BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ide mengenai tanggung jawab sosial perusahaan atau yang dikenal sebagai Corporate Social Responsibility (CSR) kini semakin diterima secara luas. Namun, sebagai sebuah konsep yang masih relatif baru, CSR masih tetap kontroversial di kalangan pebisnis maupun akademisi (Saidi dan Abidin, 2004). Istilah CSR dikampanyekan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 2000 yang lalu, oleh Sekretaris Jenderal Koffi Anan. CSR dikatakan sebagai sebuah komitmen bisnis untuk memberikan pengembangan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan karyawan, keluarga mereka, komunitas lokal dan masyarakat yang lebih luas untuk mengembangkan kualitas hidup mereka dengan cara yang baik bagi kedua kepentingan, baik bisnis dan pengembangan. Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan sebuah konsep dimana perusahaan memutuskan secara sukarela untuk memberi kontribusi kepada masyarakat dengan lebih baik dan lingkungan yang lebih bersahabat. Tetapi seringkali yang menjadi permasalahan dalam implementasi CSR ini yakni adanya keraguan akan apa yang ada dibalik tindakan tersebut secara sukarela atau hanya untuk memperoleh keuntungan semata yang dianggap benar-benar mempedulikan masyarakat. Saat ini masyarakat menilai CSR lahir dari desakan masyarakat atas perilaku perusahaan yang mengabaikan tanggung jawab sosial seperti, perusakan lingkungan,
eksploitasi sumber daya alam, dan terjadinya penindasan di kalangan buruh. Secara nyata, perusahaan berdiri secara diametra dengan kehidupan sosial, dan begitu banyaknya perusahaan yang mengalami peristiwa yang mengakibatkan masyarakat ikut terlibat (dalam hal dampak pengoperasian perusahaan), misalnya saja sudah banyak kejadian kecelakaan dalam beberapa tahun terakhir ini, yakni diantaranya: 1) kasus sumur pengeboran minyak Pertamina di Kedokan Unit III Bongas, Cirebon meledak sehingga menggenangi daerah sekitar, 20 Mei 1971; 2) kebakaran sumur eksplorasi minyak Ranulatung, Blora, 26 Februari 2002, menyebabkan 1.096 warga terpaksa mengungsi; 3) kebocoran sumur pengeboran minyak dan menyemburkan gas, milik Pertamina di Struktur Pondok Tengah, Desa Bunibakti, Bekasi, 16 Maret 2004; 4) kebakaran pada sumur eksplorasi Pertamina di Pasirjadi, Subang, 1 September 2004, akibat kebocoran gas; 5) kecelakaan yang dialami oleh pekerja pada saat Proyek Langit Biru Pertamina Unit Pengolahan VI Balongan, Indramayu, akibat meledaknya pipa gas nitrofen, 15 Februari 2005; 6) kebakaran pada sumur minyak yang sudah berumur tua di Pertamina daerah hulu Jawa Bagian Timur, Blora, 7 Desember 2005, menyebabkan pekerja luka bakar dan 1 orang meninggal; 7) penyemburan gas ke permukaan bumi sehingga menyebabkan masyarakat terkena racun di sumur Sukowati desa Campurejo, Bojonegoro, 29 Juli 2006, dan; 8) kebocoran sumur pengeboran PT Lapindo Brantas di Desa Renokonongo, Sidoarjo, 29 Mei 2006, menyebabkan gas dan lumpur panas keluar ke permukaan tanah dengan luas genangan mencapai 195 ha. (Harian Kompas, 19 Agustus 2006, hal. 35 dalam Amin Widjaja).
Indonesia, terutama di pulau Jawa sudah banyak perusahaan yang telah mendapat konsesi untuk mengeksplorasi minyak bumi, dimana di pulau ini juga memiliki kepadatan penduduk paling tinggi yang 53 persen penduduknya tinggal di wilayah konsesi itu. Hal ini menyatakan bagaimana tanggung jawab perusahaan sendiri dengan adanya kecelakaan yang dialami yang mengakibatkan warga menjadi korban dari konsesi. Terminologi Corporate Social Responsibility (CSR) masuk di dunia bisnis sejak tahun 1960-an. Namun hal ini belum sepenuhnya dikenal oleh semua perusahaan dan hanya menjadikan hal itu sebagai acuan untuk mengembangkan perusahaan terhadap reaksi pasar, masyarakat, dan gerakan lingkungan. Pada tahun 1970-an, kegiatan kedermawanan perusahaan terus berkembang dalam kemasan philanthropy serta Community Development (CD). Hingga di era 1980-an banyak perusahaan yang mengganti konsep filantropis ke arah Community Development. Kegiatan kedermawanan yang sebelumnya erat dengan pola kedermawanan makin berkembang ke arah pemberdayaan masyarakat, seperti pengembangan kerja sama, memberikan ketrampilan, dan pembukaan akses pasar. (Yusuf Wibisono, 2007) Dasawarsa 1990-an mulai diwarnai dengan beragam pendekatan integral, pendekatan stakeholders maupun pendekatan civil society. Pendekatan-pendekatan tersebut telah mempengaruhi praktek CD. CD menjadi suatu aktivitas yang lintas sektor karena mencakup baik aktivitas produksi maupun sosial dan juga lintas pelaku sebagai konsekuensi berkembangnya keterlibatan berbagai pihak. (Yusuf Wibisono, 2007)
Konsep CSR dalam beberapa tahun terakhir ini semakin banyak dilakukan oleh perusahaan. CSR yang bertujuan dalam memberdayakan masyarakat, justru cenderung digunakan sebagai alat untuk menaikkan citra perusahaan, strategi branding, bahkan hanya merupakan bagian dari public relation. Filantropi di Indonesia masih dilakukan tanpa koordinasi dan tidak berkesinambungan, sehingga kontribusi filantropi untuk pemecahan masalah-masalah sosial, kemanusiaan, dan lingkungan hidup belum maksimal. Menurut pendapat Steiner (1994: 116-117) dalam bukunya mengemukakan ada tiga alasan mengapa kalangan bisnis merespon dan mengembangkan tanggung jawab sosialnya, yakni: 1. Perusahaan merupakan makhluk masyarakat yang oleh karenanya harus merespon permintaan masyarakat. 2. Kepentingan bisnis dalam jangka panjang ditopang oleh semangat tanggung jawab sosial itu sendiri. 3. Kegiatan tanggung jawab sosial merupakan salah satu cara untuk mengurangi atau menghindari kritik masyarakat dan pada akhirnya akan sampai pada upaya mempengaruhi peraturan pemerintah. Karyawan, keluarga, komunitas lokal, dan masyarakat luas merupakan beberapa elemen yang terdapat dalam sebuah perusahaan. Elemen-elemen yang terdapat dalam perusahaan disebut dengan stakeholders. Stakeholders menurut James R. Ernshooff adalah setiap kelompok yang berada di dalam maupun di luar perusahaan mempunyai peran dalam menentukan keberhasilan perusahaan.
Sebuah perusahaan sebagai entitas ekonomi selalu diidentifikasikan dengan mesin yang mengejar profitabilitas semata. Tanpa menyadari tumbuh dan berkembangnya perusahaan sangat bergantung pada stakeholders. Kecenderungan perusahaan untuk mengabaikan kepentingan serta kesejahteraan stakeholders akan menyebabkan terjadinya ketidakharmonisan yang pada akhirnya dapat mengakibatkan konflik di kemudian hari. Jika selama ini CSR dirasakan pengusaha hanya sebagai pengeluaran biaya (cost centre), hal ini dikarenakan karena kebutaan yang dialami para pengusaha atas manfaat yang didapat dari penerapan CSR. Secara fakta CSR memang tidak memberikan hasil secara keuangan dalam jangka pendek, namun CSR yang dilakukan secara berkesinambungan akan memberikan keuntungan jangka panjang. Dari riset majalah SWA atas 45 perusahaan menunjukkan CSR bermanfaat memelihara dan meningkatkan citra perusahaan (37,38%), hubungan baik dengan masyarakat (16,82%), dan mendukung operasional perusahaan (10,28%). Salah satu perusahaan yang menerapkan CSR dalam strategi bisnis untuk membangun citra yang positif adalah PT Pertamina (Persero). Pertamina adalah Badan Usaha Milik Negara yang telah berubah bentuk menjadi PT. Persero pada tanggal 23 September 2003, yang bergerak di bidang energi, petrokimia, dan usaha lain yang menunjang bisnis Pertamina, baik di dalam maupun di luar negeri yang berorientasi pada mekanisme pasar.
Corporate Social Responsibility (CSR) Pertamina memiliki tujuan antara lain: memberikan kontribusi dan memecahkan permasalahan sosial, meningkatkan nilai dan budaya perusahaan yang terintegrasi dengan strategi bisnis perusahaan. membangun hubungan yang harmonis dan menciptakan kondisi yang mendukung pertumbuhan perusahaan, dan membangun citra dan reputasi perusahaan yang positif. Tujuan ini dicapai dengan prioritas program CSR, antara lain: Pertamina dan Pendidikan, Pertamina dan Kesehatan, Pertamina dan Lingkungan serta Pertamina dan Pemberdayaan Masyarakat. Dengan mengeluarkan anggaran sebesar 3% profit pertahun untuk menjalankan program CSR, perencanaan dan pelaksanaan program CSR Pertamina dilakukan oleh bagian humas. Dalam hal ini merupakan langkah yang tepat untuk memberikan tanggung jawab penyusunan program dan pelaksanaan program CSR pada humas. Pertamina dan Pemberdayaan Masyarakat merupakan salah satu program CSR yang diberlakukan oleh Pertamina. Dengan melihat keadaan masyarakat Jayamukti yang merupakan wilayah dekat dengan kilang minyak, sudah selayaknya perusahan melihat keadaan lingkungan, sosial, dan ekonominya. Masyarakat Jayamukti sedikit banyak merasakan dampak dari proses kilang minyak tersebut. Hal ini menjadi tanggung jawab perusahaan untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat dalam memberdayakan masyarakat dengan cara perusahaan itu sendiri.
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah bentuk kegiatan CSR yang dilakukan oleh PT Pertamina UP II Dumai? 2. Apakah CSR yang telah dilakukan perusahaan telah mampu memberdayakan masyarakat terutama dalam bidang kehidupan sosial dan ekonomi di Kel. Jayamukti Dumai? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah: 1. Mengetahui bagaimana bentuk kegiatan CSR yang diberlakukan oleh PT Pertamina UP II di Kel. Jayamukti. 2. Mengetahui apakah masyarakat benar-benar telah berdaya secara ekonomi dan sosial dengan adanya program CSR yang dilakukan oleh PT Pertamina UP II. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah: a. Manfaat teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman mengenai CSR terutama bentuk-bentuk kegiatan CSR dalam memberdayakan masyarakat. b. Manfaat praktis Meningkatkan kemampuan penulis melalui penelitian ini.
Memberikan wawasan kepada peneliti tentang CSR khususnya mengenai pemberdayaan masyarakat di Kel. Jayamukti, Dumai. Menambah wawasan kajian ilmiah bagi mahasiswa serta dapat memberikan sumbangsih dan kontribusi bagi ilmu sosial dan masyarakat. 1.5. Definisi Konsep Dalam penelitian ilmiah, definisi konsep sangat diperlukan untuk mempermudah dan memfokuskan penelitian. Agar tidak menimbulkan kesalahpahaman konsep yang dipakai dalam penelitian ini, maka diberikan batasanbatasan makna dan arti tentang konsep yang dipakai, yaitu: a. Pemberdayaan masyarakat Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah proses bagaimana menyadarkan masyarakat bahwa mereka memiliki kemampuan dan menciptakan kemandirian untuk bertahan hidup dan meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat yang dilakukan melalui program CSR. b. Mandiri Seseorang yang telah mampu membuat keputusan sendiri dan melakukan sesuatu atas inisiatif sendiri tanpa ada perintah dari orang lain serta tidak bergantung pada orang lain. Dalam penelitian ini yang dikatakan mandiri adalah mereka yang mampu menciptakan hal-hal yang baru tanpa ada perintah dari orang lain dalam meningkatkan kehidupan ekonomi, sehingga mereka tidak lagi bergantung pada orang lain.
c. Corporate Social Responsibility Corporate Social Responsibility adalah tanggung jawab sosial perusahaan dalam bentuk community development yang diberikan kepada masyarakat eksternal dan kegiatannya untuk pembangunan berkelanjutan. d. PT Pertamina PT Pertamina adalah Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang energi, petrokimia, dan usaha lain yang menunjang bisnis perusahaan baik di dalam maupun di luar negeri yang berorientasi pada mekanisme pasar. e. Bentuk-bentuk CSR Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan bentuk-bentuk CSR yakni program perusahaan untuk memberikan bantuan pada masyarakat dalam bentuk pemberdayaan sosial dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. f. Pemberdayaan sosial Kemampuan masyarakat dalam membuat/mengambil keputusan dan menentukan pilihan hidup, berpartisipasi dalam kehidupan sosial yang membuat masyarakat mampu membentuk kelembagaan-kelembagaan sosial sebagai jembatan untuk mengemukakan gagasan di depan umum sehingga masyarakat menjadi lebih kritis dan mandiri. g. Pemberdayaan ekonomi Suatu kemandirian pendapatan yang mampu merubah kehidupan ekonomi keluarga dan mampu melihat kemampuan yang dimilikinya sehingga penghasilan meningkat dalam menopang kebutuhan diri dan keluarga.
h. Community Development Salah satu konsep CSR yang sesuai dilakukan dalam memberdayakan masyarakat dengan tujuan membentuk pembangunan masyarakat yang berkelanjutan. Dalam hal ini ada beberapa hal yang menjadi kategori terhadap masyarakat berdaya dan tidak berdaya, yakni: a. Masyarakat tidak berdaya: Pendapatan di bawah Rp.30.000,- perhari. Tidak mempunyai pinjaman modal dari pihak manapun. Tidak mempunyai kebebasan berbicara di depan umum/berpendapat. Adanya keterbatasan dalam mendapatkan pendidikan dan kerampilan. Ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (BPS dan Depsos). b. Masyarakat berdaya: Memiliki mata pencaharian yang pendapatannya di atas Rp. 30.000,- perhari. Mempunyai simpanan/tabungan. Mampu menyampaikan aspirasi baik dalam keluarga maupun di masyarakat. Mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas, terutama peningkatan ekonomi. Terlibat dalam keputusan-keputusan, baik di rumah tangga maupun masyarakat. Masyarakat mampu membentuk suatu organisasi untuk kepentingan bersama.