a. adanya hak konstitusional para Pemohon yang diberikan oleh Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. b. hak konstitusional para Pemohon tersebut dianggap oleh para Pemohon telah dirugikan oleh suatu Undang-Undang yang diuji. c. kerugian konstitusional para Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik atau khusus dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi. d. adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dan berlakunya Undang- Undang yang dimohonkan untuk diuji. 2
e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi. 3. Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia yang menganggap hak konstitusionalnya dirugikan atau setidaknya berpotensi dilanggar hak konstitusionalnya dengan berlakunya norma Pasal 296 dan Pasal 506 KUHP. 4. Bahwa Pemohon saat ini Terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan oleh Jaksa Penuntut Umum didakwa dengan dakwaan kesatu: dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, serta dakwaan kedua: menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikannya sebagai pencarian. V. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN DAN NORMA UUD 1945 A. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN Pengujian Materiil KUHP: 1. Pasal 296: Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah. 2. Pasal 506: Barang siapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikannya sebagai pencarian, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun. B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945. 1. Pasal 28D ayat (1): Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. 3
VI. ALASAN PERMOHONAN 1. Pemohon merupakan terdakwa tunggal didakwa berdasarkan Pasal 256 dan Pasal 506 KUHP, sedangkan pihak yang menghubungi Pemohon untuk dicarikan artis penyedia jasa prostitusi dan kemudian menggunakan jasa artis tersebut dengan memberikan imbalan jasa sejumlah uang tidak dikenakan sanksi pidana dan hanya dijadikan saksi saja; 2. Pasal 256 juncto Pasal 506 KUHP hanya dapat dikenakan kepada seseorang atau subjek hukum yang menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul atau seks komersial saja, sedangkan terhadap pihak lain yang terlibat dalam tindakan tersebut seperti pekerja seks komersial dan pihak yang mendapatkan kenikmatan seksual dengan memberikan imbalan tidak dikenakan hukuman pemidanaan; 3. Pemberlakuan ketentuan tersebut tidak mencerminkan beberapa norma pembentuk hukum positif di Indonesia seperti hukum adat, hukum agama dan hukum nasional; 4. Kekosongan hukum yang mengatur mengenai pihak yang tidak diatur dalam Pasal 256 dan Pasal 506 KUHP ini kemudian diatur dalam beberapa Peraturan Daerah, seperti Pasal 42 ayat (2) Perda DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 dan Perda Kota Tanggerang Nomor 8 Tahun 2005, dengan adanya pengaturan tersebut dapat dikatakan bahwa perbuatan hubungan seksual di luar pernikahan dengan tujuan mendapatkan imbalan jasa merupakan perbuatan melanggar hukum, dan jika hal tersebut tidak diatur dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi maka akan menimbulkan ketidakpastian hukum. VII. PETITUM 1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Pasal 296 KUHP bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai sebagai berikut: 4
Barang siapa dengan sengaja melakukan pencabulan dengan tujuan mendapatkan imbalan jasa, atau menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda berdasarkan kepatutan. 3. Menyatakan Pasal 506 KUHP bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai sebagai berikut: Barang siapa melakukan pencabulan dengan tujuan mendapatkan imbalan jasa atau menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikannya sebagai pencarian, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun. 4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Atau, apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). 5