RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota I. PEMOHON Agus II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Pemohon menjelaskan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: 1. Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. 2. Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. 3. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 4. Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka Mahkamah Konstitusi berwenang untuk memeriksa dan mengadili permohonan Pemohon a quo.
IV. KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PEMOHON Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia yang merasa hakhak konstitusionalnya dirugikan atau berpotensi dirugikan dengan berlakunya Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Pemohon saat ini sedang mendampingi 449 orang di pengadilan hubungan industrial Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Bandung. Kerugian konstitusional yang dimaksud oleh Pemohon adalah dengan tidak adanya pengadilan hubungan insdustrial di kabupaten/kota menyebabkan potensi kerugian waktu dan biaya cukup mahal, sehingga asas peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan sesuai dengan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman tidak dapat terwujud. V. NORMA-NORMA YANG DIAJUKAN UNTUK DI UJI A. NORMA MATERIIL Norma yang diujikan, yaitu: Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Di Kabupaten/Kota terutama yang padat industri, dengan Keputusan Presiden harus segera dibentuk Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat. B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945 Norma yang dijadikan sebagai dasar pengujian, yaitu : Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 (1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. (2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konsitusi.
Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. VI. ALASAN-ALASAN PEMOHON UNDANG-UNDANG A QUO BERTENTANGAN DENGAN UUD 1945 1. Bahwa ketentuan Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 menentukan adanya pengadilan hubungan industrial pada setiap pengadilan negeri setempat; 2. Pembentukan pengadilan industrial yang telah ditentukan tersebut dibentuk berdasarkan keputusan presiden, dan hingga saat ini belum ada keputusan presiden yang memerintahkan membentuk pengadilan hubungan industrial tersebut, hal ini menyulitkan bagi tenaga kerja yang ingin menyelesaikan perselisihan hubungan industrial di kota besar maupun kota kecil; 3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 sudah berlaku cukup lama, namun hingga saat ini tidak ada satu pun pengadilan hubungan industrial yang dibentuk di tingkat kabupaten/kota, ini menghambat proses penyelesaian dan juga tidak tercapainya asas peradilan yang cepat, mudah serta biaya ringan, karena pengadilan hubungan industrial hingga saat ini hanya ada di ibukota provinsi;
4. Norma Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 khususnya frasa dengan keputusan presiden sangatlah bertentangan dengan Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2), karena hal ini menegaskan adanya campur tangan eksekutif pada wilayah kekuasaan kehakiman. VII. PETITUM frasa dengan keputusan Presiden bertentangan dengan UUD 1945; Catatan: Perubahan pada Petitum. a. Permohonan Awal frasa dengan keputusan Presiden bertentangan dengan Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28I ayat (2), Pasal 28H ayat (2) UUD 1945;
5. Memerintahkan untuk segera dibentuk Pengadilan Hubungan Industrial disetiap kabupaten/kota. b. Perbaikan Permohonan frasa dengan keputusan Presiden bertentangan dengan UUD 1945;