LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI TUMBUHAN. Analisis Vegetasi dengan Point Intercept

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif kuantitatif. Pengamatan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

IV. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

III. METODE PENELITIAN

B III METODE PENELITIAN. ada di di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali.

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Januari 2017 selama kurun waktu satu

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. analisa Indeks Keanekaragaman (H ) Shannon Wienner, Indeks Dominansi (D)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan 28 Juni selesai di Taman Hutan. Raya Raden Soerjo Cangar yang terletak di Malang

BAB III METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999).

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. angka-angka data analisis mengunakan statistik. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 Januari 2016 dan pada

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah

IV. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah vegetasi mangrove

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni Pengambilan

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Gorontalo Utara, yang meliputi 4 stasiun penelitian yaitu:

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman

4 METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013.

III. METODE PENELITIAN. zona intertidal pantai Wediombo, Gunungkidul Yogyakarta.

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas,

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi

ANALISIS VEGETASI STRATA SEEDLING PADA BERBAGAI TIPE EKOSISTEM DI KAWASAN PT. TANI SWADAYA PERDANA DESA TANJUNG PERANAP BENGKALIS, RIAU

Struktur Vegetasi Mangrove di Desa Ponelo Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara

Analisis Vegetasi Hutan Alam

Gambar 3. Peta lokasi penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januarisampai dengan Februari

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan metode penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo. Peta lokasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Serangga merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestariannya dari kepunahan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan


BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian menggunakan

3. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Penelitian

ANALISIS VEGETASI STRATA TIANG DI BUKIT COGONG KABUPATEN MUSI RAWAS. Oleh ABSTRAK

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2015 di Repong Damar Pekon

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di habitat lamun Pulau Sapudi, Kabupaten

STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan waktu penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pandangan al-qur an, mempelajari dan mengamati fenomena

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat

BAB III METODE PENELITIAN

III. Bahan dan Metode

III. METODE PENELITIAN

BAB III METOE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. 84 Pada

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (Seagrass) DI PERAIRAN PANTAI KAMPUNG ISENEBUAI DAN YARIARI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ASAS- ASAS DAN KONSEP KONSEP TENTANG ORGANISASI PADA TARAF KOMUNITAS

KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU DI HUTAN KOTA KELURAHAN BUNUT KABUPATEN SANGGAU Bamboo Species Diversity In The Forest City Bunut Sanggau District

ANALISIS KOMUNITAS VEGETASI HUTAN KOTA LEBAK SILIWANGI

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem

BAB III METODE PENELITIAN. langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian

I. PENDAHULUAN. Dampak penambangan yang paling serius dan luas adalah degradasi, kualitas

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014.

Transkripsi:

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI TUMBUHAN Analisis Vegetasi dengan Point Intercept Laporan ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktikum Ekologi Tumbuhan Disusun Oleh: KELOMPOK 2 Yudi Mirza 140410100011 Tarwinih 140410120001 Risma Restu Winayanny 140410120018 Aya Sofa Novia 140410120022 Syafitri Firmanputri 140410120041 Tiffany Hanik Lestari 140410120042 Kania Aulia Dwiputri 140410120055 Rhodiatun Nissa 140410120060 M Nasrullah Akbar 140410120087 DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga menjadi suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis. Analisa vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komponen jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Pengamatan parameter vegetasi berdasarkan bentuk hidup pohon, perdu, serta herba. Suatu ekosistem alamiah maupun binaan selalu terdiri dari dua komponen utama yaitu komponen biotik dan abiotik. Vegetasi atau komunitas tumbuhan merupakan salah satu komponen biotik yang menempati habitat tertentu seperti hutan, padang ilalang, semak belukar dan lain-lain. Struktur dan komposisi vegetasi pada suatu wilayah dipengaruhi oleh komponen ekosistem lainnya yang saling berinteraksi, sehingga vegetasi yang tumbuh secara alami pada wilayah tersebut sesungguhnya merupakan pencerminan hasil interaksi berbagai faktor lingkungan dan dapat mengalami perubahan drastis karena pengaruh anthropogenik. Konsep dan metode analisis vegetasi sesungguhnya sangat beragam tergantung kepada keadaan vegetasi itu sendiri dan tujuannya. Untuk pengamatan sebuah peta dengan vegetasi yang tumbuh menjalar (creeping) digunakan metode titik sentuh (point intetcept). Metode point intercept adalah metode dengan menggunakan batang penyentuh herba yang berada di bawah garis titik sentuh. Selain digunakan untuk menganalisis wilayah yang ditumbuhi tumbuhan rendah yang rapat, metode point intercept juga dapat digunakan untuk menganalisa mulai dari tumbuhan bawah sampai pohon. Beberapa keunggulan dari metode point intercept yaitu metode ini memiliki tingkat pengukuran yang lebih akurat dan lebih efisien dibandingkan dengan metode line intercept, terutama untuk jenis tumbuhan herba. Adapun kelemahan dari metode ini adalah sulit untuk

menganalisis spesies minor yang ada di suatu komunitas tanpa menggunakan jumlah point transek yang sangat banyak. 1.2 Identifikasi Masalah 1. Jenis tumbuhan apa saja yang terdapat pada lokasi yang diamati 2. Berapakah frekuensi, kerapatan dan dominansi setiap jenis tumbuhan 3. Jenis tumbuhan apa yang paling dominan di lokasi tersebut 1.3 Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan praktikum ini adalah untuk menguji penerapan metode point intercept dan mengetahui penutupan, kerapatan dan frekuensi vegetasi tumbuhan bawah. 1.4 Lokasi dan Waktu Lokasi praktikum ini dilakukan di Arboretum Universitas Padjadjaran Jatinangor. Praktikum dimulai pada pukul 07.00 WIB hingga pukul 10.00 WIB, tanggal 30 September 2014.

BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Alat dan Bahan Pada praktikum Point Intercept, alat dan bahan yang dibutuhkan adalah sebagai berikut: 3.1.1 Alat 1. Higrotermometer, alat yang digunakan untuk mengukur kelembaban udara dan temperatur udara 2. Jarum besi yang terdiri dari 10 buah jarum dengan jarak yang sama sebagai penanda titik pengambilan data,baik itu data tumbuhan bawah maupun data coverage. 3. Penggaris,untuk mengukur tinggi tanaman bawah sebagai data 4. Sekop berfungsi untuk menggali tanah agar lebih mudah saat menancapkan soil tester. 5. Soil tester alat untuk mengukur derajat keasaman (ph) tanah sekaligus mengukur kelembaban tanah. 3.1.2 Bahan Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah air yang berfungsi untuk membersihkan tanah yang menempel pada soil tester setelah digunakan. 2.2 Prosedur Pada praktikum Analisis Vegetasi melalui Metode Point Intercept. Metode ini dilakukan dengan menyentuh herba menggunakan rangka besi yang telah dirancang sedemikian rupa seperti yang terdapat pada Gambar 1. Rangka besi tersebut kemudian diletakkan di atas tumbuhan sampai tusuk-tusuk besi menyentuh tumbuhan yang berada di bawahnya. Jadi, hanya tumbuhan yang tersentuh tusuk besi itulah yang dihitung.

Gambar 1. Rangka besi untuk metode point intercept (Carrati, 2006) Langkah kerja yang harus dilakukan adalah memilih lokasi sampling yang dianggap mewakili vegetasi tumbuhan yang ada di lokasi pengamatan, menentukan arah transek dengan kompas menggunakan sudut 250 o, menandai titik awal transek dengan patok, menarik garis lurus dari titik awal dengan tali rafia sepanjang 30 m yang terdiri atas 3 plot (masing-masing plot 10 m), meletakkan rangka besi (berisi potongan batang besi sebanyak 10 besi) di atas transek, mencatat setiap tumbuhan yang tersentuh batang besi, mencatat kondisi fisik di sekitar plot (terdiri atas ketinggian sersah dengan mistar, suhu udara dan kelembaban udara dengan terhigrometer, kelembaban tanah dan ph tanah dengan soil tester, serta kondisi cuaca), dan melakukan analisis data berupa perhitungan kelimpahan mutlak, frekuensi mutlak, dominan mutlak, frekuensi relatif, kelimpahan relatif, dominan relatif, indeks nilai penting (INP), dan persentase coverage sepanjang transek.

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berdasarkan hasil pengamatan di dapatkan data fisik lingkungan dan spesies tumbuhan rendah sebagai berikut : Tabel 3.1.1. Hasil Pengamatan Data Fisik No Data Fisik Plot 1 Plot 2 Plot 3 1 Ketebalan Seresah 3 cm 2,3 cm 2 cm 2 Suhu Udara 27,9 0 C 28,7 0 C 29,5 0 C 3 Kelembapan Udara 60 59 56 4 Kelembapan Tanah 12,5 ; 68 4 ; 12,5 5 ph Tanah 6,8 ; 4,8 6,9 ; 6,6 6 Cuaca Cerah Cerah Cerah Tabel 3.1.2. Hasil Analisis Vegetasi Tumbuhan Rendah No Spesies Family Nama Lokal KR FR DR INP Indeks shanonwiener 1 Hyptis capitata Lamiaceae Rumput knop 23,1 40 22,07 85,17 0,3385 2 Olyra latifolia Poaceae Rumput sinyal 7,62 20 18,5 46,12 0,1962 3 Urochloa decumbens Poaceae Ruku-ruku 69,28 40 59,78 169,0 6 0,2542 Coverage - Vegetasi = - Seedling =

- Tanah = - Batu = - Sersah = 3.2 Pembahasan Praktikum Ekologi Tumbuhan mengenai Analisis Vegetasi dengan menggunakan metode Point Intercept (titik sentuh) dilaksanakan pada hari Selasa, 30 September 2014. Praktikum ini dimulai pukul 06.30 WIB sampai 08.30 WIB. Lokasi pengamatan bertempat di transek 1 yang merupakan daerah tanaman langka Arboretum Universitas Padjadjaran. Untuk kelompok 2 praktikum Ekologi Tumbuhan digunakan 3 plot, yaitu plot 4 yang dimulai pada jarak 40 meter dari titik awal transek, plot 5 pada jarak 50 meter, dan plot 6 pada jarak 60 meter dari titik awal transek. Pada setiap plot dibagi lagi menjadi 10 sub-plot sehingga pada keseluruhan daerah pengamatan terdapat 30 plot untuk analisis vegetasi tumbuhan bawah. Metode yang digunakan pada praktikum ini adalah metode point intercept (titik sentuh). Metode ini bertujuan untuk menganalisis tumbuhan baik berupa pohon maupun herba. Namun, pada praktikum kali ini metode ini hanya digunakan untuk menganalisis herba saja, karena memiliki ketinggian sekitar 30 cm dari permukaan tanah, sehingga pengamatan mudah dilakukan. Melalui metode point intercept ini kita dapat mengetahui mengenai penutupan atau kanopi, kerapatan, frekuensi, dan jenis tumbuhan herba apa saja yang paling dominan di lokasi tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan ternyata pada garis sepanjang transek terdapat 3 spesies yang berbeda antara lain Hyptis capitata, Olyra latifolia, dan Urochloa decumbens. Selain itu ditemukan pula beberapa coverage, diantaranya coverage batu, tanah, sersah dan seedling.masing-masing coverage memiliki presentase yang berbeda-beda, yaitu coverage vegetasi sebesar 4,33 ; coverage seedling 3,67 ; coverage tanah 17,33; coverage batu 6 dan coverage tanah 68,67. Penyebaran jenis tumbuhan bawah ditunjukkan oleh nilai frekuensi relatif (FR). Jenis tumbuhan bawah yang memiliki penyebaran paling merata adalah Hyptis capitata dan Urochloa decumbens dengan nilai 40.Jenis herba dengan frekuensi

terendah yaitu Olyra latifolia yang hanya memiliki nilai FR 20. Menurut Bengen (2000), FR adalah perbandingan antara frekuensi jenis ke 1 dengan jumlah frekuensi seluruh jenis. Dari hasil analisis, diketahui bahwa spesies Hyptis capitata dan Urochloa decumbens memiliki tingkat kehadiran paling tinggi di tempat tersebut dibandingkan spesies lainnya dan memiliki penyebaran paling tinggi pula. Nilai FR yang tinggi pada spesies Urochloa decumbens disebabkan karena tanaman ini merupakan rumput yang memiliki tingkat penyebaran cepat dan dapat tumbuh di jenis tanah apapun, baik tanah merah, tanah asam), dan rumput Hyptis capitata pun merupakan jenis rumput yang dapat beradaptasi di jenis lingkungan apapun dan dapat tumbuh pada jenis tanah apapun (Mannetje and Jones, 1992). Tingkat kerapatan jenis suatu jenis tumbuhan ditunjukan dengan nilai KR. Jenis tumbuhan yang memiliki nilai kerapatan tertinggi adalah Urochloa decumbens dengan nilai KR 69,28. Urochloa decumbens memiiki nilai kerapatan relatif tertinggi dikarenakan tumbuhan ini dilihat dari segi ekologisnya merupakam jenis eksotik yang menguasai vegetasi alami di suatu wilayah dan menghambat pertumbuhan jenis-jenis asli (Prasetyo,2008). Sedangkan kerapatan relatif yang paling sedikit adalah spesies Olyra latifolia dengan nilai KR 7,62. Kerapatan relatif menunjukan kelimpahan suatu spesies dibandingkan dengan spesies lainnya di suatu wilayah pengamatan. Tumbuhan yang memiliki nilai dominansi relatif paling tinggi adalah Urochloa decumbens dengan nilai DR 59,65 dan tumbuhan yang memiliki nilai DR terendah adalah Olyra latifolia dengan nilai DR 18,07. Dominansi relatif merupakan nilai yang menunjukan penguasaan suatu jenis terhadap jenis lainnya dalam suatu komunitas atau vegetasi. Makin besar nilai dominansi, maka makin besar pengaruh jenis tersebut terhadap jenis yang lain. Urocloa decumbens memiliki nilai dominansi relatif paling tinggi karena tumbuhan ini sangat mendominasi ruang tumbuh dan menekan pertumbuhan penutup tanah jenis lain (Prasetyo,2008). Indeks Shannon-wiener merupakan nilai yang menunjukan keragaman pada suatu daerah. Keragaman merupakan suatu gabungan antara jumlah jenis dan jumlah individu masing-masing jenis dalam satu komunitas. Menurut Odum (1993), Kriteria indeks keragaman Shannon-Wiener dibagi menjadi 3, yaitu :

Kriteria H Tingkat Keanekaragaman H < 1 Rendah 1 < H < 3 Sedang H > 3 Tinggi Berdasarkan hasil analisis data, diketahui bahwa nilai Indeks Shannon-Wiener sebesar 0,74, dan berdasarkan literatur, dapat diketahui bahwa keragaman daerah pengamatan memiliki tingkat keragaman yang rendah. Tingkat keragaman suatu spesies dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik. Kondisi lingkungan berperan penting pada pertumbuhan suatu spesies. Pada lokasi pengamatan diketahui bahwa tingkat keasamannya cukup tinggi, sehingga tumbuhan yang tumbuh di sekita lokasi pengamatan adalah tumbuhan yang dapat tumbuh pada jenis tanah apapun, seperti family poaceae yang dapat beradaptasi dengan lingkungannya, sehingga dominansi tumbuhan pada lokasi pengamatan adalah jenis tanaman Urochloa decumbens dari family poaceae. Penggabungan parameter frekuensi relatif (FR), Dominansi relatif (DR) dan kelimpahan relatif (KR) menghasilkan indeks nilai penting (INP) yang menunjukkan nilai kuantitas yang juga dapat menggambarkan tingkat-tingkat dominansi atau peranan tiap jenis pada komunitas di lokasi pengamatan. Menurut Soegianto dalam Indryanto, 2008 Indeks nilai penting adalah parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk menyatakan tingkat dominasi spesies-spesies dalam suatu komunitas tumbuhan. Spesies- spesies yang dominan dalam suatu komunitas tumbuhan akan memiliki indeks nilai penting yang tinggi. Nilai INP sendiri berkisar antara 0-300. Berdasarkan hasil analisis data, diketahui bahwa spesies yang memiliki nilai INP paling tinggi adalah spesies Urochloa decumbens dengan nilai INP 109,06. Hal ini berbanding lurus dengan nilai kelimpahan, dominansi dan frekuensi, semakin tinggi tingkat kelimpahan ataupun dominansinya, maka semakin tinggi pula nilai INP suatu spesies tersebut, dan dapat dikatakan bahwa spesies Urochloa decumbens memiliki pengaruh yang tinggi pada area vegetasi transek, dan merupakan jenis herba utama penyusun vegetasi transek. Dengan melihat nilai FR, KR, DR dan INP yang tinggi menunjukan bahwa tumbuhan tersebut memiliki penyebaran yang merata dan merupakan jenis tumbuhan utama penyusun vegetasi transek.

Persaingan antara individu suatu jenis tumbuhan dengan individu lain dari jenis tersebut atau dengan jenis lain dapat pula mempengaruhi keadaan komposisi spesies. Akibatnya akan terjadi keadaan dimana suatu spesies lebih dominan terhadap jenis lain. Pada praktikum analisis vegetasi ini juga dicatat data fisik lingkungan tempat transek pengamatan berada. Berdasarkan data yang terdapat pada tabel 3.1.1. untuk hasil pengamatan data fisik, dapat terlihat bahwa ketebalan seresah dari plot 1 hingga plot 3 semakin menipis. Suhu udara dari plot 1 hingga plot 3 pun semakin panas. Suhu udara yang panas menguntungkan bagi tumbuhan karena sinar matahri sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan. Selanjutnya, dapat terlihat juga bahwa ph tanah menjadi semakin asam. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan organik pada tanah di transek tersebut cukup tinggi sehingga mempengaruhi kelimpahan tumbuhan yang ada. Kelembaban merupakan faktor yang berhubungan langsung dengan transpirasi tumbuhan. Kelembaban tanah juga menunjukkan tingkat kebasahan suatu tanah. Semakin tinggi persentase kelembaban tanah maka semakin tinggi pula kadar basah tanah tersebut. Faktor lingkungan seperti kondisi tanah, topografi, iklim dan faktor biotik memungkinkan suatu jenis tumbuhan untuk berkembang di suatu tempat sehingga menjadi jenis yang dominan dan pada gilirannya jenis yang dominan ini akan menciptakan lingkungan tertentu yang sesuai untuk pertumbuhan jenis lain terutama vegetasi penutup lantai hutan dan meningkatan kelembaban tapi juga dengan mengubah struktur tanah dan komposisi kimia. (Daunbenmire, 1974; Shukla dan Chondl, 1992 dalam Agista, 1995).

DAFTAR PUSTAKA Agista, D. 1995. Laporan Kuliah Kerja Lapangan I Analisa Kuantitatif Tegakan Palem dan Sapling di Hutan Alam Blok Cimanaracun Taman Wisata Situ Gunung Sukabumbi Jawa Barat. Bandung: Jurusan Biologi Universitas Padjadjaran. Caratti, J.F. 2006. Point Intercept (PO) Sampling Method. USDA Forest Service Gen. Tech. Rep. RMRS GTR-164-CD. Bengen, D.G. 2002. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Lautan Serta Prinsip Pengelolaannya. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lut-IPB. Bogor Romadhon, A. 2008. Kanjain Nilai Ekologi Melalui Inventarisasi dan Nilai Indeks Penting (INP) Mangrove Terhadap Perlindungan Lingkungan Kepulauan Kangean. Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian Unijoyo. Jurnal Embryo, Vol. 5 No. 1. Mannetje et al. 1992. Cenchrus ciliaris L.. Record from Proseabase. PROSEA (Plant Resources of South-East Asia) Foundation, Bogor, Indonesia.

LAMPIRAN 1. Perhitungan Terdapat vegetasi, antara lain: a. Hyptis capitata b. Olyra latifolia c. Urochloa decumbens A. Kelimpahan Mutlak, Frekuensi Mutlak, dan Dominansi Mutlak a. Hyptis capitata Kelimpahan Mutlak = = 0,1 Frekuensi Mutlak = = 0,066 Dominansi Mutlak = = 0,203 m b. Olyra latifolia Kelimpahan Mutlak = = 0,033 Frekuensi Mutlak = = 0,033 Dominansi Mutlak = = 0,167 m c. Urochloa decumbens Kelimpahan Mutlak = = 0,3 Frekuensi Mutlak = = 0,066 Dominansi Mutlak = = 0,55 m B. Frekuensi Relatif 066 - Hyptis capitata

FR = - Olyra latifolia FR = - Urochloa decumbens FR = Jadi, C. Kelimpahan Relatif 1 - Hyptis capitata KR = - Olyra latifolia KR = - Urochloa decumbens KR = 69,28 Jadi, D. Dominansi Relatif 203 - Hyptis capitata DR = - Olyra latifolia DR = - Urochloa decumbens DR = 59,78 Jadi, F. Indeks Nilai Penting

INP = - Hyptis capitata INP - Olyra latifolia INP - Urochloa decumbens INP