BAB I PENDAHULUAN. pula harta warisan beralih kepada ahli waris/para ahli waris menjadi. Peristiwa pewarisan ini dapat terjadi ketika :

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, masyarakat, dan lingkungan sekitarnya, selain itu kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. adalah untuk dapat membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan

ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

BAB I PENDAHULUAN. Barat, sistem Hukum Adat dan sistem Hukum Islam. 1 Sebagai sistem hukum,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa

BAB II TINJAUAN UMUM HARTA BERSAMA DAN TATA CARA PEMBAGIAN HARTA BERSAMA

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WARISAN MENURUT HUKUM ADAT UNTUK SUAMI ATAU ISTRI YANG HIDUP TERLAMA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. kepada Pengadilan Agama Malang yang Penggugat dan Tergugat sama-sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

BAB IV PENDAFTARAN BOEDEL. seseorang, dalam arti keseluruhan aktiva dan pasiva. mengkonstatir harta boedel (mencari tahu isi dari boedel).

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI

BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 perkawinan adalah ikatan

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM MENOLAK GUGATAN REKONVENSI DALAM. PUTUSAN No: 1798 / Pdt.G/2003/PA.Sby

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, pengangkatan anak merupakan cara untuk mempunyai

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP HAK ASUH ANAK DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG

BAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap kematian erat kaitannya dengan harta peninggalan. Setiap

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara)

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH

BAB I PENDAHULUAN. mahkluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat, yang diwujudkan dalam bentuk hubungan hukum yang mengandung hak-hak dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dinyatakan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Belanda, meskipun saat ini penggolongan penduduk telah dihapus semenjak adanya

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. sudah barang tentu perikatan tersebut mengakibatkan timbulnya hakhak

BAB I PENDAHULUAN. alamiah. Anak merupakan titipan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Perkataan

BAB I PENDAHULUAN. Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan

menyendiri, namun manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dari

PERBANDINGAN PEMBAGIAN WARISAN UNTUK JANDA MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN HUKUM WARIS ISLAM FITRIANA / D

Oleh RIAN PRIMA AKHDIAWAN

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kewajiban orang lain untuk mengurus jenazahnya dan dengan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK ANGKAT ATAS HARTA YANG DIPEROLEH DARI HIBAH SETELAH ORANG TUA ANGKATNYA MENINGGAL DUNIA RESUME TESIS

RESUME. HAK ISTRI BERBEDA AGAMA ATAS WASIAT WAJIBAH HARTA WARISAN SUAMINYA BERAGAMA ISLAM (Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 16 K/AG/2010)

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, melakukan perkawinan adalah untuk menjalankan kehidupannya dan

BAB I PENDAHULUAN. tetapi kadang-kadang naluri ini terbentur pada Takdir Illahi, di mana kehendak

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1

BAB IV MENGAPA HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA NOMOR 0091/ Pdt.P/ 2013/ PA.Kdl. TIDAK MENJADIKAN PUTUSAN MAHKAMAH

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA

TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN DALAM PEMBAGIAN WARISAN I WAYAN ADIARTA / D

BAB III PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA MURTAD MENURUT HUKUM POSITIF. A. Putusnya Perkawinan karena Murtad dalam Hukum Positif di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

Perbandingan Hukum Orang di Belanda dan Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah perkawinan yang dimulai dengan adanya rasa saling cinta dan kasih sayang

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan patrilinial yang menyebabkan sistem pertalian kewangsaan

DALUWARSA PENGHAPUS HAK MILIK DALAM SENGKETA PERDATA

PERBANDINGANN ANTARA HUKUM WARIS BARAT DENGAN HUKUM WARIS ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. rasional dan matematis baik kondisi ekonomi, kelayakan pengetahuan

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

BAB III PERKAWINAN SIRI DI INDONESIA. A. Upaya Pemerintah Dalam Menangani Maraknya Perkawinan Siri

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah makhuk pribadi sekaligus makhluk

BAB III HUTANG PIUTANG SUAMI ATAU ISTRI TANPA SEPENGETAHUAN PASANGANNYA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mengenai anak sah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL

I. PENDAHULUAN. terpenuhi, sehingga kadang-kadang terdapat suatu keluarga yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

A. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Penolakan Pembagian Gaji PNS Pasca Perceraian. melaksanakan pembagian gaji PNS yang di dapat oleh suami PNS di

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya dengan surat wasiat maupun tanpa surat wasiat. 2. Pewaris meninggalkan harta kekayaannya yang akan diterima oleh ahli

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh hukum termasuk mengenai

BAB I PENDAHULUAN. hukum adat maupun hukum Islam. Dalam hukum adat, harta bersama. masing-masing pihak baik suami maupun istri adalah merupakan harta

BAB III ANALISA TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI (PLAATSVERVULLING) PASAL 841 KUH PERDATA DENGAN 185 KHI

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Islam bukan keluarga besar (extended family, marga) bukan pula keluarga inti

BAB III KONSEP MAQASID ASY-SYARI AH DAN PENCEGAHAN TERHADAP NIKAH DI BAWAH TANGAN

BAB I PENDAHULUAN. antaranya, waris menurut hukum BW (Burgerlijk Wetboek), hukum Islam, dan. Ika ini tidak mati, melainkan selalu berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang

ANALISIS AKTA PEMBAGIAN WARISAN YANG DIBUAT DI HADAPAN NOTARIS MENURUT HUKUM ISLAM

BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA. Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

SILABUS. I. Mata Kuliah : SILABUS HUKUM PERDATA Kode : SYA 004. Program Studi : HKI, PM, HES dan HTN

IMPLIKASI PERKAWINAN YANG TIDAK DI DAFTARKAN DI KANTOR URUSAN AGAMA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM DI INDONESIA

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peristiwa pewarisan adalah perihal klasik dan merupakan salah satu hal penting dalam kehidupan manusia. Apabila ada seseorang meninggal dunia, maka pada saat itulah disebut warisan terbuka/terluang. Artinya sejak saat itu pula harta warisan beralih kepada ahli waris/para ahli waris menjadi kepemilikan bersama. Dalam hal ini kepemilikan bersama dapat berarti harta tersebut tidak dapat dialihkan kepada orang lain tanpa kerjasama seluruh ahli waris. Misalnya saja, ada satu orang ahli waris yang tidak turut serta dalam pemindahan hak tersebut, maka perbuatan hukum pemindahan hak tersebut menjadi batal. Peristiwa pewarisan ini dapat terjadi ketika : 1. Ada orang yang mati; 2. Ada harta yang ditinggalkan; dan 3. Ada ahli waris. 1 Dengan adanya pewarisan, dapat diartikan adanya suatu peralihan harta benda milik si pewaris kepada ahli waris. Dalam proses peralihan harta waris ini, tidak jarang akan memunculkan permasalahan/sengketa diantara para pihak yang berkepentingan, misalnya saja sengketa yang terjadi diantara para ahli waris; ataupun sengketa yang terjadi antara ahli waris dengan pihak ketiga. 1 J. Satrio, 1992, Hukum Waris, Ctk. II, Alumni, Bandung, hlm. 8.

2 Sengketa pewarisan ini kerapkali muncul karena sebagian manusia memiliki anggapan bahwa harta benda adalah tolok ukur suatu keberuntungan dan kesejahteraan dalam hidupnya. Di Indonesia, eksistensi hukum waris di Indonesia sebagai suatu lembaga hukum masih belum ada keseragaman (unifikasi), sehingga masalah waris masih merupakan problema bagi masyarakat, terutama dalam masalah yang menyangkut ketentuan hukumnya. Keberagaman tersebut sangat jelas terlihat, bila kita mempelajari ketentuan tentang lembaga yang menangani masalah waris itu sendiri dalam sumber-sumber yang berlaku di Indonesia, baik hukum barat yang bersumber dari Burgelijk Wetboek (BW), hukum adat yang berlaku di Indonesia, maupun hukum Islam yang merupakan konsekuensi logis dari masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam. 2 Hukum waris yang berlaku di Indonesia dewasa ini diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek/BW) Buku II tentang Benda mulai dari Titel XII XVIII untuk lingkup peradilan umum (bidang perdata), Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI), serta dalam ketentuan hukum adat yang masing-masing daerah berbeda. Di dalam perkembangan hukum kewarisan di Indonesia, hukum perdata dan hukum Islam mulai membaur dalam hukum adat, sehingga penyelesaian perkara hukum waris juga semakin maju seiring perkembangan masyarakatnya. 2 Muderis Zaini, 2002, Adopsi Suatu Tinjauan dari Tiga Sistem Hukum, Sinar Grafika, Semarang, hlm. 1.

3 Hal ini dapat dilihat saat hukum dihadapkan dalam berbagai persoalan waris, salah satunya ketika pewaris meninggalkan hutang yang cukup besar, atau ketika nilai hutangnya tersebut jumlahnya hampir sama nilainya dengan harta yang ditinggalkan, atau bahkan hutang pewaris melampaui harta peninggalannya, maka hal yang demikian dalam prakteknya ahli waris tetap akan membayar hutang hutang tersebut dengan melihat kemampuan ahli waris/para ahli waris. Namun dalam ketentuan BW, para ahli waris dapat menolak warisan tersebut jika ahli waris merasa harus menghindar. Dengan adanya ketentuan tersebut dapat diartikan, menerima warisan merupakan menerima aktiva dan pasiva yang ditinggalkan pewaris, dan sebaliknya. Sistem hukum kewarisan menurut KUH Perdata tidak membedakan antara anak laki-laki dan anak perempuan, antara suami dan isteri, mereka berhak semua mewaris, dan bagian anak laki-laki sama dengan bagian anak perempuan, bagian seorang isteri atau suami sama dengan bagian anak. Apabila dihubungkan dengan sistem keturunan, maka KUH Perdata menganut sistem keturunan bilateral, dimana setiap orang itu menghubungkan dirinya dengan keturunan ayah maupun ibunya, artinya ahli waris berhak mewaris dari ayah jika ayah meninggal dan berhak mewaris dari ibu jika ibu meninggal, berarti ini ada persamaan dengan hukum Islam. Persamaannya apabila dihubungkan antara sistem hukum waris menurut Islam dengan sistem kewarisan menurut KUH Perdata, baik menurut KUH Perdata maupun menurut hukum kewarisan Islam sama-sama menganut sistem kewarisan individual, artinya sejak terbukanya waris (meninggalnya pewaris)

4 harta warisan dapat dibagi-bagi pemilikannya antara ahli waris. Tiap ahli waris berhak menuntut bagian warisan yang menjadi haknya. Jadi sistem kewarisan yang dianut oleh KUH Perdata adalah sistem kewarisan individul bilateral 3, sedangkan perbedaannya adalah terletak pada saat pewaris meninggal dunia, maka harta tersebut harus dikurangi dulu pengeluaran-pengeluaran antara lain apakah harta tersebut sudah dikeluarkan zakatnya, kemudian dikurangi untuk membayar hutang atau merawat jenazahnya dulu, setelah bersih, baru dibagi kepada ahli waris, sedangkan menurut KUH Perdata tidak mengenal hal tersebut, perbedaan selanjutnya adalah terletak pada besar dan kecilnya bagian yang diterima para ahli waris masing-masing, yang menurut ketentuan KUH Perdata semua bagian ahli waris adalah sama, tidak membedakan apakah anak, atau saudara, atau ibu dan lain-lain, semua sama rata, sedangkan menurut hukum Islam dibedakan bagian antara ahli waris yang satu dengan yang ahli waris yang lain. Persamaan tersebut disebabkan karena pola dan kebutuhan masyarakat yang universal itu adalah sama, sedangkan perbedaan-perbedaan itu disebabkan karena cara berfikir orang-orang barat adalah abstrak, analistis dan sistematis, dan pandangan hidup mereka adalah individualistis dan materialistis, sedangkan hukum Islam dilatar belakangi oleh cara berfikir yang logis, riil dan konkrit, dan pandangan hidup dalam hukum Islam didasarkan pada sistem kekeluargaan dan bersifat rohani (magis). 3 Subekti, 1992, Pokok-pokok hukum perdata, Intermasa, Jakarta, hlm. 11.

5 Banyak kasus di pengadilan seputar harta warisan dapat dihindari jika saja pewaris dan ahli waris memiliki pengetahuan yang memadai tentang hukum waris. Opsi untuk mengatur pembagian warisan melalui wasiat atau berdasarkan hukum yang berlaku, seharusnya sudah menjadi pemikiran ketika pewaris masih hidup guna menghindari timbulnya masalah bagi para ahli waris setelah pewaris meninggal. Bagi para ahli waris pemahaman yang memadai tentang hukum waris juga sangat penting agar mereka menyadari hak dan kewajiban mereka sebagai ahli waris, dan opsi apa yang mereka miliki jika masalah ini sudah sampai pada tahap pengadilan. Dalam prakteknya muncul sengketa dalam bidang kewarisan yang salah satunya adalah mengenai hak waris anak yang lahir dari perkawinan pertama atas harta peninggalan ayah kandungnya yang dikuasai oleh istri dari perkawinan kedua. Di dalam kenyataannya sering timbul sengketa di masyarakat dimana ada penguasaan benda waris sebelum terbagi. Pada umumnya muncul anggapan penguasa harta warisan adalah pemilik sah atas harta warisan tersebut, sehingga penguasa dengan semena mena dapat memindahtangankan kepemilikan harta warisan tersebut tanpa melihat kepentingan ataupun persetujuan ahli waris yang lain. Hal ini terjadi pada kasus putusan Pengadilan Negeri Nomor : 44/Pdt.G/2007/PN.Skh., dimana terdapat hak waris atas harta peninggalan seorang ayah yang dikuasai oleh istri dari perkawinan kedua tanpa mempertimbangkan kedudukan anak dari perkawinan pertama. Kasus ini dirasa menarik, karena di dalam sistem kewarisan baik perdata maupun Islam terdapat ketentuan bahwa seorang ahli waris baru dapat

6 menguasai hak harta warisannya setelah harta tersebut dipecah, namun dalam hal ini harta tersebut masih berstatus sebagai harta asal dan harta bersama yang belum terpecah. Berdasarkan kasus inilah peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Kajian Yuridis Hak Waris Anak Dari Perkawinan Pertama Terhadap Harta Peninggalan Ayahnya (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2792K/Pdt/2008) untuk lebih mengetahui dasar pertimbangan hakim pengadilan negeri dalam memberikan putusannya sebagai salah satu produk hukum. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah hak waris anak terhadap harta peninggalan ayahnya berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor : 2792K/PDT/2008? 2. Apakah dasar hukum yang menjadi pertimbangan hakim dalam memutuskan pembatalan pemindahtanganan beberapa bidang tanah berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor : 2792K/PDT/2008? C. Keaslian Penelitian Setelah dilakukan penelitian kepustakaan, penelitian tentang Kajian Yuridis Hak Waris Anak Dari Perkawinan Pertama Terhadap Harta Peninggalan Ayahnya (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2792K/Pdt/2008) ini belum pernah dilakukan. Adapun beberapa penelitian

7 terdahulu yang telah dilakukan, penulis menemukan beberapa penelitian dengan kemiripan bahasan yang berkaitan tentang hak waris yakni : 1. Tinjauan Terhadap Pembagian Warisan Pada Perkawinan Poligami (Studi Kasus Putusan Nomor : 36/Pdt.G/1997.PN.Skh), oleh Anas Wisnu Prihatin dari Program Magister Kenotariatan, Tahun 2014 4. Rumusan Masalah : a. Bagaimana pembagian harta warisan pada perkawinan poligami yang ada pada putusan nomor : 36/Pdt.G/1997.PN.Skh? b. Bagaimana upaya mengatasi permasalahan yang muncul dalam pembagian harta warisan pada perkawinan poligami yang ada pada putusan nomor : 36/Pdt.G/1997.PN.Skh? Hasil Penelitian : Pembagian warisan dalam perkawinan poligami pada kasus ini istri pertama dari suami yang berpoligami mempunyai hak atas harta gono gini yang dimilikinya bersama dengan suaminya. Istri kedua dan seterusnya berhak atas harta gono gininya bersama dengan suaminya sejak perkawinan mereka berlangsung. Kesemua istri memiliki hak yang sama atas harta gono gini tersebut. Namun, istri yang kedua dan seterusnya tidak berhak terhadap harta gono gini istri yang pertama. Dalam perkawinan poligami tidak ada percampuran harta suami dan istri karena perkawinan. Dalam pembagian harta perkawinan dalam perkawinan poligami dalam bentuk tanah 4 Anas Wisnu Prihatin, 2014, Tinjauan Terhadap Pembagian Warisan Pada Perkawinan Poligami (Studi Kasus Putusan Nomor : 36/Pdt.G/1997.PN.Skh), Program Magister Kenotariatan, Yogyakarta, hlm. ix.

8 berbidang-bidang atau satu bidang yang luas, sangat sulit menentukan bagian masing-masing, sebaiknya dilangsungkan secara kekeluargaan dan memenuhi unsur keadilan bagi semua pihak. 2. Kajian Yuridis Hak Anak Terhadap Harta Peninggalan Seorang Ayah Yang Menikah Dua Kali (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Nomor : 523/Pdt.G/1996/PA.Wno jo. Putusan Pengadilan Tinggi Agama Nomor : 019/Pdt.G/1997/PTA Yk jo Putusan Mahkamah Agung Nomor : 02 PK/AG/2003), oleh Ulya Noer Anjumi Kholidah dari Program Magister Kenotariatan, Tahun 2013 5. Rumusan Masalah : a. Bagaimanakah hibah yang sah menurut hukum islam berdasarkan putusan Pengadilan Agama Wonosari Nomor : 523/Pdt.G/1996/PA.Wno? b. Bagaimana hak anak terhadap harta peninggalan seorang ayah yang menikah dua kali menurut putusan Pengadilan Agama Nomor : 523/Pdt.G/1996/PA.Wno jo putusan Pengadilan Tinggi Agama Nomor : 019/Pdt.G/1997/PTA.Yk jo Putusan Mahkamah Agung Nomor : 02 PK/AG/2003? Hasil penelitian : 5 Ulya Noer Anjumi Kholidah, 2013, Kajian Yuridis Hak Anak Terhadap Harta Peninggalan Seorang Ayah Yang Menikah Dua Kali (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Nomor : 523/Pdt.G/1996/PA.Wno jo. Putusan Pengadilan Tinggi Agama Nomor : 019/Pdt.G/1997/PTA Yk jo Putusan Mahkamah Agung Nomor : 02 PK/AG/2003), Program Magister Kenotariatan, Yogyakarta, hlm. viii.

9 Menurut hukum islam, hibah adalah sah apabila memenuhi semua syarat, unsur-unsur serta rukun-rukun hibah yang ditetapkan oleh Al-Qur an, Hadits, serta peraturan yang ada. Hibah yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan. Hak bagian anak istri pertama dan anak istri kedua apabila warisan yang ditinggalkan adalah harta warisan/kepunyaan bapak/ibu kandung pembagiannya sama yaitu 2 berbanding 1 antara anak laki-laki dan anak perempuan. Sehingga hak antara anak dari istri pertama dan istri kedua adalah sama. 3. Hak Suami Atas Harta Peninggalan Istri Yang Dikuasai Oleh Anak Kandung (Studi Kasus Putusan Nomor : 349/Pdt.G/2006/PA Padang), oleh Harley Masfar dari Program Magister Kenotariatan, Tahun 2008 6. Rumusan Masalah : a. Bagaimana hak suami atas harta peninggalan istri yang dikuasai oleh anak kandung menurut ketentuan Kompilasi Hukum Islam? b. Apakah harta warisan yang diminta kembali oleh ayah kandung dari anak kandung yang telah menguasai harta warisan mencerminkan prinsip prinsip keadilan? Hasil penelitian : Suami berhak atas harta peninggalan istri, baik kedudukannya sebagai suami maupun dalam kedudukannya sebagai ahli waris, sehingga tidak dibenarkan dengan alasan apapun bagi anak untuk menguasai harta 6 Harley Masfar, 2008, Hak Suami Atas Harta Peninggalan Istri Yang Dikuasai Oleh Anak Kandung (Studi Kasus Putusan Nomor : 349/Pdt.G/2006/PA Padang), Program Magister Kenotariatan, Yogyakarta, hlm. viii.

10 peninggalan istri tanpa memperhitungkan suami. Tindakan suami yang meminta kembali bagian haknya atas harta peninggalan istri yang telah dikuasai anak kandung ini telah memenuhi prinsip prinsip keadilan karena di satu sisi telah sesuai dengan ketentuan dalam Al-Qur an dan Hadits serta di sisi lain telah sesuai dengan prinsip prinsip keadilan secara umum menurut pandangan manusia. Berdasarkan pada uraian tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan mengenai persamaan dan perbedaan antara penelitian penulis dan penulisan yang telah ada. Persamaan antara lain : 1. Penelitian dan penulisan tersebut sama sama membahas mengenai harta peninggalan. 2. Penelitian dan penulisan tersebut sama sama membahas mengenai harta peninggalan yang dilakukan penggugatan di muka pengadilan. 3. Penelitian dan penulisan tersebut sama sama memiliki keterkaitan terhadap hak mewaris seorang ahli waris yang diabaikan. Sedangkan perbedaan antara penelitian dan penulisan penulis dengan penelitian dan penulisan yang telah ada yaitu sebagai berikut : 1. Dibandingkan dengan penulisan yang telah ada, penelitian dan penulisan penulis menitikberatkan mengenai perlindungan hukum terhadap anak yang lahir dari perkawinan pertama dalam kedudukannya sebagai ahli waris bersama ahli waris lain (istri dan anak dari perkawinan kedua) terhadap harta asal dalam harta peninggalan pewaris berdasarkan ketentuan Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sedangkan penelitian

11 dan penulisan yang telah ada meneliti mengenai hak mewaris dalam perkawinan poligami dan hibah yang diperhitungkan sebagai bagian dari harta warisan. 2. Penelitian dan penulisan penulis meneliti mengenai putusan pada Pengadilan Negeri sedangkan penelitian dan penulisan yang telah ada meneliti mengenai putusan Pengadilan Agama. Dengan demikian berdasarkan uraian tersebut di atas maka penulis menyimpulkan bahwa penelitian dan penulisan ini berbeda dengan beberapa penelitian dan penulisan terdahulu, sehingga penulis menjamin keaslian penelitian ini. D. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah yang telah diungkapkan di atas, maka penelitian ini bermaksud untuk mencapai tujuan penelitian sebagai berikut, yaitu: 1. Untuk mengetahui dasar hukum yang menjadi pertimbangan hakim dalam memutuskan pembagian hak waris anak terhadap harta peninggalan ayahnya berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor : 2792K/PDT/2008 ditinjau dari hukum waris Adat, hukum waris Islam dan hukum waris perdata. 2. Untuk mengetahui dasar hukum yang menjadi pertimbangan hakim dalam memutuskan pembatalan pemindahtanganan beberapa bidang tanah berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor : 2792K/PDT/2008.

12 E. Manfaat Penelitian Selanjutnya penelitian ini diharapkan juga dapat bermanfaat untuk: 1. Bagi akademisi Sebagai kontribusi positif bagi para akademisi khususnya di bidang kenotariatan untuk mengetahui lebih jauh tentang perlindungan hukum terhadap hak anak dari perkawinan terdahulu sebagai salah satu ahli waris terhadap harta peninggalan ayah kandungnya. 2. Bagi masyarakat Hasil penulisan penelitian ini diharapkan dapat terbaca secara luas oleh masyarakat, terutama bagi mereka yang concern terhadap perlindungan hukum terhadap hak anak dari perkawinan terdahulu sebagai salah satu ahli waris terhadap harta peninggalan ayah kandungnya sehingga mereka dapat memperoleh gambaran dan informasi yang tepat. 3. Bagi penegak hukum Untuk memberikan gambaran berupa pertimbangan dalam membuat kebijakan untuk melakukan pengembangan dan penemuan hukum terhadap hukum waris di Indonesia. 4. Bagi ilmu pengetahuan Seperti layaknya penulisan penelitian lainnya, bahwa penelitan ini memiliki manfaat contribution to knowledge, mempunyai nilai kontributif bagi pengembangan keilmuan serta dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam melakukan penulisan penelitan selanjutnya.