EFEK BEBERAPA METODA PENGOLAHAN LIMBAH DAUN KELAPA SAWIT TERHADAP KANDUNGAN GIZI DAN KECERNAAN SECARA IN-VITRO.

dokumen-dokumen yang mirip
Pengaruh Pemakaian Urea Dalam Amoniasi Kulit Buah Coklat Terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Secara in vitro

PENGARUH METODE PENGOLAHAN KULIT PISANG BATU (Musa brachyarpa) TERHADAP KANDUNGAN NDF, ADF, SELULOSA, HEMISELULOSA, LIGNIN DAN SILIKA SKRIPSI

I.PENDAHULUAN. dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. diikuti dengan meningkatnya limbah pelepah sawit.mathius et al.,

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia.

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Metode

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

TINJAUAN PUSTAKA. baik dalam bentuk segar maupun kering, pemanfaatan jerami jagung adalah sebagai

I. PENDAHULUAN. ruminansia adalah ketersedian pakan yang kontiniu dan berkualitas. Saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

I. PENDAHULUAN. Pengembangan ternak ruminansia di Indonesia akan sulit dilakukan jika hanya

KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan baik kualitas, kuantitas

I. PENDAHULUAN. Upaya memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia saat ini, para

MATERI DAN METODE. Materi

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. kasar yang tinggi. Ternak ruminansia dalam masa pertumbuhannya, menyusui,

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus

PERUBAHAN MASSA PROTEN, LEMAK, SERAT DAN BETN SILASE PAKAN LENGKAP BERBAHAN DASAR JERAMI PADI DAN BIOMASSA MURBEI

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

Pengembangan ternak ruminansia di negara-negara tropis seperti di. kemarau untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak ruminansia yang memiliki

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan

MATERI DAN METODE. Waktu dan Tempat

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai

I. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari

I. PENDAHULUAN. Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

BAB I PENDAHULUAN. reproduksi. Setiap ternak ruminansia membutuhkan makanan berupa hijauan karena

Evaluasi Kecernaan In Vitro Bahan Kering, Bahan Organik dan Protein Kasar Penggunaan Kulit Buah Jagung Amoniasi dalam Ransum Ternak Sapi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Fermentasi dan Penambahan Inokulum terhadap Kualitas Fisik Silase Rumput Kalanjana

KONSENTRASI N-AMONIA, KECERNAAN BAHAN KERING DAN KECERNAAN BAHAN ORGANIK PELEPAH SAWIT HASIL AMONIASI SECARA IN VITRO

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2016 di

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan,

1. Pendahuluan. 2. Pengertian

BAB III MATERI DAN METODE. Sumber Protein secara In Vitro dilaksanakan pada bulan September November

Komparasi Antara Silase dan Hay Sebagai Teknik Preservasi Daun Rami Menggunakan Model Respon Produktivitas

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

Pengaruh Penggantian Rumput dengan Pelepah Sawit Ditinjau dari Segi Kecernaan dan Fermentabilitas Secara In Vitro Gas

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

III. MATERI DAN METODE. Pelaksanaan pembuatan silase dilakukan di Desa Tuah Karya Ujung Kecamatan

Diharapkan dengan diketahuinya media yang sesuai, pembuatan dan pemanfaatan silase bisa disebarluaskan sehingga dapat menunjang persediaan hijauan yan

I. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut.

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Kondisi Lahan, Lingkungan, dan Penanaman Pohon Singkong Utuh Teknik Pemanenan Singkong

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Musim kemarau di Indonesia menjadi permasalahan yang cukup

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al.,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bintoro dkk (2010) sagu ( Metroxylon sp) merupakan tanaman

I. PENDAHULUAN. Pemenuhan kebutuhan pakan hijauan untuk ternak ruminansia, selama ini telah

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Materi


Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p Online at :

MATERI DAN METODE. Materi

I. PENDAHULUAN. peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi

Tyas Widhiastuti. Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani, M.Si Dr. Ir. Mukh. Arifin, M.Sc

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain ketela

II. TINJAUAN PUSTAKA. penampilan barang dagangan berbentuk sayur mayur yang akan dipasarkan

Raden Febrianto Christi, Abu Bakar Hakim, Lesha Inggriani, Atun Budiman Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran ABSTRAK

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III MATERI DAN METODE. house) dan penelitian laboratorium yang dilaksanakan mulai bulan Juli-Desember

BAB I PENDAHULUAN. pertanian seperti wortel, kentang, dan kubis yang merupakan sayur sisa panen

PEMBUATAN BIOPLUS DARI ISI RUMEN Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si

I. PENDAHULUAN. kehidupan dan kelangsungan populasi ternak ruminansia. Menurut Abdullah et al.

BAB III MATERI DAN METODE. pada Ransum Sapi FH dilakukan pada tanggal 4 Juli - 21 Agustus Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Pakan dan Ilmu Tanah sebagai tempat pembuatan silase dan analisis fraksi serat di

1.1. Potensi Ampas Sagu di Kabupaten Kepulauan Meranti. Menurut Bintoro dkk (2010) sagu ( Metroxylon sp) merupakan tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi

BAB I. PENDAHULUAN. tahun 2005 telah difokuskan antara lain pada upaya swasembada daging 2014

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

I. PENDAHULUAN. peningkatan ketersediaan bahan pakan. Bahan-bahan pakan konvensional yang

MEMBUAT SILASE PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

PENGARUH PENAMBAHAN NITROGEN DAN SULFUR PADA ENSILASE JERAMI UBI JALAR (Ipomea batatas L.) TERHADAP KONSENTRASI NH 3 DAN VFA (IN VITRO)

SILASE DAN GROWTH PROMOTOR

FERMENTASI JERAMI JAGUNG MENGGUNAKAN KAPANG TRICHODERMA HARZIANUM DITINJAU DARI KARAKTERISTIK DEGRADASI

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

II.TINJAUAN PUSTAKA. laut. Pisang dapat tumbuh pada iklim tropis basah, lembab dan panas dengan

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. pisang nangka diperoleh dari Pasar Induk Caringin, Pasar Induk Gedebage, dan

MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Materi Bahan Alat Peubah yang Diamati

SUPARJO Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Univ. Jambi PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu utama yang mempengaruhi produksi

BAB I. PENDAHULUAN. pertanian atau sisa hasil pertanian yang bernilai gizi rendah sebagai bahan pakan

3 MATERI DAN METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi oleh Pleurotus ostreatus dan Kandungan Ransum Penelitian

Transkripsi:

EFEK BEBERAPA METODA PENGOLAHAN LIMBAH DAUN KELAPA SAWIT TERHADAP KANDUNGAN GIZI DAN KECERNAAN SECARA IN-VITRO Nurhaita 1) dan Ruswendi 2) 1) Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Bengkulu 2) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu nurhaita@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh beberapa metode pengolahan pada daun sawit terhadap nilai gizi dan kecernaan zat-zat makanan secara in-vitro. Perlakuan pengolahan terdiri dari kontrol (tanpa perlakuan), steam, amoniasi, silase dan steam amoniasi. Penelitian metoda pengolahan daun sawit menggunakan rancangan acak lengkap dan uji kecernaan in-vitro menggunakan rancangan acak kelompok. Variabel yang di ukur adalah 1) kandungan zat makanan (bahan kering, bahan organik, protein kasar ) dan fraksi serat (NDF,ADF, selulosa dan Hemiselulosa) dan 2) Kecernaan zatzat makanan dan fraksi serat secara in-vitro. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pengolahan pada daun sawit secara nyata (P<0.05) dapat meningkatkan kualitas daun sawit. Hal ini terutama tercermin dari meningkatnya kandungan protein kasar 38.83%-73.19.% dan turunnya kandungan lignin 18.66% 24.64%. Hal ini menyebabkan meningkatnya kecernaan zat makanan secara in vitro, terutama kecernaan protein kasar sebesar 68.09% - 126.29% dan kecernaan ADF sebesar 29.14%-96.63% dibanding kontrol. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa metoda pengolahan yang terbaik untuk meningkatkan nilai gizi dan kecernaan daun sawit adalah amoniasi dengan urea. Kata kunci : daun sawit, metoda pengolahan, kandungan gizi, kecernaan in-vitro PENDAHULUAN Pemanfaatan limbah pertanian dan perkebunan merupakan solusi alternatif untuk mengatasi masalah kesulitan pakan hijauan bagi ruminansia. Salah satu limbah perkebunan yang cukup potensial untuk dimanfaatkan sebagai sumber pakan hijauan adalah daun kelapa sawit. Daun sawit dihasilkan dari pemangkasan/pemotongan pelepah sawit tua pada pemeliharaan dan pemanenan buah. Pada saat pemanenan buah akan dipotong 2-3 pelepah dengan siklus panen 2 kali sebulan. Satu pelepah sawit beratnya rata-rata 10 kg terdiri dari 30% daun dan 70% pelepah daun (Nevy Diana, 2004). Menurut Sa id (1996) tanaman kelapa sawit akan menghasilkan limbah pelepah sawit sebanyak 10,40 ton bahan kering/ha/tahun. Dengan luas perkebunan sawit 4.116.646 ha diperkirakan produksi limbah pelepah sawit Indonesia pada tahun 2002 adalah 42.813.111,4 ton bahan kering/tahun. Kandungan gizi daun sawit adalah : bahan kering 54,12%, bahan organik 89,86%, protein kasar 8,51% dan serat kasar 28,48%, sedangkan kandungan NDF adalah 59,11%, ADF 42,87%, selulosa 24,69%, dan hemiselulosa 16,24%, dan lignin 12,90%. Tingginya kandungan lignin merupakan kendala dalam pemanfaatanya sebagai pakan ternak yang akan menyebabkan rendahnya kecernaan pada daun sawit. Winugroho dan Maryati (1999) mendapatkan daya cerna in-vitro daun kelapa sawit <50%, dan disarankan pemberiannya hanya 15 20% dalam ransum. Untuk penggunaan lebih dari 40% dalam ransum perlu dilakukan upaya pengolahan terlebih. Ada beberapa pengolahan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kecernaan potensial serat kasar (Preston dan Leng, 1987). Peningkatan kuantitas bagian yang dapat dicerna pada pakan yang berkualitas rendah, dapat dilakukan melalui proses kimia, fisik dan biologis (Hungate, 1966). Bertitik tolak dari uraian diatas maka dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh beberapa metode pengolahan terhadap kandungan gizi dan kecernaan daun sawit secara in vitro BAHAN DAN METODA Materi utama yang digunakan adalah daun kelapa sawit tua, urea untuk amoniasi, dedak untuk pembuatan silase, cairan rumen sebagai donor mikroba,dan larutan Mc Dougall s sebagai buffer. Sedangkan peralatan yang digunakan adalah: parang, timbangan O-Hause, tali rafia, autoclave, kantong plastik, selotip, oven untuk mengeringkan bahan, mesin giling untuk menggiling bahan sebelum dianalisa, perangkat in-vitro, ph meter digital untuk mengukur ph cairan rumen, dan

seperangkat peralatan laboratorium untuk analisis Proksimat, Van Soest, VFA, dan NH3-N. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan terdiri dari : A = Kontrol (tanpa perlakuan), B = pengolahan secara fisik (Steam), C = pengolahan secara kimia (Amoniasi), D = pengolahan secara biologis (Silase), dan E = kombinasi fisik-kimia (Steam- Amoniasi). Model rancangan yang digunakan menurut Steel and Torrie (1989) adalah sebagai berikut : Y ij = + P i + K j + ij Dimana: Y ij P i K ij = nilai pengamatan dari perlakuan ke- i dan ulangan ke-j = nilai tengah umum = pengaruh perlakuan ke i = pengaruh kelompok ke j = pengaruh sisa pada perlakuan yang ke i ulangan ke j Selanjutnya data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis varian (anova) menurut Steel and Torrie (1989). Perbedaan antar perlakuan akan diuji dengan Duncan s Multiple Range Test (DMRT). Prosedur Penelitian 1. Pengolahan daun kelapa sawit Daun kelapa sawit terlebih dahulu dibuang lidinya, lalu dipotong-potong sepanjang + 5 cm. Perlakuan A (kontrol =tanpa olahan). Perlakuan B (steam): timbang daun sawit yang telah dipotong-potong sebanyak 1 kg, lalu steam dengan autoclave pada tekanan 0.5 kg/cm 3, suhu 121 0 C selama 30 menit (Nurhaita, 2006). Perlakuan C = amoniasi dengan 4% N-urea (Komar, 1984): Timbang 1 kg daun sawit yang telah dipotong-potong, masukkan ke dalam kantong plastik kapasitas 5 kg yang telah dilapis 2. Larutkan 47 gr urea dalam 80 ml air lalu siramkan merata ke dalam kantong yang telah berisi daun sawit. Padatkan daun sawit dalam kantong dan ikat kuat dengan tali rafia, lalu simpan selama 21 hari. Setelah 21 hari kantong plastik dibuka dan hasil amoniasi dikering anginkan. Perlakuan D (Silase); 1 kg daun sawit yang telah dipotong-potong lalu tambah dedak halus sebanyak 10%, campur rata. Masukkan daun sawit tersebut ke dalam kantong plastik kapasitas 5 kg yang telah dilapis 2, lalu padatkan dan ikat kuat plastik dengan tali rafia, selanjutnya disimpan selama 21 hari. Setelah 21 hari silase dibuka dan dilakukan penilaian fisik yaitu ph, warna, bau, tekstur,dan jamur. Perlakuan E (Steam-Amoniasi) merupakan gabungan perlakuan steam dan amoniasi. Daubn sawit yang telah disteam diamoniasi dengan 4% N-urea lalu diperam salama 21 hari. Semua produk daun sawit olahan dikeringkan dan digiling untuk selanjutnya dianalisa kandungan gizinya dan diuji kecernaannya secara in-vitro. 2. Uji kecernaan in-vitro daun kelapa sawit olahan Sampel daun kelapa sawit olahan yang telah digiling haus dimasukkan ke dalam tabung erlemenyer, tambahkan larutan buffer Mc Dougall s (suhu 39 0 C, ph 6.92-7.02) dan cairan rumen sebagai donor mikroba. Alirkan gas CO 2 selama + 30 detik agar kondisi tetap an aerob, lalu mulut tabung ditutup rapat. Sampel tersebut diinkubasikan pada water shakerbath selama 2 x 24 jam pada suhu 39 0 C, setelah fermentasi berakhir tabung erlenmenyer berisi sampel dimasukkan ke dalam air es. Selanjutnya semua sampel disentrifus dengan kecepatan 1200 rpm selama 15 menit, supernatan diambil untuk selanjutnya diukur ph, NH 3 -N dan VFA, sedangkan endapan dikumpulkan dan dikeringkan untuk dianalisis BK; BO; PK; NDF; ADF; selulosa dan hemiselulosa. 3. Parameter yang diamati : 1) Kandungan BK,BO, PK, dan Fraksi serat (NDF, ADF, selulosa dan Hemiselulosa) daun sawit hasil olahan. (Analisis proksimat dan analisis Van Soest) 2) Kecernaan bahan kering, bahan organik, protein kasar dan fraksi serat (NDF,ADF, Selulosa dan hemiselulosa) secara in-vitro dengan metode Tilley and Terry (1963).

Kandungan Gizi Daun sawit HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis kandungan gizi 5 perlakuan pengolahan daun sawit yang diteliti, memperlihatkan hasil pengolahan secara nyata (P <0.05) mempengaruhi kandungan zat-zat makanan pada daun sawit (Tabel 1). Tabel 1. Kandungan zat-zat makanan daun kelapa sawit masing-masing perlakuan pengolahan. Parameter Kandungan zat makanan daun sawit pada perlakuan (%BK) SE A (kontrol) B (steam) C(amoniasi) D (silase) E (steam-amoniasi) B. Kering 55,05 b 61,37 a 41,72 c 42,01 c 62,40 a 0,785 B. Organik 89,01 a 85,76 b 86,54 b 86,36 b 86,71 b 0,514 PK 8,8 c 12,41 b 14,64 a 11,92 b 14,86 a 0,493 NDF 62,91 a 58,47 b 53,51 c 52,94 c 61,79 a 0,699 ADF 44,62 b 42,86 c 41,23 d 40,96 d 46,89 a 0,474 Selulosa 24,12 a 20,40 b 19,72 b 20,59 b 21,99 a 0,677 Hemiselulosa 18,29 a 15,61 b 12,29 c 11,98 c 14,90 b 0,475 Lignin 12,97 a 10,28 b 9,94 b 9,81 b 10,55 b 0,850 Keterangan: nilai dengan superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05). Tabel 1. Memperlihatkan kandungan Bahan Kering (BK) daun sawit hasil penelitian berkisar antara 41,72-62,40%. Hasil uji DMRT diketahui bahwa perlakuan steam (B) dan steamamoniasi (E) nyata meningkatkan kandungan bahan kering dibanding kontrol (A). Sedangkan perlakuan amoniasi (C) dan silase (D) secara nyata menurunkan kandungan bahan kering dibanding kontrol, namun kandungan bahan kering antar perlakuan amoniasi dan silase berbeda tidak nyata, demikian juga antara perlakuan steam dan steam-amoniasi. Peningkatan kandungan bahan kering pada pengolahan secara steam dan steam amoniasi disebabkan oleh hilangnya sebagian kandungan air bahan melalui penguapan. Selama proses steam akan terjadi perenggangan struktur dinding sel oleh tekanan uap panas, sehingga dinding sel menjadi lebih longgar, pada saat itu sejumlah air yang mengisi rongga antar dinding sel tersebut keluar, sehingga kadar air bahan menjadi turun dan mengakibatkan meningkatnya kandungan bahan kering. Pada penelitian ini terjadi peningkatan kandungan bahan kering daun sawit sebesar 6,32 7,35% dari kontrol. Perlakuan amoniasi dan silase secara nyata menurunkan kandungan bahan kering sebesar 13%, hal ini terjadi karena terlarutnya sebagian fraksi yang soluble sebagai akibat dari reaksi kimia pada proses amoniasi dan terjadinya efluent lose pada metabolisme sel selama proses ensilase. Kandungan bahan organik pada daun sawit olahan secara nyata menurun dibanding kontrol, namun tidak berbeda nyata antara perlakuan daun sawit olahan. Hal ini disebabkan hilangnya sebagian bahan organik selama proses pengolahan. Kandungan protein kasar daun sawit olahan secara nyata (P<0.05) meningkat 38,93-73.19% dibanding kontrol. Pada perlakuan steam terjadi peningkatan kandungan protein sebesar 44,63% karena terjadinya denaturasi protein oleh panas dan meningkatnya kandungan bahan kering. Sedangkan pada silase peningkatan kandungan protein sebesar 38,93% merupakan sumbangan dari bakteri asam laktat selama proses ensilase. Peningkatan kandungan protein yang tertinggi terjadi pada pengolahan secara amoniasi dan steam-amoniasi yaitu: 70,63 73,19%. Hal ini disebabkan adanya penambahan urea yang merupakan sumber N, sesuai dengan pendapat Leng (1991) bahwa amoniasi dengan urea pada pakan serat selain mampu melonggarkan ikatan lignoselulosa sehingga lebih mudah dicerna oleh bakteri rumen juga mampu memasok nitrogen untuk pertumbuhan bakteri tersebut. Perlakuan steam, amoniasi dan silase secara nyata (P<0.05) dapat menurunkan kandungan fraksi serat (NDF, ADF, selulosa dan hemiselulosa). Penurunan fraksi serat tersebut adalah sebesar 1,78-15,85%; 3,94-8,20%; 8,83 18,24% dan 14,65-34,50% masing-masing untuk NDF; ADF; Selulosa dan Hemiselulosa. Hal ini sesuai dengan anjuran Preston dan Leng (1987) yang mengatakan perlu diadakan perlakuan awal terhadap bahan berserat tinggi untuk meningkatkan kecernaan potensial dari serat kasar. Sa id (1996) menambahkan perlakuan awal berguna untuk meningkatkan laju hidrolisis bahan lignoselulosa.

Kandungan fraksi serat pada perlakuan steam-amoniasi (E) hampir sama dengan kontrol (A) dengan kata lain tidak terjadi penurunan fraksi serat. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan steam yang dilanjutkan dengan amoniasi tidak efektif menurunkan fraksi serat. karena pada pengolahan metoda steam sebagian zat yang mudah larut telah menguap, sehingga yang tinggal adalah zat-zat yang sukar larut (unsoluble),dan amoniasi tidak bisa menurunkan kandungan fraksi serat tersebut. Degradasi Zat Makanan Daun Sawit Peningkatan kandungan zat makanan daun sawit diikuti pula oleh peningkatan degaradasi zat makanan, hasil uji in-vitro diperoleh hasil peningkatan degradasi zat-zat makanan daun sawit seperti terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Peningkatan degradasi zat-zat makanan daun sawit masing-masing perlakuan pengolahan. Parameter Peninngkatan degradasi zat makanan daun sawit perlakuan (%) SE A (kontrol) B (steam) C(amoniasi) D (silase) E (steam-amoniasi) B. Kering 32,516 bc 37,949 a 36,783 a 31,862 c 35,646 ab 1,009 B. Organik 39,539 b 42,395 a 43,821 a 38,456 b 41,001 ab 0,934 PK 20,879 d 42,003 b 47,248 a 42,699 b 35,095 c 1,160 NDF 31,094 b 36,434 a 32,639 c 33,493 b 37,460 a 0,441 ADF 18,333 c 36,048 a 23,675 b 25,946 b 27,261 b 0,862 Selulosa 29,004 bc 40,667 a 30,188 b 26,311 c 39,038 a 0,912 Hemiselulosa 6,027 b 40,290 d 51,830 c 52,549 c 64,554 a 1,009 Lignin 32.516 bc 37.949 a 36.783 a 31.862 c 35.646 ab 1.009 Keterangan: nilai dengan superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05). Perlakuan pengolahan pada daun sawit secara nyata (P<0.05) mempengaruhi degradasi zatzat makanan. Dari uji DMRT diketahui bahwa perlakuan steam nyata (P<0.05) meningkatkan degradasi bahan kering, bahan organik, protein kasar dan fraksi serat dibandingkan daun sawit tanpa olahan (kontrol). Peningkatan degradasi zat makanan ini disebabkan terjadinya perenggangan struktur permukaan dinding sel karena pengaruh tekanan uap panas selama steam, sehingga mudah didegradasi oleh mikroba rumen. Hal ini sesuai dengan pendapat Doyle et all.,. (1986) bahwa prinsip kerja tekanan uap terhadap substrat adalah mengembangkan serat atau ikatan komplek bahan pakan, sehingga mudah dicerna oleh mikroorganisme. Akibat pemecahan ikatan glikosidik atau ikatan lignoselulosa, permukaan substrat semakin luas sehingga mempermudah penetrasi enzim mikroba ke dalam substrat. Pengolahan dengan tekanan uap cukup efektif dalam meningkatkan palatabilitas dan kecernaan bahan makanan (Broderick et all., 1993). Perlakuan C (amoniasi) secara nyata (P<0.05) meningkatkan degradasi bahan kering, bahan organik, protein kasar dan fraksi serat dibandingkan daun sawit tanpa olahan (kontrol=a). Peningkatan degaradasi protein pada perlakuan amoniasi ini paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Leng (1991) bahwa perlakuan amoniasi dengan urea pada pakan serat selain mampu melonggarkan ikatan lignoselulosa sehingga lebih mudah dicerna oleh bakteri rumen juga mampu memasok nitrogen untuk pertumbuhan bakteri tersebut Degradasi zat makanan pada silase daun sawit (D) juga lebih tinggi dibandingkan kontrol. Peningkatan ini terjadi karena adanya perombakan molekul komplek menjadi sederhana oleh aktifitas bakteri asam laktat selama proses ensilase. Silase merupakan hijauan yang diawetkan dalam keadaan segar dalam kondisi anaerob. Pada proses ensilase terjadi fermentasi oleh bakteri asam laktat dan streptococcus laktic yang hidup anaerob pada ph 4. Akibat bekerjanya bakteri ini dan terjadinya penurunan ph, maka pertumbuhan bakteri lain yang menyebabkan pembusukan hijauan dalam silo dapat dicegah (Susetyo, 1980).

Perlakuan steam-amoniasi (E) pada penelitian ini nampaknya tidak begitu banyak meningkatkan degaradasi zat makanan. Terlihat dari degaradasi bahan kering dan bahan organik yang hampir sama dengan perlakuan A (kontrol), tetapi cukup signifikan meningkatkan kecernaan protein kasar dan fraksi serat. Hal ini disebabkan pada saat melakukan steam sebagian zat yang mudah larut (soluble) ikut terlarut/hilang sehingga yang tertinggal hanyalah fraksi insoluble, dan pada proses amoniasi zat soluble tersebut tidak dapat ditingkatkan lagi. Pada penelitian ini pengolahan dengan steam-amoniasi terlihat kurang meningkatkan degradasi NDF dan ADF dibandingkan dengan amoniasi. KESIMPULAN 1. Pengolahan daun sawit mampu meningkatkan kualitas (kandungan gizi dan kecernaan) daun sawit dan 2. Metoda pengolahan yang terbaik adalah secara amoniasi. DAFTAR PUSTAKA Broderick, G.A., J. H Yang dan R.G Koegel. 1993. Effect of Steam Heating Alfalfa Hay on utilazion by lactating dairy cows. Journal Dairy Science 76; 165-174 Doyle. P.T., C. Davendra and B. R Pearce. 1986. Rice Straw as Feed for Ruminants. IDP. Cenberra. P. 54-74. Hungate, R. E. 1966. The Rumen and It s Microbes. Departement of Bacteriology and Agriculture Experiment Station University of California. Davis California Academy Press. London. Leng, R. A. 1991 Application of Biotechnology of Nutrition of Animal in Developing Countries. FAO. Animal Production and Health paper. Nevy Diana, H. 2004. Perlakuan Silase dan Amoniasi Daun Kelapa Sawit Sebagai Bahan Baku Pakan Domba. Skripsi Fakultas. Pertanian Univiversitas Sumatera Utara. Medan. Preston, T.R. and R.A. Leng. 1987. Matching Ruminant Production System With Available Recources in The Tropics. Preamble Books. Armidale Sa id E. G. 1996. Penanganan dan Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit. Trubus Agriwidya. Ungaran. Stell, R. G. and J. H. Torrie. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistik. PT. Gramedia, Jakarta. Susetyo. 1980. Padang Pengembalaan. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor Tilley, J.M.A. and Terry. 1963. A Two Stage Technique for in-vitro Digestion of Forage Cropes. J, Brit, Grassland Society. 18 (2):104 111 Winugroho, M and Maryati. 1999. Kecernaan Daun Kelapa Sawit Sebagai Pakan Ternak Ruminansia. Laporan APBN 1998/1999. Balai Penelitian Ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. HASIL DISKUSI Tanya : Apakah sudah diaplikasikan pada ternak dan bagaimana respon ternaknya? Kemudian dari analisa usaha taninya bagaimana hasilnya? Jawab : Belum ada aplikasi keternak secara langsung dan penelitian ini sedang berlanjut pada ternak domba 100% bisa menggantikan rumput. Belum sampai ke analisis usahatani. Tanya : Perlu dilakukan penelitian lanjutan karena penggunaan daun kepala sawit bukan karena kekurangan pakan tetapi untuk memanfaatkan limbah? Jawab : Pada kondisi tertentu Bengkulu kekurangan pakan hijauan, terutama pada ternak wilayah sentra pengembngan sapi di Bengkulu.