KARAKTERISTIK HAMBUR BALIK VOLUME KARANG BERCABANG BESERTA SUBSTRAT DASARNYA MENGGUNAKAN INSTRUMEN AKUSTIK CRUZPRO NORSYAMIMI BINTI WASLI

dokumen-dokumen yang mirip
KELOMPOK 2 JUWITA AMELIA MILYAN U. LATUE DICKY STELLA L. TOBING

Gambar 8. Lokasi penelitian

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. No. Alat dan Bahan Type/Sumber Kegunaan.

3 METODOLOGI PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perairan Laut Arafura di lokasi penelitian termasuk ke dalam kategori

HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODOLOGI PENELITIAN

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sedimen adalah kerak bumi (regolith) yang ditransportasikan melalui proses

Karakterisasi Pantulan Akustik Karang Menggunakan Echosounder Single Beam

DETEKSI NILAI HAMBUR BALIK KARANG MASSIVE MENGGUNAKAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK CRUZPRO FISHFINDER PCFF-80 MUHAMAD YUDHA ASMARA

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada koordinat 5º - 8 º LS dan 133 º º BT

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

PERBEDAAN KETEBALAN INTEGRASI DASAR PERAIRAN DENGAN INSTRUMEN HIDROAKUSTIK SIMRAD EY-60 DI PERAIRAN KEPULAUAN PARI

PENGUKURAN KARAKTERISTIK AKUSTIK SUMBER DAYA PERIKANAN DI LAGUNA GUGUSAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU

4. HASIL PEMBAHASAN. Sta Latitude Longitude Spesies Keterangan

3. METODOLOGI PENELITIAN

PENGOLAHAN DATA SINGLE BEAM ECHOSOUNDER. Septian Nanda dan Aprillina Idha Geomatics Engineering

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Kapal Survei dan Instrumen Penelitian

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Bentuk Pertumbuhan Karang

KUANTIFIKASI DAN KLASIFIKASI KARANG BERDASARKAN KUAT HAMBUR BALIK MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK SINGLE BEAM BAIGO HAMUNA

3. METODOLOGI PENELITIAN

Lampiran 1 Kapal nelayan yang digunakan untuk pengambilan data akustik pada sistem single beam. Lampiran 2 Konfigurasi instrumen single beam di kapal

METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. *

HUBUNGAN TIPE DASAR PERAIRAN DENGAN DISTRIBUSI IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANGKAJENE SULAWESI SELATAN 2011

3. METODE PENELITIAN

2. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar Laut Arafura merupakan paparan yang sangat luas. Menurut Nontji

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

PENDUGAAN KELIMPAHAN DAN SEBARAN IKAN DEMERSAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK DI PERAIRAN BELITUNG

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

AKUSTIK REMOTE SENSING/PENGINDERAAN JAUH

3 METODOLOGI PENELITIAN

Oleh : PAHMI PARHANI C SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Scientific Echosounders

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan, yaitu pada bulan Maret sampai

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sedimen dasar laut

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II

PENGUKURAN HAMBUR BALIK AKUSTIK DASAR LAUT DI SEKITAR KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN SPLIT BEAM ECHOSOUNDER

3. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. terumbu karang untuk berkembangbiak dan hidup. Secara geografis terletak pada garis

3. METODOLOGI PENELITIAN

EFEK UKURAN BUTIRAN, KEKASARAN, DAN KEKERASAN DASAR PERAIRAN TERHADAP NILAI HAMBUR BALIK HASIL DETEKSI HYDROAKUSTIK ABSTRACT

3. METODOLOGI. Pengambilan data dengan menggunakan side scan sonar dilakukan selama

INTERPRETASI SEB NILAI TARGET STRENGTH (TS) DAN DENSITAS DEmRSAL DENGAN BlETODE AIE)ROAKUSTIK DI TELUK PELABUWAN RATU

3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis deskriptif kuantitatif dengan pengambilan

Model integrasi echo dasar laut Blok diagram scientific echosounder ditampilkan pada Gambar I. echo pada pre-amplifier, ERB :

ANALISIS MODEL JACKSON PADA SEDIMEN BERPASIR MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK DI GUGUSAN PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU SYAHRUL PURNAWAN

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Citra akustik Ikan Uji. Matriks Data Akustik. Hitungan Deskriptor. 15 Desk. teridentifikasi. 8 Desk. utama. Rancangan awal JSTPB JSTPB1

Lampiran 1. Alat dan Bahan yang digunakan di Lapangan. Scientific Echosounder Simrad EY 60

PEMETAAN BATIMETRI MENGGUNAKAN METODE AKUSTIK DI MUARA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR PROVINSI SUMATERA SELATAN

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMAlUIAN DUAL FREKUENSI DALAM PENDUGAAN DISTRIBUSI IKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK (FURUNO FQ 80) DI PERAIRAN LAUT CINA SELATAN.

KONDISI TERUMBU KARANG HIDUP BERDASARKAN PERSEN TUTUPAN DI PULAU KARANG PROVINSI SUMATERA UTARA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN

3. METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian berada di dalam wilayah Kabupaten Administratif

STUDI KARAKTER SUARA BEBERAPA SPESIES ODONTOCETI DI PERAIRAN LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR

3. METODE PENELITIAN

KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebuah modem GSM mendefinisikan sebuah antarmuka yang. memungkinkan aplikasi komputer atau peralatan lain untuk mengirim dan

III METODE PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI LIFEFORM KARANG MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK JEFRY BEMBA

3. METODOLOGI. Gambar 10. Lokasi penelitian

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium dan lapangan. Penelitian di

3. DISTRIBUSI IKAN DI LAUT CINA SELATAN

TINJAUAN PUSTAKA. Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah sumberdaya hayati, sumberdaya nonhayati;

TEKNOLOGI AKUSTIK BAWAH AIR: SOLUSI DATA PERIKANAN LAUT INDONESIA

3 METODE PENELITIAN. Gambar 8 Peta lokasi penelitian.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

NILAI KEKUATAN HAMBUR BALIK (BACKSCATTERING STRENGTH VALUE) SUBSTRAT BERPASIR STEVEN SOLIKIN

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

Jurnal PERIKANAN dan KELAUTAN 14,2 (2009) :

DETEKSI DAN INTERPRETASI TARGET DI DASAR LAUT MENGGUNAKAN INSTRUMEN SIDE SCAN SONAR

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang dan Masalah yang dikaji (Statement of the Problem) I.1.1. Latar belakang

3. METODOLOGI PENELITIAN

KERUSAKAN TERUMBU KARANG KARIMUNJAWA AKIBAT AKTIVITAS TRANSPORTASI BATUBARA

DENI ACHMAD SOEBOER, S.Pi, M.Si

BAB III METODE PENELITIAN

STUDI PERUBAHAN LUASAN TERUMBU KARANG DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DI PERAIRAN BAGIAN BARAT DAYA PULAU MOYO, SUMBAWA

5. ESTIMASI STOK SUMBERDAYA IKAN BERDASARKAN METODE HIDROAKUSTIK

PERTEMUAN IV SURVEI HIDROGRAFI. Survei dan Pemetaan Universitas IGM Palembang

METODE KERJA. Penelitian ini dilakukan pada Bulan Juli sampai dengan Bulan Oktober Lokasi

JAKARTA (22/5/2015)

HUBUNGAN TOPOGRAFI DASAR PERAIRAN DENGAN SEBARAN IKAN DI SELAT MALAKA

HUBUNGAN TIPE DASAR PERAIRAN TERHADAP DISTRIBUSI IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANGKAJENE SULAWESI SELATAN 2011

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS KESUKAAN HABITAT IKAN KARANG DI SEKITAR PULAU BATAM, KEPULAUAN RZAU

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei

Transkripsi:

KARAKTERISTIK HAMBUR BALIK VOLUME KARANG BERCABANG BESERTA SUBSTRAT DASARNYA MENGGUNAKAN INSTRUMEN AKUSTIK CRUZPRO NORSYAMIMI BINTI WASLI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul karakteristik hambur balik volume karang bercabang beserta substrat dasarnya menggunakan instrumen akustik CruzPro adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2014 Norsyamimi Binti Wasli NIM C54098004

ABSTRAK NORSYAMIMI BINTI WASLI. Karakteristik Hambur Balik Volume Karang Bercabang Beserta Substrat Dasarnya Menggunakan Instrumen Akustik CruzPro. Dibimbing oleh SRI PUJIYATI. Terumbu karang mempunyai potensi yang besar dalam bidang perikanan sehingga perlu untuk mengetahui kondisi terumbu karang di perairan Indonesia. Seiring dengan kemajuan teknologi, penerapan teknologi akustik dasar laut mampu memberikan solusi dalam pendugaan karakteristik karang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis nilai hambur balik volume (SV) dari karang bentuk pertumbuhan bercabang dan substrat dasarnya di perairan Pulau Beras, Kepulauan Seribu menggunakan metode hidroakustik dengan instrumen Cruz Pro, yang dilaksanakan pada bulan Maret 2013. Hasil integrasi data akustik menunjukkan nilai SV dari genus Acropora pertama -18,14 db Acropora kedua - 18,45 db, Porites -17,56 db dan substrat dasar dilokasi tersebut sebesar -25,01 db hingga -23,18 db. Hasil menunjukkan CruzPro PcFF80 dapat digunakan untuk melihat nilai hambur balik dari karang hidup dan mati. Kata kunci: Terumbu karang, bercabang, hambur balik volume, Hidroakustik, Cruz Pro PcFF80 ABSTRACT NORSYAMIMI BINTI WASLI. Characteristic of the Volume Backscattering Strength of Lifeform Branching Coral and substrats on the base Using An Acoustic Cruz Pro Instrument. Supervised by SRI PUJIYATI. Coral reefs have a great potential in the fisheries field since they become an attraction. Because of that, it is important to know the condition of coral reefs at Indonesia till more studies about coral reefs must be done continuously. Along with the advancement of technology, the application of subsea acoustic technology can give solutions in the testing of reef characteristics. The aim of this study was to analyze the Volume Backscattering Strength ( SV ) of lifeform coral at Beras Island, Seribu s Archipelago using an method hydroacoustic Cruz Pro instrument, which was held. Based on the three result from an echogram, the average value of SV first Acropora -18,14 db, second Acropora -18,45 db, was on a porites which was -17.56 db and substrats on the base -25,01 db until -23,18 db. Results showed that CruzPro PcFF80 can be used to view the backscattering volume from live and dead coral. Keywords: Coral reefs, Branching, Backscattering Strength Volume (SV), Hydroacoustic, CruzPro PcFF80

KARAKTERISTIK HAMBUR BALIK VOLUME BENTUK PERTUMBUHAN KARANG BERCABANG BESERTA SUBSTRAT DASARNYA NORSYAMIMI BINTI WASLI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Judul Skripsi : Karakteristik hambur balik volume karang bercabang beserta substrat dasarnya menggunakan instrumen akustik CruzPro Nama : Norsyamimi Binti Wasli NIM : C54098004 Disetujui oleh Dr. Ir. Sri Pujiyati, M. Si Pembimbing I Diketahui oleh Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M. Sc Ketua Departemen Tanggal lulus: 11 Maret 2014

PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Besar yang senantiasa memberikan pelajaran dan petunjuk, sehingga penulisan Skripsi ini dapat diselesaikan, dengan judul penelitian Karakteristik hambur balik volume karang bercabang beserta substrat dasarnya menggunakan instrumen akustik CruzPro. Selesainnya skripsi ini tidak lepas dari peran berbagai pihak yang telah mendukung dan membantu dalam pelaksanaan penelitian hingga proses penyusunan skripsi ini. Karenanya penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Dr.Ir. Sri Pujiyati, M.Si selaku selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan banyak sekali masukan serta bimbingan untuk penyusunan skripsi. 2. Bapak Dr. Henry M. Manik, S.Pi., M.T selaku dosen pembimbinng akedemik yang telah banyak membantu dan memberi tunjuk ajar kepada penulis. 3. Ayahanda Wasli B. Suili, Ibunda Juriffah Safflie, dan keluarga yang berada di Sabah telah memberikan kata-kata semangat dan motivasi serta doa kepada penulis, 4. Asep Mamun S.Pi, Williandri S. Pi M.Si, Baigo S.Pi M.Si, Yudha Asmara, Ayudiah Ningtyas yang membantu dalam pengambilan data di lapangan, 5. Temen-temen di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan (ITK) angkatan 46 dan temen temen Persatuan Kebangsaan Pelajar Malaysia serta semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan kepada penulis. 6. Bapak/Ibu Dosen dan staf penunjang Departemen ITK atas ilmu dan bantuannya selama menjalankan studinya di IPB. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan dan kemajuan ilmu dan teknologi kelautan di Indonesia Bogor, Januari 2014 Norsyamimi Binti Wasli

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... vii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 METODOLOGI... 2 Waktu dan Tempat... 2 Alat dan Bahan... 2 Metode Penelitian... 4 HASIL DAN PEMBAHASAN... 8 SIMPULAN DAN SARAN... 16 DAFTAR PUSTAKA... 16 LAMPIRAN... 18 RIWAYAT HIDUP... 21

DAFTAR TABEL 1 Alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan penelitian... 3 2 Parameter dan setingan alat CruzPro PcFF80... 6 3 Demensi karang yang diamati... 9 4 Hasil pengamatan data posisi dan kedalaman... 9 5 Rentang SV, rata-rata, Standar Deviasi karang... 15 6 Nilai rata-rata substrat dasar... 15 DAFTAR GAMBAR 1 Lokasi penelitian di pulau Karang Beras, Kepulauan Seribu DKI Jakarta... 3 2 Diagram alir penelitian... 5 3 Ilustrasi posisi kapal, GPS dan Kerangka Paralon... 7 4 Ilustrasi pemeruman karang dengan Cruz Pro... 7 5 Hasil Echogram karang bercabang dan dasar perairan... 10 6 Echogram (a), dimensi karang di dalam beam (b), target karang bercabang pertama (c)... 11 7 Echogram (a), dimensi karang dalam beam (b), target karang bercabang kedua (c)... 12 8 Echogram (a), dimensi karang di dalam beam (b), target karang bercabang bercabang ketiga (c)... 13 DAFTAR LAMPIRAN 1 Alat-alat yang digunakan pada penelitian... 18 2 Data Pemeruman sebelum difilter... 19 3 Data Pemeruman setelah difilter... 19 4 Pengolahan data di Matlab... 20

PENDAHULUAN Latar Belakang Terumbu karang (coral reef) adalah ekosistem organisme yang hidup di dasar perairan yang cukup kuat untuk menahan gaya gelombang laut (Khairunisa et al. 2012). Menurut Wilkinson (2002) terumbu karang adalah ekosistem yang unik dimana terjadinya suatu simbiosis mutualisme antara hewan karang dengan zooxanthela (mikroalga) yang kemudian menghasilkan CaCO3 (kalsium karbonat), yang selanjutnya mengendap sehingga menghasilkan terumbu. Luas terumbu karang di Indonesia ± 5000 km² diperkirakan hanya 7 % terumbu karang yang kondisinya sangat baik, 33 % baik, 46 % rusak, dan 15 % dalam kondisi sangat kritis ( Harrudina et al. 2011). Terumbu karang sangat berpengaruh pada biota perairan lainnya yang hidup di area terumbu karang, karena memiliki fungsi ekologis sebagai spawning ground (daerah pemijahan), nursery ground (daerah asuhan) juga sebagai feeding ground (daerah mencari makan) bagi berbagai biota laut yang hidup di ekosistem tersebut (Yasser 2013). Tingkat kesuburan dan potensi yang ada tidak terlepas dari faktor yang mempengaruhinya seperti biota yang hidup di dasar perairan, struktur sedimen dan jenis atau tipe dasar laut. Meningkatnya berbagai kegiatan pembangunan di wilayah pesisir seperti kegiatan pertambangan, pertanian, transportasi, industri, penangkapan ikan dan lainnya secara langsung maupun tidak langsung berpotensi memberi dampak buruk terhadap kondisi ekosistem terumbu karang (Fachrurrozie et al. 2012). Apabila hal tersebut tidak dikelola dengan baik maka akan menjadi ancaman serius bagi kelestarian terumbu karang. Ekosistem terumbu karang mempunyai potensi yang besar dalam bidang perikanan oleh kerena itu penting dilakukan kajian terhadap kondisi terumbu karang dari waktu ke waktu. Penelitian terumbu karang yang banyak dilakukan selama ini telah menggunakan beberapa metode pegambilan data yaitu menggunakan teknik line intersept transek (LIT) dan mantataw (Yasser 2013; Kunnzmann dan Efendi 1994). Seiring dengan kemajuan teknologi, penerapan teknologi akustik dasar laut yang mampu memberikan solusi dalam pendugaan karakteristik karang. Penelitian di bidang hidroakustik terus mengalami perkembangan yang cukup signifikan karena teknik ini dianggap lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan teknik penyelaman. Beberapa penelitian di Indonesia mengenai survey terumbu karang telah dilakukan dengan metode hidroakustik. Ramantyas (2011) telah melakukan analisi nilai hambur balik dari bentuk pertumbuhan karang dengan menggunakan SIMRAD EY 60 di perairan Kepulauan Seribu. Tahun selanjutnya Hamuna (2013) melakukan kuantifikasi dan klasifikasi karang menggunakan metode single beam. Hasil penelitian diperoleh bahwa metode hidroakustik dapat diterapkan untuk mengetahui nilai hambur balik karang. Dalam penelitian ini, penulis mencoba untuk mendeteksi bentuk pertumbuhan karang bercabang dan substrat dasar tempat pertumubuhan karang tersebut dengan melihat nilai hambur balik menggunakan instrumen akustik Cruz Pro. Substrat dasar perairan yang memiliki peranan dalam pertumbuhan vegetasi atau biota karang yang diatasnya. Substrat pasir atau pasir berlumpur

2 merupakan substrat yang umum sebagai daerah untuk pertumbuhan karang bercabang. Hasil dari penelitian Wahyu (2009) dilaporkan substrat pasir memiliki hambur balik pada kisaran -10,00 db hingga -20,00 db. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis nilai hambur balik volume (SV) dari karang bercabang dan substrat dasar tempat pertumbuhan karang tersebut di perairan Pulau Karang Beras, Kepulauan Seribu menggunakan alat instrumen hidroakustik Cruz Pro. METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung pada bulan Maret 2013 - Januari 2014 yang meliputi tahapan persiapan, pengolahan dan analisis data hingga penyusunan skripsi. Pengambilan data akustik dilaksanakan pada tanggal 16-18 maret 2013 di wilayah perairan Pulau Karang Beras Kecamatan Pulau Seribu Selatan Kabupaten Pulau Seribu Propinsi DKI Jakarta. Pengambilan data dilakukan di sekitar wilayah yang relatif dangkal dimana kedalaman wilayah pengambilan data tersebut sekitar tiga hingga lima meter. Pengambilan data akustik tersebut diambil di tiga stasiun yang berbeda, dimana dua stasiun untuk karang Acropora hidup dan satu stasiun untuk karang Porites mati. Lokasi pengambilan data akustik ditunjukan pada Gambar 1. Analisis data penelitian dilakukan di Laboratorium Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan FPIK-IPB. Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan untuk penelitian adalah echosounder single beam Cruz Pro PcFF80 dioperasikan dengan tipe transduser THDT-5 Long Stem Bronze Thru Hull dan diameter tranduser 6 cm. Frekuensi yang digunakan untuk pengambilan data adalah 200 khz (Lampiran 1). Global Positioning System (GPS) Garmin digunakan untuk mengetahui posisi lintang (latitude) dan bujur (longitude) di setiap titik pengamatan dan laptop untuk merekam data secara real time. Selain itu digunakan juga beberapa peralatan lain semasa pengambilan data seperti underwater camera untuk pengambilan dokumentasi kegiatan, alat selam (masker, fins) untuk membantu semasa observasi karang, roll meter untuk pengukuran dimensi karang (lebar) serta alat tulis untuk membantu pencatataan di lapang (Tabel 1). Bahan utama yang digunakan semasa pengambilan data adalah terumbu karang bentuk pertumbuhan bercabang. Perangkat lunak digunakan untuk pemrosesan sinyal hasil perekaman akustik dalam pengolahan data dan menampilkan hasil.

1 Gambar 1 Lokasi penelitian di pulau Karang Beras, Kepulauan Seribu DKI Jakarta 3

4 Tabel 1 Alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan penelitian Alat dan Bahan Tipe/Spesifikasi Kegunaan Echosounder Single beam, Scientific Echosounder (CruzPro Perekaman data akustik karang PcFF80) GPS Garmin, Hand GPS Penentuan koordinat stasiun Pipa Paralon Laptop Kapal nelayan ACCU 0.75 inchi Acer Windows XP 5 GT 100 A dan 40 A Pembuatan rangka transduser Display hasil rekaman, proses mengolah data dan analisi Transportasi ke lokasi dan pemasangan alat akustik Catu daya Alat Dasar Selam Kamera bawah air Alat Tulis Roll meter Canon - - - membantu semasa observasi karang Dokumentasi semasa pengambilan data pencatataan waktu setiap stasiun. Mengukur dimensi karang Stop watch - Perekaman durasi waktu pengamatan Metode Penelitian Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu tahap pertama dilakukan observasi visual. Tahapan yang kedua adalah pengambilan data akustik dengan menggunakan echosounder single beam Cruz Pro PcFF80. Dilanjutkan dengan tahap pemrosesan data yang diawali dengan pengolahan data menggunakan beberapa software. Gambar 2 adalah diagram alir penelitian ini. Metode Pengambilan Data Observasi Visual Observasi adalah metode pengumpulan data dengan cara terjun langsung atau survei ke lapangan untuk mendapat data asli yang ada di lapangan. Pada penelitian ini sebelum dilakukan pengambilan data akustik, dilakukan survei awal dengan cara penyelaman untuk mencari dan menentukan stasiun pengambilan data karang bercabang yang memiliki penutupan mendekati luas beam dengan menggunakan alat dasar selam (ADS). Sebelum perekaman dilakukan roll meter

diletakkan di atas karang untuk pengukuran lebar karang. Selain itu, pengambilan dokumentasi karang bercabang yang diamati juga dilakukan dengan menggunakan underwater camera. Objek pengamatan penelitian ini merupakan karang bercabang dari genus yang berbeda yaitu karang bercabang genus Acropora dan genus Porites. Gambar 2 merupakan diagram alir penelitian. 5 Penentuan Lokasi Persiapan Alat Kalibrasi Observasi Visual Bawah Air ( Penentuan karang) Pengamatan Visual Substrat Dasar Pendeteksian Akustik Pemeruman ( CruzPro ) Posisi (GPS) Echogram Data Pengolahan data Filtrasi Nilai Hambur Balik Gambar 2 Diagram alir penelitian

6 Perekaman Data Akustik Perekaman data menggunakan metode hidroakustik dengan alat echosounder single beam Cruzpro PcFF80 dan frekuensi 200KHz digunakan sebagai proses sounding dasar perairan dan objek pengamatan. Alat tersebut diseting terlebih dahulu sebelum melakukan proses perekaman akustik. Tabel 2 merupakan parameter dan setingan alat CruzPro pada saat kalibrasi. Kalibrasi dilakukan pada saat awal untuk menjaga kondisi instrumen dan objek pengamatan agar tetap sesuai dengan spesefikasinya. Tabel 2 Parameter dan setingan alat CruzPro PcFF80 Parameter Nilai Frekuensi 200 khz Speed of sound (m/s) 1516 Ping rate (s) Durasi Pulsa (ms) 0.334 0.4 Surface gain 105 Amplifier gain (db) -20.83 TS sphere (db) -42.43 Near field (m) Sudut Beam Full Beam 0.47 11 4.873 Prinsip kerja alat instrumen ini adalah transmitting transducer akan memancarkan gelombang suara ke terumbu karang dan apabila energi yang dipancarkan mengenai objek tersebut, beberapa energi akan memantulkan kembali ke receiver transduser. Echosounder yang digunakan dihubungkan langsung ke laptop untuk melihat nilai hamburan balik yang diterima oleh alat dan kemudian akan dikirimkan ke perangkat output baru melihat tampilan dari layar display. Proses pengambilan data dilakukan secara stasioner (stasiun tetap). Selama proses pengambilan data dilakukan, kondisi kapal dalam keadaan diam pada posisi pengambilan data sehingga proses perekaman data diharapkan berasal dari target yang sama. Transduser single beam dipasang pada kerangka paralon bertujuan agar transduser tidak bergerak dan mudah untuk melakukan perekaman. Transduser diletakkan pada sisi kapal dan nilai hambur balik gelombangnya dapat memancar secara vertika pada objek penelitian ini. (Gambar 3 dan Gambar 4) Selain itu juga digunakan alat GPS untuk pengambilan posisi di setiap titik pengamatan. Proses perekaman data akustik dilakukan selama 10 menit. Mengunakan stop watch untuk waktu perekaman. Data yang diperoleh selanjutnya disimpan dalam format raw data di laptop dan dicatat posisi dan nama file pengambilan datanya.

7 Gambar 3 Ilustrasi posisi kapal, GPS dan Kerangka Paralon Gambar 4 Ilustrasi pemeruman karang dengan Cruz Pro

8 Pengolahan dan analisis data akustik Setelah dilakukan pengambilan data akustik dilanjutkan dengan pengolahan data. Data yang diolah meliputi data hasil hambur balik bentuk pertumbuhan karang bercabang dan dasar perairan di lakasi tumbuhnya karang. Pada penelitian ini pengolahan data terdiri dari beberapa tahap dimana setiap tahapan tersebut akan saling terkait dalam menghasilkan hasil akhir. Data hasil pengamatan yang didapatkan dilapang dalam format *.raw data yang mengandungi no file berwarna merah, tanggal dan jam pengambilan data berwarna kuning, posisi GPS berwarna hijau dan ping number yang belum diekstrak berwarna pink serta kedalaman berwarna biru dapat dilihat pada Lampiran 2. Setelah itu, Data diekstrak dan dirapikan mengunakan perangkat lunak Microsoft excel dengan membuang hasil rekaman posisi latitude dan longitude dan di ambil nilai amplitudonya saja agar tidak error semasa pengolahan disimpan dalam format.txt (Lampiran 3). Nilai amplitudo yang dihasilkan merupakan kekuatan echo atau gelombang suara yang dipantulkan oleh objek pengamatan. Pengolahan lebih lanjut mengunakan perangkat lunak Matlab (Lampiran 4) yang dilakukan dengan sintax program untuk menghasilkan tampilan echo pantulan dari setiap objek titik pengamatan. Proses analisis data untuk pengolahan nilai hambur balik volume (SV) didapatkan dengan mengintegrasi data yang sudah diekstrak. SV merupakan rasio antara intensitas yang direfleksikan oleh suatu kumpulan target yang berada pada volume air tertentu (1m³). SV dapat dihitung menggunakan rumus : Keterangan : SV = Hambur balik volume (db) Sv = Koefisien hambur balik volume HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan Suharsono (1996) survei karang yang pernah dilakukan di beberapa daerah di wilayah Indonesia oleh beberapa ahli karang ternyata genus karang yang umum dijumpai antara lain meliputi genus Acropora. Genus Acropora memiliki jumlah jenis (spesies) terbanyak dibandingkan genus lainnya pada karang. Karang bentuk pertumbuhan bercabang biasanya tumbuh pada perairan jernih dan lokasi dimana terjadi pecahan ombak. Bentuk koloni umumnya bercabang dan tergolong jenis karang yang cepat tumbuh, namun sangat rentan terhadap sedimentasi dan aktivitas penangkapan ikan. Karakteristik bentuk rangka kapur genus Acropora antara lain koloni biasanya bercabang, jarang sekali menempel ataupun submasif. Koralit memiliki dua tipe yaitu axial dan radial. Septa umumnya mempunyai dua lingkaran dan tentakel umumnya

keluar pada malam hari. Pada penelitian ini karang bercabang yang dideteksi adalah karang hidup dan mati. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dengan melakukan observasi visual dilokasi penelitian, diperoleh jenis bentuk pertumbuhan terumbu karang bercabang dan melakukan tiga kali ulangan dimana dua kali ulangan untuk karang bercabang hidup Acropora dan satu kali ulangan untuk karang bercabang mati Porites. Berikut hasil ukuran demensi, tinggi dan lebar karang dari karang yang diamati. (Tabel 3) Tabel 3 Demensi karang yang diamati Titik Bentuk pertumbuhan Demensi karang (cm) karang Tinggi Lebar 1 Acropora -1 53 88 2 Acropora - 2 48 67 3 Porites 44 56 Lokasi penelitian berada pada lintang 5 46 10-5 46 9,8 dan bujur 106 34 2,4-106 34,2,43 yang terletak di daerah Pulau Karang Beras, Kepulauan Seribu. Pengambilan data ketiga tiga titik ulangan dilakukan pada kedalaman empat meter berdasarkan data echosounder. Pada Tabel 4 berikut merupakan titik ulangan, posisi dan kedalaman perairan. Tabel 4. Hasil pengamatan data posisi dan kedalaman Titik Bentuk pertumbuhan Posisi Kedalaman karang Lintang Bujur (m) 1 Acropora - 1 5 46 10 106 34 2,4 4 2 Acropora - 2 5 46 9,9 106 34 2,4 4 3 Porites 5 46 9,8 106 34 2,4 4 Echogram merupakan hasil rekaman jejak - jejak dari target yang terdeteksi. Echogram ini dapat memberikan informasi dengan tepat dimana dasar perairan dan objek lain pada proses integrasi. Hasil ekstrak data menggunakan perangkat lunak Matlab R2010a dengan syantax yang menghasilkan tampilan echogram dimana hasil penjabaran Sumbu x adalah ping dari nilai volume backscattering strength (SV) dengan unit decibel (db), sedangkan sumbu y merupakan kedalaman perairan dari titik pengamatan dengan unit meter (m). Kedalaman dasar laut dapat dihitung dari perbedaan waktu antara pengiriman dan hingga penerimaan pulsa suara kembali ke receiver. Pada Gambar 5 adalah echogram yang dihasilkan garis yang berwarna hitam di kedalaman sekitar 1,2 meter hingga 1,6 meter merupakan nilai hambur balik volume (SV) yang berasal dari permukaan bentuk pertumbuhan karang bercabang, manakalah di kedalaman 1,6 meter sampai 1,9 meter adalah nilai SV yang berasal dari dasar perairan. 9

10 Gambar 5 Hasil Echogram karang bercabang dan dasar perairan Hambur balik volume karang Acropora pertama Tampilan echogram pada Gambar 6a merupakan bentuk pertumbuhan bercabang genus Acropora pertama, Gambar 6b adalah dimensi karang di dalam beam dan Gambar 6c merupakan target karang bercabang Acropora objek pengamatan. Pengambilan data untuk target pertama ini berada pada posisi 5 46 10 LS dan 106 34 2,4 BT diambil pada kedalaman 4 m. Nilai rentang SV yang didapatkan sebesar (-17,51 ) - (-19,87) db dengan rata-rata -18,14 db± 0,76.

11 (a) (b) (c) Gambar 6 Echogram (a), dimensi karang di dalam beam (b), target karang bercabang pertama (c) Hambur balik volume karang Acropora kedua Tampilan echogram pada Gambar 7a merupakan bentuk pertumbuhan bercabang genus Acropora kedua, Gambar 7b adalah dimensi karang di dalam beam dan Gambar 7c merupakan target karang bercabang genus Acropora.

12 Pengambilan data pada target kedua ini berada pada posisi 5 46 9,9 LS dan 106 34 2,44 BT diambil pada kedalaman 4 m. Nilai rentang SV yang didapatkan sebesar (-17,51) - (-21,45) db dengan rata-rata -18,45 db ± 0,96. (a) (b) (c) Gambar 7 Echogram (a), dimensi karang dalam beam (b), target karang bercabang kedua (c)

13 Hambur balik volume karang Porites Tampilan echogram pada Gambar 8a merupakan bentuk pertumbuhan karang bercabang genus Porites. Manakala Gambar 8b dimensi karang di dalam beam dan Gambar 8c merupakan target karang ketiga genus Porites. Pengambilan data untuk target ketiga ini berada pada posisi 5 46 9,8 LS dan 106 34 2,4 BT diambil pada kedalaman 4 m. Nilai rentang SV yang didapatkan sebesar (-17,51) - (-23,67) db dengan rata-rata-17,56 db ± 0,55. (a) (b) (c) Gambar 8 Echogram (a), dimensi karang di dalam beam (b), target karang bercabang bercabang ketiga (c)

14 Hasil ketiga echogram diketahui nilai rata-rata SV bentuk pertumbuhan karang bercabang Acropora pertama -18,14 db, bentuk pertumbuhan karang bercabang Acropora kedua sebesar -18,45 db dan bentuk pertumbuhan karang bercabang Porites sebesar -17,56 db (Tabel 5), dapat dilihat nilai rata-rata SV yang paling besar adalah pada karang bercabang genus Porites, diikuti Acropora pertama dan rata-rata paling kecil adalah karang bercabang Acopora kedua. Bentuk pertumbuhan karang pertama dan kedua adalah dari genus Acropoda. Hasil bentuk pertumbuhan Acropoda pertama dan kedua diketahui nilai Acropora pertama lebih besar dari Acropora kedua, hal ini disebabkan perbedaan demensi karang dimana lebar karang Acropora pertama lebih lebar berbanding lebar karang Acropora kedua. sehingga nilai SV yang didapatkan lebih tinggi berbanding nilai SV karang bercabang kedua. Genus Acropora (Familia Acroporidae) memiliki bentuk koloni yang umumnya bercabang dan tergolong jenis karang cepat tumbuh. Karakteristik rangka kapur genus Acropora biasanya bercabang, septa umumnya mempunyai dua lingkaran, tidak mempunyai Columella, memiliki dinding koralit dan coenosteum yang rapuh (Syahrir 2012). Nilai SV bentuk pertumbuhan karang genus Porites yang menghasilkan nilai SV sebesar -17,56 db. Pertumbuhan karang genus Porites (Familia Poritidae) mempunyai beberapa karakteristik bentuk rangka kapur yaitu bentuk koloni ada yang flat (foliaceous atau encrusting), masif atau bercabang. Porites memiliki bentuk pertumbuhan yang lebih beragam, koralit pada Porites lebih besar, kokoh dan tidak ada elaborate thecal (perpanjangan dinding koralit), Porites memiliki koralit yang umumnya selalu terlihat septanya (Syahrir 2012) dan berdasarkan pengamatan secara langsung bentuk pertumbuhan karang genus Porites tidak ditumbuhi alga sekitarnya walaupun kondisinya sudah mati sehingga nilai pantulan yang diberi lebih besar. Pada penelitian lain menunjukan perbedaan terhadap nilai hambur balik yang didapatkan pada karang bentuk pertumbuhan bercabang. Ramantyas (2011) nilai SV yang didapatkan adalah -19,00 db, penelitian ini mengunakan SIMRAD EY 60 di perairan Kepulauan Seribu. Bemba (2011) nilai SV yang didapatkan dari bentuk pertumbuhan karang yang sama adalah -16,96 db penelitian ini mengunakan instrumen yang sama pada penelitian Ramantyas (2011). Kedua penelitian tersebut menggunakan frekuensi 120 khz sedangkan Hamuna (2013) dengan frekuensi 200 khz mendapat nilai SV -21,53 db. Keempat penelitian memiliki nilai SV yang berbeda pada bentuk pertumbuhan karang yang sama. Nilai SV yang berbeda dari setiap penelitian dapat saja terjadi. Ada beberapa penyebab terjadinya perbedaan pada nilai SV, diantaranya pengunaan alat instrumen yang berbeda dan frekuensi yang berbeda, frekuensi yang berbeda, lokasi penelitian, kondisi lingkungan pada saat pengambilan data, juga kondisi karang dan substrat itu sendiri.

15 Tabel 5 Rentang SV, rata-rata, Standar Deviasi karang Titik pengamatan Rentang SV (db) Rata-rata SV Std. (db) ± Deviasi Acropora - 1 (-17,51 ) - (-19,87) -18,14± 0,76 Acropora - 2 (-17,51) - (-21,45) -18,45± 0,96 Porites (-17,51) - (-23,67) -17,56± 0,55 Hambur balik volume substrat Dasar Perairan Substrat dasar perairan yang di integrasi merupakan substrat di mana ke -3 karang tersebut berada. Hasil rata-rata data substrat perairan pada ketiga titik pengamatan berkisar -23,60 hingga -25,01. Hal ini menunjukkan bahwa nilai hambur balik subsrat perairan tersebut lebih rendah dari nilai bentuk pertumbuhan karang bercabang. Pada umumnya tipe substrat dapat dikelompokkan ke dalam empat tipe yaitu pasir berlumpur, pasir, liat berpasir, dan liat. Pada penelitian ini substrat dapat dilihat secara visual sebagai pasir. Nilai hasil dari ketiga Substrat dasar perairan tersebut lenih rendah di bandingkan dengan nilai SV dari karang Acropora maupun Porites. Hal ini terjadi karena pasir memiliki porisitos yang lebih besar daripada karang dan berdasarkan kekerasannya pasir lebih lunak daripada karang. Menurut Hamilton, 2001 bahwa substrat dasar perairan yang lunak akan menghasilkan nilai amplitudo yang lemah sedangkan substrat dasar yang keras akan menghasilkan intensitas echo dengan nilai amplitudo yang tinggi. Tabel 6 Nilai rata-rata substrat dasar Titik penamatan Substrat dasar Std. Deviasi db ± Substrat 1-25,01 2,25 Substrat 2-23,18 2,08 Substrat 3-23,60 2,17 Berdasarkan nilai SV dasar perairan dan karang bercabang menandakan tekstur keduanya yang berbeda. Hal ini karena subsrat dasar perairan adalah pasir dimana tekstur pasir lebih lembut berbanding dengan tekstur karang bercabang yang keras, sehingga nilai pantulan karang bercabang lebih tinggi berbanding dengan dasar perairan. Hal ini menunjukkan bahwa tekstur dari karang bercabang memiliki ukuran partikel permukaan yang cukup keras atau besar yang dapat mengembalikan sinyal akustik dengan nilai volume bacscatttering strength (SV) yang lebih tinggi dibandingan substrat dasarnya. Pada penelitian wahyu (2009) dilaporkan substrat pasir memiliki nilai hambur balik pada kisaran -10,00 hingga -20,00dB.

16 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penelitian menunjukkan bahwa alat instrumen akustik Cruz pro dapat dipergunakan untuk mendeteksi nilai hambur balik dari bentuk pertumbuhan karang bercabang Acropora -18,14 db dan -18,45 db, Porites -17,56 db dan substrat dasar perairan (-25,01 db) (-23,18 db). Saran Saran pada penelitian selanjutnya perlu dilakukan penelitian dengan objek yang lebih banyak dengan luasan yang cukup besar menyamai luasan beam alat. DAFTAR PUSTAKA Bemba J. 2011. Identifikasi dan klasifikasi lifeform karang menggunakan metode akustik [tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Fachrurrozie A, Patria MP, Widiarti R. 2012. Pengaruh perbedaan intensitas cahaya terhadap kelimpahan zoozanthella pada karang bercabang (acropora) di Perairan Pulau Pari, Kepualauan Seribu. Jurnal Akutika, Vol 3, No,2, 115-124. Hamilton LJ. 2001. Acoustics Seabed Classification System. Fishermans Bend, Victoria (AU): DSTO Aeronautical and Maritime Research Laboratory. Hamuna B. 2013. Kuantifikasi Dan Klasifikasi Karang Berdasarkan Kuat Hambur Balik Menggunakan Metode Akustik Single Beam [tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Haruddina A, Purwanto E, Budiastuti S. 2011. Dampak kerusakan ekosistem terumbu karang terhadap hasil penangkapan ikan oleh nelayan secara tradisional di Pulau Siompu Kabupaten Buton Propinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal EKOSAINS, Vol. 3. Khairunisa NA, Kasmara H, Erawan TS, Natsir SM. 2012. Water conditions of coral reef with forminifera benthic as bioindicator based foram index in Baggai Island, Province Of Central Sulawesi. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, vol 4, No. 2, 335-345. Kunzmann A, Efendi Y. 1994. Kerusakan terumbu karang di perairan sepanjang pantai sumatera barat. Jurnal Pen. Perikanan Laut No.91, 48-56. Ramantyas RA. 2011. Analisis Nilai Hambur Balik Dari Jenis Lifeform Karang Dengan Menggunakan Simrad EY 60 Di Perairan Kepulauan Seribu [tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Suharsono, 1996. Jenis-jenis Karang yang Umum Dijumpai di Perairan Indonesia,

Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta Syahrir M. 2012. Sistematika dan Teknik Identifikasi Karang. Disampaikan pada acara Training Course: Karakteristik Biologi Karang, yang diselenggarakan oleh PSK-UI dan Yayasan TERANGI, serta didukung oleh IOI Indonesia. Wahyu R. 2009. Pengukuran Acoustic Backscattering Strength Dasar Perairan Selat Gaspar Dan Sekitarnya Menggunakan Instrumen Simrad EK60 [tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Wilkinson, C. 2002. Status of Coral Reefs of The World : 2002. Australian Institut of Marine Science. Australia. Yasser MF. 2013. Gambaran sebaran kondisi terumbu karang di perairan kecamatan Sangkulirang dan Sandara Kabupaten Kutai Timur. Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol.18. No.2. 17

18 LAMPIRAN Lampiran 1. Alat-alat yang digunakan pada penelitian 1. Laptop yang digunkan untuk display hasil perekaman 2. CruzPro Fishfinder 3. Transduser yang digunakan untuk pengambilan data 4. Kabel berwarna hitam yang menyambungkan transduser dengan transmiter. 5. Rangka paralon untuk pemasangan transduser 6. Aki ACCU

19 Lampiran 2. Data Pemeruman sebelum difilter Lampiran 3. Data Pemeruman setelah difilter

20 Lampiran 4. Pengolahan data di Matlab C=1516; ph=8; T=30; R=1.5; S=33; P1=1; f=200; A1=(8.86/C)*10^((0.78*pH)-5); f1=(2.8*((s/35)^0.5))*(10^(4-1245/(t+273))); A2=21.44*(S/C)*(1+(0.025*T)); P2=1-(1.37*(10^-4)*R)+(6.2*(10^- 9)*(R^2)); f2=(8.17*(10^(8-1990/(t+273))))/(1+0.0018*(s-35)); P3=1-(3.83*(10^-5)*R)+(4.9*(10^- 10)*(R^2)); A3=(3.964*(10^-4))-(1.146*(10^- 5)*T)+(1.45*(10^-7)*(T^2))-(6.5*(10^- 10)*(T^3)); alpha=((a1*p1*f1*(f^2))/((f^2)+(f1^2)))+(( A2*P2*f2*(f^2))/((f^2)+(f2^2)))+(A3*P3*(f ^2)); phi=3.14; tau=0.00299; makscount=255; sdt=11/2; AA=phi*(R*tan(sdt))^2; A=10*log(AA); SL=163; RS=-185; AVG=0; AG=-20.83; xx=data2; aa=xx(1:size(xx,1),18:size(xx,2)); aaa=rot90(aa); VR=20*(log10((aaa)/makscount)); SS=VR-AVG+AG-RS- SL+(40*log(R))+2*alpha/1000*R-A; SV=SS-10*log10(C*tau/2); %% Figure 1 %% figure('name','time Series of Scattering Volume','NumberTitle','on') imagesc(x,yy,sv); colorbar('xticklabel',{'sv (db)'},'xtick',[0.5],'xaxislocation','top'); % propertis % Title ('Echogram') ylabel('depth (m)') xlabel('ping Number') %% figure 2 %% figure('name','scattering Strength Vs Depth') plot(ss1,yy1,'-r') % propertis % Title ('Backscattering Strength') ylabel('depth (m)') xlabel('intensitas Backscattering Strength (db)') grid on hold on plot(sv1,yy1,'-b') legend ('SS','SV') %% figure 3 %% figure('name','scattering Strength Vs Depth') plot(sv1,'-b') % propertis % Title ('Scattering Volume 200 khz') ylabel('sv (db)') xlabel('time (ms)') grid on %% dendogram E1 dan E2%% A=[E1 E2]; B=[E1 E2]; X = [A;B]; Y = pdist(x,'cityblock'); Z = linkage(y,'average');t = cluster(z,'maxclust',2); [H,T] = dendrogram(z,'colorthreshold','default'); set(h,'linewidth',2) ylabel('distance cluster') xlabel('cluster') C=1516; ph=8; T=30; R=1.5; S=33; P1=1; f=200; A1=(8.86/C)*10^((0.78*pH)-5); f1=(2.8*((s/35)^0.5))*(10^(4-1245/(t+273))); A2=21.44*(S/C)*(1+(0.025*T)); P2=1-(1.37*(10^-4)*R)+(6.2*(10^- 9)*(R^2)); f2=(8.17*(10^(8-1990/(t+273))))/(1+0.0018*(s-35)); P3=1-(3.83*(10^-5)*R)+(4.9*(10^- 10)*(R^2)); A3=(3.964*(10^-4))-(1.146*(10^- 5)*T)+(1.45*(10^-7)*(T^2))-(6.5*(10^- 10)*(T^3));

21 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Kinabalu Sabah pada tanggal 7 Juni 1991 sebagai anak pertama dari pasangan Wasli Bin Suili dan Juriffah Binti Safflie. Penulis menjalani pendidikan menengah atas di Sekolah Menengah Sains Paul Beaufort. Setelah tamat sekolah menengah atas, Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor dan Masuk IPB di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada tahun 2009. Selama menempuh pendidikan sarjana penulis aktif menjadi anggota Persatuan Kebangsaan Pelajar Malaysia Di Indonesia. Penulis pernah menjadi Exco Kebudayaan dan Bendahari Persatuan tersebut. Sebagai syarat memperoleh gelar sarjana, penulis mengangkat tema penelitian dan karya tulis berupa akustik dengan judul Karakteristik Hambur Balik Volume Karang Bercabang Beserta Substrat Dasarnya Menggunakan Instrumen Akustik Cruzpro.