III. BAHAN DAN METODE A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan adalah minyak sawit merah netral (Neutralized Deodorized Red Palm Oil, NDRPO) dari Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center IPB, minyak kelapa (CNO) merk BARCO, enzim lipase Thermomyces lanuginosa amobil spesifik sn-1,3 (Lipozyme TL IM) dan enzim lipase Candida antartica amobil nonspesifik (Novozyme 435) yang merupakan produk Novo Nordisk Bioindustrial Ltd, Denmark. Bahan-bahan untuk analisis kimia adalah heksan p.a., etanol 95% netral, indikator pp (fenoftalein) 1%, NaOH 0.25 N, kloroform, aseton, asetonitril, gas N 2, parafin, air destilata. Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah spektrofotometer, erlenmeyer, oven, desikator, timbangan analitik, labu takar, corong gelas, hot plate, termometer, peralatan titrasi, water bath, refrigerator, reaktor packed-bed, Bruker Minispec PC 100 Nuclear Magnetic Resonance Analyzer, cawan aluminium, hot plate, magnetic stirer, pipa kapiler (milipore), buret, label kertas, kertas tissue, kertas saring, termometer, rotary shaker bath, sentrifuse, dan tabung sentrifuse. Selain itu juga digunakan alat-alat gelas untuk analisis. B. METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Penelitian tahap pertama adalah karakterisasi bahan baku. Penelitian tahap kedua adalah pemilihan formula bahan baku melalui karakterisasi produk spreads dari formula terbaik hasil penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh Hasrini (2008) yang kemudian dijadikan bahan baku tahap penelitian ketiga. Penelitian tahap ketiga adalah produksi spreads dalam reaktor packed-bed. 1. Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama bertujuan untuk mendapatkan red palm olein (RPOo) dan red palm stearin (RPOs) melalui fraksinasi neutralized deodorized red palm oil (NDRPO). Proses fraksinasi pada penelitian ini menggunakan metode Aini et al. (2005) yang dimodifikasi Hasrini (2008), yaitu minyak dipanaskan pada suhu 60 o C selama 30 menit. NDRPO dipindahkan ke dalam tabung sentrifuse 50 ml dan didiamkan semalam (±16 jam). Pemisahan RPOo dan RPOs dilakukan dengan sentrifugasi pada kecepatan 2,500 rpm selama 25 menit. Proses fraksinasi dapat dilihat pada Gambar 4. Analisis yang dilakukan meliputi kadar air, total karotenoid, kadar asam lemak bebas, SMP, dan SFC terhadap sampel NDRPO, RPOo, RPOo/RPOs (1/1), (RPOo/RPOs)/CNO dari hasil penelitian Hasrini (2008) dengan rasio 75/25, 77.5/22.5, dan 82.5/17.5. 14
NDRPO Pemanasan (T= 60 o C, 30 menit) Pemindahan ke tabung sentrifuse 50 ml Penyimpanan di tempat gelap semalam, T ruang Sentrifugasi (V=2500 rpm, 25 menit) RPOo RPOs Gambar 4. Diagram proses fraksinasi (modifikasi Aini et al. 2005) 2. Penelitian Tahap Kedua Penelitian tahap kedua bertujuan untuk mendapatkan karakter produk spreads dari formula terbaik hasil penelitian Hasrini (2008) yang menghasilkan karakter fisik paling mendekati margarin IE ritel dan industri, yaitu perlakuan (RPOo/RPOs)/CNO dengan rasio 75/25, 77.5/22.5, dan 82.5/17.5. Rasio RPOo/RPOs yang digunakan adalah 1/1. Tahapan kerja interesterifikasi enzimatik dapat dilihat pada Gambar 5. RPOo/RPOs dengan rasio 1/1 Penambahan CNO sesuai perlakuan Pemasukan ke dalam Erlenmeyer Shaker sampai suhu mencapai 60 ºC (V=200 rpm) Penambahan enzim 10% b/b Shaker selama 4 jam (V=200 rpm, T=60 ºC) Penyaringan enzim Hasil interesterifikasi enzimatik Gambar 5. Prosedur interesterifikasi enzimatik (modifikasi Zhang et al. 2001) 15
Prosedur interesterifikasi enzimatik yang dilakukan adalah dengan metode Zhang et al. (2001) yang dimodifikasi Hasrini (2008). Prosedur interesterifikasi enzimatik modifikasi Hasrini (2008) melakukan interesterifikasi enzimatik menggunakan rotary shaker bath, kecepatan agitasi 200 rpm, dosis enzim 10% b/b, dan waktu reaksi 4 jam. Prosedur lengkapnya yaitu RPOo/RPOs ditambahkan CNO masing-masing dengan rasio sesuai perlakuan sebanyak 10 g, lalu dimasukkan ke dalam tabung Erlenmeyer 25 ml dan diagitasi dengan rotary shaker bath pada kecepatan 200 rpm dan suhu 60 o C. Setelah mencapai suhu 60 o C dan sampel telah meleleh sempurna, kemudian dimasukkan Lipozyme TL IM sebanyak 10% b/b dan di-shaker kembali selama 4 jam. Hasil interesterifikasi tersebut diangkat dan Lipozyme TL IM disaring. Sampel kemudian disimpan dalam botol kaca gelap, dihembus N 2, di-seal dengan parafin, dan disimpan dalam refrigerator. Analisis yang dilakukan meliputi total karotenoid, SMP, dan SFC terhadap sampel hasil interesterifikasi enzimatik dari 3 formula yang telah ditentukan. Kemudian dipilih satu perlakuan terbaik untuk dijadikan perlakuan dalam pembuatan spreads menggunakan reaktor packed-bed. 3. Penelitian Tahap Ketiga Penelitian tahap ketiga bertujuan untuk mempelajari pengaruh space time (residence time) terhadap karakteristik produk spreads. Enzim yang digunakan dalam penelitian tahap ketiga ini adalah Novozyme 435. Formula terbaik yang didapatkan dari penelitian tahap kedua kemudian digunakan dalam penelitian tahap ketiga ini. Perlakuan pada penelitian tahap ketiga adalah perbedaan space time (menit) atau waktu substrat bereaksi dengan enzim. Space time didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan untuk mengolah reaktan sebanyak satu volume reaktor pada kondisi tertentu. Diagram alir pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 6. Formula terpilih Interesterifikasi enzimatik dalam reaktor packed-bed pada suhu 60 o C dengan space time sesuai perlakuan Hasil interesterifikasi enzimatik Analisis SFC, SMP, dan total karotenoid Gambar 6. Diagram pelaksanaan penelitian tahap ketiga (reaksi interesterifikasi enzimatik dalam reaktor packed-bed) 16
Perbedaan space time yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah 10 menit, 15 menit, 30 menit, dan 60 menit. Sebelum melakukan proses interesterifikasi enzimatik, terlebih dahulu dilakukan kalibrasi pompa peristaltik untuk menentukan space time sebenarnya dari pengaturan laju aliran substrat. Kalibrasi dilakukan dengan cara mengalirkan bahan baku menuju reaktor dan diukur laju alirannya. Laju aliran terukur dari jumlah bahan yang melewati reaktor setiap menitnya. Volume reaktor (15 ml) dibagi dengan laju aliran sehingga didapatkan space time. Hasil interesterifikasi enzimatik kemudian dianalisis untuk mendapatkan profil yang paling mendekati standar. Rangkaian alat proses interesterifikasi enzimatik menggunakan reaktor packed-bed kontinyu ditunjukkan oleh Gambar 7. Skema sistem reaktor kontinyu dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 7. Rangkaian alat proses interesterifikasi enzimatik menggunakan reaktor packedbed kontinyu Keterangan: A = Reaktor packed-bed; B = tempat substrat (stock); C = tempat produk; D = waterbath sirkulasi; E = pompa peristaltik A B C D B Gambar 8. Skema sistem reaktor kontinyu Keterangan: A : tangki substrat B : pompa peristaltik C : reaktor packed-bed D : wadah hasil reaksi Substrat dari tangki substrat (A) dialirkan menggunakan pompa peristaltik (B). Setelah melewati pompa peristaltik, substrat menuju reaktor packed-bed (C) yang berisi 17
enzim Novozyme 435 kemudian produk hasil reaksi ditampung dalam wadah (D). Substrat dialirkan dari tangki substrat (volume ±50 ml) menuju reaktor packed-bed (volume 15 ml) dan terisi enzim lipase Novozyme 435 sebanyak 5.2 g. Suhu dipertahankan selama reaksi sebesar 60 o C Analisis yang dilakukan terhadap produk hasil esterifikasi enzimatik meliputi total karotenoid, SMP, SFC, kadar air dan kadar asam lemak bebas. C. METODE ANALISIS Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi total karoten, slip melting point, solid fat content, kadar air, dan kadar asam lemak bebas. Data yang didapat kemudian dianalisis secara statistik. 1. Total Karoten (PORIM p2.6 1995) Analisis total karoten dalam penelitian ini didasarkan pada PORIM test method (1995) yang mengukur nilai absorbansi menggunakan spektrofotometer. Hasil analisis menggunakan metode ini sudah dinyatakan dalam ppm β-karoten. Sampel dilelehkan dan dihomogenasi. Kemudian sampel sebanyak 0.1 g dilarutkan dengan heksana p.a. ke dalam labu takar 25 ml sampai tanda tera, lalu dikocok hingga benar-benar homogen. Selanjutnya absorbansi diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 446 nm. Total karotenoid dihitung dengan menggunakan rumus: Total karoten (ppm) = 25 x 383 x absorbansi berat sampel (g) x 100 2. Slip Melting Point (SMP) (AOCS Official Method Cc 3-25 1990) Pipa kapiler yang berdiameter 1 mm dan panjang 10 cm dicelupkan dalam sampel minyak yang sudah dipanaskan setinggi ± 1 cm, lalu bagian luar pipa kapiler dibersihkan dengan kertas tissue. Pipa kapiler disimpan dalam refrigerator (suhu 4-10 ºC) selama 16 jam (semalam). Kemudian dipasangkan pada termometer dengan diikat karet sejajar dengan ujung termometer. Termometer dicelupkan ke dalam gelas piala di atas hot plate berisi air dengan suhu 8-10 di bawah SMP sampel. Hot plate dinyalakan dengan kenaikan suhu 1 per menit. Air dalam gelas piala naik suhunya, pada suhu tertentu sampel minyak dalam kapiler mencair yang ditandai dengan naiknya sampel tersebut. Selang suhu termometer saat sampel minyak mulai naik sampai sampel minyak berada di atas batas 1 cm dicatat. 18
3. Solid Fat Content (SFC) (IUPAC 2.150 ex 2.323 1987) Pengukuran SFC dilakukan menggunakan alat nuclear magnetic resonance (NMR) Brucker Minispec PC 100 NMR Analyzer. Pre-treatment atau prosedur stabilisasi sangat menentukan jumlah dan tipe kristal lemak yang terbentuk, dan konsekuensinya terhadap kandungan padatan (solid content) yang diukur dengan NMR. Prosedur stabilisasi dan tempering untuk pengukuran SFC margarin, sesuai dengan yang dikeluarkan oleh Bruker (Typical Applications for Industry: Minispec Application Note 8). Sampel diisikan ke dalam tabung NMR setinggi ± 2.5 cm. Sebelum dianalisis, sampel dipanaskan pada suhu 80 agar meleleh sempurna untuk meyakinkan homogenitasnya. Kemudian sampel yang telah meleleh dipertahankan pada suhu 60 selama 5 menit. Selanjutnya sampel disimpan pada suhu 0 selama 60 menit. Sebelum dianalisis SFC, sampel dipertahankan dulu pada masing-masing suhu pengukurannya yaitu 10 o C, 20 o C, 25 o C, 30 o C, 35 o C, dan 40 o C selama 30-35 menit. 4. Kadar Air (AOAC 1995) Sejumlah ± 5.0 g sampel dimasukkan ke dalam cawan yang telah dikeringkan terlebih dulu dalam oven dan yang telah diketahui beratnya. Kemudian cawan dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105 o C hingga diperoleh berat yang konstan. Perhitungan kadar air dilakukan dengan menggunaan rumus: c-(a-b) Kadar air (%) = x 100% c Keterangan : a = berat cawan dan sampel awal (g) b = berat cawan dan sampel akhir (g) c = berat sampel awal (g) 5. Kadar Asam Lemak Bebas (AOCS Official Method Ca 5a-40 1990) Sampel sebanyak 7.05 ± 0.05 g dilarutkan dalam 75 ml alkohol 95% netral, dipanaskan selama 10 menit dalam hot plate sambil diaduk, lalu ditambahkan 3-5 tetes indikator fenoftalein 1%. Setelah itu sampel tersebut dititrasi dengan larutan standar NaOH 0.25 N hingga warna merah muda tetap. Asam lemak bebas dinyatakan sebagai persen asam lemak, dihitung sampai dua desimal dengan menggunakan rumus : 19
M x V x T Kadar asam lemak bebas (%) = % 10m Keterangan : M = Bobot molekul asam lemak (269.74 untuk NDRPO, 270.54 untuk olein sawit, 266.38 untuk stearin sawit, dan 212.23 untuk minyak kelapa) V = Volume NaOH yang diperlukan dalam peniteran (ml) T = Normalitas NaOH (N) m = Bobot contoh (g) 6. Konversi Nilai Vitamin A Menurut Andarwulan dan Koswara (1992), kebutuhan vitamin A dinyatakan dengan international unit (IU) atau dalam united state pharmacopela (USP) dan retinol ekuivalen (RE). Nilai-nilai konversi vitamin A adalah sebagai berikut: 1 IU (unit USP) vitamin A = 0.3 µg retinol = 0.344 µgretinilester = 0.6 µg β-karoten = 1.2 µg campuran karoten lain 1 µg RE Vitamin A = 1 µg retinol = 6 µg β-karoten = 12 µg provitamin A karotenoid lain = 3.33 IU retinol = 10 IU β-karoten Persentasi pemenuhan kebutuhan vitamin A dapat dihitung dengan rumus: % pemenuhan vitamin A = kandungan vitamin A dalam produk pangan kebutu han vitamin A harian 7. Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil pengukuran terhadap karakteristik produk selanjutnya diuji secara statistik. Pengolahan data untuk uji statistik menggunakan program SPSS 15.0. Data yang diperoleh terlebih dahulu dilakukan analisis ragam dengan one-way ANOVA (analysis of variance) untuk mengetahui perbedaan pada karakteristik produk yang diuji. Setelah diketahui bahwa karakteristik produk berbeda nyata, selanjutnya dilakukan uji lanjut Duncan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan apakah terdapat perbedaan nyata pada tiap sampel (Lea et al. 1997). 20