ANALISIS PENERIMAAN PENDAPATAN ASLI DAERAH SERTA KONTRIBUSINYA TERHADAP ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN MINAHASA SELATAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KONTRIBUSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR. Calen (Politeknik Bisnis Indonesia) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

Analisis Kinerja Keuangan Dalam Otonomi Daerah Kabupaten Nias Selatan

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH. No 23 Tahun 2014 BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DAN KEMANDIRIAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Timur dan 7,12 hingga 8,48 Lintang Selatan. Sedangkan luas Provinsi

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah. kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan hasil kesimpulan dapat disimpulkan bahwa : 2. Pengeluaran (belanja) Kabupaten Manggarai tahun anggaran 2010-

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas

BAB IV METODA PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang. menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004.

I. PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah adanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI MAROS PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI MAROS NOMOR : 61 TAHUN 2016HU

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal dan otonomi daerah telah membawa konsekuensi pada

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan Daerah memerlukan sumber pendanaan yang tidak sedikit

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

CAPAIAN KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

- 1 - PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

CENDEKIA AKUNTANSI Vol. 1 No. 2 Mei 2013 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

ANALISIS KEMANDIRIAN FISKAL DALAM UPAYA MENDUKUNG PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB IV KONDISI UMUM KABUPATEN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini berencana menganalisis kontribusi sumber-sumber

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR

I. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. provinsi terbagi atas daerah-daerah dengan kabupaten/kota yang masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah menegaskan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

P E R A T U R A N D A E R A H

ANALISIS KINERJA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA (APBD) DITINJAU DARI RASIO KEUANGAN (Studi Kasus di Kabupaten Sragen Periode )

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan Asli Daerah (PAD) kota Bandung periode 2006 hingga 2012

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini Negara Indonesia sedang berada dalam sistem pemerintahan yang

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan adalah usaha menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan

Gambaran Umum Wilayah

PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Kontribusi Pajak Hiburan Terhadap Penerimaan Pendapatan Daerah Untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) Kota Malang (Periode )

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya pembangunan itu dilaksanakan ditiap-tiap daerah. Dalam. ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.

Transkripsi:

ANALISIS PENERIMAAN PENDAPATAN ASLI DAERAH SERTA KONTRIBUSINYA TERHADAP ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN MINAHASA SELATAN Johny Montolalu Joorie M. Ruru RINGKASAN Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 menetapkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjadi sumber penerimaan daerah yang berasal dari dalam daerah itu sendiri, yang dapat mendukung APBD untuk membiayai pengeluaran daerah. Tujuan PAD, memberikan keleluasaan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi. Permasalahan penelitian adalah sumber dari hasil penerimaan PAD serta kontribusinya terhadap APBD. Tujuan penelitian untuk mengetahui seberapa besar (%) penerimaaan PAD serta kontribusinya terhadap APBD. Urgensi penelitian apakah penerimaan PAD serta kontribusinya terhadap APBD derajatnya, sangat kurang, kurang, cukup, sedang, baik dan sangat baik. Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Metode penelitian merupakan metode deskriptif dan eksplanatoris survey dengan pendekatan keterpaduan antara kualitatif dan kuantitatif. Tujuan jangka panjang diharapkan peneliti ini berkelanjutan (multiyear) dengan target seluruh daerah di propinsi Sulawesi Utara dapat diteliti PAD dan APBD karena sangat bermanfaat kepada pemerintah daerah dan masyarakat di daerah. Keunggulan penelitian ini bersifat orisinil. Kata Kunci : Penerimaan PAD, Kontribusi APBD PENDAHULUAN Otonomi daerah resmi mulai berlaku di seluruh daerah Indonesia sejak 1 Januari 2001. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan di daerah, di luar yang menjadi urusan pemerintah pusat yang ditetapkan dalma undang-undang. Penyelenggaraan otonomi daerah, merupakan penyerahan dan pelimpahan kewenangan pengurusan urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah secara nyata dan bertanggungjawab termasuk penimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Sebagai daerah otonomi penyerahan dan pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurus dan mengatur semua urusan di bidang penyelenggaraan, pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat dilakukan berdasarkan prinsip transparansi, partisipatif dan akuntabel. Penyelenggaraan pemerintahan di daerah dibiayai oleh Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), sedangkan penyelenggaraan kewenangan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dibiayai oleh Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Dengan adanya otonomi daerah, daerah dipacu untuk dapat berkreasi serta melakukan upaya mencari sumber penerimaan yang berasal dari dalam daerah itu sendiri yang dapat mendukung Anggaran Pendapatan Belanja Daerah untuk membiayai pengeluaran penyelengaraan pemerintahan di 1

daerah, dan pelayanan kepada masyarakat. Dari berbagai alternatif sumber penerimaan yang dipungut oleh daerah, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menetapkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjadi salah satu sumber penerimaan daerah yang berasal dari dalam daerah itu sendiri. Oleh sebab itu Pendapatan Asli Daerah harus dikembangkan dengan cara perluasan basis penerimaan Pajak dan Retribusi, dengan memperhatikan kondisi masing-masing daerah. Dalam sejarah pemerintahan daerah di Indonesia sejak Indonesia merdeka sampai saat ini PAD telah menjadi sumber penerimaan yang dapat diandalkan dalam memberikan kontribusi terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah terdiri dari : 1) Pajak Daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota; 2) Retribusi Daerah; 3) Pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan 4) lain-lain PAD yang sah. Tujuan PAD adalah untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah untuk membiayai pengeluaran penyelenggaraan pemerintahan di daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahhan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengatur pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan republik Indonesia. Dengan adanya otonomi daerah diharapkan agar pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan tidak mengandalkan dan tidak bergantung pada dana dari pemerintah pusat yaitu APBN yang ditransfer melalui dana perimbangan khususnya Dana Alokasi Umum (DAU) yang ditetapkan dalam APBN setiap tahun. Menurut penjelasan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyebutkan ketergantungan daerah yang sangat besar terhadap dana perimbangan dari pusat dalam banyak hal kurang mencerminkan akuntabilitas pemerintah daerah. Penelitian ini akan diadakan pada tiga wilayah kabupaten yaitu : Kabupaten Minahasa Selatan. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan kajian melalui suatu kegiatan penelitian ilmiah yang diangkat dalam judul : Analisis Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Serta Kontribusinya Terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Minahasa Selatan. TINJAUAN PUSTAKA Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, menyebutkan : Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah. Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disebut APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu di bayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali baik pada tahun anggaran berikutnya. Belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurangan nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan bertujuan mengurangi kesenjangan fisikal antara pemerintah pusat dari pemerintah daerah dan 2

antar pemerintah daerah. Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka presentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Alokasi Umum selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Pendapatan Asli Daerah (PAD) bertujuan memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. Lain-lain pendapatan bertujuan memberi peluang kepada daerah untuk memperoleh pendapatan selain pendapatan Pendapatan Asli Daerah. Pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang tertuang untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau bahan. 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) - Pajak Daerah - Retribusi Daerah - Hasil Pengelolahan Kekayaan Daerah yang dipisahkan - Lain-lain PAD yang sah 2) Dana Perimbangan - Dana bagi Hasil Pajak dan bukan Pajak - Dana Alokasi Umum (DAU) - Dana Alokasi Khusus (DAK) 3) Lain-lain Pendapatan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Lokasi Penelitian Letak Geografis Kabupaten Minahasa Selatan terletak antara 0 o,47-1 o,24 Lintang Utara dan antara 124 o,18-124 o -45 Bujur Timur dan dilakui oleh garis ekuator atau garis khatulistiwa yang terletak pada garis lintang 00. Berdasarkan posisi geografisnya, Kabupaten Minahasa Selatan memiliki batas wilayah, yaitu: - Sebelah Utara : Kab. Minahasa - Sebelah Selatan : Kab. Bolmong Kab. Boltim - Sebelah Barat : Laut Sulawesi - Sebelah Timur : Kab. Minteng Berdasarkan letaknya, Kabupaten Minahasa Selatan berada diantara dataran tinggi serta laut Sulawesi. Luas Wilayah Luas wilayah Kabupaten Minahasa Selatan adalah berupa datarna seluas 1.454,64 km 2. Akhir tahun 2016, wilayah administrasi Kabupaten Minahasa Selatan terdiri dari 17 wilayah kecamatan dengan luas daratan masing-masing kecamatan dapat dilihat pada tabel berikut. Diketahui wilayah terbesar di Kabupaten Minahasa Selatan ada pada Kecamatan Amurang Timur dengan jumlah luas wilayah 139,87 km 2 dengan persentase sebesar 9,62%. Sedangkan wilayah terkecil ada pada Kecamatan Motoling 25,90 km 2 dengan persentase 1,78%. Kondisi Pemerintahan Kabupaten Minahasa Selatan sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Minahasa. Kemudian, melalui Undang-Undang No. 10 Tahun 2003, Minahasa Selatan dimekarkan menjadi sebuah 3

kabupaten yang otonom. Sejak berdirinya, Kabupaten Minahasa Selatan telah terjadi perkembangan yang cukup signifikan dalam bidang pemerintahan, dimana pada awalnya hanya terdiri dari 13 Kecamatan menjadi 17 Kecamatan. Sampai pada tahun 2016, Kabupaten Minahasa Selatan terdiri dari 177 desa/kelurahan. Diketahui desa terbanyak ada pada Kecamatan Tenga dengan jumlah 18 desa. Namun di Kecamatan Amurang terdapat 6 telah berubah status menjadi kelurahan, Amurang Barat sejumlah 2 kelurahan dan Amurang Timur 2 kelurahan. Dengan total keseluruhan desa 177 desa dan 10 kelurahan. Jumlah pegawai negeri sipil di Kabupaten Minahasa Selatan adalah 4.584 orang yang terdiri dari 1.791 orang laki-laki dan 2.757 orang perempuan. Pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh pegawai negeri sipil di Kabupaten Minahasa selatan paling banyak adalah Tingkat Sarjana/Doktor/Ph.d. sebanyak 2.425 orang merupakan golongan III disusul golongan IV dan sisanya merupakan pegawai golongan I dan II. Kondisi Kependudukan dan Ketenagakerjaan Sumber utama data kependudukan adalah sensus penduduk yang dilaksanakan setiap sepuluh tahun sekali. Sensus penduduk telah dilaksanakan sebanyak enam kali sejak Indonesia merdeka, yaitu 1961, 1971, 1980, 1990, 2000, dan 2010. Penduduk Kabupaten Minahasa Selatan berdasarkan proyeksi penduduk tahun 2016 sebanyak 206.603 jiwa yang terdiri atas 106.628 penduduk laki-laki dan 99.975 jiwa penduduk perempuan. Dibandingkan dengan proyeksi jumlah penduduk tahun 2015, penduduk Minahasa Selatan mengalami pertumbuhan sebesar 0,07%. Sedangkan untuk data jumlah penduduk dapat dilihat pada tabel berikut. Diketahui jumlah perkembangan penduduk berada pada Kecamatan Amurang dengan laju pertumbuhan sebesar 1,70% per tahunnya. Diketahui rasio jenis kelamin di Kabupaten Minahasa Selatan sebesar 106,65. Artinya, diantara 100 perempuan terdapat 106 sampai 107 laki-laki. Diketahui kepadatan penduduk di Kabupaten Minahasa Selatan tahun 2016 mencapai 142 jiwa/km 2. Kepadatan penduduk di 17 kecamatan cukup beragam dengan kepadatan penduduk tertinggi terletak di Kecamatan Amurang dengan kepadatan sebesar 392 jiwa/km 2 dan terendah di Kecamatan Motoling Barat sebesar 65 jiwa/km 2. Diketahui penduduk di Kabupaten Minahasa Selatan paling banyak berada di kelompok umur 10 14 dengan jumlah 18.024 jiwa. Diketahui angkatan kerja di Kabupaten Minahasa Selatan yang bekerja pada tahun 2015 berjumlah 89.811 orang. Dari 89.811 orang, angkatan kerja yang bekerja, 63.710 orang laki-laki dan 26.101 orang perempuan. PEMBAHASAN Kontribusi Jenis Pendapatan PAD terhadap Total PAD a. Pajak Daerah Pajak daerah merupakan sumber penerimaan utama bagi suatu daerah sehingga sangat diharapkan penerimaan dari sektor pajak daerah ini dapat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap PAD dan Pendapatan Daerah. Besarnya kontribusi pajak daerah terhadap PAD Kabupaten Minahasa Selatan mengalami fluktuasi. Awal tahun 2014 kontribusi pajak daerah terhadap PAD sebesar 33,65%, tahun 2015 menurun menjadi 28,00%, sementara pada tahun 2016 naik perlahan menjadi 33,35% lebih rendah bila dibandingkan dengan tahun 2014. b. Retribusi Daerah Retribusi daerah merupakan sumber PAD kedua terbesar setelah pajak daerah. Pada tahun 2016 persentase naik menjadi 9,14%. Namun secara keseluruhan meningkat yang pada tahun 2014 sebesar Rp. 1.826.434.219, naik menjadi 4

Rp.3.006.822.665. Kenaikan tingkat persentase kontribusi tahun 2014-2016 ini disebabkan karena kenaikan nominal retribusi daerah. Bila dilihat dari tahun ke tahun selama periode 2014-2016, berdasarkan persentase tingkat kontribusi retribusi daerah terhadap PAD Kabupaten Minahasa Selatan masih relatif kecil. Hal ini terlihat dari rata-rata kontribusi daerah terhadap PAD selama kurun waktu 2014-2016 adalah sebesar 8,45%. c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Sektor Hasil pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan tidak banyak memberikan kontribusi terhadap PAD. Penerimaan pada tahun 2014 sebesar Rp.386.949.000, jumlah ini hanya mampu memberikan kontribusi terhadap PAD sebesar 1,48%. Untuk tahun 2015, penerimaan mengalami penurunan dan memberikan kontribusinya sebesar 1,10%. Sedangkan untuk tahun 2016, penerimaannya mengalami penurunan drastis, dan hanya mampu memberikan kontribusinya terhadap PAD berada pada kisaran 0,97%. Penerimaan ini sangat kecil bila dibandingkan dengan tahun 2014. Rata-rata kontribusi hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan terhadap PAD selama periode 2014-2016 adalah sebesar 22,18%. Penurunan yang terjadi pada sektor hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan ini, diakibatkan pemerintah kurang berkoordinasi dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Dimana badan ini merupakan sumber penerimaan untuk sektor hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan. Hal ini terlihat dari masih banyak sekali perusahaan daerah maupun lembaga keuangan daerah yang belum membayarakan iuran kepada pemerintah. Untuk itu upaya dalam mengkoordinasi BUMD ini harus lebih ditingkatkan agar sektor ini lebih banyak memberikan kontribusinya terhadap PAD. d. Lain-lain PAD Yang Sah Jumlah penerimaan dari sektor lain-lain PAD yang sah pada tahun 2014-2016 menunjukkan presentasi kontribusinya yang cukup. Tahun 2014 sektor ini memberikan kontribusi sebesar 57,26%. Sementara tahun 2015 dengan besar kontribusi 62,28%. Pada tahun 2016 mengalami penurunan kontribusi menjadi 56,45%. Penurunan ini disebabkan karena adanya penurunan jumlah iuran yang diberikan kepada pemerintah. Sementara ratarata kontribusi lain-lain PAD yang sah terhadap total PAD adalah sebesar 58,66%. Kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Minahasa Selatan Kontribusi dalam penelitian ini adalah besarnya jumlah iuran yang bersumber dari PAD dan komponennya, seperti: Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, Lain-lain PAD yang dipisahkan terhadap PAD itu sendiri dan terhadap APBD yang dilihat dalam persentase setiap tahun anggaran. Kontribusi PAD terhadap APBD di Kabupaten Minahasa Selatan masih relatif rendah. Terlihat adanya fluktuasi kenaikan dan penurunan persentase kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah selama periode 2014-2016. Pada tahun 2014 tingkat kontribusi yang diberikan adalah sebesar 3,82%, sementara tahun 2015 besarnya tingkat kontribusi yang diberikan oleh PAD terhadap APBD sebesar 3,68%. Sementara pada tahun 2016 perlahan perlahan menurun menjadi 3,28%. Penyebab penurunan kontribusi dari tahun ke tahun adalah karena pemerintah kurang fokus dalam meningkatkan penerimaan PAD secara keseluruhan. Sementara kecilnya jumlah kontribusi PAD pada tahun 2016 juga disebabkan karena pemerintah daerah juga mendapatkan bantuan dana yang jumlahnya lebih besar daripada PAD Kabupaten Minahasa Selatan, yaitu sebesar Rp. 837.831.446.964. Dana ini 5

berasal dari Dana Perimbangan yang bersumber dari Bagi Hasil Pajak, Bagi Hasil Pajak Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Selain itu, bantuan dana lainnya yang jumlahnya lebih besar daripada PAD Kabupaten Minahasa Selatan berasal dari Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah bersumber dari hibah pemerintah pusat dan lembaga atau badan lain dalam negeri, serta dari penerimaan pembiayaan daerah. Jika dilihat dari data tahun terakhir yaitu tahun 2016, pemerintah daerah Kabupaten Minahasa Selatan dinilai belum mampu menjalankan pemerintahnya sendiri. Hal ini terbukti bahwa dalam pendanaan keuangan saja pemerintah daerah masih sangat bergantung pada pemerintah pusat, karena dana yang bersumber dari PAD masih sangat minim yaitu sebesar Rp. 32.750.067.063 sementara dana suntikan yang berasal dari Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah sebesar Rp.128.120.880.105. Jumlah PAD yang diterima oleh pemerintah daerah Kabupaten Minahasa Selatan tidak terlalu besar untuk dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi pendapatan daerah secara keseluruhan. Jika dilihat dari rata-rata presentasi kontribusinya yaitu sebesar Rp. 3,59%. Artinya PAD belum terlalu besar memberikan iuran/sumbangan yang berarti bagi pendapatan daerah Kabupaten Minahasa Selatan. Kenyataan ini berarti berbeda dengan teori yang ada, yang menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber keuangan terbesar bagi Pendapatan Daerah. Hal ini merupakan persoalan bagi pemerintah daerah Kabupaten Minahasa Selatan. Pemerintah harus dapat memecahkan persoalan ini dengan cara terus berupaya keras dalam mengembangkan berbagai potensi PAD yang ada di Kabupaten Minahasa Selatan (Misalnya sektor pajak daerah dan retribusi daerah), sehingga mampu memberikan kontribusi yang makin besar terhadap pendapatan daerah. Tujuannya adalah Kabupaten Minahasa Selatan menjadi daerah yang lebih maju dan mandiri dalam membiayai penyelenggaraan pemerintahannya. KESIMPULAN Kesimpulan dari hasil penelitian diatas, ialah: 1) Penerimaan dan Kontribusi Pajak Daerah terhadap PAD Kabupaten Minahasa Selatan berada pada kondisi rendah atau hanya berkisar pada rata-rata 31,67% pertahun. 2) Penerimaan dan Kontribusi Retribusi Daerah terhadap PAD Kabupaten Minahasa Selatan berada pada kondisi sangat rendah atau hanya berkisar pada rata-rata 8,45% pertahun. 3) Penerimaan dan Kontribusi Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan terhadap PAD Kabupaten Minahasa Selatan berada pada kondisi sangat rendah atau hanya berkisar pada rata-rata 1,18% pertahun 4) Penerimaan dan Kontribusi Lain-lain PAD yang sah terhadap PAD Kabupaten Minahasa Selatan berada pada kondisi cukup atau berkisar pada rata-rata 58,66% pertahun. 5) Penerimaan dan Kontribusi PAD terhadap APBD Kabupaten Minahasa Selatan dari tahun 2014-2016 relatif kecil hanya ada pada kisaran 3,59% pertahun; Bila dilihat dari data tahun terakhir yaitu tahun 2016, pemerintah daerah Kabupaten Minahasa Selatan dinilai belum mampu menjalankan pemerintahannya sendiri. Hal ini terbukti bahwa dalam pendanaan keuangan saja pemerintah daerah masih sangat bergantung pada pemerintah pusat, karena dana yang bersumber dari PAD masih sangat minim. Saran Dari kesimpulan ini, maka peneliti menyarankan, sebagai berikut: 1) Pemerintah Daerah Kabupaten Minahasa Selatan hendaknya meningkatkan tingkat sosialisasi mengenai Pendapatan Asli 6

Daerah dan dari mana sumber-sumber penerimaannya. Terlebih pada sektor Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 2) Pemerintah Daerah Kabupaten Minahasa Selatan hendaknya menggali segala potensi daerah yang berguna dan belum tersentuh, untuk menunjang sektor-sektor penerimaan dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. 3) Pemerintah Daerah Kabupaten Minahasa Selatan hendaknya memfokuskan diri dengan jalan melatih dan memberdayakan perangkat daerah hingga perangkat desa/kelurahan dalam membuka peluang sektor-sektor penerimaan lainnya yang berujung pada meningkatnya Pendapatan Asli Daerah 4) Pemerintah Daerah Kabupaten Minahasa Selatan hendaknya menjalin kerjasama dengan BUMD ataupun lembaga-lembaga keuangan yang ada di daerah dalam menaikkan tingkat kontribusinya kepada daerah. 5) Pada tingkat sosialisasi perlu melibatkan seluruh elemen-elemen masyarakat, didalamnya juga termasuk akademisi dalam membangun paradigma berpikir masyarakat khususnya tentang Pendapatan Asli Daerah. Perpajakan 1 dan 2, Penerbit PT. Eresco, Bandung. Supramono dan Damayanti, Th. W. 2005, Perpajakan Indonesia, Penerbit Andi, Yogyakarta. Syamsi, Ibnu, 1995, Pengambilan Keputusan dan Sistem Informasi, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta. Waluyo dan Wirawan, B. I. 2002, Perpajakan Indonesia, Edisi I, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Sumber-Sumber Lain : Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah. Undang-Undang RI Nomor 34 Tahun 2000, tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2009, tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. DAFTAR PUSTAKA Achmad, Tj. Dan Muhammad, F. H. 2005, Perpajakan, Edisi Ketiga, Penerbit UPP. AMP. YKPN, Yogyakarta. Boediono, B. 2001, Perpajakan Indonesia, Cetakan II, Penerbit Diadit Media, Jakarta. Mardiasmo, 2009, Perpajakan, Cetakan XIV (Edisi Revisi 2008), Andi, Yogyakarta. Reksohadiprodjo, S., 2000, Ekonomika Publik, Badan Penerbit FE-UGM, Yogyakarta. Samudra, A. A. 1995, Perpajakan di Indonesia, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Soemitro, R. 1994, Asas dan Dasar 7