11. TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Inokulasi Penyebab Busuk Lunak Karakterisasi Bakteri Penyebab Busuk Lunak Uji Gram

PENDAHULUAN. Sebagian besar produk perkebunan utama diekspor ke negara-negara lain. Ekspor. teh dan kakao (Kementerian Pertanian, 2015).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp.

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan mikroorganisme antagonis sebagai agen pengendali hayati

TINJAUAN PUSTAKA Rizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman (PGPR) Enzim ACC Deaminase dan Etilen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EKSPLORASI Pseudomonad fluorescens DARI PERAKARAN GULMA PUTRI MALU (Mimosa invisa)

TINJAUAN PUSTAKA. Akar tanaman padi merupakan akar tumbuhan graminae. Tumbuhan. untuk menyerap unsur hara dari dalam tanah. Akar akar tanaman akan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Isolasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Kentang (Solanum tuberosum

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kedelai menjadi tanaman terpenting ketiga setelah padi dan jagung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit Layu Bakteri pada Kentang

BAB I PENDAHULUAN. jumlah spesies jamur patogen tanaman telah mencapai lebih dari

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber :

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional di masa yang akan datang

Ralstonia solanacearum

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU

HASIL DAN PEMBAHASAN

Mengukur Serangan Penyakit Terbawah Benih (Hawar Daun) Pada Pertanaman Padi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Benih adalah ovule atau bakal biji yang masak yang mengandung suatu

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculantum Mill.) merupakan salah satu komoditas

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Magniliophyta, subdivisi: Angiospermae, kelas: Liliopsida, ordo: Asparagales, famili:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan tanaman pangan penghasil beras yang tergolong dalam famili

BAB I PENDAHULUAN. industri masakan dan industri obat-obatan atau jamu. Pada tahun 2004, produktivitas

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang

BAB I PENDAHULUAN. Ageratum conyzoides L. merupakan tumbuhan sejenis gulma pertanian

Trichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH)

KARAKTERISTIK PENYEBAB PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TANAMAN TEMBAKAU DI PROBOLINGGO

Penyakit Karena Bakteri

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996), penyakit bercak coklat sempit diklasifikasikan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung manis(zea mays var saccarata) merupakan tanaman pangan yang. bahan baku industri gula jagung (Bakhri, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi

BAB I PENDAHULUAN. dan jagung yang mendapatkan prioritas dalam pengembangannya di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Secara taksonomi, Fusarium digolongkan ke dalam:

I. PENDAHULUAN. Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut (Cahyono, 2007):

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk buatan adalah bahan tertentu buatan manusia baik dari bahan alami

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pra-pengamatan atau survei

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. mengalami peningkatan. Salah satu faktor yang menyebabkan penurunan produksi

I. PENDAHULUAN. Pisang Cavendish merupakan komoditas pisang segar (edible banana) yang

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Cronquist (1981), tanaman kedelai dapat diklasifikasikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sorgum manis [Sorghum bicolor (L.) Moench.] merupakan salah satu

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Menurut Haryanto, Suhartini dan Rahayu (1996), klasifikasi tanaman

WASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!!

BAB 1 PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati di Indonesia sangat tinggi (megabiodiversity)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman ini berasal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Fungi mikoriza arbuskular (FMA) merupakan fungi obligat, dimana untuk

TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Layu Fusarium Pada Pisang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Padi. tunggang yaitu akar lembaga yang tumbuh terus menjadi akar pokok yang

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung manis (Zea mays sacharata Sturt.) dapat diklasifikasikan

I. PENDAHULUAN. Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang dipanen

BAB I PENDAHULUAN. Hama dan Penyakit pada Tanaman Pangan Page 1 Tanaman Padi

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. Strain bakteri yang menguntungkan dalam meningkatkan pertumbuhan

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Arti Penting Tanaman Tomat Penyakit Layu Bakteri pada Tomat oleh Ralstonia solanacearum

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id

I. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tembakau dalam sistem klasifikasi tanaman masuk dalam famili

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diklasifikasikan ke dalam Famili adalah Graminae, Genus adalah Oryza Linn, dan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber protein, lemak, vitamin, mineral, dan serat yang paling baik

I. PENDAHULUAN. Selada (Lactuca sativa L.) merupakan salah satu tanaman sayur yang dikonsumsi

KAJIAN MIKROBA RIZOSFER DI KAWASAN PERTANIAN ORGANIK KEBUN PERCOBAAN CANGAR PENDAHULUAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Caulifloris. Adapun sistimatika tanaman kakao menurut (Hadi, 2004) sebagai

Transkripsi:

11. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Padi (Oryzae sativa L.) Tanaman padi merupakan tanaman semusim dan termasuk kedalam olongan rumput-rumputan yang termasuk ke dalam Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Sub divisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledoneae, Ordo: Poales, Family: Gramineae, Genus: Oryza mempunyai 25 jenis spesies diantaranya adalah Oryzae sativa L. dan Oryza glaberima (Aksi Agri Kaninius, 1990). Tanaman padi terbagi menjadi 2 golongan yaitu padi gogo dan padi sawah. Padi gogo merupakan tanaman padi yang dapat tumbuh pada tanah ladang. Sedangakan, padi sawah dapat tumbuh pada ketinggian 0-1500 m di atas permukaan laut dengan temperatur 19-27'^C.Padi termasuk kedalam kelompok tanaman C3, yang memerlukan penyinaran matahari penuh tanpa naungan. Padi sawah dapat tumbuh dengan optimum pada keadaan tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18-22 cm dan ph tanah 4-7. Ismunadji dkk. (1998) menyatakan bahwa tanaman padi memiliki pola anakan berganda (anak beranak) dari batang utama akan tumbuh anakan primer yang bersifat heterotropik (bergantung pada batang utama) sampai anakan tersebut memiliki 6 anakan daun dengan 4-5 akar, dari anakan primer selanjutnya tumbuh anakan sekunder yang kemudian menghasilkan anakan tersier. Menurut Suparyono dan Setyono (1993), pertumbuhan normal tinggi tanaman berkisar antara 100-120 cm, akar padi digolongan dalam akar serabut. Padi merupakan tanaman yang dapat melakukan penyerbukan sendiri, yang di awali dengan jatuhnya serbuk sari ke kepala putik oleh bantuan angin sehingga terjadilah pembuahan. Setelah pembuahan terjadi, zigot dan inti polar yang telah terbuahi segera membelah dan terbentixklah zigot. Setelah itu zigot berkembang menjadi embrio dan inti polar menjadi endospermia. Pada akhir perkembangan menjadi bulir yang mengandung pati, dan berfungsi sebagai cadangan makanan bagi tumbuhan dan sebagai sumber gizi bagi manusia. Dalam melakukan budidaya pertanian, khususnya padi tidak akan pemah terhindar dari serangan hama maupun penyakit. Penyakit yang sering menyerang

tanaman padi diantaranya adalah bias yang disebabkan oleh jamur Pyricularia oryzae cav., penyakit bercak coklat yang disebakan oleh jamur Dreschlera oryzae, tungro yang disebabkan oleh virus, dan penyakit hawar daun bakteri atau HDB yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv oryzae. 2.2 Bakteri Xanthomonas oryzae pv oryzae Penyebab Hawar Daun Bakteri Pada masa tanam, tumbuhan padi sering mengalami gangguan, salah satunya oleh serangan penyakit. Penyakit penting pada tanaman padi di Indonesia khususnya Riau yaitu penyakit hawar daun bakteri yang di sebabkan oleh Xanthomonas oryzae pv oryzae. Secara sistematis Xanthomonas oryzae pv oryzae tergolong kedalam Phylum: Prokaryota; Kelas: Schizomycetes; Ordo: Pseudomonadales; Famili: Pseudomonadaceae; Genus: Xanthomonas ; Spesies: Xanthomonas oryzae pv. Oryzae fandhayani, 2010). Bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae Dye. berbentuk batang pendek, di ujungnya mempunyai satu flagela polar berukuran (1-2) x (0,8-1) pm dan berfungsi sebagai alat bergerak. Bakteri ini yang berukuran 6-8 pm bersifat aerob, gram negatif dan tidak membentuk spora. Di atas media NA bakteri ini membentuk koloni bulat cembung yang berwama kuning keputihan sampai kuning kecoklatan dan mempunyai permukaan yang licin (Machmud, 1991; Semangun, 2001; Triny dkk., 2006). Penyakit hawar bakteri pada tanaman padi bersifat sistemik dan dapat menginfeksi tanaman pada berbagai stadium pertumbuhan. Gejala penyakit ini dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: Gejala layu (kresek) pada tanaman muda atau tanaman dewasa yang peka, Gejala hawar dan Gejala daun kuning pucat (Singh, 1980; Machmud, 1991; Triny dkk., 2006). Gejala layu yang kemudian dikenal dengan nama kresek umumnya terdapat pada tanaman muda berumur 1-2 minggu setelah tanam atau tanaman dewasa yang rentan. Pada awalnya gejala terdapat pada tepi daun atau bagian daun yang luka bempa garis bercak kebasahan, bercak tersebut meluas berwama hijau keabu-abuan, selanjutnya seluruh daun menjadi keriput dan akhimya layu seperti tersiram air panas. Seringkali bila air irigasi tinggi, tanaman yang layu terkulai ke permukaan air dan menjadi busuk (Anonim, 1989).

Menurut Machmud (1991), pada tanaman yang peka terhadap penyakit ini, gejala terus berkembang hingga seluruh permukaan daun, bahkan kadang-kadang pelepah padi sampai mengering. Pada pagi hari atau cuaca lembab, eksudat bakteri sering keluar ke permukaan bercak berupa cairan berwama kuning menempel pada permukaan daun dan mudah jatuh oleh hembusan angin, gesekan daun atau percikan air hujan. Eksudat ini merupakan sumber penularan yang efektif. Kultivar padi mempunyai tingkat ketahanan yang berbeda terhadap Xanthomonas. Ketahanan disebabkan karena: Bakteri terhambat penetrasinya, Bakteri tidak dapat meluas secara sistemik, dan Tanaman bereaksi langsung terhadap bakteri (Lozano dan Sequeira, 1974 dalam Semangun, 2001). Menumt Maraite dan Weyns (1979) dalam Semangun (2001), penyebaran penyakit yang disebabkan oleh Xanthomonas dibantu juga oleh hujan, karena hujan akan meningkatkan kelembaban dan membantu pemencaran bakteri. Intensitas penyakit yang tertinggi teijadi pada akhir musim hujan, menjelang musim kemarau. Suhu optimum untuk perkembangan Xanthomonas adalah sekitar 300C. Kemgian hasil padi di Jepang yang diakibatkan oleh penyakit hawar daun bakteri setiap tahunnya mencapai 30% bahkan lebih. Di India penyakit ini juga mempakan kendala utama produksi padi, berjuta-juta hektar sawah tiap tahun terserang penyakit tersebut dengan kemgian bervariasi antara 20-60% (Singh, 1980). Di daerah tropis seperti Indonesia dan Filipina, penyakit ini juga sangat memgikan meskipun besar kemgian kurang diketahui secara pasti. Di Indonesia kemgian akibat penyakit ini diperkirakan berkisar antara 15-25% tiap tahun. Kemsakan berat terjadi bila penyakit ini menyerang tanaman muda yang peka, sehingga menimbulkan gejala kresek dan kemudian tanaman mati (Machmud, 1991). 2.3 Bakteri Bacillus sp Bacillus sp secara sistematika tergolong kedalam Kingdom : Bakteri, Filum : Firmicutes, Kelas : Bacilli, Ordo : Bacillales, Famili: Bacillaceae, Genus : Bacillus, Spesies antara lain : subtilis, brevis, polymixa, dan thuringiensis (Hatmanti, 2000). Bakteri ini dapat hidup pada daerah yang bersuhu tinggi antara 7

40-75 C, dengan suhu optimum 25-40 C, ph 4-8,5, dan pada umumnya memerlukan kelembaban yang cukup tinggi, kira-kira 85% (Arwiyanto et al, 2007). Schaechter (2006) menyatakan bahwa Bacillus sp merupakan bakteri gram positif yang selnya berbentuk batang pendek (rods), tunggal, jarang membentuk rantai, motil dengan flagella peritrik, membentuk endospora berukuran 0,8 x 1,5-1,8 lam, dan permukaan spora bewarna pucat. Bakteri ini tersusun atas peptidoglycan yang merupakan polimer dari gula dan asam amino. Peptidoglycan yang ditemukan pada bakteri ini dikenal sebagai murein. Senyawa ini membentuk dinding penghalang antara lingkungan dan sel bakteri yang berfungsi untuk mempertahankan bentuk sel dari tekanan internal turgor sel yang tinggi. Bakteri dari genus Bacillus dilaporkan dapat menghasilkan beberapa peptida yang berperan sebagai antibiotik dan antifungi, seperti: subtilin, subtilosin, mycobacillin, subsporin, ituirin, Cerexin, surfactin, hacillomycin, bacilysin, asamlo sianida, fengycin dan bacilysocin (Katz and Demain, 1977:450; Tamehiro et al, 2002:315; Schaechter, 2004:127; Berkeley et al, 2002:227). Sintesis antibiotik pada Bacillus dikontrol oleh beberapa gen yang ekspresinya dikontrol sesuai dengan kondisi lingkungan tempat bakteri hidup (Schaechter, 2004:128). Bakteri ini mampu menghasilkan enzim degradatif makromolekul yang bisa menghancurkan dinding sel jamur, seperti protease (intraseluler) dan beberapa enzim yang disekresikan pada medium seperti levansukrase, betaglukanase, alfa-amilase, xilanase, kitinase dan protease (Kunst and Rapoport, 1995:2403; Schaechter, 2004:127). Dinding sel Fusarium sp tersusun atas 39% kitin, 29% glukan, 7% protein dan 6% lemak (Webster and Weber, 2007:5). Kandungan kitin pada dinding sel jamur Fusarium sp ini akan memicu pembentiikan enzim degradatif oleh Bacillus. Bacillus sp pada lingkungan ekstrim dapat membentuk endospora. Pada saat berkecambah, dinding spora akan pecah secara melintang. Pada medium agar koloni bakteri berbentuk bundar, tepi tidak teratur, permukaan tidak mengkilap, tebal dan keruh (opaque), kadang-kadang mengkerut dan berwama krem atau kecoklatan. Pada media yang berbeda bentuk koloni agak bervariasi. Koloni meluas pesat pada medium yang berpermukaan lembab. Biakan bakteri dari 8

medium padat tidak mudah larut dalam air. Pertumbuhan pada medium cair (broth) keruh, berkerut, dengan pelikel yang koheren, tidak keruh atau hanya agak keruh. Secara anaerob, dalam medium kompleks yang mengandung glukosa, pertumbuhan dan fermentasi berlangsung lambat atau lemah, tetapi dengan menambahkan O2 bakteri akan tumbuh cepat serta menghasilkan 2,3 butanediol, asetoin, dan CO2. Bakteri ini mendekomposisi pektin dan polisakarida dari jaringan tanaman dan beberapa strain dapat membusukkan umbi kentang. Bakteri ini memproduksi senyawa levan dari sukrosa dan rafmosa secara ekstraseluler yang bervariasi, tergantung pada strain isolatnya. Pada medium agar, bakteri membentuk pigmen pulcherimin atau melanin di dalam atau di tepi koloni, tergantung pada komposisi medium (Macmud et al, 2003). Kebanyakan strain membentuk pigmen berwama coklat atau merah, sedangkan sebagian lainnya membentuk pigmen oranye atau hitam. Bacillus sp mampu mencairkan gelatin, mereduksi susu litmus, menghidrolisis kasein, tidak membentuk arginin-dehidrolase atau lesitinase, dan membentuk antibiotik polipeptid. Beberapa strain membentuk lebih dari satu jenis antibiotik. Mikroba ini juga dapat membebaskan enzim yang bersifat litik (melamtkan) terhadap sel bakteri hidup (Macmud et al, 2003). Habitat endospora bakteri ini adalah tanah. Mikroba tersebut bertahan dalam bentuk spora pada kondisi kekurangan nutrisi. Mikroorganisme ini dapat menghasilkan antibiotik selama spomlasi, contohnya polymyxin, difficidin, subtilin, dan mycobacillin (Qiqi, 2008). Menumt Tmbuson (2008), Bacillus sp juga menghasilkan senyawa toksin yang bemama bacillin. Toksin ini sangat baik dalam menghambat perkembangan bakteri dan mikroba patogen lainnya. Bacillin juga mampu meningkatkan resistensi tanaman terhadap patogen. Menumt Mahaffe et al, (1993), Bacillus sp mempakan mikroorganisme yang hidup dan dapat mengkolonisasi daerah perakaran tanaman (rhizobacteria), sehingga mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai agen biokontrol untuk pengendalian patogen tular tanah, seperti Pythium sp dan Rhizoctonia sp pada tanaman Kapas. Bakteri ini dapat diisolasi dari beberapa jenis tanah dan rizosfer dari beberapa tanaman budidaya. Hasil penelitian Susanti (2009), melaporkan

bahwa isolat bakteri Bacillus sp lokal Riau mempunyai daya antagonis terhadap bakteri Xanthomonas campestris pv. Acaciae. Menurut Cook (1991), mikroba lokal {indigenous microbes) yang diisolasi dari rizosfer suatu tanaman dan selanjutnya diaplikasikan pada tanah atau tanaman yang relatif sama akan tumbuh dan berkembang lebih baik karena lebih mampu beradaptasi terhadap faktor lingkungan yang relatif sama. Emawati (2003) menyatakan pula bahwa mikroba-mikroba lokal, termasuk Bacillus sp mempunyai kemampuan antagonis yang lebih baik dibandingkan dengan mikroba-mikroba yang diintrodusir dari luar. Hal ini disebabkan karena adanya kesesuaian faktorfaktor lingkungan yang menyebabkan bakteri akan lebih cepat beradaptasi, tumbuh, dan berkembang sehingga dapat lebih baik dalam kemampuan antagonis dan menekan perkembangan patogen. mendukung Aplikasi bakteri Bacillus sp sebagai agen antagonis telah banyak dilakukan dan memberikan harapan yang cukup baik. Campbell (1989) menyatakan bahwa 2 spesies Bacillus, B. subtilis dan B. pumilus dapat mengurangi secara nyata persentase diskolorasi pada akar tanaman gandum akibat infeksi jamur Rhizoctonia solani dan sekaligus dapat meningkatkan hasil tanaman sebanyak 2 kali lipat. Dilaporkan juga bahwa B. subtilis dapat mengendalikan secara baik penyakit busuk putih pada tanaman bawang yang disebabkan oleh jamur Sclerotium cepivorum. Menurut Arwiyanto (1997), Bacillus sp yang diisolasi dari perakaran tanaman Putri Malu mampu menghambat perkembangan Ralstonia solanacearum penyebab penyakit layu bakteri pada Tembakau secara in vitro. Menurut Arwiyanto dan Hartana (1999), perendaman akar Tembakau dalam suspensi Q Bacillus sp (10 cfu/ml) selama 30 menit dapat menekan perkembangan penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum. Selanjutnya Bustamam (2006) menemukan bahwa Bacillus sp mempunyai antagonis yang baik dan dapat menurunkan infeksi penyakit layu bakteri oleh Ralstonia solanacearum pada tanaman jahe sebesar 80%. Arwiyanto et al, (2007) melaporkan pula bahwa penggunaan Bacillus spp mampu menekan penyakit Lincat yang disebabkan oleh infeksi ganda Ralstonia solanacearum dan nematoda Meloidogyne incognita pada Tembakau 10

Temanggung sehingga intensitas penyakitnya hanya sebesar 23,3 % sedangkan pada kontrol sebesar 63 %. Hasil pengujian di laboratorium terhadap Bacillus sp yang berasal dari rizosfer Nilam menunjukkan bahwa beberapa isolat Bacillus sp dapat menghambat pertumbuhan koloni Ralstonia solanacearum dengan zona hambatan 23-45 mm (Nasrun dan Nuryani, 2007). Selain itu, Bacillus sp dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman yang dikenal juga sebagai pemacu pertumbuhan tanaman (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) karena menghasilkan senyawa pendorong atau hormon pertumbuhan tanaman, seperti auksin, sitokinin (Khalid et al, 2004) dan laa (Vonderwell et al, 2001). Hormon-hormon yang dihasilkan ini tergantung pada jenis bakterinya dan dapat memacu pertumbuhan akar lateral dan pertumbuhan tanaman secara keseluruhan. Bacillus sp juga dapat mempercepat proses pengomposan sisa bahan-bahan organik dalam tanah sehingga unsur hara menjadi lebih tersedia bagi tanaman (Bustamam, 2006). Salah satu cara pengendalian penyakit yang ramah lingkungan dan berpotensi untuk dikembangkan ialah pengendalian hayati menggunakan rhizobakteri (bakteri yang hidup di sekitar akar tanaman) sebagai agen biofungisida secara langsung maupun tidak langsung untuk mengontrol serangan spesies pengganggu (Nigam dan Mukerji, 1988). Rhizobakteri dilaporkan bisa menekan pertumbuhan fungi patogen dalam tanah secara alamiah. Terdapat beberapa genus bakteri yang mampu berasosiasi dengan tanaman sebagai penghambat pertumbuhan jamur, antara lain: Alcaligenes, Acinetobacter, Enterobacter, Erwinia, Rhizobium, Flavobacterium, Agrobacterium, Bacillus, Burkholderia, Serratia, Streptomyces, Azospirillum, Acetobacer, Herbaspirillum dan Pseudomonas (Botelho et al, 2006:402; Tilak et al, 2005:137). Hasil-hasil penelitian terkait potensi rhizobakteria tersebut sebagai antifungal melaporkan bahwa beberapa bakteri dari genus Bacillus, seperti Bacillus subtilis, Bacillus cereus. Bacillus licheniformis. Bacillus megaterium dan Bacillus pumilus dapat berperan sebagai agen biokontrol untuk mengendalikan pertumbuhan jamvir Fusarium sp (El-Hamshary and Khattab, 2008:24; Huang et a/., 2004:82). 11

Menurut Haas and Devago (2005:2), bakteri yang berasosiasi dengan akar tanaman ini dinamakan Plant growth-promoting rhizobacteria (PGPR). Bakteri ini mampu menstimulasi pertumbuhan tanaman dan mehndungi tanaman dari serangan penyakit. Selain ramah terhadap lingkungan, penggunaan rhizobakteri diharapkan dapat mengurangi ketergantungan petani terhadap penggunaan fungisida sintetik, menutupi kekurangan suplai bahan aktif fungisida yang selama ini diimpor sehingga dapat menghemat devisa negara dan meningkatkan daya saing ekspor produk pertanian Indonesia. Penggunaan Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) merupakan salah satu contoh dalam pengendalian hayati. PGPR dapat meningkatkan perkecambahan benih dan perkembangan akar pada tanaman. Menurut Siddiqui (2005), rhizobakteri ini dapat membantu pertumbuhan tanaman dengan menghasilkan hormon pertumbuhan. Selain itu, PGPR juga melindungi tanaman dari penyakit yang disebabkan oleh bakteri, cendawan, dan nematoda. PGPR mempengaruhi pertumbuhan tanaman dengan cara fiksasi nitrogen, sintesis hormon, pelarutan zat-zat mineral dan sintesis enzim yang dapat mengatur hormon pada tanaman (Siddiqui, 2005). Kloepper dan Schroth (1978) mengatakan bahwa kemampuan PGPR sebagai agen pengendalian hayati adalah karena kemampuannya bersaing untuk mendapatkan zat makanan, atau karena hasil-hasil metabolit seperti siderofor, hidrogen sianida, antibiotik, atau enzim ekstraselluler yang bersifat antagonis melawan patogen (Kloepper & Schroth. 1978; Thomashow & Weller 1988; Weller 1988). Bacillus sp merupakan bakteri pengambat P sehingga membantu tanaman dalam menyerap unsur P. 12