II. TINJAUAN PUSTAKA A. Varietas Kelapa Sawit 1. Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Tempurung dan Daging Buah Ada beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang telah dikenal. Varietasvarietas itu dapat dibedakan berdasarkan tebal tempurung dan daging buah atau berdasarkan warna kulit buahnya. Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah, beberapa varietas kelapa sawit diantaranya adalah Dura, Pisifera, Tenera, Macro catya. a. Dura 1) Tempurung tebal (2-8 mm) 2) Tidak terdapat lingkaran serabut pada bagian luar tempurung 3) Daging buah relative tipis, yaitu 35-50% terdapat pada buah 4) Kernel (daging buah) besar dengan kandungan minak yang rendah 5) Dalam persilangan dipakai sebagai pohon induk betina b. Pisifera 1) Ketebalan tempurung sangat tipis bahkan hamper tidak ada 2) Daging buah tebal, lebih tebal dari daging buah dura 3) Daging biji sangat tipis 4) Tidak dapat dipebanyak tanpa menyilangkan dengan jenis lain dipakai sebagai pohon induk jantan 4
c. Tenera 1) Hasil persilangan Dura dan Pisifera 2) Tempurung tipis (0,5-4 mm) 3) Terdapat lingkaran serabut di sekeliling tempurung 4) Daging buah sangat tebal (60-96%) 5) Tandan buah lebih banyak, tetapi ukurannya relative lebih kecil d. Macro catya 1) Tempurung tebal sekitar (5 mm) 2) Daging buah sangat tipis 2. Varietas Berdasarkan Perbedaan Warna Kulit Buah Pengklasifikasian minyak kelapa sawit sudah dimulai empat abad lalu, dan menurut nama buahnya Elaeis guineensis dapat dipecah menjadi beberapa varietas-varietas yaitu: a. Nigrescens Warna buah lembayung atau violet sampai hitam waktu muda, dan berubah menjadi kuning atau orange sesudah matang. b. Virescnes Warna buah hijau ketika muda, dan berubah menjadi merah kuning sesudah matang. c. Albesnes Buah keputih-putihan ketika muda, dan berubah menjadi kekuningkuningan sesudah matang (Ketaren, 2008). 5
B. Tingkat Kematangan Tandan Buah Segar (TBS) Parameter yang digunakan dalam menentukan kriteria matang panen adalah perubahan warna dan memberondolnya buah dari tandan. Proses perubahan warna yang terjadi pada tandan adalah dari hijau berubah ke kehitaman kemudian berubah menjadi merah mengkilat/orange (Lubis, 2003). Hubungan antara memberondolnya buah dengan kandungan minyak dalam mesocarp buah sawit masih belum diketahui secara jelas. Hingga saat ini kematangan buah menjadi kriteria yang sangat penting dalam proses pemanenan tandan buah sawit, yang ditentukan berdasarkan jumlah brondolan yang jatuh ke piringan tanaman kelapa sawit. Standar panen buah sawit yang umum berlaku di Indonesia adalah 1 (satu) 2 (dua) brondolan per kg tandan buah segar (Pahan, 2006). Standar kriteria matang panen buah sawit sebagai berikut: Tabel 1. Fraksi Kematangan Panen Pada Tanaman Kelapa Sawit Menghasilkan Fraksi panen Kriteria matang buah Derajat kematangan 00 Tidak ada buah memberondol, buah Sangat mentah berwarna hitam pekat 0 1-12,5% buah luar membrondol, buah Mentah berwarna hitam kemerahan 1 12.5-25% buah luar membrondol, buah Kurang matang berwarna kemerahan 2 25%-50% buah luar membrondol, buah Matang berwarna merah mengkilat 3 50-75% buah luar membrondol, buah Matang berwarna orange 4 75-100% buah luar membrondol, buah Lewat matang berwarna dominan orange 5 Buah bagian dalam ikut membrondol Lewat matang Sumber: Lubis, 2003 6
C. Minyak Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaesis guinensis) dapat menghasilkan dua jenis minyak, yakni minyak kelapa sawit mentah yang diekstraksi dari mesokrap buah kelapa sawit, dan minyak inti kelapa sawit diekstraksi dari biji atau inti kelapa sawit. Minyak kelapa sawit mentah dapat diubah menjadi beberapa bentuk, yaitu diantaranya adalah RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil), Stearin dan Olein. Stearin adalah fraksi CPO yang berwujud padat pada suhu kamar dan olein adalah fraksi CPO yang berwujud cair pada suhu kamar. Minyak kelapa sawit ini diperoleh dari mesokrap buah kelapa sawit melalui ekstraksi dan mengandung sedikit air serta serat halus yang berwarna kuning sampai merah yang berbentuk semi solid pada suhu ruang yang disebabkan oleh kandungan asam lemak jenuh yang tinggi. Dengan adanya air dan serat halus tersebut menyebabkan minyak kelapa sawit tidak dapat langsung digunakan sebagai bahan pangan maupun non pangan. Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air kurang 0,1 persen dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01 persen, kandungan asam lemak bebas serendah mungkin (kurang lebih 2 persen), bilangan peroksida dibawah 2, bebas dari warna merah dan kuning (harus berwarna pucat) tidak berwarna hijau, jernih dan kandungan logam berat serendah mungkin atau bebas dari ion logam (Ketaren, 2008). Rendahnya mutu minyak sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktor faktor tersebut dapat langsung dari sifat pohon induknya, penanganan paska panen, atau kesalahan selama proses pemerosesan dan pengangkutannya. 7
Faktor faktor yang mempengaruhi mutu adalah kadar air, kadar kotoran, asam lemak bebas, bilangan peroksida dan daya pemucatan. Faktor fakor lain adalah titik cair, kandungan gliserida padat dan sebagainya. Semua faktor faktor ini perlu dianalisa untuk mengetahui mutu minyak kelapa sawit (PS, 1997). Seperti jenis minyak yang lain, minyak sawit tersusun dari unsur unsur C, H dan O. Kandungan minyak kelapa sawit yang dominant adalah asam oleat dan palmitat. Minyak sawit ini terdiri dari fraksi padat dan fraksi cair dengan perbandingan yang seimbang. Penyusunan fraksi padat terdiri dari asam lemak jenuh antara lain asam miristat (1%), asam palmitat (45%). Sedangkan fraksi cair tersusun dari asam lemak yang tidak jenuh yang terdiri dari asam oleat (39%) dan asam linoleat (11%). Perbedaan jenis asam lemak penyusunannya dan jumlah rantai asam lemak yang membentuk trigliserida dalam minyak sawit dan minyak inti sawit menyebabkan kedua jenis minyak tersebut mempunyai sifat yang berbeda dalam kepadatan. Minyak sawit pada suhu kamar bersifat setengah padat sedangkan pada suhu kamar minyak inti sawit berbentuk cair. Minyak sawit mempunyai warna kuning orange yang disebabkan adanya pigmen berwarna merah jingga atau kuning oleh karotenoid yang bersifat larut dalam minyak. Karotenoid merupakan persenyawaan hidrokarbon tidak jenuh dan jika minyak dihidrogenasi, maka karoten tersebut juga ikut terhidrogenasi, sehingga intensitas warna kuning berkurang, Karotenoid bersifat tidak stabil pada suhu tinggi dan jika minyak dialiri uap panas, maka kuning akan hilang. Karotenoid tersebut tidak dapat dihilangkan dengan proses oksidasi. 8
Minyak sawit mempunyai warna jingga kekuningan sehingga untuk digunakan sebagai bahan baku harus melakukan pemucatan. Pemucatan ini dimaksud untuk mendapatkan warna minyak sawit yang lebih memikat dan sesuai dengan kebutuhannya. Berdasarkan standar mutu minyak sawit untuk pemucatan dengan alat lovibond yang didasarkan pada warna merah 3,5 dan warna kuning 35. D. DOBI (Deterioration of Bleachability Index) DOBI adalah rasio angka penyerapan spektrofotometer pada 446 nm dan pada 269 nm. Metode ini dikembangkan oleh Dr.P.A.T. Swaboda dari Institute Penelitian Minyak Sawit (Palm Oil Research Intitute of Malaysia) dari Malaysia (sekarang dikenal dengan nama Malaysia Palm Oil Board) (Gee Keck Seng (M) Berhad, 2005). Pengukuran yang dibuat dengan melarutkan minyak sawit memakai pelarut normal heksana dan kemudian menentukan penyerapannya dalam Spektrofotometer UV-Visibel Hitachi U-1700. Keuntungan utama pemilihan metode spektrofotometer bahwa metode ini memberikan metode sangat sederhana untuk menetapkan kuantitas zat yang sangat kecil (Anonim, 1979). Nilai DOBI dapat diketahui dengan menggunakan rumus: DOBI = Absorbance = 446 nm Absorbance = 269 nm Dimana : Absorbance 446 : nilai absorbansi pada 446 Absorbance 269 : nilai absorbansi pada 269 9
1. DOBI Sebagai Penentu Harga Minyak Sawit DOBI (Deoteration Of Bleachability Index) merupakan indeks derajat kepucatan minyak sawit mentah. Angka minimal DOBI CPO adalah 2,8. Karena tidak terpenuhinya angka standart DOBI, maka harga CPO Indonesia di pasar internasional selalu dipotong 300-500 rupiah per kilogram. DOBI itu sendiri merupakan angka perbandingan serapan atom terhadap asam lemak bebas. Apabila dihubungkan dengan aspek kualitas berdasarkan DOBI, ada 5 kelas minyak sawit mentah (CPO). CPO dengan angka DOBI <1,68, termasuk kedalam CPO yang memiliki kualitas yang buruk. Sementara itu CPO dengan angka DOBI antara 1,78 2,30 memiliki mutu yang kurang baik. Kemudian CPO dengan angka DOBI 2,30 2,92 mengindikasikan bahwa CPO ini memiliki mutu cukup baik. Angka DOBI 2,93 3,23 memperlihatkan indikasi CPO dengan mutu baik. Dan Angka DOBI diatas 3,24 berarti CPO memiliki kualitas yang sangat baik. Sementara itu kebanyakan negara tujuan ekspor menetapkan angka DOBI CPO yang dapat diterima harus memiliki angka DOBI lebih besar atau sama dengan 2,8. Angka DOBI minimal 2,8 yang diminta oleh pedagang CPO dunia diambil dari ketentuan dalam Codex Alimentariurs Commision. Pada kenyataannya sampai saat ini, CPO Indonesia rata rata memiliki angka DOBI dibawah 2,8. Dan nilai ini dianggap nilai yang kurang baik (Sekjen Deptan, 2004). Rendahnya Efisiensi pengolahan dan teknologi terjadi akibat system teknologi dan perangkat mesin dalam pengolahan tandan buah segar kelapa sawit masih menggunakan acuan system teknologi lama. Akibatnya banyak buah sawit 10
yang tersisa pada proses perontokan atau proses pemisahan secara mekanisme antara sawit dengan tandannya. Tabel 2. Standar Nasional Indonesia (SNI) Tentang Hubungan DOBI dengan Kualitas DOBI Kualitas < 1,68 Buruk 1,76-2,30 Kurang 2,36-2,92 Cukup 2,99-3,24 Baik > 3.24 Sangat Baik Sumber: Standar Nasional Indonesia (SNI 01-0016-1998) 2. Deterio Indeks Pemutihan (DOBI) dan Hubungannya Dengan Kualitas Minyak Sawit Umumnya minyak sawit kasar yang diperdagangkan ditentukan dengan spesifikasi kualitas pada asam lemak bebas (ALB) dan kelembaban dan kotoran. Dalam hubungan perdagangan, kualitas CPO harus menemukan gambaran dari GMQ (Good Merchantable Quality) atau kualitas perdagangan yang baik, sebenarnya di dalam GMQ, deterio dan indeks pemutihan (DOBI) tidak termasuk dalam spesifikasi kualitas. Walaupun demikian banyak pembeli memurnikan CPO dalam penyulingan, pemutihan dan penghilangan bau produk. Pemutihan yang baik kemudian menjadi satu indicator pencocokan untuk pemakaian dan harus mencakup GMQ. Analisa dari asam lemak bebas, kelembapan dan kotoran sendiri tidak mencukupi untuk mengindikasikan kualitas CPO yang baik sedangkan dalam 11
analisis DOBI dapat memberikan indikasi yang lebih baik serta memberikan kemudahan CPO dalam pemrosesan. 3. Penyebab-penyebab DOBI Yang Rendah Adapun penyebab DOBI yang rendah antara lain adalah sebagai berikut: a. Kerusakan buah saat panen b. Persentase yang tinggi dari tandan buah yang berwarna hitam (belum masak) dan lewat matang c. Penundaan pemrosesan terutama pada musim hujan d. Kontaminasi dari CPO dengan Kondensasi sterilizer e. Sterilisasi yang lama dari tandan buah f. Pemanasan (>55 C) dari CPO dalam tangki penyimpanan Ada beberapa penyebab lainnya, tetapi hal ini kurang mendukung dari penyebab di atas misalnya, perhatian (aerasi) minyak panas, penundaan dalam pemrosesan hingga pada bagian mesin sementara suhu tinggi pada tingakat suhu yang lain. Masalah lain yang dianggap sebagai penyebab rendahnya angka DOBI CPO adalah parameter kualitas CPO yang masih berpatokan pada asam lemak bebas (ALB) yang terkandung pada CPO maksimum 5 %. Angka 5 % ini sesuai dengan spesifikasi persyaratan mutu pada SNI Crude Palm Oil (CPO) No. SNI 01-0016-1998 yang disahkan pada tahun 1998. Dasar pengukuran mutu CPO yang berbeda dengan pasar internasional menyebabkan terjadinya potongan harga atau diskon pada CPO asal Indonesia (Sekjen Deptan, 2004). 12