BAB I PENDAHULUAN. menjadi utuh. Dalam syariat Islam ikatan perkawinan dapat putus bahkan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

BAB II KERANGKA TEORITIK. isteri tidak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami isteri

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dalam ikatan yang sah sebagaimana yang diatur dalam Islam,

PERBANDINGAN HUKUM ACARA PERCERAIAN ANTARA SUAMI DAN ISTERI DI PENGADILAN AGAMA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM MENGABULKAN CERAI GUGAT DENGAN SEBAB PENGURANGAN NAFKAH TERHADAP ISTERI

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. tidak memungkinkan lagi untuk mewujudkan perdamaian, maka hukum Islam

BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD

A. Analisis Pertimbangan Hukum dan Dasar Hukum Putusan PA Nomor. Agama Pasuruan, yang mana dalam bab II telah dijelaskan tentang sebab

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. 1. Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Perceraian (Putusan. Banyuwangi) perspektif UU No.

BAB I PENDAHULUAN. menghimpit, menindih atau berkumpul, sedangkan arti kiasanya ialah watha

BAB I PENDAHULUAN. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Apabila mereka melangsungkan perkawinan maka timbullah hak dan

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dinyatakan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB III PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA MURTAD MENURUT HUKUM POSITIF. A. Putusnya Perkawinan karena Murtad dalam Hukum Positif di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kamus bahasa arab, diistilahkan dalam Qadha yang berarti

BAB II KOMPETENSI PERADILAN AGAMA TENTANG PENCABUTAN GUGATAN DAN PERCERAIAN

P U T U S A N SALINAN

BAB 1 PENDAHULUAN. rumah tangga yang kekal, tenteram dan teratur serta memperoleh keturunan. Akan

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA

BAB I PENDAHULUAN. antara mereka dan anak-anaknya, antara phak-pihak yang mempunyai

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. untuk akad nikah.nikah menurut syarak ialah akad yang membolehkan seorang

BAB I PENDAHULUAN. adalah berhimpun atau wata, sedangkan menurut syara artinya adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

BAB I PENDAHULUAN. dalam surat ar-rum ayat 21 sebagai berikut: Artinya: Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-nya ialah Dia menciptakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami

PUTUSAN Nomor 015/Pdt.G/2014/PA.Mtk

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1975 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

PUTUSAN Nomor : 301/Pdt.G/2011/PA.Pkc.

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan dalam agama Islam disebut Nikah yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

P U T U S A N NOMOR; 210/Pdt.G/2011/PTA.Bdg.

A. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Perkara Perceraian Putusan. mediator yang tujuannya agar dapat memberikan alternatif serta solusi yang terbaik

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT. menciptakan manusia berpasang-pasangan. Dalam Al Qur an, Allah SWT. berfirman :

BAB III MURTAD SEBAGAI SEBAB PUTUSNYA PERKAWINAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM. A. Latar Belakang Lahirnya Kompilasi Hukum Islam

BAB IV ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEMARANG NOMOR 2055/ PDT. G/ 2012/ PA. SMG. TENTANG TALAK RAJ`I KEPADA ISTERI YANG MURTAD

P U T U S A N Nomor 153/Pdt.G/2014/PA.Mtk

BAB IV. ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN MAJELIS HAKIM MENOLAK PERMOHONAN IWA<D} PERKARA KHULU DALAM GUGATAN REKONVENSI (No. 1274/Pdt.G/2010/PA.

P U T U S A N. Nomor <No Prk>/Pdt.G/2017/PTA.Bdg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PENYERAHAN UANG IWADH DALAM PRAKTIK ACARA PERADILAN AGAMA. Oleh : Mahruddin Andry ( Pegawai PA. Sidikalang )

BAB I PENDAHULUAN. Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang laki-laki yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu perkawinan yang di lakukan oleh manusia bukanlah persoalan nafsu

BAB I PENDAHULUAN. ikatan suci yang dinamakan perkawinan. Perkawinan adalah suatu hubungan

PUTUSAN Nomor : 0686/Pdt.G/2014/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak mampu. Walaupun telah jelas janji-janji Allah swt bagi mereka yang

BAB III PERCERAIAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NO. 1 TAHUN Soemiyati dalam bukunya Hukum Perkawinan Nasional dan Undang-undang

BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

PROSEDUR BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA JEMBER

PUTUSAN Nomor : 0686/Pdt.G/2014/PA.Pas

BAB I. Pendahuluan. melaksanakan tugas dan kewajibannya masing-masing dalam membangun keluarga

BAB III TINJAUAN TENTANG KEDUDUKAN DAN TUGAS LEMBAGA JURU DAMAI DALAM PENYELESAIAN PERKARA SYIQAQ

PUTUSAN Nomor : 0846/Pdt.G/2014/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Putusan Nomor : 276/Pdt.G/2011/PA.Pkc. hal. 1 dari 10 hal.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERCERAIAN KARENA ISTERI. A. Analisis terhadap Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim karena Isteri

TENTANG DUDUK PERKARANYA

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PERCERAIAN DAN AKIBATNYA

b. Salah satu pihak menjadi pemabok, pemadat, atau penjudi yang sukar disembuhkan,

IJIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

BAB I PENDAHULUAN. insan (yang berlainan jenis) untuk selama-lamanya sampai ajal menjemput,

PUTUSAN Nomor xxxx /Pdt.G/2012/PA.Slw. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA LAWAN

P U T U S A N. Nomor: 0133/Pdt.G/2010/PA.Spn. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

S A L I N A N P U T U S A N Nomor : 0197/Pdt.G/2010/PA.TSe.

PUTUSAN Nomor : 0410/Pdt.G/2012/PA.Pkp. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN Nomor : 31/Pdt.G/2010/PA.Rks. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor: 0072/Pdt.G/2010/PA.Spn BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH

PUTUSAN Nomor : 0127/Pdt.G/2012/PA.Pas

P U T U S A N Nomor : 73/Pdt.G/2009/PA.Pkc.

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

TENTANG DUDUK PERKARANYA

PUTUSAN Nomor: xxxx/pdt.g/2012/pa.slw. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA LAWAN

P U T U S A N. Nomor: 0043/Pdt.G/2011/PA.Spn. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA LAWAN

PUTUSAN Nomor : 36/Pdt.G/2011/PA.Pkc. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. tersebut diucapkan sebagai bentuk perjanjian suami atas isterinya, diucapkan

PUTUSAN Nomor : 07/Pdt.G/2011/MS-ACEH. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 0241/Pdt.G/2012/PA.Bn BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB IV. A. Analisis hukum formil terhadap putusan perkara no. sebagai tempat untuk mencari keadilan bagi masyarakat pencari keadilan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama.

BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA. 1. Deskripsi Perkara Permohonan Iwadl Perkara Khulu Berdasarkan. Perkara Nomor No.1274/Pdt.G/2010/PA.

Prosiding Peradilan Agama ISSN:

PUTUSAN Nomor 1243/Pdt.G/2015/PA. Pas

PUTUSAN Nomor 0930/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. melawan

BAB I PENDAHULUAN. Perceraian dalam istilah ahli Fiqih disebut talak atau furqah. Adapun

P U T U S A N Nomor : 0198/Pdt.G/2010/PA.Spn.

PUTUSAN Nomor 1278/Pdt.G/2015/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7

P U T U S A N NOMOR : 0333/Pdt.G/2011/PA. Skh. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Putusan 101/Pdt.G/2010/PA Tse 1

BAB V PENUTUP. 1. Pendapat ulama Muhammadiyah dan Nahd atul Ulama (NU) di kota. Banjarmasin tentang harta bersama.

2. SETIAP PERKAWINAN HARUS DICATAT Menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 ayat 2)

PUTUSAN Nomor 0718/Pdt.G/2015/PA. Pas

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Islam perkawinan merupakan suatu ikatan yang harus diupayakan terjalin keutuhannya, namun secara manusiawi ikatan ini mustahil untuk selalu menjadi utuh. Dalam syariat Islam ikatan perkawinan dapat putus bahkan diizinkan jika dalam keadaan yang tidak dapat dihindarkan. Tujuan disyariatkannya perkawinan dalam syariah adalah untuk membentuk suatu unit keluarga yang sejahtera, namun jika disebabkan beberapa alasan tujuan ini gagal, maka tak perlu lagi memperpanjang harapan yang ternyata hampa ini. Sehingga perceraian merupakan penyelesaian terakhir bila kedamaian tidak bisa diwujudkan lagi dalam suatu perkawinan Hak menceraikan dalam Islam tidak hanya diberikan kepada suami, namun istri juga diberikan hak untuk menuntut cerai apabila terdapat alasan yang cukup untuknya. Dalam masyarakat sering terjadi kasus-kasus penyiksaan yang dilakukan oleh suami secara semena-mena kepada isterinya yang mana tidak diperkenankan untuk cerai, namun Islam dengan izin cerai yang dituntut oleh si isteri telah menolong banyak keluarga muslim serta menghindarkan kesengsaraan terhadap anak-anak yang disebabkan percekcokan dan pertikaian terus-menerus sedangkan kedua pasangan itu tidak dinyatakan salah terus hidup bersama tanpa bahagia.

2 Dalam Islam memutuskan perkawinan atas inisiatif isteri dipergunakan istilah khulu'. 1 ialah berpisahnya isteri dari suami dengan tebusan harta. 2 Sedangkan dalam Kompilasi hukum Islam pada bab I ketentuan umum pasal 1 poin i, disebutkan bahwa khulu adalah perceraian yang terjadi atas permintaan isteri dengan memberikan tebusan atau iwadl kepada dan atas persetujuan suaminya. 3 Kasus khulu yang pertama kali dalam Islam disebutkan oleh Imam Bukhari dalam Riwayat berikut : "Isteri Tsabit bin Qais datang menghadap Nabi SAW dan berkata : "wahai Rasulullah, aku tidak marah dengan Tsabit karena perangai dan agamanya, tetapi aku takut mungkin terjadi sesuatu kepadaku yang bertentangan dengan Islam sehingga karenanya aku ingin berpisah darinya. "Lalu Nabi SAW bersabda : "sudikah engkau mengembalikan kepada Tsabit kebun yang telah diberikannya kepadamu sebagai mas kawin?" Dia menjawab : "ya". Kemudian Nabi SAW bersabda kepada Tsabit : "Ambillah kembali kebunmu, dan ceraikan ia sekarang juga". 4 Terbukanya kemungkinan cerai dengan khulu ini ialah untuk mengimbangi hak talak sepihak si suami. 5 khulu ini dimaksudkan pula untuk mencegah kesewenangan suami dengan hak talaknya, dan menyadarkan suami bahwa isteri pun mempunyai hak sama untuk mengakhiri perkawinan. Artinya 1 Ahmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1995, hal. 136 2 Muhammad Asy-Syaukani, Nailul Authar, diterjemahkan oleh Adib Bisri Musthafa dengan judul terjemah Nailul Authar jilid VII, Semarang : Asy-Syifa, 1994, hal. 72 3 Departemen Agama RI., Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1991 Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Tahun 1998/1999, hal. 14 4 Bukhari, Shahih Al-Bukhari Jilid 3 Juz 7, Beirut : Darul Fikri, 1981 M/1401 H, hal. 170 5 Sayuti Thalib, Hukum kekeluargaan Indonesia, Jakarta: UI Press, 1986, hal. 116

3 dalam situasi tertentu, isteri yang sangat tersiksa akibat ulah suami atau keadaan suami, mempunyai hak menuntut cerai dengan imbalan sesuatu. 6 Permintaan Khulu' seperti halnya penjatuhan talak juga hanya dapat diajukan dalam keadaan yang luar biasa atau dengan kata lain harus mempunyai alasan yang dapat dibenarkan seperti yang diatur oleh undang-undang perkawinan pada pasal 39 tentang syarat-syarat putusnya suatu perkawinan pada ayat (2) bahwa untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri 7 Selanjutnya Undang-undang Perkawinan nomor 1 tahun 1974 yang dalam aturan pelaksanaannya, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1975 pada pasal 19 menyebutkan alasan-alasan perceraian sebagai berikut: a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturutturut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya. c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung. d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain. e. Salah satui pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri. f. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. 8 6 Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam; Untuk IAIN, STAIN, PTAIS, Bandung: Pustaka Setia, 2000, hal. 172 7 Undang-undang Pokok Perkawinan beserta Peraturan Perkawinan khusus untuk Anggota Abri, Anggota Polri, pegawai Kejaksaan, Pegawai negeri Sipil, Jakarta: Bumi Aksara, 1991, hal. 13 8 Ibid, hal. 38-39

4 Pada Kompilasi Hukum Islam bab XVI tentang putusnya perkawinan pasal 124 disebutkan bahwa Khulu' harus berdasarkan atas alasan perceraian sesuai ketentuan pasal 116. 9 Alasan perceraian yang termuat dalam pasal 116 tersebut pada dasarnya sama dengan yang dimuat dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan yang sudah disebutkan di atas, namun ada dua poin yang ditambahkan oleh Kompilasi Hukum Islam yaitu: 1. Suami melanggar taklik talak 2. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga. 10 Selanjutnya pada pasal 39 itu pada ayat sebelumnya disebutkan pula syarat bahwa perceraian itu hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Perceraian yang oleh peraturan perundang-undangan di atas mensyaratkan harus adanya alasan ini juga sejalan dengan hadis Nabi SAW sebagai berikut: Wanita manapun yang meminta cerai dari suaminya tanpa alasan (yang dapat diterima) diharamkan baginya wewangian surga. 11 9 Departemen Agama RI., Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1991 Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Th. 1998/1999, hal.51 10 Ibid., hal. 57. Abi Daud, Sunan Abi Daud Juz 2 Kitab thalaq Bab Khulu, Beirut: Darul Fikri, 1994 M/1414 H, hal. 244

5 Di Pengadilan Agama, khususnya Palangka Raya, perkara perceraian yang banyak terjadi adalah perkara cerai gugat dengan putusan talak satu khul i, dimana disebabkan oleh si suami yang telah melakukan pelanggaran terhadap taklik talak 12 yang dia ikrarkan ketika sesaat setelah akad nikah mereka dilangsungkan. Dari 50 perkara yang sudah disidangkan pada tahun 2007, sebanyak 37 perkara adalah putusan talak satu khul i, artinya disebabkan oleh pelanggaran suami terhadap taklik talak. Namun dari seluruh perkara yang diputus dengan talak satu khul i ini, dari tahun 2002 sampai sekarang ternyata ada beberapa perkara yang tidak disebabkan oleh pelanggaran taklik talak dari suami, atau bahkan suami tidak melakukan kesalahan apapun dalam sengketa perkawinan tersebut, tetapi justru isterilah yang dalam persidangan terbukti telah melakukan pengingkaran dalam perkawinan yang menyebabkan terjadinya perceraian. Sedangkan hakim menerima gugatan tersebut dan memutusnya dengan talak satu khul i dimana isteri yang menggugat tersebut harus membayar iwadh kepada suaminya sebesar iwadh yang diperjanjikan pada taklik talak dan bahkan ada juga yang melebihi dari jumlah mahar yang dibayarkan suami pada akad nikah berlangsung. Berdasarkan kenyataan yang terjadi di pengadilan ini maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut bagaimana sebenarnya penerapan dan penyelesaian khulu' di Pengadilan Agama Palangka Raya dan problem yang dihadapi hakim 12 Taklik talak adalah talak yang diperjanjikan oleh suami yang diucapkan sesaat setelah akad nikah; janji itu kemudian dicantumkan di dalam Akta Nikah: adalah janji suami kepada isteri yang apabila janji itu dilanggar oleh suami maka talak suami kepada isteri akan jatuh. Talak yang digantungkan itu tidak akan jatuh dengan sendirinya kecuali apabila isteri mengadukan kepada Pengadilan Agama kemudian Pengadilan Agama membenarkan pengaduan isteri dan isteri membayar Iwadl yang dijanjikan. Lihat, Mahkamah Agung RI, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan, buku II ed. Rev., Cet. Ke 3, 1998, hal. 220.

6 dalam penyelesaian perkara khulu' tersebut antara hukum Islam dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. B. Rumusan Masalah Yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana penerapan dan penyelesaian khulu' oleh hakim di Pengadilan Agama Kota Palangka Raya? 2. Bagaimana problematika penyelesaian khulu' oleh hakim antara Hukum Islam dan Peraturan Perundang-undangan? C. Tujuan penelitian 1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan dan penyelesaian khulu oleh hakim di Pengadilan Agama Kota Palangka Raya 2. Untuk mengetahui problematika penyelesaian Khulu' oleh hakim antara hukum Islam dan Peraturan Perundang-undangan D. Definisi Operasional Adapun yang dimaksud dengan khulu' dalam penelitian ini adalah perceraian antara suami dengan isteri yang mana inisiatif bercerai dari pihak isteri dengan membayar sejumlah tebusan harta, dan suami bersedia menerimanya. Sehingga dalam penelitian ini akan mencari sejumlah perkara cerai gugat yang diputuskan dengan jalan khulu' Sehingga akan terlihat bagaiman khulu tersebut diterapkan oleh hakim dalam perkara cerai gugat di pengadilan.

7 Penerapan di sini maksudnya adalah usaha-usaha yang dilakukan hakim ketika mengadili perkara cerai gugat yang berimplikasi pada putusan cerai dengan jalan khulu'. Sedangkan Problematika penyelesaian oleh hakim adalah sejumlah permasalahan atau kendala yang dihadapi oleh hakim dalam menyelesaikan perkara perceraian dengan jalan khulu' tersebut di Pengadilan Agama dengan dasar Hukum Islam dan Peraturan Perundang-undangan. Hukum Islam maksudnya adalah pendapat ulama-ulama fikih Islam terkait dengan khulu atau ulama-ulama tafsir yang memahami tentang ayat yang terkait dengan khulu. Sedangkan Peraturan Perundang-undangan yang dimaksud di disini adalah berupa undang-undang, peraturan pelaksana, instruksi, kepres yang dikeluarkan pemerintah dan berlaku resmi di Indonesia khususnya yang terkait dengan masalah perceraian. E. Kegunaan Penelitian 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu kegunaan dimana didapat suatu rumusan yang memberikan kriteria cerai gugat yang penyelesaiannya dapat dilakukan dengan jalan Khulu'. 2. Penelian ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi hakim dalam menyelesaikan perkara Khulu' beserta aspek-aspeknya. 3. Untuk memperkaya khazanah pemikiran metodologi hukum Islam sebagai suatu usaha untuk meningkatkan pemahaman terhadap ajaran (baca : hukum) Islam.

8 F. Kerangka Pemikiran Ada Alasan (pelanggaran taklik talak) Hukum /Fikih Islam Perundang-undangan/ Kompilasi Hk. Islam Terima Talak Ba in Shugra tanpa iwadh Fasakh Cerai gugat /Khulu Upaya Hakim Menyelesaikan Perkara Tolak Talak satu Khul'i Tidak ada alasan (Isteri ingkar) Iwadh/kembali mahar/tebusan Khulu' adalah dimana hak isteri untuk meminta cerai dengan memberikan tebusan harta dari pemberian suaminya atau pemberian ganti rugi oleh seorang isteri atas talak yang diperolehnya. Ketika perkara ini diajukan ke Pengadilan Agama sebagai perkara cerai gugat, artinya dalam hal ini adalah isteri sebagai penggugat mengajukan gugatannya dengan menyertakan berbagai alasan cerainya, maka hakim melihat alasan perceraian yang diajukan oleh isteri tersebut, apakah benar terjadi peristiwanya dan apakah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku mengenai alasan perceraian. Menurut kompilasi hukum Islam pasal 124 bahwa Khulu' itu harus berdasarkan alasan perceraian sebagaimana pada pasal 116 kompilasi hukum Islam, kemudian hakim memutuskan untuk menolak atau menerima gugatan ini. Jika gugatannya tidak beralasan sebagaimana yang termuat dalam peraturan maupun perundang-undangan, maka hakim berhak menolaknya. Namun jika diterima, maka diputuskan dengan bentuk perceraian yang bagaimana apakah

9 dengan dijatuhkan sebagai talak bain shugra tanpa iwadh karena syiqaq 13, fasakh 14 atau talak satu khul i dengan iwadh karena suami telah melanggar taklik talak atau karena isteri yang tidak suka lagi dengan suaminya.sehingga ia menebus dirinya dengan membayar sejumlah harta agar suami mentalaknya. Sedangkan yang menjadi pertanyaan di sini adalah bagaimana penerapan khulu tersebut oleh hakim di pengadilan agama dalam perkara cerai gugat, apakah secara normative dengan di dasarkan pada undang-undang perkawinan dan kompilasi hukum Islam yang masih belum rinci mengatur khulu atau dengan hukum Islam dari berbagai pendapat ulama fiqih yang juga cukup kompleks. G. Sistematika Penulisan Tesis ini terdiri atas lima bab. Pada bab satu berisi pendahuluan yang secara umum menguraikan konsepsi teoritis dan emperis latar belakang permasalahan serta bagaimana pentingnya penelitian ini diangkat sebagai sebuah tulisan ilmiah, kemudian diformulasikan rumusan masalah dalam bentuk pertanyaan, setelah itu dikemukakan tujuan penelitian, definisi operasional, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran dan diakhiri dengan sistematika penulisan. 13 Syiqaq adalah keretakan yang telah sangat hebat antara suami isteri. Semata-mata karena syiqaq tidak diperkenankan langsung bercerai. Peristiwa syiqaq antara suami isteri mesti diadakan usaha perdamaian walaupun telah dengan mencampur-tangankan pihak ketiga yang sedapat-dapatnya berasal dari keluarga sendiri. Sungguhpun demikian Hakim Pengadilan Agama dapat pula mengangkat dua hakam yang bukan berasal dari keluarga keduanya melihat kemaslahatannya. Lihat Sayuti Thalib, Op.Cit. hal. 95 14 Memfasakh akad nikah berarti membatalkannya dan melepaskan ikatan pertalian antara suami isteri. Fasakh bias terjadi karena syarat-syarat yang tidak terpenuhi pada akad nikah atau karena hal-hal lain dating kemudiann yang membatalkan berlangsungnya perkawinan, lihat Sayid sabiq, Al-fiqhu As-sunnah jilid 2, diterjemahkan oleh Mahyuddin Syaf, Fikih Sunnah Jilid 8, Cet. 20, Bandung: PT. AL Ma arif, tt., hal. 132

10 Bab kedua penulis mendeskrifsikan dan mengungkapkan secara konseptual dan teoritis tentang beberapa teori yang berkaitan dengan khulu yang antara lain meliputi pengertian, rukun dan syarat, dasar hukum khulu' dari Alqur'an dan Al Hadis berikut penafsiran para ulama serta khulu' menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia dan diakhiri dengan beberapa ketentuan khulu' yang diterapkan di negara-negara muslim Bab ketiga adalah berisi metode penelitian atau bagaimana penelitian ini dilakukan yang terdiri dari; jenis dan pendekatan penelitian, objek penelitian, subjek penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. Sedangkan bab yang keempat adalah memuat sajian hasil penelitian dimana penulis akan mendeskripsikan penerapan khulu' oleh hakim di pengadilan agama dalam bentuk beberapa hasil dari putusan perkara khulu', kemudian problematika yang dihadapi dalam penyelesaian perkara khulu' di pengadilan agama oleh hakim antara hukum Islam dan peraturan perundang-undangan, setelah itu dianalisis dan dibahas dari segi hukum Islam dan peraturan perundangundangan di Indonesia. Akhirnya bab kelima adalah penutup yang berisi tentang simpulan hasil penelitian dan saran-saran.