II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT,

BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA. A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA EKSEMINASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERKAIT DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016

Cita hukum Pancasila harus mencerminkan tujuan menegara dan seperangkat nilai dasar yang tercantum baik dalam Pembukaan maupun batang tubuh UUD 1945.

Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

12 Media Bina Ilmiah ISSN No

Makalah Mengenai Keberadaan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Dalam Ketatanegaraan Indonesia BAB I PENDAHULUAN

2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rak

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEWENANGAN DPD DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB III PENUTUP. dimaksudkan sebagai jalan untuk mewujudkan gagasan meniadakan. kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara.

Soal LCC 4 Pilar kehidupan berbangsa dan bernegara :)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 c. bahwa beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakila

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern sekarang ini, hampir semua negara mengklaim menjadi

CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA. Montisa Mariana

MAKALAH. Kedudukan dan Fungsi DPD dalam Kerangka Kelembagaan Legislatif Indonesia. Oleh : Dinoroy Marganda Aritonang

JANGAN DIBACA! MATERI BERBAHAYA!

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

KEWENANGAN MPR UNTUK MELAKUKAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

TINJAUAN YURIDIS KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH DALAM SISTEM KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA 1 Oleh: Adrian Fiski Oday 2

Fungsi, Tugas, dan Wewenang DPD, Hak dan Kewajiban Anggotanya Serta Kelemahan dari DPD Dalam UUD 1945

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB III. A. Urgensi Amandemen Undang Undang Dasar tahun 1945 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD NRI

BAB V. Kesimpulan. lahir dalam amandemen ketiga. Secara de facto DPD RI baru ada pada tanggal 1

LEMBAGA LEMBAGA NEGARA. Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.4 Metode penelitian

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perkembangan Pasca UU MD3/2014. Herlambang P. Wiratraman Unair

PENJELASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

- 4 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan

KEDUDUKAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH DALAM KELEMBAGAAN LEGISLATIF MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR 1945 MOH. DERMAWAN / D

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

Lex et Societatis, Vol. III/No. 2/Mar/2015/Edisi Khusus

KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI BIDANG LEGISLASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG

-2- demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mesk

FUNGSI LEGISLASI DPR PASCA AMANDEMEN UUD Sunarto 1

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara

Urgensi Menata Ulang Kelembagaan Negara. Maryam Nur Hidayat i-p enelit i P usat St udi Fakult as Hukum UI I

MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1

BAB II KAJIAN TEORETIK DAN KAJIAN NORMATIF

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

FUNGSI LEGISLASI DPD-RI BERDASARKAN PASAL 22D UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. atas hukum, yang kekuasaan tertinggi dalam negara berada di tangan rakyat.

BAB II TINJAUAN KEBERADAAN LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERTAMA: UNDANG-UNDANG TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD, DAN DPRD

ara urut ut UUD 1945 Hasil Amandemen

Tata Tertib DPR Bagian Kesatu Umum Pasal 99 Pasal 100 Pasal 101 Pasal 102

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan ilmu hukum tata negara, konstitusi diberi

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD

Reformasi Kelembagaan MPR Pasca Amandemen UUD 1945

KEDUDUKAN DAN FUNGSI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DI DALAM PROSES LEGISLASI PASCA AMANDEMEN UUD 1945 Oleh : Montisa Mariana, SH.,MH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan reformasi yang digalakkan oleh mahasiswa dan masyarakat

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pelaku sepenuhnya dari kedaulatan rakyat Indonesia, Presiden sebagai kepala

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk

Kedudukan dan Kewenangan Dewan Perwakilan Daerah dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

MPR sebelum amandemen :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada

KEWENANGAN LEGISLASI DEWAN PERWAKILAN DAERAH DALAM REFORMASI KELEMBAGAAN PERWAKILAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB I PENDAHULUAN. disingkat UUD RI Tahun 1945, adalah hukum dasar tertulis (basic law)

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32

IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN

BAB I PENDAHULUAN. Masa transisi Indonesia menuju demokrasi merupakan salah satu tahapan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) sebagaimana telah

LEMBAGA NEGARA DALAM PERSPEKTIF AMANDEMEN UUD 1945 H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

Transkripsi:

12 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Ketatanegaraan Indonesia Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUDNRI 1945) pada Pasal 1 Ayat (2) mengamanatkan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Selain itu, berdasarkan Pancasila maka dianut pula prinsip kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Sehingga untuk melaksanakan kedaulatan rakyat berdasarkan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, perlu diwujudkan lembaga perwakilan rakyat dan lembaga perwakilan daerah yang mampu mengejewantahkan nilai-nilai demokrasi serta dapat menyerap dan memperjuangakan aspirasi rakyat, termasuk kepentingan daerah, agar sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. 3 Amandemen UUD 1945 dilakukan sebanyak 4 tahap pada periode 1999-2002. Perubahan ini akhirnya berimplikasi juga terhadap lembaga perwakilan di Indonesia. Sehingga pada era reformasi, terjadi masa transisi menuju Indonesia baru dengan sistem ketatanegaraan yang sama sekali berubah secara fundamental dari sistem ketatanegaraan sebelumnya berdasarkan UUD 1945 yang asali. Salah satu gagasan fundamental yang sudah diadopsi yaitu anutan prinsip pemisahan 3 Penjelasan Umum Undang-Undang No. 16 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

13 kekuasaan (separation of power) dengan segala implikasinya sebagai ganti dari prinsip pembagian kekuasaan (distribution of power) yang berlaku sebelumnya dalam sistematika UUD 1945. Jika sebelumnya ditentukan dalam Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 bahwa kekuasaan untuk membentuk perundang-undangan berada di tangan Presiden dan dilakukan dengan persetujuan DPR, maka dalam perubahan pertama dan kedua UUD 1945 Pasal 20 ayat (1) kekuasaan untuk membentuk undang-undang (UU) itu ditegaskan berada ditangan DPR, sedangkan Presiden menurut Pasal 5 ayat (1) yang baru ditentukan hanya berhak mengajukan rancangan undang-undang (RUU) kepada DPR. Perubahan ini menegaskan terjadinya pergeseran kekuasaan legislatif dari Presiden ke DPR, dengan konsekuensi berubah pula pengertian tentang anutan prinsip pembagian kekuasaan menjadi pemisahan kekuasaan seperti dipahami selama ini. 4 Latar Belakang Amandemen UUD 1945: 1. Undang-Undang Dasar 1945 membentuk struktur ketatanegaraan yang bertumpu pada kekuasaan tertinggi di tangan MPR yang sepenuhnya melaksanakan kedaulatan rakyat. Hal ini berkaitan pada tidak terjadinya checks and balances pada institusi-institusi ketatanegaraan. 2. Undang-Undang Dasar 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada pemegang kekuasaan eksekutif (Presiden). Sistem yang dianut UUD 1945 adalah executive heavy yaitu kekuasaan dominan berada di tangan Presiden dilengkapi dengan berbagai hak konstitusional yang lazim disebut hak prerogatif (antara lain: memberi grasi, amnesty, abolisi dan rehabilitasi) 4 Jimly Asshiddiqie, Pokok-pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, 2007, hlm,. 153.

14 dan kekuasaan legislatif karena memiliki kekuasaan membentuk undangundang. 3. UUD 1945 mengandung pasal-pasal yang terlalu luwes dan fleksibel sehingga menimbulkan lebih dari satu penafsiran (multitafsir), misalnya Pasal 7 UUD 1945 (sebelum diamandemen). 4. UUD 1945 terlalu banyak memberii kewenangan kepada kekuasaan Presiden untuk mengatur hal-hal penting dengan undang-undang. Presiden juga memegang kekuasaan legislatif sehingga Presiden dapat merumuskan hal-hal penting sesuai kehendaknya dalam undang-undang. 5 Tuntutan reformasi melalui perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 telah mengakibatkan terjadinya perubahan dan sistem ketata negaraan Indonesia. Salah satu perubahan tersebut terjadi pada kelembagaan negara dengan bertambahnya lembaga Dewan Perwakilan Daerah (selanjutnya disebut DPD). Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 yang dilaksanakan pada tahun 2001 dalam Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, secara yuridis sebagai dasar kehadiran lembaga baru dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia yaitu Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia yang diatur dalam Pasal 22C dan Pasal 22D. Sebagai tindaklanjut dari Pasal 22C dan Pasal 22D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengaturan dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan DPD diatur dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 5 M. Iqbal Hasan, Pokok-pokok Materi Pendidikan Pancasila, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm.77 78.

15 Setelah perubahan Keempat UUD 1945, keberadaan MPR yang selama ini disebut sebagai lembaga tertinggi negara itu memang telah mengalami perubahan yang sangat mendasar, akan tetapi keberadaannya tetap ada sehingga sistem yang kita anut tidak dapat disebut sistem bikameral ataupun satu kamar, melainkan sistem tiga kamar (trikameralisme), perubahan-perubahan mendasar dalam kerangka struktur parlemen Indonesia itu memang telah terjadi mengenai hal-hal sebagai berikut. Pertama, susunan keanggotaan MPR berubah secara struktural karena dihapuskannya keberadaan Utusan Golongan yang mencerminkan prinsip perwakilan fungsional (functional representation) dari unsur keanggotaan MPR. Dengan demikian, anggota MPR hanya terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang mencerminkan prinsip perwakilan daerah (regional representatif). Kedua, bersamaan dengan perubahan yang bersifat struktural tersebut, fungsi MPR juga mengalami perubahan mendasar (perubahan fungsional). Majelis ini tidak lagi berfungsi sebagai supreme body yang memilik kewenangan tertinggi dan tanpa kontrol, dan karena itu kewenangannyapun mengalami perubahan-perubahan mendasar. 6 Sebelum diadakannya perubahan UUD, MPR memiliki 6 (enam) kewenangan yaitu: (a) menetapkan Undang-Undang Dasar dan Mengubah Undang-Undang Dasar, (b) menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara, (c) memilih Presiden dan Wakil Presiden, (d) meminta dan menilai pertanggungjawaban Presiden, (e) memberihentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden. 6 Jimly Asshiddiqie, Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keempat UUD Tahun 1945, Makalah Penegakan Hukum dalam Era Pembangunan Berkelanjutan, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI, Denpasar, 14 18 Juli 2003, hlm.15

16 Sekarang, setelah diadakannya perubahan UUD 1945, kewenangan MPR berubah menjadi: (a) menetapkan Undang-Undang Dasar dan/atau Perubahan UUD, (b) melantik Presiden dan Wakil Presiden, (c) memberihentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden, (d) menetapkan Presiden dan/atau Wakil Presiden pengganti sampai terpilihnya Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana messtinya. Ketiga, diadopsinya prinsip pemisahan kekuasaan (separation of power) secara tegas antara fungsi legislatif dan eksekutif dalam perubahan pasal 5 ayat (1) juncto pasal 20 ayayt (1) dalam perubahan pertama UUD 1945 yang dipertegas lagi dengan tambahan pasal 20 ayat (5) perubahan kedua UUD 1945. Dalam perubahan-perubahan tersebut ditegaskan bahwa kekuasaan membentuk Undang- Undang berada di tangan DPR, meskipun Presiden sebagai kepala pemerintahan eksekutif tetap diakui haknya untuk mengajukan sesuatu rancangan Undang- Undang. Dengan perubahan ini berarti UUD 1945 tidak lagi menganut sistem MPR berdasarkan prinsip Supremasi parlemen dan sistem pembagian kekuasaan (distribution of power) oleh lembaga tertinggi MPR ke lembaga-lembaga Negara di bawahnya. Keempat, diadopsinya prinsip pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dalam satu paket secara langsung oleh rakyat dalam ketentuan pasal 6A ayat (1) perubahan ketiga UUD 1945 yang sekaligus dimaksud untuk memperkuat dan mempertegas anutan sistem presidensial dalam UUD 1945. 7 Dengan sistem pemilihan langsung oleh rakyat itu, maka konsep dan sistem pertanggung jawaban Presiden tidak lagi dilakukan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat, tetapi 7 Ibid, hlm. 16

17 juga langsung kepada rakyat. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa dalam hubungannya dengan pengorganisasian kedaulatan rakyat, kedaulattan yang ada ditangan rakyat itu, sepanjang menyangkut fungsi legislatif, dilakukan oleh MPR yang terdiri atas dua kamar dewan, sedangkan dalam bidang eksekutif dilakukan oleh Presiden dan Wakil Presiden sebagai satu paket kepemimpinan eksekutif yang dipilih langsung oleh rakyat. 8 Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dulu dikenal sebagai lembaga tertinggi negara, dimasa depan berubah menjadi nama dari lembaga perwakilan rakyat Indonesia yang terdiri atas Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah yang secara bersama-sama kewenangannya sederajat dengan Presiden dan Wakil Presiden, serta dengan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. 2.2. Pengertian Dewan Perwakilan Daerah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Dewan Perwakilan Daerah, selanjutnya disingkat DPD, adalah Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 9 DPD adalah lembaga perwakilan daerah. Sesuai dengan namanya ia mewakili kepentingan daerah, yaitu daerah asal provinsi pemilihan anggotanya. Namun, pada hakikatnya, yang dimaksud dengan daerah itu bukanlah pemerintah daerah, melainkan rakyat pemilih dari daerah provinsi yang bersangkutan. Artinya, DPD 8 Ibid, hlm. 16 17 9 Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 16 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Dewan Perwakilan Daerah

18 dan DPR pada hakikatnya sama-sama merupakan lembaga perwakilan rakyat, hanya bedanya, anggota DPR dipilih melalui peranan partai politik, sedangkan anggota DPD dipilih tanpa melibatkan peranan partai politik. 10 Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945, lembaga negara dibedakan berdasarkan fungsi dan perannya. Dewan Perwakilan Daerah adalah salah satu lembaga negara baru yang oleh konstitusi diberikan kewenangan sejajar dengan lembaga lainnya. Jadi walaupun Dewan Perwakilan Daerah merupakan lembaga yang tergolong baru dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, namun lembaga ini mempunyai kewenangan yang sejajar dengan lembaga lain yang ada sebelumnya seperti MPR, DPR, Presiden, MA dan lain-lain. Reformasi telah membawa beberapa perubahan pada sistem ketatanegaraan Republik Indonesia yang ditandai dengan perubahan UUD 1945 yang didalamnya juga mengatur pembentukan lembaga Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI. Mengenai Dewan Perwakilan Daerah, yang menjadi gagasan dasar pembentukannya adalah keinginan untuk lebih mengakomodasi aspirasi daerah dan sekaligus memberi peran yang lebih besar kepada daerah dalam proses pengambilan keputusan politik untuk soal-soal yang berkaitan dengan daerah. Ketentuan BAB VIIA Pasal 22C dan 22D dalam UUD 1945 yang mengatur keberadaan DPD dalam struktur ketatanegaraan Indonesia antara lain dimaksudkan untuk: (1) Memperkuat ikatan daerah-daerah dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan pemperteguh persatuan kebangsaan seluruh daerah; 10 Jimly Assjiddiqie, Op Cit, hlm. 189

19 (2) Meningkatkan agregasi dan akomodasi aspirasi dan kepentingan daerahdaerah dalam perumusan kebijakan nasional berkaitan dengan negara dan daerah-daerah; (3) Mendorong percepatan demokrasi, pembangunan dan kemajuan daerah secara serasi dan seimbang. Dibentuknya Dewan Perwakilan Daerah dilandasi untuk menciptakan checks and balances di tubuh parlemen itu sendiri, agar produk perundang-undangan yang dibuat lebih bersifat aspiratif. Prinsip checks and balances dimaksudkan supaya antara lembaga satu dengan lainnya ada saling kontrol dan adanya keseimbangan kewenangan dan supaya tidak ada dominasi kekuasaan dari satu lembaga yang lain. 11 2.3. Kewenangan Dewan Perwakilan daerah Berbicara mengenai kewenangan DPD sebagai lembaga perwakilan, hal ini tidak mungkin dilepaskan dari konsepsi demokrasi. Dalam konsepsi demokrasi terkandung asas dasar, yakni kedaulatan rakyat menentukan jalannya pemerintahan. Perwujudan asas ini dalam kehidupan pemerintah sehari-hari tergambar dari keikutsertaan rakyat memutuskan kebijakan-kebijakan pemerintah. DPD selaku lembaga perwakilan daerah yang memiliki karakter keterwakilan berdasarkan daerah-daerah pada hakikatnya memiliki karakter yang lebih luas dari DPR, karena dimensi keterwakilannya berdasarkan seluruh rakyat yang terdapat pada daerah-daerah tersebut. Untuk itu, pengaturan kewenangan DPD yang merupakan lembaga perwakilan daerah dan sebagai sebuah lembaga negara, 11 Ni matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 106.

20 sebagai perwujudan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945, hendaknya merupakan dasar perumusan kewenangan DPD. Kewenangan UUD 1945 mengatur keberadaan lembaga DPD di dalam struktur ketatanegaraan Indonesia antara lain dimaksudkan guna memperkuat ikatan daerah-daerah dalam wadah NKRI dan memperkokoh persatuan kebangsaan seluruh wilayah nusantara, meningkatkan agregasi dan akomodasi aspirasi dan kepentingan daerah-daerah dalam perumusan kebijakan nasional berkaitan dengan negara dan daerah-daerah, serta serasi dan seimbang. Keberadaan DPD diharapkan dapat menjembatani kepentingan pusat dan daerah, serta memperjuangkan kepentingan masyarakat dan daerah dalam kebijakan nasional. Selain itu keberadaan DPD diharapkan dapat memperkuat sistem parlemen yang pada gilirannya dapat memperkuat demokrasi. 12 Pemberian ruang partisipasi daerah dalam penyelenggaraan negara secara nasional untuk bersama-sama menentukan kebijakan nasional tidak memiliki makna ketika jembatan penghubung antara daerah dan pusat, terutama yang berpusat di parlemen hanya sebagai hiasan pelembagaan saja. Alasannya posisi DPD sebagai subordinated DPR, sehingga menjadikan lembaga ini tidak dapat memperjuangkan kepentingan dari daerah yang mereka wakili. Secara politik, DPD sebagai lembaga tinggi belum mampu menunjukkan taring politiknya untuk lebih menunjukkan eksistensi dan kinerja yang efektif dalam sistem parlemen di Indonesia. Sebab, peran DPD dalam menjalankan fungsi legislasi yang dimiliki, tidak diikuti dengan pemberian kekuasaan dan kewenangan yang memadai. 12 Sekretariat Jendral DPD RI, Hasil-hasil Pelaksanaan Tugas Konstitusional Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Jakarta, 2008, hlm. 111.

21 Adapun diketahui kekuasaan dan kewenangan yang diberikan kepada DPD dalam membuat UU terbatas, itupun tidak ada jaminan apakah disetujui oleh DPR. Sedangkan untuk masalah lainnya, dalam hal perimbangan dan pengawasan, juga tanpa ada jaminan akan diterima oleh DPR. Dalam keadaan seperti ini, akan sulit bagi DPD untuk memainkan fungsi sebagai parlemen yang kedua, karena memang kewenangannya terbatas. 13 Mengenai kewenangan DPD telah di tentukan dalam Pasal 22D UUD 1945 yang menetapkan: (1) Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; (2) Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas Rancangan Undang-Undang APBN dan Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama; (3) Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya 13 Efriza dan Syafuan Rosi, Parlemen Indonesia Geliat Volksraad hingga DPD Menembus Lorong Waktu Doloe, Kini, dan Nanti, Cet kesatu, CV Afabeta, Bandungn, 2010, hlm. 561.

22 alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pendidikan dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindak lanjuti. (4) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syaratnya dan tata caranya diatur dalam udang-undang. Selain tugas pokok yang melekat padanya, DPD juga memiliki kewenangan lainnya yang ditetapkan dalam Pasal 23E ayat (2) yaitu; Hasil pemeriksaan keuangan Negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan kewenangannya. Dengan demikian DPD juga menerima hasil pemeriksaan keuangan negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sesuai dengan kewenangannya. Kemudian dalam Pasal 23E ayat (1) menyebutkan; Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden. Pasal ini menegaskan bahwa DPD memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota BPK. Dasar normatif pengatur kewenangan konstitusioanal DPD diatur dalam Pasal 22D ayat (1), ayat (2), ayat (3) UUD 1945. Adapun Pasal 22D ayat (1), ayat (2), ayat (3) menyebutkan bahwa: (1) Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah,

23 hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. (2) Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama. (3) Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai; otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindak lanjuti. Dari dasar pengaturan kewenangan konstitusional di atas, DPD memiliki 3 (tiga) fungsi, fungsi legislasi, pertimbangan dan pengawasan. Ketiga fungsi DPD ini bersifat terbatas, karena pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut terbatas pada bidangbidang tertentu saja yang menjadi kewenangan DPD.

24 Sebagai tindak lanjut dari pengaturan DPD dalam konstitusi maka Undang- Undang No. 16 Tahun 2014 mengatur juga mengenai fungsi, tugas dan wewenang DPD. Dalam Pasal 223 Undang-Undang No. 16 Tahun 2014 menetapkan fungsi DPD sebagai berikut: (1) DPD mempunyai fungsi: a. Pengajuan usul kepada DPR mengenai rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; b. Ikut dalam pembahasan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; c. Pemberian pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang tentang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undangundang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama; dan d. Pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama. (2) Fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijalankan dalam kerangka perwakilan daerah.

25 Kemudian Pasal 224 Undang-Undang No. 16 Tahun 2014 menetapkan DPD memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut: (1) DPD mempunyai tugas dan wewenang: a. dapat mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah; b. ikut membahas bersama DPR dan Presiden rancangan undang-undang yang berkaitan dengan hal sebagaimana dimaksud dalam huruf a; c. ikut membahas bersama DPR dan Presiden rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden atau DPR, yang berkaitan dengan hal sebagaimana dimaksud dalam huruf a; d. memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang tentang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama; e. dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama; f. menyampaikan hasil pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan

26 sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti; g. menerima hasil pemeriksaan atas keuangan Negara dari BPK sebagai bahan membuat pertimbangan kepada DPR tentang rancangan undangundang yang berkaitan dengan APBN; h. memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota BPK; dan i. ikut serta dalam penyusunan program legislasi nasional yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. (2) Dalam menjalankan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, anggota DPD dapat melakukan rapat dengan pemerintah daerah, DPRD dan unsur masyarakat di daerah pemilihannya. 2.4. Konsep Dewan Perwakilan daerah Setelah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012 Pasca putusan MK telah terjadi perubahan terhadap fungsi legislasi DPD. Hal ini dapat diuraikan terhadap kaitannya dengan lima pokok persoalannya yaitu sebagai berikut: 1. Kewenangan DPD dalam mengusulkan RUU sebagaimana diatur di dalam Pasal 22D ayat (1) UUD 1945, harus diperlakukan setara dengan RUU dari Presiden dan DPR. Proses selama ini sebelum putusan MK, menempatkan RUU dari DPD sebagai RUU usul DPD, kemudian dibahas oleh Badan

27 Legislasi DPR, dan menjadi RUU dari DPR. Hal ini dianggap mereduksi kewenangan DPD untuk mengajukan RUU yang telah ditentukan dalam pasal 22D Ayat (1) UUD 1945. Dalam Putusannya, Makhkamah berpendapat bahwa 14 : Kewenangan DPD yang dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah bisa dimaknai juga sebagai sebuah hak dan/atau kewenangan, sehingga analog atau sama dengan hak dan/atau kewenangan konstitusional Presiden dalam Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan, Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Dengan demikian, DPD mempunyai posisi dan kewenangan yang sama dengan DPR dan Presiden dalam hal mengajukan RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Sehingga, kewenangan DPD dibidang legislasi tidak lagi sebagai subordinat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), melainkan setara dengan DPR dan Presiden. 14 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012, hlm. 245

28 2. Selanjutnya, DPD berhak dan/atau berwenang untuk mengusulkan dan membahas RUU tertentu sejak awal hingga akhir tahapan. Disebutkan dalam putusan MK terkait pendapat Mahkamah, bahwa: 15 Kewenangan DPD untuk membahas RUU telah diatur dengan tegas dalam Pasal 22D ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan, Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah, serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama. Berdasarkan ketentuan tersebut, DPD sebagai lembaga negara mempunyai hak dan/atau kewenangan yang sama dengan DPR dan Presiden dalam membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Penggunaan frasa ikut membahas dalam Pasal 22D ayat (2) UUD 1945 karena Pasal 20 ayat (2) UUD 1945 telah menentukan dengan tegas bahwa setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama. Penggunaan frasa ikut membahas adalah wajar karena Pasal 20 ayat (2) UUD 1945 disahkan pada Perubahan Pertama UUD 15 Ibid, hlm. 246 247

29 1945 tahun 1999, sedangkan Pasal 22D ayat (2) UUD 1945 disahkan pada Perubahan Ketiga UUD 1945 pada tahun 2001. Hal itu berarti bahwa, ikut membahas harus dimaknai DPD ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah, bersama DPR dan Presiden. Dengan demikian, pembahasan RUU harus melibatkan DPD sejak memulai pembahasan pada Tingkat I oleh komisi atau panitia khusus DPR, yaitu sejak menyampaikan pengantar musyawarah, mengajukan, dan membahas Daftar Inventaris Masalah (DIM) serta menyampaikan pendapat mini sebagai tahap akhir dalam pembahasan di Tingkat I. Kemudian DPD menyampaikan pendapat pada pembahasan Tingkat II dalam rapat paripurna DPR sampai dengan sebelum tahap persetujuan. Menurut Mahkamah Konstitusi, pembahasan RUU dari DPD harus diperlakukan sama dengan RUU dari Presiden dan DPR. Terhadap RUU dari Presiden, Presiden diberikan kesempatan memberikan penjelasan, sedangkan DPR dan DPD memberikan pandangan. Begitu pula terhadap RUU dari DPR, DPR diberikan kesempatan memberikan penjelasan, sedangkan Presiden dan DPD memberi pandangan. Hal yang sama juga diperlakukan terhadap RUU dari DPD, yaitu DPD diberikan kesempatan memberi penjelasan, sedangkan DPR dan Presiden memberikan pandangan. Konstruksi UUD 1945 mengenai pembahasan RUU antara Presiden dan DPR, serta DPD (dalam hal terkait RUU tertentu) dilakukan antara lembaga negara, sehingga DIM, diajukan

30 oleh masing-masing lembaga negara, dalam hal ini bagi DPR seharusnya DIM diajukan oleh DPR, bukan DIM diajukan oleh fraksi. Sehingga dalam hal ini, pembahasan RUU dari DPD harus diperlakukan sama dengan RUU dari Presiden dan DPR. 3. Kewenangan DPD tetap berhenti pada persetujuan atau pengesahan RUU menjadi undang-undang (UU). Hal ini dikarenakan secara eksplisit UUD 1945 telah membatasi ketentuan mengenai hal tersebut. Sehingga ketentuan limitatif tersebut pada dasarnya adalah kehendak konstitusi. Dalam putusan MK disebutkan bahwa 16 : Bahwa Pasal 20 ayat (2) UUD 1945 mengandung dua kewenangan, yaitu kewenangan untuk membahas dan kewenangan untuk menyetujui bersama antara DPR dan Presiden, sedangkan Pasal 22D ayat (2) UUD 1945 hanya menegaskan DPD ikut membahas tanpa ikut memberi persetujuan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, menurut Mahkamah Konstitusi, DPD tidak ikut memberi persetujuan tehadap RUU untuk menjadi Undang- Undang; 4. Mahkamah Konstitusi juga memutuskan bahwa DPD ikut menyusun program legislasi nasional (prolegnas). Dalam putusan MK disebutkan bahwa 17 : Penyusunan Prolegnas sebagai instrument perencana program pembentukan Undnag-Undang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hak dan/atau kewenangan untuk mengajukan RUU yang dimiliki DPD. Berdasarkan Pasal 16 dan Pasal 17 UU 12/2011, perencanaan penyusunan Undng-Undang dilakukan dalam Prolegnas yang merupakan skala prioritas program 16 Ibid, hlm. 248 17 Ibid, hlm. 249

31 pembentukan Undang-Undang dalam rangka mewujudkan sistem hukum nasional. Dengan demikian, RUU yang tidak masuk dalam prolegnas tidak menjadi prioritas untuk dibahas. Apabila DPD tidak terlibat atau tidak ikut serta menentukan Prolegnas, maka sangat mungkin DPD tidak dapat melaksanakan wewenangnya untuk mengajukan RUU sebagaimana dimaksud Pasal 22D ayat (1) UUD 1945, karena dapat saja RUU tersebut tidak menjadi prioritas sehingga tidak akan dibahas. 5. Kewenangan DPD untuk memberikan pertimbangan dalam hal RUU terkait APBN, pajak, pendidikan dan agama oleh DPD tetap tidak bisa dimaknai sebagai kewenangan untuk ikut membahas RUU tersebut pula. Dalam putusan MK disebutkan bahwa 18 : Makna memberikan pertimbangan sebagaimana yang dimaksud 22D ayat (2) UUD 1945 adalah tidak sama dengan bobot kewenangan DPD untuk ikut membahas RUU. Artinya, DPD memberikan pertimbangan tanpa ikut serta dalam pembahasan dan merupakan kewenangan DPR dan Presiden untuk menyetujui atau tidak menyetujui pertimbangan DPD sebagian atau seluruhnya. Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012 memberikan perubahan pola legislasi DPD. Dalam putusannya, dapat dilihat kewenangan DPD di bidang legislasi tidak lagi subordinat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), melainkan setara dengan DPR dan Presiden. Selanjutnya, DPD berhak dan/atau berwenang untuk mengusulkan dan membahas RUU tertentu sejak awal hingga akhir tahapan, namun kewenangan 18 Ibid, hlm. 249

32 DPD tetap berhenti pada persetujuan pengesahan RUU menjadi Undang-Undang (UU). Hal ini dikarenakan secara eksplisit UUD 1945 telah membatasi ketentuan mengenai hal tersebut. Sehingga ketentuan limitatif tersebut pada dasarnya adalah kehendak konstitusi. MK juga memutuskan bahwa DPD ikut menyusun Program Legislasi Nasional (Prolegnas).