I. PENDAHULUAN. dicampur dengan tapioka dan bumbu yaitu: santan, garam, gula, lada, bawang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. ketersediaan air, oksigen, dan suhu. Keadaan aerobik pada buah dengan kadar

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. tahun. Menurut data FAO (2008), pada tahun konsumsi kentang. di Indonesia adalah 1,92 kg/kapita/tahun.

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state).tiga perempat dari luas wilayah

I. PENDAHULUAN. dan Asia adalah Fragaria chiloensis L. Spesies stroberi lain yang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan air panas. Susu kedelai berwarna putih seperti susu sapi dan

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning

BAB 1 PENDAHULUAN. secara optimal (Direktorat Pengelolaan Hasil Perikanan, 2007 dalam Marada, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

POPULASI BAKTERI PADA TELUR AYAM LEGHORN SETELAH PENAMBAHAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum) DENGAN KONSENTRASI YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura khususnya buah-buahan. Buah-buahan mempunyai banyak manfaat.

PENDAHULUAN. alam yang besar. Berbagai jenis tanaman seperti buah-buahan dan sayuran yang beragam

I. PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia sehari-hari. Plastik umumnya berasal dari minyak bumi

mempengaruhi atribut kualitas dari produk tersebut (Potter, 1986). Selama proses

BAB I PENDAHULUAN UKDW. jika menembus permukaan kulit ke aliran darah (Otto, 2009). S. epidermidis

dapat dimanfaatkan sebagai obat berbagai macam penyakit. Beberapa yang dilakukan untuk menemukan senyawa-senyawa bioaktif yang

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan bahan tambahan berbahaya untuk makanan. Salah satu bahan

I. PENDAHULUAN. Kemasan memiliki fungsi utama untuk melindungi produk dari kerusakan

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu jenis buah yang akhir-akhir ini populer adalah buah naga. Selain

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULAN

I. PENDAHULUAN. apabila tidak ditangani secara benar. Kerusakan bahan pangan tersebut

I. PENDAHULUAN. Industri makanan dan minuman adalah salah satu industri yang. agar produk akhir yang dihasilkan aman dan layak untuk dikonsumsi oleh

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengolahan minimal (minimal processing) pada buah dan sayur

BAB I PENDAHULUAN. nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu hasil perikanan budidaya

KULIAH KE VIII EDIBLE FILM. mampu membuat kemasan edible yang dapat diaplikasikan pada bahan pangan.

BAB I PENDAHULUAN. makanan dari kerusakan. Kemasan makanan di masa modern sudah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2)

BAB I PENDAHULUAN. berupa pengawet yang berbahaya (Ismail & Harahap, 2014). Melihat dari

BAB I PENDAHULUAN. jenang terbuat dari tepung ketan, santan, dan gula tetapi kini jenang telah dibuat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BAKSO AYAM SKRIPSI

PEMBERIAN CHITOSAN SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK PADA BAKSO UDANG

mampu menghambat pertumbuhan bakteri.

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

BAB I PENDAHULUAN. antigen (bakteri, jamur, virus, dll.) melalui jalan hidung dan mulut. Antigen yang

BAB I PENDAHULUAN. buah dan sayuran. Salah satunya adalah buah tomat (Lycopersicon esculentum

I. PENDAHULUAN. makanan (foodborne disease) (Susanna, 2003). Foodborne disease tidak

KAJIAN PENGGUNAAN PATI DARI UBI KAYU SEBAGAI BAHAN EDIBLE COATING UNTUK MEMBUAT KERIPIK NENAS RENDAH LEMAK

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai macam umbi-umbian dapat dipergunakan sebagai sumber. kalori/karbohidrat, salah satunya adalah singkong. Singkong kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat.

I. PENDAHULUAN. baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Dilihat dari karakter fisiknya, murbei merupakan buah yang berasa segar manis

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

3.5.1 Teknik Pengambilan Sampel Uji Daya Hambat Infusa Rimpang Kunyit Terhadap E. coli dan Vibrio sp. Pada Ikan Kerapu Lumpur

I. PENDAHULUAN. mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BABI PENDAHULUAN. Rawon merupakan salah satu makanan khas Jawa Timur yang mudah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

BAB I PENDAHULUAN. dalam pola makan sehat bagi kehidupan manusia. Sebagaimana al-qur an. menjelaskan dalam surat Abbasa (80) :

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi terhadap manusia. Infeksi

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian dan Tempat dan Waktu Penelitian. Kg/Kap/Thn, sampai tahun 2013 mencapai angka 35 kg/kap/thn.

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Makanan berasal dari bahan pangan yang sudah atau tanpa mengalami

IV. ANALISIS DAN SINTESIS

I. PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

I. PENDAHULUAN. alam. Sebagai salah satu negara yang memiliki wilayah pantai terpanjang dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. Pendahuluan. Kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi bahan pangan yang

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 2008). Tanaman ini sudah banyak dibudidayakan di berbagai negara dan di

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. maupun tujuan lain atau yang dikenal dengan istilah back to nature. Bahan

I. PENDAHULUAN. satu produk olahan pangan asal hewan yangpaling banyak diminati

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

I PENDAHULUAN. Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan

I. PENDAHULUAN. sehingga memiliki umur simpan yang relatif pendek. Makanan dapat. dikatakan rusak atau busuk ketika terjadi perubahan-perubahan yang

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Untuk mengetahui efek pemberian ekstrak mengkudu terhadap daya

PENDAHULUAN. Kondisi ini akan lebih diperparah lagi akibat penjualan. pengawetan untuk menekan pertumbuhan bakteri.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

LAMPIRAN. Lampiran 1. Bahan-bahan Pembuatan Sosis

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap pemenuhan nilai gizi

I. PENDAHULUAN. saji kaya protein yang bersumber dari bahan pangan hewani, memengaruhi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

PENDAHULUAN. ekonomi yang masih lemah tersebut tidak terlalu memikirkan akan kebutuhan

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Aplikasi Pengemasan Edible Coating pada Produk Makanan

I. PENDAHULUAN. Indonesia dan kontribusinya terhadap ekspor non migas nasional cukup besar.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian.

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otak-otak merupakan produk pengolahan dari daging ikan yang dicampur dengan tapioka dan bumbu yaitu: santan, garam, gula, lada, bawang putih, dan bawang merah. Produk otak-otak ikan berasal dari daerah Sumatera, kemudian berkembang ke daerah lain di Indonesia. Produk otak-otak ikan yang paling terkenal adalah otak-otak ikan yang terbuat dari ikan tenggiri (Agustini dkk., 2006). Proses pengolahan otak-otak ikan menggunakan bahan baku daging ikan yang telah dilumatkan (dihaluskan) dan ditambahkan dengan bahan tambahan pangan yang dicampurkan selama proses pengolahan berlangsung. Penanganan pada bahan baku dan proses pengolahan yang kurang tepat seringkali berpengaruh terhadap mutu produk yang dihasilkan. Otak-otak ikan tenggiri yang pada terbuat dari daging ikan tenggiri mengandung protein dan lemak yang cukup banyak, mudah mengalami kerusakan selama penyimpanan (Padli, 2015). Salah satu teknologi yang dapat dipertimbangkan untuk meningkatkan masa simpan dari otak-otak ikan tenggiri adalah edible coating. Edible coating dapat berasal dari bahan baku yang mudah diperbaharui seperti campuran lipid, polisakarida, dan protein. Edible coating berfungsi sebagai barrier uap air, gas, dan zat-zat terlarut lain, serta berfungsi sebagai carrier (pembawa) berbagai macam bahan seperti: emulsifier, antimikrobia, dan antioksidan, sehingga 1

2 berpotensi untuk meningkatkan mutu dan memperpanjang masa simpan produk-produk pangan (Lin dan Zhao, 2007). Prinsip pembuatan edible coating sama dengan edible film. Hal yang membedakannya adalah cara pembentukannya, edible coating yang langsung dibentuk pada permukaan produk, sedangkan edible film dibentuk secara terpisah dari produk (Krochta dkk., 1994). Polisakarida seperti pati dapat dijadikan bahan baku dalam pembuatan edible coating. Pati banyak digunakan oleh industri pangan sebagai biodegradable film untuk menggantikan polimer plastik karena lebih ekonomis, dapat diperbaharui, dan memberikan karakteristik fisik yang cukup baik (Bourtoon, 2007). Sifat penghambatan komponen polisakarida terhadap transmisi gas lebih baik daripada terhadap uap air, dikarenakan sifat kepolaran dari polisakarida sehingga dapat mudah berinteraksi dengan air (Hui, 2006). Umbi garut merupakan salah satu bahan yang berpotensi sebagai bahan baku edible coating. Tingkat konsumsi umbi garut di Indonesia sudah cukup tinggi di beberapa daerah, namun tingkat pengolahannya menjadi produk pangan masih rendah. Edible film dari gabungan lipid dan hidrokoloid dapat meningkatkan kelebihannya serta mengurangi kelemahannya (Wiriyanata dkk., 2016). Pati Garut yang berasal dari umbi garut sendiri memiliki kadar amilosa yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan pati singkong dan pati sagu. Pati garut memiliki kadar amilosa sebesar 28,50 %. Kadar amilosa pati singkong

3 sebesar 27,38 % (Chan, 1983). Kadar amilosa pati sagu sebesar 23,94 % (Richana dkk., 2000). Krochta dkk. (1994), menyatakan bahwa bahan tambahan seperti antimikrobia dan bahan pengawet sering digunakan dalam pembuatan edible film untuk meningkatkan fungsinya. Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai antimikrobia pada edible coating adalah bawang putih. Allicin merupakan senyawa yang dimiliki bawang putih. Allicin pada bawang putih memiliki sifat bakterisidal dan cenderung tidak stabil. Senyawa ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri Stapyllococcus aureus pada konsentrasi ekstrak bawang putih sebesar 2% (Wilson dan Droby, 2001). B. Keaslian Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh Widaningrum dkk. (2015), mengenai Edible Coating berbasis pati sagu dengan Penambahan Antimikrobia Minyak Sereh Pada Paprika: Preferensi Konsumen Dan Mutu Vitamin C menunjukkan bahwa perlakuan coating pada suhu coldroom mampu memperpanjang umur simpan paprika selama 3-7 hari. Kombinasi perlakuan coating dengan penambahan minyak sereh efektif dalam memperpanjang umur simpan paprika. Penelitian yang dilakukan oleh Prihandani dkk. (2015), mengenai Uji daya antibakteri bawang putih (Allium sativum L.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Salmonella typhimurium dan Pseudomonas aeruginosa dalam meningkatkan keamanan pangan. Aktivitas antibakteri bawang putih terhadap isolat bakteri S. aureus menghasilkan perbedaan yang nyata yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus.

4 Penelitian Puspitasari (2008), mengenai Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum linn) terhadap Bakteri Staphylococcus aureus Invitro. Metode yang digunakan pada penelitian tersebut yaitu uji aktivitas antibakteri dengan metode dilusi cair, perlakuan dibagi menjadi 10 kelompok dengan konsentrasi 100% v/v, 50% v/v, 25% v/v, 12,5% v/v, 6,25% v/v, 3,125% v/v, 1,56% v/v, 0,78% v/v, 0,39% v/v, 0,19% v/v, dan 3 kelompok kontrol yaitu kontrol positif, kontrol negatif, dan kontrol. Hasil dari penelitian tersebut dapat diketahui bahwa pada konsentrasi 12,5% bawang putih memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Penelitian yang dilakukan oleh Alim (2016) mengenai Aplikasi Edible Coating dari Pati Tapioka dan Air Perasan Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) Pada Bakso. Penggunaan edible coating dari pati singkong dan air perasan jeruk nipis diketahui dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus. Edible coating dari pati singkong dan air perasan jeruk nipis dengan konsentrasi 1% dapat memperpanjang masa simpan bakso selama 3 hari. Penelitian Fortuna dkk. (2014) mengenai Kajian Penggunaan Pati dari Ubi Kayu Sebagai Bahan Edible Coating untuk Membuat Keripik Nenas Rendah Lemak. Pati sebagai bahan edible coating dapat digunakan untuk menurunkan penyerapan minyak selama penggorengan keripik nenas. Konsentrasi pati yang digunakan adalah 3 % dan dapat menurunkan penyerapan minyak selama penggorengan keripik sebesar 35,46 %.

5 C. Rumusan Masalah 1. Berapakah kombinasi optimal pati garut dan sari bawang putih untuk menghasilkan edible coating yang dapat mempertahankan kualitas otakotak selama masa simpan? 2. Apakah edible coating dapat mengurangi penyerapan minyak pada otakotak saat digoreng? 3. Apakah edible coating pati garut dan bawang putih memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus? D. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui kombinasi optimal pati garut dan sari bawang putih untuk menghasilkan edible coating yang dapat mempertahankan kualitas otakotak selama masa simpan. 2. Mengetahui kemampuan edible coating dalam mengurangi penyerapan minyak pada otak-otak saat digoreng 3. Mengetahui kemampuan edible coating kombinasi pati garut dan bawang putih terhadap bakteri patogen Staphylococcus aureus. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan mutu dan daya simpan otak-otak, meningkatkan nilai potensi dari pati garut dan bawang putih sebagai pelapis makanan, serta mengurangi kontaminasi bakteri patogen pada otakotak.