Mulat Sari Widhiasih 13/348224/TK/40835 Francisca Larasati 13/348226/TK/

dokumen-dokumen yang mirip
J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,-

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi

ISOLASI BAHAN ALAM. 2. Isolasi Secara Kimia

BAB I PENDAHULUAN. Boiler merupakan salah satu unit pendukung yang penting dalam dunia

Abstrak. Tumbuhan perdu setengah merambat dengan percabangan memanjang. Daun

membantu pemerintah dalam menanggulangi masalah pengangguran dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan

Prarancangan Pabrik Biodiesel dari Biji Tembakau dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Alumunium Sulfat dari Asam Sulfat dan Kaolin Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. berupa karbohidrat, protein, lemak dan minyak (Sirait et al., 2008).

I PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim

Teknik Bioenergi Dosen Pengampu: Dewi Maya Maharani. STP, M.Sc

BAB I PENDAHULUAN. Etanol disebut juga etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. menurun. Penurunan produksi BBM ini akibat bahan bakunya yaitu minyak

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Prarancangan Pabrik Dietil Eter dari Etanol dengan Proses Dehidrasi Kapasitas Ton/Tahun Pendahuluan

PRODUK BIOETANOL DARI PATI MANGGA (Mangifera Indica L.) DENGAN PROSES HIDROLISA ENZIM DAN FERMENTASI

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

I. PENDAHULUAN. organik disamping pupuk anorganik (Rubiyo dkk., 2003). Pupuk organik tersebut

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, mulai dari teh, kopi, karet, kakao, kelapa, rempah-rempah

BAB I PENDAHULUAN. tangga, industri, pertambangan dan lain-lain. Limbah berdasarkan sifatnya

BAB I PENDAHULUAN Sebagian besar produksi dihasilkan di Afrika 99,1 juta ton dan 33,2 juta ton

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan

BAB II LANDASAN TEORI

II. DESKRIPSI PROSES

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nurul Faqih

I. PENDAHULUAN. komoditi tanaman perkebunan yang menghasilkan minyak dan sebagai komoditi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari

BAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Menurut Kementerian Pertanian Indonesia (2014) produksi nangka di

II. TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari ber.ua Amerika, selanjutnya berkembang meiuas di se'.uiuh dur.ia

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini meningkat. Pada tahun

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup.

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

BAB I PENDAHULUAN. Ethanol banyak dipergunakan dalam berbagai aspek kehidupan, baik industri

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia semakin tahun

I. PENDAHULUAN. Telur merupakan sumber protein hewani yang baik, murah dan mudah

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini.

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH

7 HIDROLISIS ENZIMATIS DAN ASAM-GELOMBANG MIKRO BAMBU BETUNG SETELAH KOMBINASI PRA-PERLAKUAN SECARA BIOLOGIS- GELOMBANG MIKRO

KUALITAS BIOETANOL LIMBAH PADAT BASAH TAPIOKA DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri di Indonesia saat ini berlangsung sangat pesat seiring

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Proyeksi tahunan konsumsi bahan bakar fosil di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kelapa merupakan tanaman yang dapat tumbuh di semua

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan konsumsi minyak goreng meningkat. Selain itu konsumen

Kehidupan. Senyawa kimia dalam jasad hidup Sintesis dan degradasi. 7 karakteristik kehidupan. Aspek kimia dalam tubuh - 2

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. anorganik dan limbah organik. Limbah anorganik adalah limbah yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. samping itu, tingkat pencemaran udara dari gas buangan hasil pembakaran bahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Propilen Glikol dari Proplilen Oksida dan Air dengan Proses Hidrasi Kapasitas Ton / Tahun BAB I PENDAHULUAN

MENGELOMPOKKAN SIFAT-SIFAT MATERI

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

MAKALAH KIMIA ANALITIK

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya

PENDAHULUAN. Latar Belakang. meningkat. Peningkatan tersebut disebabkan karena banyak industri yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara bagian tropis yang kaya akan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dilaporkan sekitar 5,30 juta hektar jumlah hutan itu telah rusak (Gunarto, 2004).

PEMBUATAN BIOETHANOL DARI AIR CUCIAN BERAS (AIR LERI) SKRIPSI. Oleh : CINTHYA KRISNA MARDIANA SARI NPM

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan sudah tidak layak jual atau busuk (Sudradjat, 2006).

KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd

Prarancangan Pabrik Asam Oksalat dari Tetes dengan Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN

PENGAMBILAN PEKTIN DARI AMPAS WORTEL DENGAN EKSTRAKSI MENGGUNAKAN PELARUT HCl ENCER

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kitin dan kitosan merupakan biopolimer yang secara komersial potensial

Prarancangan Pabrik Karbon Aktif Grade Industri Dari Tempurung Kelapa dengan Kapasitas 4000 ton/tahun BAB I PENGANTAR

BAB 1 PENDAHULUAN Judul Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

BAB I PENDAHULUAN. adalah salak. Salak merupakan buah meja yang cara mengonsumsinya tidak

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka. Penelitian, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat Penelitian.

Respon Vinir Mahoni Terhadap Perekat TUF Dari Ekstrak Serbuk Gergajian Kayu Merbau (Intsia Sp.)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Prarancangan pabrik isopropil asetat dari asam asetat dan propilen kapasitas ton / tahun

PRARANCANGAN PABRIK DIBUTYL PHTHALATE DARI PHTHALIC ANHYDRIDE DAN N-BUTANOL KAPASITAS TON/TAHUN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. digantikan oleh pewarna sintetik. Selain harganya lebih murah, proses

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

Transkripsi:

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Pewarna merupakan salah satu bahan yang sangat luas penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari, terutama pada produk tekstil. Kebutuhan penduduk Indonesia terhadap tekstil cukup besar yaitu 7,5 kg/kapita/tahun. Kebutuhan ini selalu mengalami kenaikan setiap tahun, sehingga kebutuhan pewarna tekstil juga semakin meningkat. Sebagian besar industri di Indonesia masih menggunakan zat warna sintetis. Sebesar 64% pewarna tekstil dikuasai oleh 2 perusahaan besar yaitu PT Dystar CI dan Dylon, Inc (Naibaho, 2014). PT Dystar CI beroperasi di Cilegon, sedangkan produk dari Dylon, Inc diimpor dari Inggris. Pewarna sintetis memiliki beberapa kelebihan yaitu mudah diproduksi, memiliki intensitas warna dan variasi warna yang lebih baik daripada pewarna alami, serta lebih murah. Pewarna sintetis dibuat dari bahan baku yang tergantung pada sumber daya petrokimia. Namun beberapa pewarna sintetis mengandung bahan yang bersifat karsinogenik, toksik, dan tidak ramah lingkungan. Untuk mengatasi hal tersebut, pewarna alami dapat menjadi alternatif pilihan pewarna yang ramah lingkungan dan aman (Yernisa, 2013). Salah satu bahan baku alternatif yang menjanjikan adalah tanin. Tanin dapat diperoleh dari hampir semua jenis tumbuhan hijau, baik tumbuhan tingkat rendah maupun tumbuhan tingkat tinggi. Mangrove adalah nama sekelompok tumbuhan dari marga Rhizophora, suku Rhizophoraceae. Di Indonesia, tanaman mangrove ditanam dan dimanfaatkan untuk menahan erosi pantai dari gelombang badai, menahan lumpur, mengambil unsur logam berat dan sebagai suaka margasatwa. Selain itu kayu mangrove dimanfaatkan oleh industri sebagai bahan pembuat arang dan pembuat tiang bangunan (Kartaningsih dkk, 2011). Pemanfaatan mangrove sering kali hanya bagian inti kayu saja. Padahal dalam kulit kayu mangrove terutama jenis Rhizopora mucronata terdapat Francisca Larasati 13/348226/TK/40837 1

kandungan tanin yang tinggi terutama di bagian kulit kayunya. Kandungan tanin pada kulit kayu bakau mencapai 26% (Danarto dkk, 2011). Tanin yang terdapat di dalam kulit kayu mangrove adalah jenis condensed tannin (Kartikaningsih dkk, 2011). Salah satu perusahaan yang mengeksploitasi mangrove adalah PT. Bintuni Utama Murni Wood Industries (PT. BUMWI). PT. BUMWI mendapatkan izin pengelolaan hutan mangrove seluas 82.120 hektar. PT BUMWI mengolah kayu hasil eksploitasi mangrove untuk chips sebagai bahan baku pulp (www.bumwimangrove.com). Meskipun sudah mengambil mangrove dengan mempertimbangkan kelestarian lingkungan, PT BUMWI membuang kulit kayu mangrove karena dianggap mempercepat pembusukkan kayu (Innah, 2005). Oleh karena itu, perlu didirikan pabrik pewarna alami dari limbah kulit kayu mangrove. Pendirian pabrik pewarna alami ini selain menghasilkan pewarna alami yang dapat mengurangi impor pewarna tekstil Indonesia. Selain itu pendirian pabrik ini diharapkan mampu dapat mengurangi penumpukan kulit kayu limbah, menambah lapangan pekerjaan baru, dan menambah tingkat kesejahteraan bagi penduduk sekitar. Kapasitas pabrik yang akan dibangun disesuaikan dengan ketersediaan limbah kayu yang ada. Eksploitasi tanaman mangrove dibatasi dengan allowable cut agar tetap menjaga ekosistem hutan mangrove. Annual allowable cut PT. BUMWI adalah 223.994 m 3 /tahun (www.bumwimangrove.com). Sedangkan kulit kayu memiliki proporsi 10-20% dari batang kayu tergantung spesies dan kondisi pertumbuhan (Batubara, 2008). Ketersediaan kulit kayu yang ada di PT. BUMWI sebanyak 18.032 ton kulit kayu basah/tahun, sehingga kapasitas prarancangan pabrik pewarna alami dari kulit kayu tanaman mangrove ini dirancang dengan kapasitas 1700 ton/tahun. B. Tinjauan Pustaka Pohon mangrove tumbuh di rawa-rawa, air payau, maupun perairan pantai yang mengalami pasang surut air laut. Tumbuhan ini memiliki ciri-ciri Francisca Larasati 13/348226/TK/40837 2

akar tunjang, daun tunggal, bunga berkelompok dalam payung tambahan yang bertangkai, buah berbentuk telur memanjang, diameter batang hingga 70 cm, dan tinggi 4-30 m. Kandungan tanin pada kulit kayu mangrove mencapai 26% (Danarto dkk, 2011). Ketersediaan kulit kayu mangrove sebagai bahan baku sangat melimpah di Indonesia. Indonesia mempunyai hutan mangrove yang cukup luas. Diperkirakan luasnya mencapai 4,25 juta hektar yang tersebar di sepanjang pantai dan muara-muara sungai (Hamidah, 2006). Tanin merupakan senyawa polifenol dengan berat molekul tinggi dan mempunyai gugus hidroksil dan karboksil sehingga tanin dapat membentuk ikatan kompleks dengan protein dan makromolekul lainnya pada kondisi lingkungan tertentu. Tanin memiliki struktur ikatan rangkap dua yang terkonjugasi pada polifenol sebagai kromofor (pembawa warna) dan adanya gugus OH sebagai auksosom (pengikat warna). Struktur ini menyebabkan tanin dapat memberikan warna coklat (Sibuea, 2015). Tanin diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu: a. Hydrolyzable Tannin Hydrolyzable tannin merupakan turunan asam galat yang mudah dihidrolisis oleh asam lemah atau basa lemah menghasilkan karbohidrat dan asam phenolik. b. Condensed Tannin Condensed tannin merupakan polimer yang terdiri dari 2 sampai 50 (atau lebih) unit flavonoid yang bergabung dengan ikatan karbon. Hal ini menyebabkan condensed tannin tidak rentan terhadap hidrolisis (Ismarani, 2012). Berdasarkan analisis HPLC, tanin yang berasal dari bakau jenis Rhizophora mucronata sebagian besar terdiri dari empat flavonoid monomer, yaitu catechin, epicatechin, epigallocatechin, dan epicatechin gallate (Danarto dkk, 2011). Struktur kimia tanin dapat dilihat pada gambar 1 berikut: Francisca Larasati 13/348226/TK/40837 3

Gambar 1. Struktur Inti Tanin (Sibuea, 2015) Tanin berguna sebagai penyamak kulit karena kemampuannya untuk mengendapkan protein tanpa mengubah sifat kimia dan fisika kulit. Selain itu tanin digunakan sebagi zat pewarna alami, pengawet minuman, bahan baku pembuatan obat-obatan, serta bahan pewarna sabun, pasta gigi, dan kosmetik (Danarto dkk, 2011). Pengambilan zat warna dari kulit kayu dilakukan dengan cara ekstraksi. Ekstraksi adalah pemisahan zat berdasarkan perbedaan kelarutan. Proses ini menggunakan pelarut yang dapat melarutkan zat yang dapat diinginkan namun tidak melarutkan zat lain yang tidak diinginkan (Walas, 1990). Francisca Larasati 13/348226/TK/40837 4

Ekstraksi dalam pengambilan zat pewarna alami adalah ekstraksi padatcair (leaching). Tahapan leaching ada dua yaitu kontak pelarut dengan padatan untuk menggambil solut lalu separasi atau pemisahan larutan dari sisa padatan (Brown, 1950). Berikut ini beberapa jenis ekstraksi yang dilakukan untuk memperoleh pewarna alami antara lain (Saxena, 2014): a. Ekstraksi dengan air Ekstraksi jenis ini merupakan ekstraksi yang paling sederhana dan paling awal digunakan. Tahapan ekstraksi dimulai dengan perendaman yang cukup lama agar sel bahan baku merenggang. Kemudian dilakukan pemanasan untuk mendapatkan zat warna. Kekurangan dari proses ini antara lain waktu ekstraksi yang lama, penggunaan air yang banyak, penggunaan suhu tinggi, yield relatif rendah dan terlarutnya zat lain yang water soluble seperti gula. b. Ekstraksi dengan asam atau basa (alkali) Ekstraksi ini spesifik digunakan untuk jenis pewarna yang dapat larut dalam asam atau basa. Ekstraksi asam contohnya digunakan pada ekstraksi Butea monosperma. Ekstraksi dengan alkali digunakan untuk ekstraksi biji annetto. Beberapa pewarna sentitif dan dapat rusak pada ph tertentu, oleh karena itu penting untuk melakukan penelitian terlebih dahulu sebelum dikembangkan pada skala besar. c. Microwave and ultrasonic assistted extraction Teknologi ini terbukti mengurangi penggunaan pelarut, waktu ekstraksi dan suhu ekstraksi. Gelombang ultrasonik akan menciptakan gelembung-gelembung kecil yang akan pecah dan menghasilkan tekanan dan suhu tinggi. Teknologi microwave mempercepat laju ekstraksi sehingga ekstraksi dapat dilakukan lebih singkat dengan yield yang lebih tinggi. Namun teknologi ini masih dalam tahap pengembangan untuk mencari kondisi optimum proses ekstraksi. d. Fermentasi Francisca Larasati 13/348226/TK/40837 5

Metode fermentasi ini memanfaatkan enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme untuk mengekstrak pewarna alami. Proses ini menggunakan air sebagai media tumbuhnya mikroorganisme. Keuntungan proses ini adalah tidak perlu menggunakan suhu tinggi. Kekurangan metode ini antara lain adalah waktu ekstraksi yang lama dan bau tidak sedap akibat aktivitas mikrobia. e. Ekstraksi enzimatis Penggunaan enzim dapat memecah biomassa yang mayoritas terdiri atas selulosa, glukosa dan pektin. Komponen penyusun biomassa dapat terurai oleh enzim sehingga proses pengambilan zat warna lebih mudah. Ekstraksi jenis ini mengguntungkan untuk ekstraksi kulit kayu, akar dan biomassa keras lainnya. f. Ekstraksi dengan solven Zat pewarna alami dapat diekstrak dengan solven zat organik seperti aseton, kloroform, etanol, metanol maupun campuran dari solven-solven tersebut. Contoh yang sering digunakan sebagai pelarut adalah campuran air alkohol yang digunakan untuk mengekstrak pewarna alami. Keuntungan campuran ini adalah baik zat warna yang water soluble maupun zat yang water insoluble dapat terambil sehingga yield yang diperoleh lebih banyak dibandingkan jika hanya menggunakan air sebagai pelarut. Pemurnian ekstraksi dengan solven juga lebih mudah karena solven biasanya menguap lebih mudah dan dapat digunakan kembali. Suhu ekstraksi dengan solven biasanya lebih rendah. Kekurangan dari proses ini adalah semakin banyak zat lain seperti klorofil yang ikut terambil. g. Ekstraksi dengan fluida superkritikal Teknologi ini masih relatif baru pada eksptraksi zat pewarna alami. Fluida superkritikal adalah fluida yang memiliki suhu dan tekanan diatas suhu dan tekanan kritis. Pada kondisi ini sifat fisis fluida seperti diantara fase gas dan cair. Fluida superkritikal memiliki tegangan muka rendah, viskositas rendah, difusivitas baik dan kemampuan melarutkan zat seperti fase cairnya. Alat untuk ekstraksi dengan fluida superkritikal ini mahal Francisca Larasati 13/348226/TK/40837 6

karena harus dapat menahan tekanan tinggi. Fluida yang sering digunakan untuk ekstraksi ini adalah CO2 pada suhu antara 32-49 O C dan tekanan antara 1070-3500 psi. Jenis ekstraksi dipilih untuk prarancangan pabrik ini adalah ekstraksi dengan menggunakan solven. Solven yang dipilih untuk ekstraksi pewarna alami dari kulit kayu tanaman mangrove adalah etanol. Pemilihan etanol dikarenakan tanin yang ada pada kulit kayu tanaman mangrove merupakan senyawa yang larut dalam air, alkohol dan hidroalkohol (Danarto, 2011). Kelarutan tanin dalam etanol adalah 0,82 g/ml (pada suhu 70 o C). Nilai kelarutan tersebut lebih tinggi dibandingkan kelarutan tanin dalam air pada suhu yang sama, yaitu 0,656 g/ml. Ekstraksi dengan etanol memberikan yield yang lebih banyak dibandingkan dengan hanya menggunakan air. Selain itu, etanol lebih mudah menguap sehingga energi penguapan lebih rendah. Pelarut etanol juga dapat dipakai kembali dengan proses recycle. Francisca Larasati 13/348226/TK/40837 7