o / oo. Metode yang dilakukan yaitu sterilisasi, pengenceran air laut, pembuatan stok

dokumen-dokumen yang mirip
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

BAB III METODE PENELITIAN. Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang umumnya dikenal dengan nama fitoplankton. Organisme ini merupakan

I. PENDAHULUAN. Usaha pengembangan budidaya perairan tidak dapat lepas dari pembenihan jenisjenis

Modul Praktikum Plankton Budidaya Daphnia sp. Tim Asisten Laboratorium Planktonologi FPIK UNPAD

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian. (BBPBAP) Jepara, gulma air Salvinia molesta, pupuk M-Bio, akuades,

I. PENDAHULUAN. Dalam kegiatan pembenihan pakan alami telah terbukti baik untuk larva.

Modul Praktikum Plankton Budidaya Chlorella

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

PERTUMBUHAN Skeletonema costatum PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS MEDIA. The Growth of Skeletonema costatum on Various Salinity Level s Media

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

III. BAHAN DAN METODE

I. PENDAHULUAN. yang dibutuhkan untuk pertumbuhan larva (Renaud et.al, 1999). Pemberian pakan

Studi Kultur Semi-Massal Mikroalga Chlorella sp Pada Area Tambak Dengan Media Air Payau (Di Desa Rayunggumuk, Kec. Glagah, Kab.

BAB III METODE PENELITIAN. konsentrasi limbah cair tapioka (10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan 0% atau kontrol)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp.

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode deskriptif kualitatif. Perlakuan dalam penelitian ini diulang

PRODUKSI BIOMASSA Spirulina sp. DENGAN VARIASI KONSENTRASI CO2 DAN FOTOPERIODE. Okta Nugraha 1) dan Elida Purba 1)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mikroalga Tetraselmis sp. merupakan salah satu mikroalga hijau.

KANDUNGAN LEMAK TOTAL Nannochloropsis sp. PADA FOTOPERIODE YANG BERBEDA ABSTRAK

PERTUMBUHAN Diaphanasoma sp. YANG DIBERI PAKAN Nannochloropsis sp. Sri Susilowati 12 ABSTRAK

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV METODOLOGI PENELITIAN. Bahan penelitian yang akan digunakan adalah S. platensis, pupuk Azolla pinnata,

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

The Growth of Chlorella spp Culturing with Some Density of Inoculum. Lady Diana Tetelepta

I. PENDAHULUAN. mikroalga dikenal sebagai organisme mikroskopik yang hidup dari nutrien

BUKU PANDUAN PRAKTIKUM BUDIDAYA MAKANAN ALAMI

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi

Pengaruh Pemberian Air Cucian Beras dengan Dosis yang Berbeda Terhadap Kepadatan Chlorella

I. PENDAHULUAN. Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Protein berperan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2012 di Laboratorium

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama

Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2013

III. METODE PENELITIAN

PEMANFAATAN KOMPOS KULIT KAKAO (Theobroma cacao) UNTUK BUDIDAYA Daphnia sp. ABSTRAK

PENGARUH PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH PADA MEDIA KULTUR PHM TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN Chlorella sp. M. W. Lewaru * ABSTRACT

I. PENDAHULUAN. Benih ikan berkualitas baik dibutuhkan dalam tahapan utama pembesaran ikan.

I. PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam. perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan.

I. PENDAHULUAN. dibudidayakan dan memiliki nilai gizi tinggi yaitu, kandungan protein 74%, lemak

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan Pada bulan Februari - Maret 2015 di Balai

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

BAB I PENDAHULUAN. sebagai media penyakit (Cholik, et.al 1989 dalam wilujeng, 1999). Makanan alami

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan bahan persediaan bahan bakar fosil berkurang. Seiring menipisnya

4 KULTIVASI Chaetoceros gracilis DALAM MEDIUM NPSi 4.1 Pendahuluan

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... viii. DAFTAR GAMBAR... ix. DAFTAR LAMPIRAN... xi

I. PENDAHULUAN. memerlukan area yang luas untuk kegiatan produksi. Ketersediaan mikroalga

OPTIMASI PEMBERIAN KOMBINASI FITOPLANKTON DAN RAGI DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN ROTIFERA

I. PENDAHULUAN. kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya

BABV KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa konsentrasi pupuk

Pengaruh Penggunaan Pupuk Organik Diamond Interest Grow dengan Dosis Berbeda terhadap Pertumbuhan Populasi Rotifera (Brachionus plicatilis)

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENETASAN ARTEMIA Laporan Praktikum Pakan Alami Program Studi Budidaya Perairan, Program Sarjana, Universitas Haluoleo ARDANA KURNIAJI (I1A )

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut

MASPARI JOURNAL Juli 2015, 7(2):33-40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH SALINITAS DAN NITROGEN TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN TOTAL Nannochloropsis sp. ABSTRAK

SNTMUT ISBN:

APLIKASI PENGGUNAAN BERBAGAI MACAM MIKROALGA POWDER UNTUK PAKAN JUVENIL IKAN BANDENG (Chanos chanos fork)

Produksi benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar

PERBANDINGAN LAJU PERTUMBUHAN Spirulina platensis PADA TEMPERATUR YANG BERBEDA DALAM SKALA LABORATORIUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 hingga bulan April

I. PENDAHULUAN. pembenihan karena memiliki nutrisi tinggi, antara lain protein %,

PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. ikan di dalam air. Lemak mengandung asam-asam lemak yang berfungsi sebagai

I. PENDAHULUAN. di alam yang berguna sebagai sumber pakan yang penting dalam usaha

TINJAUAN PUSTAKA. fotosintesis (Bold and Wynne, 1985). Fitoplankton Nannochloropsis sp., adalah

3. BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga bulan Juni 2012

III. METODELOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Mikroalga merupakan jasad renik dengan tingkat organisasi sel yang

PERTUMBUHAN FITOPLANKTON Tetraselmis sp DI WADAH TERKONTROL DENGAN PERLAKUAN CAHAYA LAMPU TL

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Pemberian Kompos Sampah Rumah Tangga Terhadap Pertumbuhan Chlorella vulgaris Pada Skala Laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2012 di Balai. Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura -Lampung

2. TINJAUAN PUSTAKA. kondisi yang sulit dengan struktur uniseluler atau multiseluler sederhana. Contoh

PEMANFAATAN PUPUK CAIR TNF UNTUK BUDIDAYA Nannochloropsis sp ABSTRAK

APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus)

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 sampai 30 juli 2014 bertempat di

KOMPOSISI DAN KELIMPAHAN FITOPLANKTON CRYSOPHYTA

Kultur Nannochloropsis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas

LAJU PERTUMBUHAN SPESIFIK Chlorella sp. DAN Dunaliella sp. BERDASARKAN PERBEDAAN NUTRIEN DAN FOTOPERIODE 1

POLA PERTUMBUHAN Nannochloropsis oculata PADA KULTUR SKALA LABORATORIUM, INTERMEDIET, DAN MASSAL

Potensi Rumput Laut Eucheuma sp. Terhadap Kepadatan Fitoplankton Chlorella sp.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PAKAN DAN PEMBERIAN PAKAN

I. PENDAHULUAN. Pakan utama bagi larva ikan yaitu pakan alami. Pakan alami, seperti

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton merupakan mikro alga sehingga dalam dunia pembenihan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - Februari 2015 di Balai Besar

I. PENDAHULUAN. yaitu ± ,42 Km (Dahuri dkk, 2011). Di laut, tumbuh dan berkembang

Transkripsi:

PENGAMATAN PERTUMBUHAN MIKROALGA Skeletonema costatum PADA SALINITAS YANG BERBEDA Dias Natasasmita*, Divta Pratama Yudistira*. Fadhil Febyanto*, Nugraha Ridho*, dan Susi Rusmiati*. ABSTRAK Skeletonema costatum merupakan jenis fitoplankton yang sering digunakan sebagai pakan alami di dalam budidaya. Pertumbuhan S costatum dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien yang terkandung dalam media, maupun lingkungan yang ada. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan Skeletonema costatum pada berbagai tingkat salinitas media dan salinitas optimum bagi pertumbuhannya. Materi yang digunakan dalam praktikum ini adalah Skeletonema costatum serta beberapa parameter lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan Skeletonema costatum. Salinitas perlakuan yang digunakan untuk penelitian ini adalah 20 o / oo, 23 o / oo, 26 o / oo, 29 o / oo, 32 o / oo, dan 35 o / oo. Metode yang dilakukan yaitu sterilisasi, pengenceran air laut, pembuatan stok kultur murni dan media Kultur, kemudian pengamatan dengan mikroskop. Dari hasil menunjukkan bahwa pertumbuhan skeletonema tertinggi terjadi pada salinitas 26 o / oo. Skeletonema costatum dapat tumbuh optimal pada 25-29 o / oo. Kata Kunci : Skeletonema costatum ABSTRACT Skeletonema costatum is a species of phytoplankton are often used as natural feed in aquaculture. Growth of s. costatum is influenced by the availability of nutrients contained in the media, as well as the environment. Practicum aims to determine the growth of Skeletonema costatum at different levels of salinity and salinity media for optimum growth. The material used in this lab course Skeletonema costatum is as well as some environmental parameters that influence the growth of Skeletonema costatum. Salinity treatment used for this research 20 o / oo, 23 o / oo, 26 o / oo, 29 o / oo, 32 o / oo, and 35 o / oo. The method was by sterilizing, dilution of sea water, the manufacture of stock culture, pure and culture media then observations with a microscope. The results show that the highest growth of

Skeletonema occurs in 26 o / oo. salinity. Skeletonema costatum can grow optimally at 25-29 o / oo salinity. Keyword : Skeletonema costatum PENDAHULUAN Fitoplankton merupakan produser primer di dalam rantai makanan di laut. Selain menjadi sumber makanan utama, fitoplankton juga diyakini dapat menambah jumlah oksigen yang terlarut dalan air, karena hasil dari proses fotosintesis yang dilakukannya menghasilkan oksigen yang bermanfaat bagi organisme laut lainnya di dalam hidupnya. Salah satu contoh fitoplankton adalah Skeletonema costatum, ini merupakan jenis fitoplankton yang sering digunakan sebagai pakan alami di dalam budidaya. Hal ini dikarenakan, skeletonema ini mudah dikembangbiakan dan dapat dipanen dalam jangka waktu yang lumayan singkat. Dalam pertumbuhannya, S costatum dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien yang terkandung dalam media, maupun lingkungan yang ada. Faktor yang berpengaruh antara lain adalah suhu, ph, intensitas cahaya, dan yang sangat penting adalah faktor salinitas. Sebagian besar diatom sangat peka terhadap perubahan kadar garam dalam air. Kehidupan berbagai jenis fitoplankton termasuk S costatum tergantung pada salinitas perairan. Faktor salinitas sangat penting karena, berpengaruh langsung terhadap tekanan osmotik tubuh. Produktivitas dan daya adaptasi berbagai jenis alga diduga berkaitan erat dengan tingkat salinitas lingkungannya. Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan S costatum pada berbagai tingkat salinitas media dan salinitas optimum bagi pertumbuhannya. Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty 1995 Skeletonema costatum diklasifikasikan sebagai berikut : Phylum : Bacillariophyta Kelas : Bacillariophyceae Ordo : Bacillariales Subordo : Coscinodiscinae Genus : Skeletonema Spesies : Skeletonema costatum

Morfologi Skeletonema costatum Skeletonema costatum bersel tunggal (Uniselular), berukuran 4-6 mikron. Akan tetapi alga ini dapat membentuk urutan ranti yang terdiri dari beberapa sel. Sel berbentuk seperti kotak dengan sitoplasma yang memenuhi sela dan tidak memiliki alat gerak. Skeletonema costatum dinding sel yang unik karena terdiri dari dua bagian yang bertindih (flustula) yang terbuat dari silikat, bagian katub atas disebut epiteka dan kutup bawah disebut hipoteka. Pada bagian epiteka terdiri dari komponen epivaf dan episingulum dan pada bagian hipoteka terdiri dari komponen hipovaf dan hiposingulum (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Siklus Hidup Skeletonema costatum Secara normal skeletonema costatum ini bereproduksi secara aseksual, yaitu dengan pembelahan sel. Pembelahan sel yang terjadi berulang-ulang ini akan mengakibatkan ukuran sel menjadi lebih kecil secara berangsur-angsur hingga generasi tertentu. Apabila ukuran sel sudah dibawah 7 mikron, secara reproduksi tidak lagi secara aseksual akan tetapi berganti menjadi seksual dengan pembentukan auxospora. Mula-mula epiteka dan hipoteka ditinggalkan dan menghasilkan auxospora tersebut. Auxospora ini akan membangun epiteka dan hipoteka baru dan tumbuh menjadi sel yang ukurannya membesar, kemudian melakukan pembelahan sel hingga membentuk rantai (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Gambar 1. Kurva Pertumbuhan Mikroalga Kurva pertumbuhan mikroalga (Fogg dan Thake 1987) (1) Fase adaptasi (2) Fase pertumbuhan (3) Fase penurunan pertumbuhan (4) Fase stasioner (5) Fase kematian Berikut adalah uraian singkat tentang kelima fase pertumbuhan mikroalga tersebut: Fase 1. Pada fase ini medium diinokulasikan dengan organisme.

Kondisi pada awal biasanya berbeda dengan lingkungan sebelumnya. Organisme sering tidak mudah beradaptasi dengan lingkungan baru dan mungkin menjadi tidak nyaman. Selama pada fase adaptasi atau fase lag ini, kultur alga menyesuaikan diri terhadap kondisi, laju pertumbuhan lebih rendah dan akan meningkat dengan waktu kultivasi. Sel menjadi sensitif terhadap suhu atau perubahan lingkungan lainnya. Fase 2. Setelah kultur alga beradaptasi terhadap kondisi kultivasi yang diberikan, sel masuk ke fase pertumbuhan. Selama periode ini intensitas cahaya tidak terbatas dan perubahan konsentrasi nutrien masih kecil pengaruhnya. Dalam sebuah kultur, dimana persediaan nutrien dan cahaya tidak terbatas, biomas alga bertambah per waktu secara proposional. Jumlah masa sel meningkat seiring terhadap waktu. Sel-sel membelah pada laju yang konstan. Keadaan ini sangat penting dalam menentukan keadaan kultur. Fase 3. Pada fase ini alga tumbuh pada kultur yang padat, tidak ada penambahan atau pengurangan dari medium setelah inokulasi, penurunan logaritmik mulai terjadi. Mineral juga mulai terbatas, akumulasi limbah toksik meningkat. Fase 4. Pada fase ini suplai cahaya per sel alga menjadi terbatas dan peranan respirasi mulai meningkat. Kurva pertumbuhan mendekati nilai limit, yaitu fase stasioner. Fase 5. Fase ini merupakan berakhirnya fase stasioner, yang mana populasi sel berkurang, sel-sel alga mulai mengeluarkan bahan organik, pertumbuhan terhambat. Terjadinya fase ini disebabkan oleh umur kultur yang sudah tua, suplai cahaya dan nutrien terbatas. Pada fase ini laju kematian menjadi tinggi, populasi alga menjadi rusak secara sempurna. Menurut Mudjiman (2004) untuk mendapatkan hasil kultur Skeletonema costatum yang berkualitas baik, maka diperlukan beberapa faktor yang dapat mendukung keberhasilan lingkungan kultur tersebut. Faktor-faktor yang mendukung tersebut diantaranya adalah faktor biologis, kimia, fisika, dan keberhasilan lingkungan kultur. Faktor biologis meliputi penyediaan bibit yang bermutu dan jumlah yang mencukupi. Faktor fisika yang

mempengaruhi antaralain suhu, salinitas, ph, dan intensitas cahaya. Faktor kimia adalah unsur hara dalam media pemeliharaan harus sesuai dengan kebutuhan jenis plankton yang akan dikultur. Selain faktor tersebut diatas ada faktor lain yang perlu diperhatikan yaitu kebersihan dari alat-alat kultur agar tidak terkontaminasi dengan organisme lain yang akan mengganggu pertumbuhan. Suhu berperan dalam pengatur proses metabolisme organisme dalam perairan. Suhu mempengaruhu suatu stadium daur hidup organisme dan merupakan factor pembatas penyebaran suatu spesies. Dalam mempertahankan kelangsungan hidup dan reproduksi secara ekologis perubahan suhu menyebabkan perbedaan komposisi dan kelimpahan skeletonema costatum (Suriawiria, 1985). Dalam proses aerasi, selain terjadi proses pemasukan gas-gas yang diperlukan dalam proses potositesis juga akan timbul gesekan antara gelembung udara dengan molekul-molekul air sehingga terjadi sirkulasi air. Proses sirkulasi air ini sangat penting untuk mempertahankan suhu tetap homogen serta penyebaran penyinaran dan nutrient tetap merata. Sirkulasi juga dapat mencegah pengendapan plankton dan menimbulkan getaran air yang menyerupai getaran di alam (Mudjiman, 2004). Salinitas merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi tekanan osmotik antara protoplasma sel organic dengan lingkungannya. Kadar garam yang berubah-ubah dalam air dapat menimbulkan hambatan bagi kultur sekletonema costatum. Skeletonema costatum tumbuh optimal pada salinitas 25-29 ppt (Djarijah, 1995). Pertumbuhan Skeletonema costatum sangat tergantung pada intensitas lamanya penyinaran dan panjang gelombang cahaya yang mengenai sel-sel tanaman selama fotosintesis. Biasanya, dalam ruang kultur intensitas cahaya berkisar antara 500-5000 lux. Keadaan gelap dan terang juga harus dikontrol. Kultur penyediaan bibit, intensitas cahaya yang diberikan berkisar antara 500-1000 lux, biasnya 12 jam dalam keadaan terang dan 12 jam dalam keadaan gelap. Kultur missal

diruang terbuka, intensitas cahaya lebih baik diberikan dibawah 10.000 lux (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). MATERI DAN METODE Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis Jum at, tanggal 22 23 Nopember 2012, dengan lokasi di Laboraturium Basah Kampus Marine Station, Teluk Awur. Materi yang digunakan dalam praktikum ini adalah stok Skeletonema costatum yaitu kelas dari Bacillariophyceae serta beberapa parameter lingkungan seperti parameter kimia yaitu salinitas. Adapun perlatan yang digunakan dalam praktikum ini tercantum dalam Tabel. 1 Tabel. 1 Alat dan Bahan Penelitian No Alat dan Bahan 1 Mikroskop 2 Cover glass 3 Pipet Tetes 4 Erlenmeyer 5 Hemocytometer 6 Stok Skeletonema costatum 7 Tissue 8 Jas Lab 9 Hand Counter detergen dan dibilas sampai bersih kemudian ditiriskan. Setelah kering, wadah ditutupi dengan alimunium dan di ikat dengan karet gelang, supaya air saat perebusan tidak masuk. Sterilisasasi air tawar dan air laut dilakukan dengan teknik penyaringan dan klorinasi dengan menambahkan 60 ppm kaporit. Untuk sterilisasi ruangan dengan menyemprotkan alkohol. Pengenceran air laut Untuk mendapatkan salinitas yang diinginkan menggunakan perhitungan : Sn = (S 1 V 1 + S 2 V 2 ) / (V 1 + V 2 ) Keterangan : Sn : Salinitas yang dikehendaki S 1 diencerkan S 2 : Salinitas air laut yang : Salinitas air tawar untuk mengencerkan V 1 : Volume air laut yang diencerkan V 2 : Volume air tawar pengenceran Sterilisasi Alat, Bahan dan Ruang Peralatan yang terbuat dari gelas terlebih dahulu di cuci dengan

Pembuatan Stok Kultur Murni dan Media Kultur Stok Skeletonema costatum sebanyak 2 liter yang diperoleh dari BBPAP Jepara diperbanyak dengan kutur bertingkat. Kultur bertingakt dilakukan dengan dua cara menambahkan 2 liter stok murni (1/3 bagian) ke dalam media air laut dengan salinitas 30 ppt yang telah ditambahkan pupuk Conwy 6 ml sebanyak 4 liter. Pada praktikum digunakan kultur bertingkat dan media kultur dengan salinitas 20 ppt, 23 ppt, 26 ppt, 29 ppt, 32 ppt, 35 ppt. Pengamatan dengan Mikroskop Setelah semua alat dan bahan siap, tahap selanjutnya adalah melakukan pengamatan pertumbuhan Skeletonema costatum menggunakan mikroskop. Pengamatan dilakukan selama 1 jam dengan selang waktu 2 jam dalam alokasi waktu 24 jam menggunakan hemocytometer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Grafik Pengamatan Pertumbuhan costatum Skeletonema Salinitas 20 %0 Kel\Jam 07.00 10.00 13.00 16.00 19.00 22.00 01.00 04.00 07.00 10.00 13.00 16.00 Rata-Rata Tiap Kelompok 1A 15 18 130 61 45 68 88 114 100 41 97 78 77,72727273 2A 29 56 81 89 103 142 37 55 64 70 75 71 79,27272727 3A 23 85 41 155 127 124 79 73 70 31 39 80 84,27272727 4A 22 4 53 85 112 120 61 11 37 56 111 48 65,45454545 5A 17 37 85 60 76 93 63 63 30 60 87 74 67,72727273 Rata-Rata Keseluruhan 74,89090909 Salinitas 23 %0 Kel\Jam 07.00 10.00 13.00 16.00 19.00 22.00 01.00 04.00 07.00 10.00 13.00 16.00 Rata-Rata Tiap Kelompok 1B 25 32 34 35 37 67 98 98 114 68 55 46 71,09090909 2B 27 86 112 116 98 118 71 57 40 58 71 93 79,54545455 3B 74 132 90 65 102 93 83 63 61 54 44 59 78,09090909 4B 33 41 61 78 79 89 72 41 51 30 40 55 54,09090909 5B 44 48 63 76 58 29 87 80 53 78 43 84 59,90909091 Rata-Rata Keseluruhan 68,54545455 Salinitas 26 %0 Kel\Jam 08.00 11.00 14.00 17.00 20.00 23.00 02.00 05.00 08.00 11.00 14.00 17.00 Rata-Rata Tiap Kelompok 6A 46 49 69 60 97 126 75 143 41 78 69 117 92,72727273 7A 21 59 73 52 87 70 94 96 19 38 105 81 71,72727273 8A 42 50 143 175 78 74 62 68 17 108 81 57 77,90909091 9A 3 19 38 123 71 86 115 181 75 83 125 87 101,0909091 10A 11 17 43 98 104 150 110 83 51 37 54 135 82,09090909 Rata-Rata Keseluruhan 85,10909091 Salinitas 29 %0 Kel\Jam 08.00 11.00 14.00 17.00 20.00 23.00 02.00 05.00 08.00 11.00 14.00 17.00 Rata-Rata Tiap Kelompok 6B 32 53 129 61 45 21 78 87 75 107 59 44 71,90909091 7B 23 58 66 69 15 97 111 116 100 34 86 122 81,54545455 8B 40 36 61 30 81 112 129 69 50 86 28 48 70 9B 8 96 62 55 56 53 54 7 36 48 58 53 53,27272727 10B 17 28 36 21 83 100 121 53 21 13 11 118 56,54545455 Rata-Rata Keseluruhan 66,65454545 Salinitas 32 %0 Kel\Jam 09.00 12.00 15.00 18.00 21.00 24.00 03.00 06.00 09.00 12.00 15.00 18.00 Rata-Rata Tiap Kelompok 11A 20 33 36 30 15 20 34 50 37 12 44 23 32,18181818 12A 63 77 60 81 53 57 69 43 44 23 26 6 54,72727273 13A 16 19 58 73 84 20 91 30 94 48 34 62 57,18181818 14A 17 26 42 74 45 156 26 16 92 45 210 28 70,63636364 15A 55 63 71 30 62 86 101 37 64 21 36 60 62,36363636 Rata-Rata Keseluruhan 55,41818182 Salinitas 35 %0 Kel\Jam 09.00 12.00 15.00 18.00 21.00 24.00 03.00 06.00 09.00 12.00 15.00 18.00 Rata-Rata Tiap Kelompok 11B 21 95 153 22 17 90 135 72 77 29 15 17 67,54545455 12B 50 40 113 39 35 72 95 44 44 68 129 30 69 13B 71 96 55 144 149 16 184 31 31 13 43 21 77,63636364 14B 73 34 74 47 35 27 89 70 70 47 158 29 68,45454545 15B 38 76 40 28 20 88 120 33 33 28 108 27 58,09090909 Rata-Rata Keseluruhan 68,14545455 Rata-Rata Pertumbuhan Salinitas Per 3 Jam 20 74,89090909 23 68,54545455 26 85,10909091 29 66,65454545 32 55,41818182 35 68,14545455

PEMBAHASAN Dari penelitian pendahuluan diketahui bahwa pertumbuhan S costatum dapat diamati dengan jelas setiap 3 jam sekali dan pada tingkat salinitas dengan interval 3 o / oo. Penelitian pendahuluan ini dilakukan untuk mengetahui waktu pengamatan dan interval salinitas media yang tepat. Dari grafik mengenai pertumbuhan Skeletonema costatum terhadap salinitas yang berbeda ( 20 o / oo, 23 o / oo, 26 o / oo, 29 o / oo, 32 o / oo, dan 35 o / oo ) terlihat bahwa pertumbuhan skeletonema tertinggi terjadi pada salinitas 26 o / oo. Sedangkan pada salinitas 32 o / oo pertumbuhan Skeletonema costatum terlihat minim. Salinitas perlakuan yang digunakan untuk penelitian utama adalah 20 o / oo, 23 o / oo, 26 o / oo, 29 o / oo, 32 o / oo, dan 35 o / oo. Hal ini dimungkinkan karena menurut (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995) pada kisaran salinitas tersebut Skeletonema costatum dapat hidup dan tumbuh dengan baik. Skeletonema costatum merupakan diatom yang bersifat euryhalin dengan kisaran 20-30 o / oo merupakan kisaran yang baik untuk pertumbuhan, dan optimal pada 25-29 o / oo, namun dapat bertahan hidup hingga 40 o / oo. Selain itu Menurut (Sriyani, 1995) kisaran nilai salinitas yang bisa ditoleransi oleh Skeletonema costatum antara 15-34 ppt dan optimalnya adalah 25-29 ppt. Karena jenis ini kebanyakan hidup di sekitar permukaan pantai dengan perairan bersifat payau dimana salinitasnya tidak terlalu tinggi. Salinitas yang terlalu tinggi atau rendah akan menganggu proses metabolisme sel sehingga pertumbuhan Skeletonema costatum kurang bagus Dari referensi yang didapat dapat dikatakan bahwa percobaan yang dilakukan dalam praktikum kali ini adalah berhasil karena pertumbuhan maksimal dari Skeletonema costatum terjadi pada salinitas kirasaran 25-29 o / oo. Dari data dan grafik yang didapat dari hasil pengamatan kita dapat mengetahui berapa nilai salinitas yang ideal untuk pertumbuhan Skeletonema costatum. Hal ini sesuai dengan data dan grafik yang ada. Bila melihat dari pola perumbuhannya, pertumbuhan yang paling ideal dan sesuai dengan referensi yang ada dari

Skeletonema costatum terjadi pada rentang salinitas 26 dan 29 ppt. Hal ini terkait dengan pola pertumbuhan yang ditunujukan oleh Skeletonema costatum itu sendiri. Mengenal pola pertumbuhan algae tersebut merupakan hal penting untuk mencapai produksi algae yang dibutuhkan secara tetapdan kontinyu. Dengan melihat pola pertumbuhan tersebut maka dapat diketahui waktu yang tepat untuk memanen algae, baik yang akan diberikan ke larva sebagai pakan alami maupun digunakan sebagai inokulan untuk kultur selanjutnya. Berdasarkan karakteristik pertumbuhannya, Skeletonema costatum mempunyai pertumbuhan paling cepat, dengan doubling time (waktu generasi) 0,340 hari, waktu panen selama 1,625 hari,dan laju pertumbuhan relatif sebesar 3,2764. Skeletonema costatum mempunyai kandungan lemak dan karbohidrat yang tinggi yaitu 7,42%, dan untuk karbohidrat 21,32%, kandungan protein yang terdapat pada Skeletonema costatum ini juga tidak sedikit yaitu 37,40 %. Berdasarkan karakteristik pertumbuhan populasinya serta komponen utama yang dikandungnya maka Skeletonema costatum, dapat digunakan sebagai bahan baku biodiesel (Abdulgani, dkk. 2008). Skeletonema costatum mempunyai kandungan nutrisi yang cukup baik ( Abdulgani, dkk. 2008). Skeletonema costatum dijadikan sebagai bahan pakan alami bagi artemia dan komoditas pertambakan yang sangat baik. Pemberian pakan alami ini dimulai pada stadia zoea dan mysis (Nybakken, 1992). Menurut Cahyaningsih (1990) ada beberap faktor yang dapat digunakan sebagai acuan unutk menentukan apakah jenis pakan itu termasuk kategori pakan alami yang memenuhi syarat, diantaranya adalah Bentuk dan ukurannya sesuai dengan bukaan mulut larva diproduksi secara massal dan mudah dibudidayakan Kandungan sumber nutrisinya lengkap dan tinggi Isi sel padat dan mempunyai dinding sel tipis sehingga mudah dicerna. Gerakannya menarik bagi ikan tetapi tidak terlalu aktif sehingga mudah dimangsa. Faktor ini yang menjadi acuan Skeletonema costatum dijadikan sebagai pakan alami selain nutrisinya yang baik.

Skeletonema costatum selain sebagai pakan alami dapat juga digunakan sebagai bahan antibiotic terhadap Vibrio mytiili, Vibrio sp, Listonella anguillarum (Naviner. 1999). Hasil pengujian aktifitas menunjukan bahwa ekstrak intraseluler kasar Skeletonema costatum dapat menghambat pertumbuhan bakteri Vibrio Sp. dengan petensi hambatan 75,47 % ( 2000 ppm ), 52,08% ( 1000 ppm ), 30,43 % ( 500 ppm ), 23,81% ( 250 ppm ), 15,79% ( 100 ppm ) dibandingkan dengan kloramfenikol. Besarnya konsentrasi hambatan minimum ekstrak intraseluler terhadap Vibrio sp. adalah 500 ppm dengan hambatan ekstrak intraseluler Skeletonem costatum dan kloramfenikol sebesar 7 dan 23 mm (Nugraheny, N. 2001). KESIMPULAN Skeletonem costatum dapat tumbuh optimal apada kisaran 25-29 ppt, karena Skeletonem costatum kebanyakan hidup di sekitar permukaan pantai dengan perairan bersifat payau dimana salinitasnya tidak terlalu tinggi. Dari hasil pengamatan bahwa pertumbuhan Skeletonem costatum yang paling tinggi terdapat pada salinitas 26 o / oo. DAFTAR PUSTAKA Abbas Siregar Djarijah. 1995. Pakan Ikan Alami. Kanisius. Yogyakarta. Abdulgani, N., Zuhdi, M F A., Sukesi. (2008). Potensi Mikroalga Skeletonema costatum, Chlorella vulgaris, dan Spirulina platensis sebagai Bahan Baku Biodiesel. ITS : Surabaya. Fogg GE, Thake B. 1987. Algal Cultures and Phytoplankton Ecology. Third Edition. London: The University of Wisconsin Press. Isnansetyo Alim dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton Zooplankton. Pakan Alam untuk pembenihan organism laut. Kanisius. Yokyakarta.Suriawiria, U. 1996. Mikrobiologi Air dan Dasardasar Pengolahan Buangan Secara Biologis. Penerbit Alumni. Bandung. Martosudarmo dan Wulani (1990), Petunjuk Pemeliharaan Kultur Murni dan Massal Mikroalga.

Proyek Pengembangan Budidaya Udang Situbondo. Situbondo. Mudjiman A. 2004. Makanan Ikan Edisi Revisi. Jakarta: Penebar Swadaya. Nugraheny, N. (2001). Ekstraksi bahan antibakteri dari diatom laut Skeletonema costatum dan potensi daya hambatnya terhadap Vibrio sp. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, FPIK Institut Pertanian Bogor : Bogor.