I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara bahari dan negara kepulauan terbesar di dunia dengan keanekaragaman hayati laut terbesar (mega marine biodiversity) (Polunin, 1983). Luas wilayah Indonesia sebesar 5,8 juta km 2 (70% dari luas total Indonesia) adalah berupa lautan, yang terdiri dari 3,1 juta km 2 Perairan Nusantara dan 2,7 km 2 Perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki 17.508 pulau dan dirangkai oleh garis pantai sepanjang 81.000 km yang merupakan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Kondisi inilah yang menyebabkan Indonesia memiliki potensi sumberdaya wilayah pesisir dan laut yang sangat besar. Ekosistem pesisir dan laut menyediakan sumberdaya alam yang produktif baik sebagai sumber pangan, tambang mineral dan energi, media komunikasi, maupun kawasan rekreasi atau pariwisata (Dahuri, 2003). Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, dengan batas ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih mendapat pengaruh sifat-sifat laut seperti angin laut, pasang surut, perembesan air laut (intrusi) yang dicirikan oleh vegetasinya yang khas, sedangkan batas wilayah pesisir ke arah laut mencakup bagian atau batas terluar daripada daerah paparan benua (continental shelf), dimana ciri-ciri perairan ini masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun proses yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Departemen Dalam Negeri dan Bureau Central d'etudes pour les Equipements d'outre-mer (BCEOM), 1998) Bakosurtanal (2000) menyatakan bahwa wilayah pesisir merupakan bentanglahan yang dimulai dari garis batas wilayah laut (sea) yang ditandai oleh terbentuknya zona pecah gelombang (breakers zone) ke arah darat hingga pada suatu bentanglahan yang secara genetik pembentukannya masih dipengaruhi oleh aktivitas marin, seperti dataran aluvial pesisir (coastal alluvial plain). Proses yang terjadi di laut dan di daratan yang terus-menerus berlangsung tentunya membentuk jenis pesisir tertentu (tipologi pesisir) tergantung pada proses genetik dan material penyusunnya, sehingga tiap tipologi pesisir tertentu akan memberikan ciri-ciri pada bentanglahan (landscape) dan
2 berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan (selanjutnya disebut dengan tipologi fisik pesisir) akan mempermudah dalam melakukan perencanaan dan pengelolaan pesisir secara tepat sesuai dengan kondisinya. Inilah yang menjadi kebaruan (novelty) dari penelitian ini, artinya setiap penelitian di wilayah pesisir selalu didahului dengan mengenali dan menentukan ciri-ciri fisik pesisir dalam bentuk menentukan tipologi fisik pesisirnya sehingga akan dapat diketahui dengan cepat karakteristik lahannya, model pemanfaatan dan pengelolaannya yang paling tepat. Perencanaan mempunyai fungsi yang cukup penting dalam mengarahkan bentuk pemanfaatan dan pengelolaan wilayah pesisir menuju pembangunan yang berkelanjutan. Prinsip yang melandasi rencana pengaturan tersebut antara lain kekhasan sumberdaya biofisik setempat. Kekhasan sumberdaya biofisik lahan setempat dapat didekati dengan melihat tipologi fisiknya yang dicirikan oleh relief, materi penyusun dan proses genetik yang membentuknya. Dengan melihat potensi lahan maka akan dapat ditentukan dengan tepat model pamanfaatannya sekaligus model pengelolaanya untuk menuju pada pembangunan yang berkelajutan. Wilayah pesisir mengandung potensi ekonomi (pembangunan) yang sangat besar dan beranekaragam. Upaya untuk memanfaatkan sumberdaya alam tersebut untuk pembangunan bangsa telah membawa perkembangan pada berbagai kegiatan lapangan usaha dalam sektor pembangunan. Sektor-sektor tersebut meliputi sektor kegiatan perikanan, pertanian, pertambangan dan energi, pelabuhan/perhubungan laut, pariwisata bahari, dan sektor kegiatan jasa lainnya. Kegiatan perikanan meliputi perikanan tangkap, perikanan budidaya dan industri bioteknologi kelautan. Potensi perikanan tangkap yang dimiliki oleh bangsa Indonesia adalah sangat besar. Data dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa sumberdaya ikan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan adalah 80 persen dari potensi lestari atau sekitar 5,12 juta ton per tahun (Dahuri, 2002). Menurut Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan DIY (2007), potensi ikan lestari di wilayah pantai DIY mencapai 4.290 ton per tahun, namun baru sekitar 1.777 ton per tahun yang dimanfaatkan.
3 Salah satu komoditi pariwisata yang dapat membangkitkan kembali dunia pariwisata adalah wisata pesisir (coastal tourism). Wisata pesisir termasuk pada kegiatan wisata bahari atau wisata kelautan. Adapun yang dimaksud dengan wisata pesisir adalah wisata yang obyek dan daya tariknya bersumber dari potensi bentang laut (seascape) maupun bentang darat pesisir (coastal landscape). Pembangunan wisata pesisir pada hakekatnya adalah upaya mengembangkan dan memanfaatkan obyek dan daya tarik wisata pesisir di seluruh pesisir dan lautan Indonesia, berupa kekayaan alam yang indah (pantai), keragaman flora dan fauna seperti terumbu karang dan berbagai jenis ikan hias yang diperkirakan sekitar 263 jenis (Dahuri 2003). Konsep wisata pesisir didasarkan pada pemandangan (view), keunikan alam, karakteristik ekosistem, kekhasan seni budaya dan karakteristik masyarakat sebagai kekuatan dasar yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Menurut catatan dari World Tourism and Travelling Council (WTTC) yang menyebutkan khusus bagi wisata pesisir secara global pada tahun 1997 mampu menghasilkan devisa lebih dari US$ 425 billion. Hal ini menunjukkan bahwa jenis pariwisata ini merupakan kegiatan industri terbesar di dunia dan sangat potensial untuk dikembangkan, sehingga menjadi salah satu sektor yang diharapkan pemerintah dalam memperoleh devisa. Dari sisi efisiensi, sektor pariwisata ini merupakan sektor yang paling efisien dalam bidang kelautan yang ditunjukkan dengan nilai ICOR sebesar 3,10 (Kusumastanto, 2003). Dengan demikian adalah wajar jika pengembangan pariwisata pesisir ini menjadi prioritas. Dalam perencanaan kegiatan pariwisata pesisir, harus ditentukan terlebih dahulu tipologi pesisirnya sebagai unit analisis, yang memberikan ciri pada karakter lanskap sebagai daya tarik wisata dan sumberdaya lainnya yang berada di wilayah pesisir tersebut. Karakter lanskap merupakan wujud dari keharmonisan atau kesatuan yang muncul diantara elemen-elemen alam pesisir tersebut. 1.2. Perumusan Masalah Penelitian Pengembangan kawasan pesisir harus mengikuti pola keberlanjutan dan keterpaduan agar pemanfaatan kawasan pesisir tersebut tidak merugikan satu sama lainnya. Keberlanjutan mengandung arti integritas lingkungan, perbaikan kualitas hidup, serta keadilan antar generasi, sedangkan keterpaduan mengadung arti keterpaduan perencanaan antara nasional, propinsi, regional,
4 dan lokal maupun keterpaduan perencanaan antar sektor pada tiap-tiap tingkat pemerintahan, seperti keterpaduan antar sektor pariwisata dan sektor perikanan di tingkat regional, dan lain-lainnya. Dalam Agenda 21 Daerah Istimewa Yogyakarta (2004), disebutkan bahwa karakter Yogyakarta adalah pariwisata dan budaya, sehingga kawasan pesisir merupakan kawasan yang sangat potensial untuk dikembangkan. Kenyataan menunjukkan bahwa ada beberapa kawasan pesisir yang memang sudah dikembangkan sebagai kawasan wisata, pertanian, perikanan dan laboratorium alam bagi kepentingan ilmiah seperti di Pantai Parangtritis, Pantai Kukup, Pantai Baron, dan Pantai Glagah, namun masih sangat banyak kawasan pesisir di wilayah DIY yang sebetulnya sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata yang sampai saat ini belum dikembangkan sama sekali karena memang belum ada kebijakan, penilaian dan upaya-upaya yang maksimal untuk mengembangkannya. Pemanfaatan yang demikian kompleks yaitu untuk pariwisata, perikanan, pertanian, permukiman, dan pemanfaatan lain di wilayah pesisir DIY berpotensi menimbulkan konflik kepentingan antar sektor dan mengurangi daya dukung ekosistem pada kehidupan manusia. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis spasial (keruangan) untuk dapat menganalisis model pengembangan dan pengelolaan berbagai macam sumberdaya wilayah pesisir. Untuk keperluan analisis keruangan maka diperlukan penelitian tentang tipologi pesisir (data spasial) sebagai unit analisis dan inventarisasi parameterparameter fisik lahan untuk evaluasi lahan untuk berbagai pemanfaatan. Berdasarkan pemikiran tersebut dipandang sangat penting untuk diteliti model pengembangan dan pengelolaan wilayah pesisir DIY yang mendasarkan pada tipologi pesisirnya dalam rangka pengelolaan wilayah pesisir berkelanjutan. Teknik penyadapan data wilayah dari hasil interpretasi citra penginderaan jauh sebagai sumber data spasial akan sangat membantu dan merupakan teknik yang sangat tepat dalam memperoleh data spasial wilayah pesisir. Selain teknik penginderaan jauh yang saat ini telah berkembang cukup pesat, berkembang pula pengelolaan data spasial dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) yang berbasis komputer. Manfaat SIG yang terutama adalah kemampuannya dalam mengelola, menyimpan, menayangkan kembali, memanipulasi dan analisis serta keluaran (Aronoff, 1989). Pemanfaatan SIG ini berkembang dalam berbagai terapan dan instansi, dari tahap perencanaan sampai pemantauan. Oleh karena
5 itu SIG kemudian digunakan untuk pemrosesan dan pengelolaan data dari hasil interpretasi foto udara dan data lainnya. Keterpaduan/integrasi penginderaan jauh dengan SIG yaitu bahwa data penginderaan jauh mampu memberikan data spasial yang cukup lengkap terutama data fisik lahan yang akurat dan cepat sebagai input data dalam SIG, sehingga sangat memudahkan dalam pengolahan dan analisis data. Kombinasi antar keduanya mampu mengatasi permasalahan perencanaan dalam ketersediaan dan kebutuhan akan informasi yang akurat dan lengkap, serta pengolahan data spasial sehingga mampu mengoptimalkan pemanfaatan lahan dan sumberdaya yang ada. Dari identifikasi permasalahan di atas maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu : 1. Bagaimanakah kondisi tipologi fisik pesisir Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta? 2. Bagaimanakah cara menyadap informasi data fisik lahan pesisir dari data penginderaan jauh dan pengolahan data spasial SIG untuk menentukan tipologi fisik pesisir daerah penelitian? 3. Apakah tipologi fisik pesisir dapat digunakan sebagai unit analisis dalam menentukan potensi pemanfaatan wilayah pesisir? 4. Bagaimanakah pola pengembangan dan pengelolaan wilayah pesisir mendasarkan pada tipologi fisik pesisirnya? 5. Bagaimanakah arahan kebijakan pengembangan dan pengelolaan wilayah pesisir berdasarkan tipologi fisik pesisirnya? 1.3. Tujuan Penelitian 1. Melakukan analisis tipologi pesisir berdasarkan parameter fisik lahan di wilayah pesisir daerah penelitian. 2. Melakukan analisis potensi pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir berdasarkan pada tipologi fisik pesisir 3. Menentukan pola pengembangan wilayah pesisir berdasarkan tipologi fisiknya. 4. Menentukan rekomendasi pengembangan dan pengelolaan wilayah pesisir menuju pada pembangunan yang berkelanjutan
6 1.4. Manfaat Penelitian 1. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan yang baru tentang pentingnya penelitian tipologi fisik pesisir sebagai hal yang mendasar pada penelitian pengembangan dan pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan. Dengan mengetahui tipologi fisik pesisirnya, akan dapat diketahui ciri-ciri fisik dan karakteristik lahannya, sehingga akan dapat ditentukan dengan cepat model pengembangan dan pengelolaannya. 2. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang potensi pengembangan sumberdaya di wilayah pesisir Daerah Istimewa Yogyakarta termasuk pola pengembangan dan pengelolaannya menuju pembangunan yang berkelanjutan. 3. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan tentang pola pengembangan dan pengelolaan pesisir di Daerah Istimewa Yogyakarta melalui pendekatan analisis tipologi fisik pesisirnya. 4. Bagi swasta, dapat ikut mengembangkan sumberdaya pesisir Daerah Istimewa Yogyakarta dengan pola pembangunan yang berkelanjutan. 1.5. Ruang Lingkup Studi Penelitian ini meliputi seluruh wilayah pesisir Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dimulai dari pesisir timur sampai pesisir paling barat wilayah DIY. Pertimbangan pemilihan wilayah pesisir DIY adalah terdapatnya tipologi fisik pesisir yang sangat beragam sehingga akan sangat membantu dalam melakukan analisis spasial (keruangan) berbagai pemanfaatan pada setiap tipologi pesisir menuju pada pola pengembangan dan pengelolaan pesisir yang berkelanjutan. Analisis tipologi pesisir dikaji dari aspek fisik sebagai unit analisis dalam melakukan penilaian lahan untuk berbagai pemanfaatan sumberdaya pesisir. Mengingat bahwa daerah kajian rawan terhadap bahaya tsunami, maka dalam analisis pola pemanfaatan dan pengelolaan wilayah pesisir diasumsikan bahwa tsunami tidak terjadi (nol), karena jika bahaya tsunami dimasukkan dalam analisis maka semua hasil analisis akan menjadi nol (tidak berarti). Kajian tentang tsunami perlu dilakukan penelitian tersendiri mengingat kompleksnya parameter yang diteliti.