BAB I PENDAHULUAN. kurang dalam perilaku adaptif dan memiliki intelektual di bawah rata-rata. yang muncul dalam masa perkembangan (Depkes, 2010).

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP SIKAP IBU TENTANG TOILET TRAINING

BAB I PENDAHULUAN. anak yang sudah mulai memasuki fase kemandirian (Wong, 2004). Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. anak mencapai tujuan yang diinginkan. Penerapan pola asuh yang tepat

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau sedikit dan fren = jiwa) atau tuna mental (Maramis, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, manusia dalam kehidupannya mengalami tahapan

BAB I PENDAHULUAN. (Activity Daily Living/ADL) (Effendi,2008). tidak lepas dari bimbingan dan perhatian yang diberikan oleh keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. mencapai perkembangan dan pertumbuhan anak (Wong, 2009). Menurut Kementrian Kesehatan RI (2013), jumlah anak usia toddler

Bab 1 PENDAHULUAN. pada kehidupan selanjutnya. Perhatian yang diberikan pada masa balita akan

Evi Nur Faidah* Supratman**

BAB I PENDAHULUAN. Toilet training yaitu suatu usaha melakukan latihan buang air besar dan buang

BAB I PENDAHULUAN. Anak retardasi mental memperlihatkan fungsi intelektual dan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena itu mereka termasuk kedalam anak berkebutuhan khusus (Miller, 2005).

65 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes. ISSN (elektronik) PENDAHULUAN

BAB I. dan perkembangan anak selanjutnya. Salah satu tugas anak toddler ini yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kehidupan manusia (Ramawati, 2011). Kemampuan merawat diri adalah suatu

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP IBU DALAM TOILET TRAINING PADA ANAK TODDLER DI DESA GLODOGAN KECAMATAN KLATEN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikarenakan pada anak retardasi mental mengalami keterbatasan dalam

BAB I PENDAHULUAN. menurut tingkatan usia lanjut yakni usia pertengahan (45-59), usia lanjut (60-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan desain penelitian studi korelasional yang merupakan penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perkembangan anak (Permeneg PP&PA Nomor 10 Tahun 2011).

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, artinya membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi

SIKAP ORANG TUA DENGAN KEMAMPUAN SOSIALISASI ANAK RETARDASI MENTAL DI SLB C/C1 SHANTI YOGA KLATEN

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING JURNAL

BAB I PENDAHULUAN. etika-moral. Perkembangan anak sangat penting untuk diperhatikan karena akan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan khusus termasuk anak yang mengalami hambatan dalam. dari wicara dan okupasi, tidak berkembang seperti anak normal

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berfungsi secara bermakna di bawah rata-rata (IQ kira-kira 70 atau lebih

BAB I PENDAHULUAN. anak, yang merupakan masa pertumbuhan dasar anak. Pada usia batita

BAB I PENDAHULUAN. taraf kelainannya. American Association On Mental Deliciency (AAMD) dalam

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai anak yang normal. Melihat anak anak balita tumbuh dan. akan merasa sedih. Salah satu gangguan pada masa kanak kanak yang

BAB III METODE PENELITIAN. mengungkapkan hubungan antar variabel yaitu pemberian MP ASI dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak merupakan karunia Tuhan yang harus disyukuri, dimana setiap keluarga

BAB III METODE PENELITIAN. (Nursalam, 2003). Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelatif

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah anugerah dan merupakan titipan serta amanah yang. sesuai dengan tahap pertumbuhan dan perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tork, et al (dalam Ramawati, 2011) setiap orangtua. menginginkan anak yang sehat dan mandiri. Namun, pada kenyataannya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas, cakupan dari disabilitas terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. belumlah lengkap tanpa seorang anak. Kehadiran anak yang sehat dan normal

BAB 1 PENDAHULUAN. melanjutkan kelangsungan hidupnya. Salah satu masalah kesehatan utama di dunia

BAB I PENDAHULUAN. terencana melalui pendidikan. Pengetahuan dapat dipengaruhi oleh berbagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebahagiaan terbesar orang tua adalah adanya kehadiran anak. Anak yang tumbuh sehat merupakan harapan

BAB II TINJAUAN TEORI DAN KONSEP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak lazim atau tidak sesuai dengan norma lingkungan dimana mereka berada.

HUBUNGAN POLA ASUH IBU DENGAN KEMANDIRIAN TOILET TRAINING ANAK USIA TODDLER

BAB I PENDAHULUAN. termasuk debu, sampah dan bau. Masalah kebersihan di Indonesia selalu

BAB I PENDAHULUAN. anak melakukan kegiatan tersebut disitu anak akan mempelajari anatomi. tubuhnya sendiri serta fungsinya.(hidayat Alimul,2005)

Rina Indah Agustina ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan seseorang, sakit dapat menyebabkan perubahan fisik, mental, dan

BAB I PENDAHULUAN. Retardasi mental adalah suatu gangguan yang heterogen yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses perkembangan anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Periode penting dalam tumbuh kembang anak terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. namun saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. (Hidayat dalam Ernawati

BAB 1 PENDAHULUAN. perencanaan atau penataan pembangunan bangsa (Hidayat, 2008 ) Peningkatan dan perbaikan upaya kelangsungan, parkembangan dan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitis yaitu penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting. Untuk menilai tumbuh kembang anak banyak pilihan cara. Penilaian

HUBUNGAN TOILET LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN ANAK USIA BULAN DALAM MENGONTROL ELIMINASI DI POSYANDU MELATI KELURAHAN TLOGOMAS MALANG ABSTRAK

HUBUNGAN RIWAYAT BBLR DENGAN RETARDASI MENTAL DI SLB YPPLB NGAWI Erwin Kurniasih Akademi Keperawatan Pemkab Ngawi

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan perkembangannya (Hariweni, 2003). Anak usia di bawah lima tahun (Balita) merupakan masa terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan manusia tidak dapat melakukan aktivitas sehari-harinya. Keadaan

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN TINGKAT KEMANDIRIAN ANAK RETARDASI MENTAL RINGAN DI SDLB YPLB BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. tua dan keluarga. Calon orang tua terutama calon ibu perlu memiliki

HUBUNGAN ANTARA FACTOR JARAK PELAYANAN DENGAN PEMANFAATAN POS KESEHATAN DESA DI DESA GAWANAN KECAMATAN COLOMADU

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO PERSETUJUAN PEMBIMBING JURNAL

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI KELURAHAN DALEMAN TULUNG KLATEN SKRIPSI

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Setiap anak unik dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2015 PENGAJARAN TOILETTRAINING PADA SISWA TUNAGRAHITA RINGAN DI SPLB-C YPLB CIPAGANTI

Dinamika Kebidanan vol. 2 no 2. Agustus 2012

BAB I PENDAHULUAN. harapan hidup, sehingga jumlah populasi lansia juga meningkat. Saat ini

BAB I. self atau diri sendiri. Penyandang Autisme pada dasarnya seseorang yang. melakukan auto-imagination, auto-activity, auto-interested, dan lain

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada bayi dan anak. Di negara berkembang, anak-anak menderita diare % dari semua penyebab kematian (Zubir, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. (PP No. 72 Tahun 1991). Klasifikasi yang digunakan di Indonesia saat ini dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang utuh untuk kualitas hidup setiap orang dengan menyimak dari segi

Youstiana Dwi Rusita*, Ikha Ardianti Ilmu Keperawatan STIKES Insan Cendekia Husada Bojonegoro ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

BAB I PENDAHULUAN. dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat. kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (DepKes RI, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan memberikan dampak peningkatan pada angka Umur Harapan Hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. mempertahankan perasaan kesegaran serta mencegah timbulnya penyakit akibat

POLA ASUH DAN PERKEMBANGAN PERSONAL SOSIAL ANAK TODDLER. Triani Yuliastanti Novita Nurhidayati INTISARI

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak-anak). Terdapat perkembangan mental yang

BAB I PENDAHULUAN. dan perkembangan anak saat ini. Akan tetapi pelaksanaan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat merupakan hal-hal yang harus segera ditanggapi dan. yang memiliki kompetensi, pengembangan kurikulum harus mampu

BAB I PENDAHULUAN. semakin berkembangnya anggapan bahwa menjadi tua itu identik dengan semakin

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN RETARDASI MENTAL DENGAN MEKANISME KOPING PADA ORANG TUA ANAK RETARDASI MENTAL

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR ANAK RETARDASI MENTAL RINGAN DI SEKOLAH LUAR BIASA C YAYASAN SOSIAL SETYA DARMA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. baik pula kualitas hidupnya, tetapi lain halnya jika menghadapi. sebagai persepsi individu mengenai keberfungsian mereka di dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kembangkan sesuai kebutuhan masing-masing, dimana retardasi mental itu adalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Oleh : Rahayu Setyowati

FAKTOR- FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PERILAKU SEKS BERISIKO PADA REMAJA TUNARUNGU DI SEKOLAH MENENGAH ATAS LUAR BIASA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat. Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. keluarga lain, pengalaman dini belajar anak khususnya sikap sosial yang awal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

BAB I PENDAHULUAN. dini. Salah satu permasalahan yang sering dijumpai adalah mengompol yang

Kata kunci : pengetahuan, sikap ibu hamil, pemilihan penolong persalinan.

HUBUNGAN INTERAKSI SOSIAL DENGAN KUALITAS HIDUP PADA LANSIADI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. berada pada masa ini berkisar antara usia 6-12 tahun. Penyakit yang sering

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Retardasi mental merupakan anak yang memiliki kemampuan yang kurang dalam perilaku adaptif dan memiliki intelektual di bawah rata-rata yang muncul dalam masa perkembangan (Depkes, 2010). Di Indonesia diperkirakan sekitar 7-10% anak berkebutuhan khusus dari total populasi anak di Indonesia. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Nasional (BPSN) tahun 2007 terdapat 82.840.600 jiwa anak dari 231.294.200 jiwa penduduk Indonesia, sekitar 8,3 juta jiwa diantaranya adalah anak berkebutuhan khusus yang mencakup anak dengan retardasi mental (Kemenkes RI, 2010). Pada anak retardasi mental masalah yang terjadi adalah kelemahan atau kurangnya kemampuan pada anak yang disertai keterbatasan kemampuan dalam kemandirian misalnya dalam hal makan, mengurus diri (oral higine, mandi, berpakaian), dan kemandirian dalam hal toilet training (Hidayat, 2005). Konsep toilet training dapat diperkenalkan pada anak sejak dini yaitu usia toddler (1-3 tahun). Toilet training dilakukan pada anak pada fase kemandirian. Pelatihan buang air besar dan buang air kecil biasanya dimulai pada usia 2 sampai 3 tahun. Walaupun bukan pekerjaan sederhana, namun orang tua harus tetap termotivasi untuk merangsang anaknya agar terbiasa buang air besar dan buang air kecil sesuai waktu dan tempatnya. 1

2 Mengajarkan toilet training pada anak bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Apalagi pada anak dengan retardasi mental. Dalam toilet training dibutuhkan tehnik atau cara yang tepat sehingga mudah dimengerti oleh anak. Penggunaan tehnik yang tepat mempengaruhi keberhasilan orang tua dalam mengajarkan konsep toilet training pada anak (Hidayat, 2005). Peran orang tua sangat dibutuhkan dalam toilet training anak, yaitu dalam hal menyediakan waktu, pendekatan yang konsisten, kesabaran, pengetahuan, pemahaman terhadap proses toilet training. Adanya saudara baru atau ibu kembali bekerja penuh (full time) mungkin akan menghambat kesiapan dalam toilet training. Pengetahuan tentang toilet training sangat penting untuk dimiliki oleh ibu. Hal ini akan berpengaruh pada penerapan toilet training pada anak. Ibu yang mempunyai tingkat pengetahuan yang baik, berarti ibu mempunyai pemahaman yang baik tentang manfaat dan dampak dari toilet training, sehingga ibu akan mempunyai pengetahuan yang positif terhadap toilet training (Suryabudhi, 2003). Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada Kepala Sekolah SLB Negeri Surakarta Bp Sukamto, SE jumlah murid SLB tahun 2012 berjumlah 44 siswa, rata-rata umur murid di bawah 18 tahun. Berdasarkan observasi Kepala Sekolah pada anak retardasi mental dengan tingkat IQ dibawah 70 keberasilan toilet trainingnya berkisar 60-65%. Untuk mengetahui keberhasilan anak retardasi mental salah satunya dengan memberikan pelatihan ketrampilan diri dengan mengajarkan kebutuhan dasar dan melatih kemandirian anak dalam hal toilet training. Di SLB

3 Negeri Surakarta ada kelas khusus untuk mempelajari kemandirian toilet training. Berdasarkan wawancara dengan 10 orang tua siswa, 8 orang tua mengatakan bahwa mereka belum tahu tehnik yang tepat dalam toilet training dan anak mereka sulit untuk mandiri dalam hal merawat diri. Salah satunya dalam hal toilet training. Anaknya membutuhkan perhatian yang lebih dibandingkan anak yang lain. Perkembangan anak di rasa kurang maka ibu harus membimbing anaknya pada saat melakukan kegiatan di rumah maupun di luar rumah. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dalam penelitian ini dirumuskan masalah Apakah terdapat hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan kemandirian toilet training pada anak Retardasi Mental Di SLB Negeri Surakarta C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum : Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan kemandirian toilet training pada anak retardasi mental di SLB Negeri Surakarta.

4 2. Tujuan khusus : a. Mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang toilet training pada anak retardasi mental di SLB Negeri Surakarta. b. Mengetahui tingkat kemandirian toilet training pada anak retardasi mental di SLB Negeri Surakarta. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Hasil penelitian diharapkan dapat memperkuat dan mengembangkan khasanah ilmu tentang retardasi mental terutaman mengenai kemandirian. 2. Manfaat praktis a. Bagi Peneliti Dapat menambah wawasan tentang pentingnya hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan kemandirian toilet training pada anak retardasi mental. b. Bagi ibu Memberikan masukan atau informasi kepada ibu mengenai toilet training. c. Bagi Institusi SLB Sebagai bahan pertimbangan pengelola SLB dalam memberikan edukasi dan bimbingan konseling kepada keluarga anak retardasi mental.

5 E. Keaslian Penelitian Dari penelusuran peneliti mengenai tingkat pengetahuan ibu dengan kemandirian toilet training pada anak retardasi mental di SLB Negeri Surakarta belum pernah di teliti sebelumnya. Adapun beberapa penelitian yang mendukung penelitian tentang pengetahuan toilet training dengan kemandirian melatih toilet training adalah: 1. Ulfa Azizah, (2007) : Perbedaan Kesiapan Toilet Training Pada Toddler yang Menggunakan Popok Sekali Pakai dan Tidak Menggunakan Popok Sekali Pakai di Kelurahan Pakuncen Yogyakarta. Metode penelitian menggunakan rancangan cross sectional dan pendekatan retrospektif dengan mengidentifikasi terjadinya faktor resiko pada 7 waktu lalu. Pengambilan sampel menggunakan quota sampling dan data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Analisa data menggunakan chi kuadrat dengan pengujian hipotesis berdasarkan pada derajat kemaknaan 0,05. Hasilnya sebanyak 75,9% dari responden yang menggunakan popok sekali pakai menunjukkan kesiapan yang baik dan 24,1% menunjukkan kesiapan yang cukup. Pada anak yang tidak menggunakan popok sekali pakai 92,7% menunjukkan kesiapan baik, dan 7,3% menunjukkan kesiapan cukup. Hasil analisis diperoleh nilai p sebesar 0,048. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kesiapan toilet training pada toddler yang menggunakan popok sekali pakai dan tidak menggunakan popok sekali pakai.

6 2. Evi Nur Faidah, (2008) : Hubungan Antara Persepsi dan Tingkat Pendidikan Terhadap Sikap Ibu tentang Toilet training Pada Anak usia 1-3 Tahun Di Wilayah Kelurahan Kampung Sewu Jebres Surakarta. Metode penelitian menggunakan desain cross sectional, dengan tehnik sampling multitistage sampling dengan jumlah sampel 84 responden, tehnik pengambilan data dengan menggunakan kuesioner berbentuk pertanyaan tertutup. Data yang terkumpul dianalisis dengan uji Chi square yang dilanjutkan dengan analisis kontingensi koefisien. Kesimpulan hasil penelitian menunjukkan Ho ditolak dan Ha diterima (p<0,05) artinya terdapat hubungan antara persepsi dan tingkat pendidikan dengan sikap ibu tentang toilet training. 3. Nety Siti Hayati, (2006) : Penerapan Metode Teach dalam Meningkatkan Keterampilan Toilet Training pada Anak Tuna Rungu yang Memiliki Perilaku Autis. Penelitian ini menggunakan desain eksperimental dengan menerapkan sebuah metode. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh Ho ditolak dan Ha diterima (p<0.05) artinya metode teach berpengaruh dalam meningkatkan keterampilan toilet training pada anak tuna rungu yang memiliki perilaku autis.