SYAIKH MUHAMMAD ABDUH DAN PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM

dokumen-dokumen yang mirip
EMPAT BELAS ABAD PELAKSANAAN CETAK-BIRU TUHAN

REFORMASI PENDIDIKAN ISLAM PADA AWAL ABAD KE-

Sumbangan Pembaruan Islam kepada Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada periode modern, mengalami pasang surut antara kemajuan

KESINAMBuNGAN BUDAYA

Etos Hijrah. Oleh Nurcholish Madjid

SEKOLAH AGAMA Oleh Nurcholish Madjid

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

KISI-KISI SOAL UJIAN AKHIR MADRASAH BERSTANDAR NASIONAL (UAMBN) MADRASAH ALIYAH (MA) TAHUN PELAJARAN 2015/2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

ISLAM DAN MITOLOGI Oleh Nurcholish Madjid

BAB I PENDAHULUAN. Al-Ghazali (w M) adalah salah satu tokoh pemikir paling populer bagi

DINAMIKA POLITIK ISLAM SEMENANJUNG ARAB M (Pengaruh Berdirinya Kerajaan Arab Saudi Modern Terhadap Praktik Keagamaan di Tanah Suci)

ILMU SOSIAL Oleh Nurcholish Madjid

Kemunduran Islam Akhir dari Abbasiyah Genghis Khan/Jengis Khan Mongolian Ratanya kota Bagdad Jatuhnya jazirah arab Mesir, Aint Jalut 1260 M

HARAPAN IBN KHALDUN Oleh Nurcholish Madjid

Pijar-Pijar Gagasan Soekarno

MASALAH PEMBARUAN PEMIKIRAN DALAM ISLAM

FILSAFAT ILMUDAN SEJARAH FILSAFAT. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 05Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

Wassalam. Page 5. Cpt 19/12/2012

BAB V KESIMPULAN. Teosofi Islam dalam tataran yang sederhana sudah muncul sejak abad 9 M.

KALIGRAFI EKSPRESI ARTISTIK PERADABAN ISLAM

MUHAMMAD ABDUH TOKOH INTELEKTUAL DAN PEMBAHARU PENDIDIKAN DI MESIR Oleh : Hamlan

KEBUDAYAAN DALAM ISLAM

KISI-KISI SOAL UAMBN MADRASAH ALIYAH TAHUN PELAJARAN 2011/2012

`BAB I A. LATAR BELAKANG

Gagasan tentang Tuhan yang dibentuk oleh sekelompok manusia pada satu generasi bisa saja menjadi tidak bermakna bagi generasi lain.

CITA-CITA KEADILAN SOSIAL DALAM ISLAM 1

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Restu Nur Karimah, 2015

PROPORSI HUBUNGAN ANTARA KEILMUAN DAN KEAGAMAAN

EMPAT AGENDA ISLAM YANG MEMBEBASKAN

Sumber Ajaran Islam. Informatika. DR. Rais Hidayat.

Prestasi, bukan Prestise

BAB VI PENUTUP. Universitas Indonesia Islam kultural..., Jamilludin Ali, FIB UI, 2010.

BAB V PENUTUP. memadukan antara aql dan naql, namun pada dasarnya pemikiran. Muhammad Abduh lebih cenderung kepada aql daripada naql.

I. PENDAHULUAN. Islam datang selalu mendapat sambutan yang baik. Begitu juga dengan. kedatangan Islam di Indonesia khususnya di Samudera Pasai.

Kata Kunci: Pemahaman, Berpikir Rasional, Pembangunan

TENTANG MITOS. Oleh Nurcholish Madjid. The Compact Edition of the Oxford English Dictionary (Oxford University Press, 1971), s.v. Myth dan Mythos.

BAB IV ANALISA. masyarakat Jemur Wonosari yang beragama Islam meyakini bahwa al-qur an

KERUNTUHAN KEKHALIFAHAN TURKI UTSMANI TAHUN 1924 SKRIPSI

MUHAMMADIYAH DI MATA MAHASISWA NON IMM

DAFTAR ISI. Bab I Pendahuluan. 10. Bab II Pengertian Manhaj Salaf Ahlussunnah wal Jama ah Salaf.. 19

Oleh: Abdi Kurnia Djohan, SH.MH, Dosen Agama Islam Universitas Indonesia dan Ketua Lembaga Dakwah Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta

S I L A B U S. Pengalaman Belajar. Jenis Penilaian

POLITICS DAN POLITICKING Oleh Nurcholish Madjid

TEOLOGI SOSIAL : Telaah Pemikiran Hassan Hanafi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KISI-KISI UJIAN AKHIR MADRASAH BERSTANDAR NASIONAL (UAMBN) TAHUN PELAJARAN

Pengaruh ajaran ibnu rusyd terhadap gerakan renaissance di Eropa awal abad XIV

Pendidikan Agama Islam Bab : 3 PERADABAN ISLAM

BAB V PENUTUP. telah dikaji oleh banyak sejarawan. Hubungan historis ini dilatarbelakangi dengan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi ini akan dituangkan kesimpulan

( aql) dan sumber agama (naql) adalah hal yang selalu ia tekankan kepada

BAB V PENUTUP. merupakan jawaban dari rumusan masalah sebagai berikut: 1. Historisitas Pendidikan Kaum Santri dan kiprah KH. Abdurrahan Wahid (Gus

TWO VISIONS OF REFORMATION

DIALOG INTEGRAL DALAM PERADABAN DAN PEMIKIRAN ISLAM

PENGANTAR ILMU SEJARAH

AGAMA DAN NEGARA DALAM ISLAM TELAAH ATAS FIQIH SIYASI SUNNI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah Islam di Indonesia memiliki keunikan tersendiri, karena disamping

BAB I PENDAHULUAN. Perjalanan Islam di Nusantara (Indonesia) erat kaitannya dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. menurut Muhammad Abduh dan Muhammad Quthb serta implikasinya

SEKULARISASI DITINJAU KEMBALI 1

A. Persamaan Pemikiran Imam Mawardi dengan Ali Abdul Raziq tentang Konsep

BEBERAPA PERSOALAN PENTING

PENDAHULUAN. Turki merupakan negara Islam yang merupakan salah satu tempat bersejarah

BAB V PENUTUP Kesimpulan

Dalam sejarah pemikiran Islam klasik, ada kontroversi qadarîyahjabarîyah

A. Deskripsi Mata Kuliah:

PENGARUH AQIDAH ASY ARIYAH TERHADAP UMAT

BAB I PENDAHULUAN. Buku cerita bilingual Kumpulan Cerita Anak Kreatif - Tales for Creative

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid

Pendidikan Agama Islam

PELEMBAGAAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA. Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. sendiri. Jadi, hukum Islam mulai ada sejak Islam ada. Keberadaan hukum Islam di

BAB XIII KEBUDAYAAN DALAM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan manusia sebagai satu-satunya makhluk yang memiliki

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Penelitian Terdahulu

Persatuan Islam dalam Perspektif Imam Shadiq

RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid

Karya Monumental umat Islam dalam IPTEKS. AIK IV - Pertemuan II Lusiana Ulfa H, S.Ei, M.Si

ISLAM DAN MODERNITAS. Relevansinya dengan Kenyataan Sosial Umat Islam Indonesia Dewasa Ini. Oleh Nurcholish Madjid. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PPMDI. Pemikiran Politik Islam. Zaman Klasik dan Pertengahan. bektibeza.com

KESINAMBUNGAN AGAMA-AGAMA

MENGIKIS KESALAHPAHAMAN TERHADAP BANGSA ARAB

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar

Sambutan Presiden RI pada Musabaqah Tilawatil Qur'an, 5 Juni 2010 Sabtu, 05 Juni 2010

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi umat Islam di Mesir khususnya dan dunia umumnya pada. pertengahan abad 14 Hijriyah adalah masa-masa dimana imperialisme dan

FILSAFAT DIMENSI RASIONALITAS PERADABAN ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. harus dijaga di Indonesia yang hidup di dalamnyaberbagai macam suku, ras,

TANTANGAN UMAT BERAGAMA PADA ABAD MODERN

APATISME PEMBICARAAN NEGARA ISLAM 1

BAB I PENDAHULUAN. kepemimpinan

KELOMPOK : 1. RENI SUNDARI SEPTI ANISA ALBES

BAB I PENDAHULUAN. melalui metode pengajaran dalam pendidikan islam di dalamnya memuat

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan

PENDAHULUAN BAB I. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa benda (tangible culture) atau budaya-budaya non-benda (intangible

Sambutan Presiden RI Pd Silaturahmi dg Peserta Musabaqah Hifzil Quran, tgl 14 Feb 2014, di Jkt Jumat, 14 Pebruari 2014

Transkripsi:

SYAIKH MUHAMMAD ABDUH DAN PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM Oleh Nurcholish Madjid Pendahuluan Pembaruan yang dilancarkan oleh Muhammad Abduh, sebagaimana diketahui, mempunyai dampak yang amat luas dan menentukan terhadap perjalanan mutakhir sejarah Islam. Modernisasi dan modernisme Abduh itu, termasuk modernisasi dan modernisme dalam bidang-khusus pendidikan, tidak dapat kita pahami lebih tepat, jika kita tidak mengetahui latar belakang umum keadaan umat Islam dan bangsa Arab saatsaat sampai akhir abad kesembilan belas. Kita dapat mengapresiasi mengapa reaksi terhadap usaha-usaha pembaruan Muhammad Abduh sedemikian keras, dan mengapa akhirnya pembaruannya itu sedemikian bermakna, jika semuanya itu kita proyeksikan kepada keterbelakangan yang mengungkungi umat Islam, khususnya bangsa Arab (tapi secara relatif bukan bangsa Turki dan Iran). Pada saat-saat menjelang Abduh melancarkan gerakannya. Karena itu, bagian cukup besar tulisan ini dipergunakan untuk membahas latar belakang itu, baik politik, intelektual, kultural, pendidikan, maupun ekonomi. 1

NURCHOLISH MADJID Keterbelakangan Dunia Arab Muslim Karena suatu sebab tertentu yang bisa dijelaskan hanya dengki ke te rangan panjang lebar, pada waktu Eropa Barat Laut sedang meng alami perubahan besar-besaran memasuki zaman modem, yakni perubahan pada abad kedelapan belas, bangsa-bangsa Arab lebih dari bangsa-bangsa lain Muslim seperti Turki dan Iran, telah mengalami kemerosotan kultural yang parah. Bahkan dalam hal pemerintahan pun, negeri-negeri Arab terkemuka, seperti Mesir dan Syiria, dapat disebut sebagai jajahan Turki (penggunaan sebutan jajahan sebagai bentuk hubungan politik antardua atau lebih bangsa Muslim adalah kurang lazim). Kemunduran bangsa-bangsa Arab itu dalam lingkungan dunia Islam sendiri, telah mulai amat terasa semenjak beberapa waktu sebelumnya, yaitu semasa kejayaan dinasti-dinasti Islam bukan Arab yang memelopori penggunaan mesiu (maka sering dinamakan Kerajaan-Kerajaan Mesiu, Gunpowder Kingdoms): Mogul di India, Safawi di Iran, dan Utsmani di Turki. Ketika kerajaan-kerajaan Islam bukan-arab mencapai kejayaan mereka yang amat mengesankan (ingat Taj Mahal di India, Kota Isfahan di Iran, dan masjid-masjid di Istanbul), bangsa-bangsa Arab justru tidak menunjukkan kre ativitas apa pun. Bahkan bahasa Arab pun yang kedudukannya sebagai bahasa keilmuan tidak bisa digeser oleh bahasa Islam lain seperti Urdu, Persi, dan Turki. Namun, karena ketidakproduktifan intelektual orang-orang Arab sendiri telah mengalami penyempitan dalam penggunaannya hanya untuk hal-hal keagamaan dalam arti sempit. Lebih dari itu, disebabkan berkembangnya keawaman (jika bukan kebodohan), maka bahasa Arab yang berlaku dalam masyarakat pun ialah bahasa Arab kolokuial ( āmiyah), sedangkan bahasa Arab standar dan baku, yakni bahasa Arab fushhā, sering diperlakukan sebagai bahasa kuna yang telah mati, seperti yang dialami bahasa-bahasa Yunani dan Latin di Eropa modern. 2

Karya ilmiah klasik Arab, seperti karya dalam bidang-bidang filsafat dan ilmu pengetahuan (Ibn Khaldun, al-biruni, dan lainlain), bahkan juga karya dalam bidang sastra Arab sendiri, menjadi tak terjangkau oleh sebagian besar orang Arab, termasuk para ulama nya (para ulama itu mungkin bisa membaca buku bermutu dan serius tertentu seperti Ihyā -nya al-ghazali, tapi sampai dengan akhir-akhir ini, mereka secara intelektual tidak at home dengan karya-karya ilmiah, seperti Muqaddimah-nya Ibn Khaldun). Karena tiadanya minat itu, berangsur-angsur sebagian karya klasik itu hilang, persis seperti yang dialami oleh sebagian karya klasik Yunani kuna. Dan jika pun terdapat simpanan karya-karya klasik tersebut, maka lebih besar kemungkinan hal itu didapatkan di Istanbul daripada di Bagdad atau Kairo (sejak zaman modern ini, Kairo amat bergiat mengumpulkan karya-karya klasik Arab-Islam tersebut, dan kini perpustakaannya memiliki salah satu koleksi yang paling kaya di dunia; tapi mungkin masih setaraf, atau sebanding, dengan, misalnya, koleksi Universitas Princeton di Amerika, yang konon masih menyimpan jutaan manuskrip Arab/Islam yang sama sekali belum dijamah, di samping banyak sekali perpustakaan atau museum di negeri-negeri Barat yang juga menyimpan banyak manuskrip Arab-Islam). Kemunduran peranan orang-orang Arab di dunia Islam tidak hanya terbatas dalam bidang-bidang politik, intelektual, dan kultural, tetapi juga dalam bidang ekonomi. Di bidang politik, dominasinya sekurang-kurangnya masih di tangan orang-orang Muslim (bukan-arab), sedangkan di bidang ekonomi, dominasinya kebanyakan berada di tangan orang-orang bukan-muslim, terutama Kristen, meskipun bangsa Arab, yakni orang-orang Arab Kristen dari pantai Timur Laut Tengah (sejak dari Gaza di selatan sampai Antiokia di utara), di samping adanya peranan menonjol dari orang-orang Yahudi. Dominasi ekonomi kalangan bukan-muslim itu tidak hanya terdapat di daerah-daerah Islam dengan sistem politik yang lemah, tapi juga di dalam Kerajaan Utsmani sendiri. Dan peranan menonjol ekonomi itu tidak hanya dipegang oleh 3

NURCHOLISH MADJID orang-orang Kristen Arab dan Yahudi, tapi juga oleh orang-orang Kristen Eropa, khususnya Yunani, meskipun secara politik bangsa Yunani adalah jajahan Turki (jadi, orang-orang Yunani secara politik terkalahkan oleh orang-orang Turki, tapi secara ekonomi justru mereka yang mendominasi orang-orang Turki). Sampai dengan saat-saat terakhir ini, peranan ekonomi orang-orang Yunani di Mesir, misalnya, adalah sebanding dengan peranan orang-orang Cina di Asia Tenggara dan orang-orang Yahudi di Eropa. Keung gulan orang-orang bukan Muslim, termasuk mereka yang ber bangsa dan berbahasa Arab, seperti orang-orang Lebanon itu, semakin diperkukuh oleh adanya kemudahan komunikasi kultural melalui keagamaan antara mereka dan bangsa-bangsa Eropa Barat modern. Dengan uraian tersebut, tampak jelas bahwa orang-orang Arab Muslim tidak hanya terbelakang di bidang keislaman sendiri, baik yang bersangkutan dengan soal politik, intelektual, kebahasaan, maupun di bidang ekonomi. Dan dengan keterbelakangan ekonomi tersebut, seperti dialami orang-orang Muslim umumnya, orangorang Arab Muslim juga ketinggalan oleh rekan-rekan mereka yang bukan Muslim dalam usaha mereka menyertai kemodernan. Karena itu, desakan untuk melakukan modernisasi adalah jauh lebih kuat terasa pada orang-orang Muslim Arab, daripada orangorang Muslim bukan Arab. Permasalahannya pun, yang terdapat pada orang-orang Muslim Arab, menjadi lebih rumit dan gawat, jika dibandingkan dengan permasalahan yang terdapat pada, misalnya, orang-orang Muslim Turki atau Iran, atau lebih-lebih lagi jika dibandingkan dengan permasalahan orang-orang Arab bukan Muslim. Pada mulanya, orang-orang Arab Kristenlah yang sangat ber minat menghidupkan kembali keagungan kebudayaan Arab, khususnya bahasa Arab. Usaha tersebut dimulai orang-orang Arab Kristen dari daerah Pegunungan Lebanon dengan Beirut sebagai pusatnya. Di sanalah, secara turun-temurun, hidup orang-orang Arab petani yang beragama Kristen. Kemudian, beberapa bangsa 4

Barat, khususnya kaum kolonialis Prancis, tapi juga kalangan swasta Amerika, mendirikan sekolah-sekolah missi. Murid sekolah-sekolah tersebut, pada mulanya, adalah orang-orang Arab Kristen setempat (meskipun kelak orang-orang Arab Muslim juga menyertai mereka, khususnya setelah Universitas Amerika Beirut berdiri dan tidak lagi secara eksklusif bersifat keagamaan). Banyak orang Kristen terpelajar dari angkatan-angkatan pertama itu menjadi amat tertarik kepada kekayaan Arab dan kejayaan sejarah Arab masa lampau mereka. Meskipun kekayaan dan kejayaan itu sangat erat kaitannya dengan Islam, sekurang-kurangnya sifat kearabannya itu mereka dapati bisa ditonjolkan untuk membedakan antara mereka dan para penguasa Turki yang saat itu resmi mewakili Islam. Apalagi bahasa Arab sangat dihormati di seluruh negeri Islam, dan kalangan sarjana Barat modern pun menunjukkan respek yang mendalam kepadanya. Maka, pada akhir abad kesembilan belas, sejumlah orang Arab Kristen dengan sadar mencoba menghidupkan kembali gaya bahasa Arab klasik dari zaman Abbasiyah, seperti Nasif al-yaziji, yang mencoba menulis Maqāmāt menurut model karya Hariri. Ia kemudian tumbuh dan tampil sebagai teladan untuk para penulis masa sesudahnya setidaktidaknya dalam hal gaya bahasa. Dan dengan begitu, daerah kecil dalam kawasan Syiria (Syam), yakni Pegunungan Lebanon, telah tumbuh menjadi pusat kebangkitan peradaban Arab. Peranan Mesir Peranan orang-orang Kristen dari daerah Syam (Syiria Raya) ini men jalar ke negeri-negeri Arab lain, khususnya Mesir. Karena kelang kaan tenaga terpelajar di Mesir, orang-orang Arab Kristen dari Utara itu kemudian memelopori kegiatan intelektual di sana, khusus nya di bidang jurnalistik dan pers. Orang-orang Arab Kristen ini didorong oleh keinginan untuk mempunyai sesuatu yang bisa dibanggakan sebagai warisan nasional yang mereka lihat terdapat 5

NURCHOLISH MADJID pada orang-orang Barat mempunyai aspirasi kultural nasional yang sangat kuat untuk menghidupkan kembali bahasa dan sastra Arab, atas nama kebesaran dan keagungan bangsa Arab. Merekalah pelopor nasionalisme Arab dan Arabisme pada umumnya. Mereka ini, untuk keperluan menemukan kembali kearaban ( urūbah) mereka yang agung, sering menengok ke belakang, khususnya ke zaman kejayaan dinasti Abbasiyah. Maka berbarengan dengan itu, mereka berusaha menghidupkan kembali tradisi penulisan karya dalam bahasa Arab klasik (fushhā), dan sedikit banyak disertai motif untuk menyaingi dan membedakan diri dari lingkungan yang serba-turki dan Persi. Kebangkitan Orang-Orang Arab Muslim Usaha orang-orang Arab Kristen ini ternyata mendapatkan sambutan hangat dan positif dari rekan-rekan mereka orang-orang Arab Muslim, khususnya di Mesir. Dan perkembangan inilah yang mengantarkan Mesir kepada masa dilancarkannya pembaruan Muhammad Abduh. Pada orang-orang Arab Muslim, sebagaimana bisa diduga, gerak an kebangkitan itu, berbeda dengan gerakan kebangkitan orang-orang Arab Kristen, tidak terbatas hanya pada bidang-bidang kebahasaan dan intelektual, tapi juga, lebih-lebih lagi, menja mah bidang pemikiran keagamaan Islam sendiri. Berkenaan dengan ini, menarik untuk dicatat bahwa dorongan kebangkitan keagamaan itu sebenarnya justru amat terpencil dari lalu lintas utama peradaban manusia yaitu Arabia Timur, Nejed. Di sanalah bangkit gerakan yang dikenal dengan berbagai nama (Gerakan Salafiyah, misalnya), tapi lebih populer dengan sebutan Gerakan Wahhabi, suatu sebutan yang dinisbatkan kepada pelopornya, Syaikh Muhammad ibn Abdul Wahhab. Sesungguhnya, gerakan Wahhabi merupakan kelanjutan gerakan pemurnian Islam yang berakar jauh dalam sejarah masa lalu Islam, kembali ke zaman 6

Ahmad ibn Hanbal, kemudian Ibn Taimiyah. Tetapi, berbeda dengan gerakan Ibn Hanbal ataupun Ibn Taimiyah yang pertama lebih teologis, dan yang kedua lebih intelektualistis gerakan Ibn Abdul Wahhab menampilkan segi pemikiran yang lebih sederhana, namun responsif, atau langsung relevan dengan keadaan umum umat Islam, khususnya di Jazirah Arab saat itu. Karena itulah gerakan tersebut menjadi efektif. Setelah digabung dengan gerakan politik pewaris dinasti keamiran Ibn Sa ud, gerakan Wahhabi men jadi gerakan reformasi dan pemurnian yang paling sukses dan konkret di zaman mutakhir, dan dampaknya yang bersifat internasional, sampai-sampai ke Indonesia agaknya tidak diduga oleh para sponsornya sendiri. Segi yang amat menarik dari gerakan Wahhabi ialah kemunculannya yang tanpa tersentuh sedikit pun oleh gelombang modernisme Barat. Telah dikatakan bahwa Arabia Timur adalah salah satu kawasan di lingkungan dunia Islam yang amat terisolasi dari lalu lintas peradaban manusia khususnya zaman modem ini. Tapi agaknya, keadaan ini tidak menghalangi kaum Wahhabi untuk me luaskan pengaruhnya, khususnya setelah mereka berhasil menaklukkan Makkah dan Madinah, dua kota yang setiap tahun menjadi forum pertemuan internasional bangsa-bangsa Muslim. Salah satu daerah yang amat merasakan gelombang pengaruh gerakan Wahhabi ialah Mesir. Tema-tema reformasi Wahhabi seperti ajakan untuk kembali kepada kemurnian Islam klasik yang sederhana berdasarkan Kitab dan Sunnah, argumen untuk membuka kembali, dan terus-menerus, pintu ijtihad, seruan untuk memerangi dan memberantas bidah, dan seterusnya menggema di kalangan para intelektual Muslim Mesir, yang setiap tahap perkembangan me reka sendiri telah tersentuh oleh modernisme, baik karena kehadiran langsung orang-orang Barat di Mesir (Inggris, misalnya), atau pun karena peranan intelektual orang-orang Arab Kristen dan Syiria (Lebanon), sebagaimana telah dituturkan di awal. 7

NURCHOLISH MADJID Muhammad Abduh dan Filsafat Dan perspektif itulah, antara lain, kita harus memandang dan mengapresiasi ide-ide pembaruan Muhammad Abduh. Tampak jelas bah wa banyak tema pembaruan Muhammad Abduh merupakan kelanjutan tema-tema pembaruan Muhammad ibn Abdul Wahhab di Jazirah Arab. Meskipun Abduh mempunyai wawasan yang lebih luas daripada Ibn Abdul Wahhab, jejak-jejak pandangan keagamaan Hanbali juga tampak padanya. Juga tampak jelas pada Muhammad Abduh jejak-jejak pandangan keagamaan yang jauh lebih liberal daripada kaum Wahhabi, sehingga Abduh sering disebut sebagai seorang pemikir reformasi Islam jenis modernis. Modernisme Abduh itu, antara lain, tercermin dalam sikapnya yang apreasif terhadap filsafat. Ia memperoleh wawasan itu da ri gurunya, Jamaluddin al-afghani (al-asadabadi), seorang peng anjur gigih pan-islamisme dan orator politik yang memukau. (Al-Afghani sendiri mengembangkan wawasannya yang positif terhadap filsafat. Hal ini diduga karena ia tumbuh dari kalangan kaum Syi ah. Kaum ini diketahui memiliki kebebasan berpikir yang lebih besar daripada kaum Sunni, dan berpandangan lebih positif kepada filsafat serta pemikiran rasional (maka dalam teologi kaum Syi ah, banyak hal yang mendekati Kalam kaum Mu tazilah). Dengan begitu, Muhammad Abduh berada dalam posisi intelektual dan dogmatis yang sedemikian berbeda dengan kaum Wahhabi. (Kaum Wahhabi, sebagai penganut mazhab Hanbali, menolak keras tidak hanya filsafat, tapi juga ilmu kalam, yang notabene adalah suatu bentuk pengembangan teologi Islam skolastik.) Seperti halnya al-afghani, Muhammad Abduh melihat bahwa salah satu sebab keterbelakangan umat Islam yang amat memprihatinkan itu ialah hilangnya tradisi intelektual, yang intinya ialah kebebasan berpikir. Tapi, berbeda dengan al-afghani, gurunya, Abduh melihat bidang pendidikan dan keilmuan lebih menentukan daripada bidang politik. Karena itu, terutama keterlibatannya dalam pemberontakan Urabi Pasha yang gagal, Abduh kemudian memilih 8

mencurahkan perhatiannya kepada usaha reformasi intelektual dan pendidikan, berpisah dari al-afghani dalam hal strategi. Yang pertama-pertama diusahakannya ialah merombak dan mereformasi almamaternya sendiri, yaitu Universitas al-azhar. Hal paling penting yang ia lakukan ialah memperjuangkan agar kepada para mahasiswa al-azhar juga diajarkan mata kuliah filsafat, demi menghidupkan kembali dan mengembangkan intelektualisme Islam yang telah padam itu. Usahanya ini mengalami kegagalan, karena ditolak oleh dewan guru besar al-azhar. Namun, liberalisme Islam yang ditanamkannya itu berkembang terus, dan berkelanjutan dalam memengaruhi jalan pikiran generasi Muslim yang terpelajar (yakni, berpendidikan Barat, dan karenanya berkenalan dengan modernisme Barat). Bahkan, sesungguhnya apresiasi Abduh kepada filsafat itu terkait erat dengan programnya untuk memerangi taklid. Sebab, pada abad-abad ke-18 dan ke-19 itu, taklid telah mencakup pula semangat jiwa, jika bukan teologis, yang meliputi penolakan terhadap hal-hal yang baru, khususnya yang datang dari Barat. (Taklid mengimplikasikan keharusan untuk mengikuti para ulama saja, dan demi keselamatan, seorang pemeluk Islam dilarang mengikuti orang-orang lain, apalagi dari kalangan bukan Muslim, meskipun mengenai hal-hal yang tidak langsung bersifat keagamaan. Dan semangat taklid tersebut, sebagai suatu pandangan hidup, berujung pada sikap yang hampir menyucikan warisan nenek moyang.) Tetapi, ketika Muhammad Abduh menolak taklid dan kecenderungan menyucikan nenek moyang, ia tidaklah bermaksud menggantikannya begitu saja dengan konsep-konsep Barat yang asing. Sebaliknya, ia hendak menggantikannya dengan semangat ijtihad, yang pada Abduh, semangat tersebut mempunyai pengertian seperti pada kaum Wahhabi, yaitu pengkajian bebas dalam batasbatas peraturan yang telah mapan dalam menyimpulkan ajaranajaran hukum dan moral Islam, dengan memperhitungkan apa yang terbaik di sini dan kini. Ia, misalnya, menerapkan dan me ngembangkan konsep mashlahah, istishlāh, istihsān, umūm 9

NURCHOLISH MADJID al-balwā, dan lain-lain, seperti pernah dikembangkan oleh para pemikir Hanbali, khususnya Ibn Taimiyah. Tetapi, konsep ijtihad Abduh diletakkan pada kemodernan itu. Karena itu, ia bisa melihat manfaat filsafat dan pemikiran-pemikiran rasional lainnya dalam Islam, meskipun ia masih menggunakan teknik penjelasan bilā kayfa dalam pembahasan tentang ketuhanan. Bergandengan dengan pandangannya yang liberal itu ialah etos keilmuannya yang diperoleh dari Barat, khususnya dari Comte. Meskipun tidak sampai kepada positivisme Comte yang menolak agama, Abduh menunjukkan sikap penghargaan yang sangat tinggi kepada metode dan kajian ilmiah objektif, seperti yang dibela oleh para ilmuwan modern. Namun, bagi Abduh, soal keagamaan adalah tetap sentral, dan keagamaan harus menjiwai ilmu pengetahuan. Abduh bahkan berpendapat bahwa menerima secara sungguhsungguh ilmu pengetahuan merupakan semangat asli agama Islam, dan sebaliknya, baginya hanya Islam yang sanggup menggabungkan antara ilmu dan agama. Karena, Islam baginya merupakan pembeda tegas pemikiran rasional, dan dogma-dogmanya dapat diterangkan secara ilmiah. Untuk itu, ia menulis beberapa karya, khususnya sebuah buku berjudul al-islām wa al-nashrānīyah ma a al- Ilm wa al-madanīyah. Pada diri Muhammad Abduh juga terdapat petunjuk tentang pengaruh pemikiran ilmiah sosial Ibn Khaldun yang tidak kecil. (Ibn Khaldun sendiri, bersama dengan al-ghazali dan Ibn Taimiyah, dalam tinjauan modern, sering dilukiskan sebagai pelopor positivisme Islam.) Muhammad Abduh sangat menganjurkan para pengikutnya untuk mengikuti jejak Ibn Khaldun dalam melakukan kajian-kajian obyektif atas masalah-masalah kemasyarakatan, lepas dari, mitos-mitos dan kepercayaan-kepercayaan palsu. Tapi, ia lebih dekat dengan al-ghazaii dalam sikap terhadap wahyu; banyak ber - sandar kepada kelangsungan pengalaman spiritual pribadi yang sensitif dan terbuka. (Bersama al-afghani, Muhammad Abduh, oleh sementara kalangan, dituduh aktif mendirikan dan menyebarkan aliran kebatinan/teosofi Masonry, al-masuniyyah di Mesir.) Tapi, 10

ia berbeda dengan al-ghazali. Karena ia seperti kaum Mu tazilah, sangat menghargai kekuatan akal untuk memahami jika bukan menemukan kebenaran dasar, termasuk memahami kebenaran keagamaan. Hal ini semua, tentu saja, konsisten dengan sikapnya terhadap filsafat, dan sikapnya terhadap dambaannya untuk membangkitkan kembali tradisi intelektual Islam yang lebih bebas. Dan inilah inti reformasinya di bidang pendidikan. Secara formal, usaha refor masi itu mengalami kegagalan, karena ditolak oleh Universitas al-azhar. Tapi, secara informal, ia terus berkembang. Dan, seperti telah dikemukakan, telah berhasil ikut membentuk jalan pikiran generasi muda Islam yang terdidik secara modern. Bahkan, sesung guhnya, secara formal pun, di luar al-azhar, aspirasi pembaruan Muhammad Abduh juga menunjukkan bentuk konkret yang berwujud lembaga pendidikan tinggi Darul Ulum yang kini termasuk dalam lingkungan Universitas Kairo. [ ] 11