BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Terhadap Perjanjian Pada Umumnya. hukum perdata adalah sama penyebutannya secara berturut-turut seperti

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB III TINJAUAN TEORITIS. mengenai perikatan-perikatan yang dilahirkan dari. Undang-Undang Hukum Perdata adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBORONGAN KERJA. 1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu; 2. Perjanjian kerja/perburuhan dan;

BAB II TINJAUAN UMUM. Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris yaitu contract sedangkan dalam

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyelenggaraan ibadah haji dan umroh merupakan tugas nasional karena

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa

KONTRAK KERJA KONSTRUKSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB II PEMBERIAN KUASA DIREKTUR PADA PROYEK PEMBANGUNAN JALAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN PEMBORONGAN

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI. bahwa salah satu sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian sebab

BAB I PENDAHULUAN. usaha dan pemenuhan kebutuhan taraf hidup. Maka dari itu anggota masyarakat

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan

I. PENDAHULUAN. rakyat. Oleh karena itu, hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka waktu pendek atau panjang, perjanjian sudah menjadi bagian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. Subekti dan Tjitrosudibio, Cet. 34, Edisi Revisi (Jakarta: Pradnya Paramita,1995), pasal 1233.

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring.

BAB I PENDAHULUAN. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Guna

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata adalah :

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu hasil-hasil pembangunan harus dapat

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMUTUSAN KONTRAK OLEH PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN Oleh : Abu Sopian (Widyaiswara Balai Diklat Keuangan Palembang)

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Didalam masyarakat yang sedang berkembang seperti sekarang ini, kebutuhan

PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

Lex Crimen Vol. VI/No. 4/Jun/2017

SKRIPSI. Disusun Oleh : SEPTIAN DWI SAPUTRA C

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB I PENDAHULUAN. penyalur dana masyarakat yang bertujuan melaksanakan pembangunan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI KARENA FORCE MAJEURE DALAM PERJANJIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

PENGALIHAN HAK MILIK ATAS BENDA MELALUI PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA. Oleh : Deasy Soeikromo 1

8. SELEKSI GAGAL DAN TINDAK LANJUT SELEKSI GAGAL

BAB II LANDASAN TEORI. diterbitkan oleh dan diakui karena (kekuasaan) nagara.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

[FIKA ASHARINA KARKHAM,SH]

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA

BAB II KONTRAK PENGADAAN BARANG. A. Pengertian Kontrak Menurut KUHPerdata Didalam perundang-undangan tidak disebutkan secara tegas pengertian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PEMBAHASAN. Kata wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang diartikan buruk,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA. Hubungan kerja adalah hubungan antara seseorang buruh dengan seorang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi

BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN, PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAN WANPRESTASI. 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada

II. TINJAUAN PUSTAKA. yaitu Verbintenis untuk perikatan, dan Overeenkomst untuk perjanjian.

BAB 4 TINJAUAN HUKUM TENTANG PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN UNTUK PELAKSANAAN PEMELIHARAAN JALAN DAN JEMBATAN MERAUKE

KONTRAK KERJA KONSTRUKSI DI INDONESIA

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( )

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Teori 2.1.1 Tinjauan Terhadap Perjanjian Pada Umumnya Ketentuan mengenai perjanjian pada umumnya, diatur dalam buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang perikatan, pada bab II mengenai perikatan-perikatan yang dilahirkan dan kontrak atau perjanjian. Digunakan kata atau di antara kontrak dengan perjanjian menurut buku III kitab undangundang hukum perdata adalah sama penyebutannya secara berturut-turut seperti diatas memang sengaja unntuk menunjukkan dan menganggap kedua istilah tersebut adalah sama. Sedangkan pengertian perjanjian sesuai dengan pasal 1313 kitab undang-undang hukum perdata adalah sebagai berikut : Suatu perjanian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. 9 Defenisi berdasarkan pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut sebenarnya tidak lengkap, karena hanya mengatur perjanjian sepihak dan juga sangat luas karena istilah perbuatan yang dipakai mencakup juga perbuatan melawan hukum. Pendapat yang sama juga dinyatakan oleh para sarjana hukum perdata, pada umumnya menganggap definisi perjanjian menurut pasal 1313 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata itu tidak lengkap dan terlalu luas pengertiannya. 9 Subekti, R dan Tjitrosudibio,op.cit, hlm. 338.

Menurut P. Setiawan definisi perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Menurut R. Subekti bahwa yang dimaksud dengan perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa ini timbul hubungan perikatan. Menurut Widjono Prodjodikoro mengartikan perjanjian sebagai suatu hubungan hukum mengenai harta benda antara kedua belah pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu. Sedangkan menurut Abdul Kadir Muhammad merumuskan kembali definisi pasal 1313 kitab undang undang hukum perdata sebagai berikut, bahwa yang dimaksud dengan perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengiktkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Dari pengertian diatas, dapat ditafsirkan bahwa dengan adanya perjanjian maka melahirkan kewajiban atau prestasi dari satu orang atau lebih kepada satu orang lain atau lebih yang berhak atas prestasi tersebut. Menurut pasal 1313 kitab undang-undang hukum perdata disebutkan bahwa petikatan dapat timbul melalui persetujuan maupun undang-undang. Selain itu dalam pasal1234 kitab undangundang hukum perdata disebutkan bahwa tiap-tiap perikatan adalah untuk memberi sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu.

Dengan demikian maka hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan atau menimbulkan suatu perikatan, perjanjian merupakan sumber perikatan, disamping undang-undang. Suatu perjanjian dinamakan juga persetujuan karena dua pihak itu saling bersetuju atau sepakat untuk melakukan sesuatu. Dari hubungan perikatan dan perjanjian tersebut maka menimbulkan hukum perjanjian. 10 2.1.1.1 Syarat Sahnya Perjanjian Menurut pasal 1320 kitab undang-undang hukum perdata, untuk sahnya perjanjian haru memenuhi 4 syarat antara lain : 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinnya. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. 3. Suatu hal tertentu. 4. Suatu sebab yang halal. Syarat pertama dan syarat kedua merupakan syarat subyektif karena subyek dari perjanjian. Sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut dengan syarat obyektif karena mengenai obyek dari perjanjian. Apabila dalam suatu perjanjian untuk terpenuhi syarat subyektifnya, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan (vernietig baar), yang berarti pembatalannya harus dimohonkan, tetapi jika tidak ada pembatalan dari salah satu pihak, maka perjanjian tersebut harus tetap berlaku seperti hanya perjanjian yang tidak mempunyai cacat kehendak. 10 Darus Badrulzaman, Mariam, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III,Tentang Hukum Perikatan dengan Penjelasannya, Bandung, Alumni, 1996, hlm. 3

Sedangkan apabila suatu perjanjian tidak terpenuhi syarat obyektifnya, maka perjanjian tersebut batal demi hukum (nietig), sehingga perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada atau tidak pernah dilakukan. 11 2.1.1.2 Wanprestasi Apa bila terdapat salah satu pihak yang tidak melakukan apa yang telah diperjanjikan, dalam hal ini ingkar janji maupun cidera janji maka hal tersebut dapat dikatakan sebagai wanprestasi. Menurut Subekti wanprestasi dapat berupa tidak memenuhi kewajiban sama sekali, atau terlambat memenuhi kewajiban, atau memenuhi kewajibannya, tetapi tidak seperti apa yang telah diperjanjikan tidak boleh dilakukan. Menurut Purwahid Patrik bentuk-bentuk dan wanprestasi antara lain 1. Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali. 2. Debitur terlambat dalam memenuhi prestasi. Dari bentuk-bentuk wanprestasi tersebut diatas dapat menimbulkan keraguan, pada waktu debitur tidak memenuhi prestasi. Apabila debitur tidak dapat memenuhi prestasi maka ia termasuk bentuk yang pertama, tetapi apabila debitur masih mampu memenuhi prestasi maka dianggap sebagai terlambat memenuhi prestasi. Bentuk ketiga, yaitu debitur memenuhi prestasi tidak sebagaimana mestinya atau keliru dalam memenuhi prestasi, apabila prestasi masih dapat 11 Prints, Darwin, strategi menyusun dan menangani gugatan perdata, Bandung,PT. Citra Aditya bakti, 2002, hlm 15

diharapkan untuk diperbaiki maka ia dianggap terlambat, namun apabila tidak dapat diperbaiki lagi maka sudah dianggap sama sekali tidak memenuhi prestasi. 12 Sedangkan akibat terjadinya wanprestasi, maka debitur harus : 1. Mengganti kerugian. 2. Benda yang dijadikan obyek perjanjian sejak tidak dipenuhinya kewajiban menjadi tanggung jawab dari debitur. 3. Jika perikatan itu timbul dari perjanjian maka debitur dapat meminta pembatalan (pemutusan perjanjian). 2.1.1.3 Berakhirnya Perjanjian Suatu perjanjian dikatakan berakhir apabila segala sesuatu yang menjadi isi perjanjian telah dilaksanakan. Semua kesepakatan diantarapara pihak menjadi berakhir setelah apa yang menjadi tujuan diadakannya perjanjian telah dicapai oleh para pihak. Berakhirnya perjanjian harus dibedakan dengan berakhirnya perikatan, karena perjanjian baru berakhir apabila seluruh perikatan yang timbul karenanya telah terlaksanakan. 13 Suatu perjanjian dapat berakhir karena alasan-alasan sebagai berikut 1. Ditentukan oleh para pihak dalam perkara. 2. Undang-undang menentukan batas berlakunya suatu perjanjian. 12 Patrik, Purwahid, hukum perikatan yang lahir dari perjanjian, Semarang, Badang Penerbit Universitas Diponogoro, 1994, hlm. 11-12. 13 Suharnoko, hukum perjanjian, teori dan analisa kasus, Jakarta, Kencana, 2004, hlm. 30

3. Para pihak dan/atau undang-undang dapat menentukan bahwa dengan terjadinya suatu peristiwa tertentu maka perjanjian akan berakhir. 4. Adanya pernyataan untuk menghentikan perjanjian. 5. Tujuan perjanjian telah tercapai. 2.1.2 Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Jasa Pemborongan Mengenai pengertian perjanjian untuk melakukan pemborongan pekerjaan dapat dilihat dalam buku III KUH Perdata Bab VIIA pada bagian satu, mengenai ketentuan-ketentuan uumm. Dalam pasal 1601 b kitab undang-undang hukum perdata disebutkan : pemboronga pekerjaan adalah perjanjian, dengan mana pihak yang satu, si pemborong mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak lain, pihak yang memborongkan, dengan menerima suatu harga yang ditentukan. 14 Beberapa sarjana memberikan definisi dari perjanjian pemborongan, antara lain : Menurut FX. Djumaialdji, pengertian perjanjian pemborongan adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu, sipemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan denegan mana pihak yang lain, yang memborong, mengikatkan diri untuk membayar suatu harga yang ditentukan. Sedangkan menurut R. Subekti, perjanjian pemborongan adalah perjanjian antara seseorang (pihak yang memborongkan) dengan seseorang yang lain (pihak yang memborongkan pekerjaan), diaman pihak yang pertama menghendaki suatu hasil pekerjaan yang disanggupi oleh pihak tersebut serta adanya pembayaran uang tertentu sebagai harta pemborongan. 15 14 SuharnokoOp.cit, hlm. 391. 15 Subekti, R, op.cit, hlm. 70.

Saat ini jasa pemborongan atau jasa kontruksi telah diatur dalam undangundang nomor 19 tahun 1999 tentang Jasa Kontruksi. Yang dimaksud dengan jasa kontruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan kontruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan perjanjian kontruksi. Sedangkan pengertian jasa pemborongan dapat dilihat dalam pasal 1` peraturan presiden Republik Indonesia nomor 8 tahun 2006 tentang perubahan keempat atas keputusan presiden nomor 80 tahun 2003 tentang pedoman pengadaan barang/jasa pemerintah, yang menyebutkan bahwa jasa pemborongan adalah layanan pekerjaan pelaksanaan kontruksi atau wujud fisik lainnya yang perencanaan teknis dan spesifikasinya ditetapkan penggunan barang/jasa dan proses serta pelaksanaannya diawasi oleh pengguna jasa. 2.1.2.1 Isi Perjanjian Jasa Pemborongan Isi perjanjian jasa perjanjian pemborongan pada umunya adalah sebagai berikut: : Luasnya pekerjaan yang harus dilaksanakan dan memuat uraian tentang pekerjaan dan syarat-syarat pekerjaan yang disertai dengan gambar (bestek) dilengkapi dengan uraian tentang bahan material, alat-alat, dan tenaga kerja yang dibutuhkan. 1. Jangka waktu penyelesaian pekerjaan. 2. Penentuan tentang harga pemborongan. 3. Ketentuan penyelesaian dan janngka waktu penyelesaian apabila terjadi perselisihan/sengketa. 4. Ketentuan resiko dalam hal terjadinya overmacht. 5. Mengenal sanksi dalam hal terjadinya wanprestasi.

6. Hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian pemborongan. Ketentuan mengenai penggunaan barang dan jasa yang di atur secara tegas dalam lampiran. 16 2.1.2.3 Berakhirnya Perjanjian Jasa Pemborongan Perjanjian pemborongan dapat berakhir dalam hal-hal sebagai berikut. 1. Pekerjaan telah diselesaikan oleh pemborong setelah masa pemeliharaan selesai atau dibayar dengan kata lain pada penyerahan kedua dan harga borongan telah dibayar oleh pihak yang memborongkan. 2. Pembatalan perjanjian pemborongan yang diatur dalam pasal 1611 kitab undang-undang hukum perdata. 3. Kematian pemborong, sebagaimana diatur dalam pasal 1612 kitab undangundang hukum perdata. 4. Pailit, sebagaimana diatur dalam undang-undang Republik Indonesia nomor 37 tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang. 5. Pemutusan perjanjian pemborongan. 6. Persetujuan kedua belah pihak. 17 2.1.2.3 Seleksi Jasa Pemborongan Untuk Proyek Pemerintah Prosedur yang digunakan dalam penyediaan barang/jasa pemborongan/jasa lainnya dapat dibagi sebagai berikut : 16 FX. Djumaialdji, op.cit, hlm. 15. 17 FX. Djumaialdji, perjanjian pemborongan, Jakarta, Bina Aksara, 1987, hal 1

1. Prosedur pemeilihan penyedia barang/jasa dengan metode pelelangan umum. 2. Proses pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan/jasa lainnya dengan metode pelelangan terbatas. 3. Prosedur pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan/jasa lainnya dengan metode pemilihan langsung. 4. Prosedur pemilihan penyediaan barang/jasa pemborongan/jasa lainnya dengan metode penunjukkan langsung. 5. Prosedur pemilihan pemborongan/rekanan/kontraktor penyedia jasa dengan metode. Pelelangan umum menurut keputusan presiden nomor 80 tahun 2003 tentang pedoman pelaksanaan pengaduan barang/jasa pemerintah terdiri dari : 1. Prakualifikasi, yaitu proses penilaian kompetensi dan kemampuan usaha serta pemenuhan syarat tertentu lainnya dari penyedia barang/jasa sebelum penawaran. Proses prakualifikasi secara umum meliputi pengumuman perakualifikasi, pengambilan dokumen prakualifikasi, pemasukan dokumen prakualifikasi, evaluasi dokumen prakualifikasi, penetapan calon peserta pengadaan yang lulus prakualifikasi. 2. Pasca kualifikasi, yaitu proses penilaian kompetensi dan kemampuan usaha serta pemenuhan syarat tertentu lainnya dan penyediaan barang/jasa setelah memasukkan penawaran.

Proses pasca kualifikasi secara umum meliput pemasukan dokumen kualifikasi bersamaan dengan dokumen penawaran dan terhadap peserta yang diusulkan untuk menjadi pemenang serta cadangan pemenang dievaluasi dokumen kualifikasinya. Sedangkan prosedur pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan/jasa lainnya berupa metode pelelangan umum dengan proses pasca kualifikasi meliputi. 18 1. Pengumuman pelelangan umum. 2. Pendaftaran untuk mengikuti pelelangan. 3. Pengambilan lelang dokumen umum. 4. Penjelasan. 5. Penyusunan berita acara penjelasan dokumen lelang. 6. Pemasukan penawaran. 7. Pembukaan penawaran. 8. Evaluasi penawaran evaluasi kualifikasi. 9. Penetapan pemenang. 10. Pengumuman pemenang. 11. Masa sanggah. 12. Penunjukan pemenang. 13. Penandatanganan kontrak. 18 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa Pemerintah pasal 20 ke (1) b.

2.2 Kerangka Pemikiran Dalam penulisan skripsi ini maka kerangka pemikiran sesuai judul skripsi yaitu Pelaksanaan Pasal 1865 dan Pasal 1866 KUH Perdata dalam Perkara Wanprestasi antara Tergugat dan penggugat. Faktor-Faktor Terjadinya Penyebab Pemutusan Hubungan Pemborongan Pekerjaan Yang Dilakukan Oleh PT. Mitra Sejati Perkasa,Proses Penyelesaian pemborongan pekerjaan lelang ditinjau dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan barang/jasa Pemerintah, Pelaksanaan pasal 1865 dan pasal 1866 KUH Perdata dalam perkara Wanprestasi antara penggugat dan tergugat. Untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan yang akan dibahas dalam pennulisan skripsi ini maka penulis mengambil salah satu contoh putusan yang terkait dngan judul penulisan skripsi yaitu putusan noomor 17/Pdt.G/2013/Pn. Mdn. 2.3 Hipotesis Dalam sistem berfikir yang teratur, maka hipotesa sangat perlu dalam melakukan penyidikan suatu penulisan skripsi jika ingin mendapat suatu kebenaran yang hakiki. Hipotesa dapat diartikan suatu yang berupa dugaan-dugaan atau perkiraanperkiraan yang masih harus dibuktikan kebenaran atau kesalahannya, atau berupa pemecahan masalah untuk sementara waktu. 19 Adapun hipotesa penulis dalam permasalahan yang dibahas adalah sebagai berikut. 1. Dalam hal adnya suatu hubungan kerja antara tergugat dan penggugat yang terikat dalam suatu hubungan pemborongan sama yang biasa disebut perjanjian pemborongan, pasti adanya perselisihan antara tergugat dan 19 Samsul Arifin,2012, metode penulisan karya ilmiah dan penelitian hukum, Medan Area University Press, hlm 38.

penggugat yang mengakibatkan Penyebab Pemutusan Hubungan Pemborongan Pekerjaan Yang Dilakukan Oleh PT. Mitra Sejati. Dalam putusan nomor 17/Pdt.G/2003/Pn. Mdn.Proses Penyelesaian pemborongan pekerjaan lelang ditinjau dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan barang/jasa Pemerintah. Yang penyelesaiannya akan diselesaikan melalui Pengadilan Negeri Medan. Pelaksanaan pasal 1865 dan pasal 1866 KUH Perdata dalam perkara Wanprestasi antara penggugat dan tergugat. Yaitu dengan adanya perjanjian pemborongan kerja yang harus disepakati oleh masing-masing pihak, dalam hal ini tergugat maupun penggugat harus mematuhi segala peraturan tentang perjanjian pemborongan pekerjaan untuk menjamin adanya hubungan kerja yang baik. Jika adanya pemutusan hubungan kerja yang dilakukan tergugat dan penggugat, harus ada peringatan yang diberikan terhadap tergugat dan dengan alasan yang tepat sesuai peraturan perundang-undangan Jika adanya pemutusan hubungan kerja yang dilakukan tergugat dan penggugat, harus ada peringatan yang diberikan terhadap tergugat dan dengan alasan yang tepat sesuai peraturan perundangundangan.