1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman kawista (Limonia acidissima L.) di Indonesia salah satunya ditemukan di Pulau Sumbawa di daerah Bima dan Dompu. Hal ini diduga dengan seringnya orang-orang Bima yang menetap di Pulau Lombok menjadikan Kawista sebagai oleh-oleh dari Bima. Kabupaten Bima terletak di ujung timur Propinsi Nusa Tenggara Barat bersebelahan dengan Kota Bima, dengan luas wilayah 4.389.400 km 2, terletak: 117 0.40-119 0.24 BT dan 700.30 LS. Wilayah kabupaten Bima dikelilingi 70% oleh pegunungan secara topografi dan bertekstur pegunungan, sementara 30% menjadi dataran rendah, sekitar 14% area persawahan dan 16% merupakan lahan kering curah hujan tahunan rata-rata 58,75 mm maka dapat dikategori menjadi daerah kering sepanjang tahun (Anonim, 2008). Kawista merupakan tanaman berkayu dengan tinggi batang dapat mencapai 12 meter. Tanaman ini banyak dibudidayakan oleh warga maupun tumbuh liar. Buahnya berkulit tebal dan keras. Buah jika masih muda berwarna kekuningan, rasa buah sepet dan beraroma khas. Buah masak, daging buah berwarna coklat dan rasanya berubah menjadi manis (Lim, 2012). Kawista juga terdapat di Rembang Jawa Tengah. Di tempat tersebut buah kawista diolah menjadi sirup dan minuman penyegar. Sirup kawista atau dikenal sebagai Cola van Java sudah diproduksi oleh masyarakat sejak puluhan tahun yang lalu (Nugroho, 2012).
2 Di daerah Bima khususnya dan Nusa Tenggara Barat umumnya mengenal buah kawista hanya sebagai bahan rujak. Di Indonesia tanaman ini masih jarang diteliti kandungannya. Nugroho (2012) telah melaporkan keragaman tanaman kawista berdasarkan karakter morfologis dan anatomis di kabupaten Rembang. Tumbuhan pada umumnya mempunyai keanekaragaman yang besar, hal ini mendorong manusia untuk mempelajari dan melakukan penyederhanaan obyek studi tumbuhan melalui klasifikasi (pengelompokan) dan pemberian nama pada setiap kelompok tumbuhan yang terbentuk. Klasifikasi merupakan salah satu cara penggolongan tumbuhan dalam menyusun takson yang didasarkan pada hubungan kekerabatan. Secara konvensional klasifikasi tumbuhan berdasarkan pada sifat kesamaan dan perbedaan karakter morfologis. Bukti-bukti yang lain seperti anatomi, embriologi, palinologi, fitokimia dan molekular masih terbatas. Status taksonomi L. acidissima pada tingkat spesies telah stabil dan tidak ada kontroversi, namun sampai saat ini belum ada penelitian komprehensif untuk mengungkap klasifikasi di bawah spesies. Hal tersebut penting untuk dikaji mengingat kawista diduga memiliki tiga kelompok. Dalam upaya mengungkap kejelasan identitas taksonomi kawista pada kategori infraspesifik, maka penelitian biosistematika kawista yang dilaporkan dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan kajian terhadap morfologi dan anatomi. Kajian morfologis dilakukan dengan pendekatan fenetik berdasarkan karakter organ batang, daun, bunga dan buah, menggunakan metode analisis klaster sebagai dasar penyusunan klasifikasi infraspesifik kawista di Bima. Pengetahuan morfologi bagi dasar klasifikasi masih dilakukan orang sampai saat
3 ini (Tjitrosoepomo, 1993). Freemon dan Turner (1985) mengatakan bahwa ciriciri morfologi sebagai dasar bagi kebanyakan klasifikasi taksonomis diketahui berada dibawah kontrol genetik tercermin pada perbedaan fenotip. Fahn (1989) mengatakan bahwa secara anatomi dan morfologi daun merupakan organ tumbuhan yang paling bervariasi. Darmanti (2009) mengatakan daun merupakan organ yang biasanya berbentuk pipih dengan posisi mendatar sehingga mudah memperoleh sinar matahari dan gas CO 2 untuk mendukung fungsinya sebagai tempat fotosintesis. Sumardi dan Pudjoarianto (1993) mengatakan bahwa struktur daun sangat dipengaruhi oleh keadaan tempat tumbuhnya. Oleh sebab itu untuk bertahan hidup di lingkungan yang berbeda tumbuhan memiliki ciri morfologi yang sangat bervariasi. Misalnya daun yang terkena kondisi udara lebih dari organ tanaman lainnya, dan perubahan dalam karakter mereka telah ditafsirkan sebagai adaptasi dengan lingkungan tertentu (Leymarie et al, 1999; Charles dan David, 2003). Maka karakter anatomis tumbuhan bisa menjadi penyebab keragaman dalam suatu spesies. Struktur anatomi dapat dipakai untuk mendukung klasifikasi tumbuhan (Sukla dan Misra, 1982). Heywood (1976) mengatakan bahwa karakter anatomis dapat dipakai sebagai bukti pendukung untuk klasifikasi dan identifikasi. Menurut Jones dan Luchsinger (1986) beberapa karakter anatomis yang sering digunakan sebagai bukti taksonomi antara lain berkas pengangkut terutama struktur unsurunsur xilem, epidermis daun, stomata, serta susunan trikoma. Sampai saat ini keragaman kawista berdasarkan karakter morfologis dan anatomis di daerah Bima belum ada yang melaporkan. Oleh sebab itu dipandang
4 perlu adanya kajian tentang keragaman kawista di daerah Bima. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah variasi karakter morfologis tanaman kawista di daerah Bima dan Rembang. 2. Bagaimanakah variasi karakter anatomis tanaman kawista di daerah Bima dan Rembang. 3. Bagaimana hubungan kekerabatan fenetik antar varian kawista Bima dan Rembang berdasarkan anatomi dan morfologi. C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui variasi kawista berdasarkan karakter morfologis (bentuk daun, batang, bunga dan buah). 2. Mengetahui variasi kawista berdasarkan karakter anatomis (epidermis daun, kerapatan stomata, xylem, bentuk pollen). 3. Menentukan hubungan kekerebatan fenetik kawista Bima dan Rembang. D. Manfaat Penelitian Memberi informasi tentang: 1. Keragaman morfologis kawista di daerah Bima. 2. Keragaman anatomis kawista di daerah Bima. 3. Khasanah ilmu pengetahuan
5 E. Keaslian Penelitian Di Indonesia penelitian tentang kawista masih kurang, dikarenakan kawista ini hanya tumbuh di beberapa daerah tertentu di Indonesia. Keragaman kawista di Kabupaten Rembang pernah dilaporkan oleh Nugroho (2012). Penelitian aroma buah (Apriyantono dan Kumara 2004). Sedangkan keragaman kawista berdasarkan karakter morfologis, anatomis di daerah Bima belum ada yang melaporkan. Selain itu, publikasi tentang penggunaan sifat dan ciri pollen untuk menentukan status yang tergolong jenis kawista belum pernah ada, oleh karena itu penelitian ini masih asli dan menarik untuk dilakukan.