BAB I PENDAHULUAN. menyediakan kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, obat-obatan, dan

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 5 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, papan, obat-obatan dan pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No.

PENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry

BAB I PENDAHULUAN. Sejak akhir tahun 1970-an, Indonesia mengandalkan hutan sebagai penopang

BAB I PENDAHULUAN tentang Kehutanan, hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa

DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sebagai proses perubahan

BAB I. PENDAHULUAN. dalam lingkup daerah, nasional maupun internasional. Hutan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaannya diserahkan hukum adat (Pasal 1 UU No.41 tahun 1999). Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan kita. Dalam hutan terdapat banyak kekayaan alam yang

TINJAUAN PUSTAKA. hutan memiliki 3 fungsi utama yang saling terkait satu sama lain, yakni fungsi

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

diarahkan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

Judul. Rehablitasi Lahan Dan Hutan Melalui Pengembangan Hkm Untuk Peningkatan Daya Dukung DAS Moyo Kabupaten Sumbawa Lembaga Olah Hidup (Loh)

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dilakukan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. lainnya memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan masyarakat.

PENDAHULUAN. Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 317/KPTS-II/1999 TAHUN 1999 TENTANG

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya sebagai modal dasar pembangunan nasional dengan. Menurut Dangler (1930) dalam Hardiwinoto (2005), hutan adalah suatu

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo

BAB I PENDAHULUAN. telah berlangsung sebelum legalitas hukum formal ditetapkan oleh pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. alam baik itu berupa sumber daya tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya

SUMATERA BARAT, SEBAGAI JANTUNG SUMATERA UNTUK PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI SKEMA HUTAN NAGARI DAN HKM, DAN KAITANNYA DENGAN SKEMA PENDANAAN KARBON

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam, termasuk di

II. TINJAUAN PUSTAKA. apa prilaku yang mesti dilakukan oleh sesorang yang menduduki suatu posisi.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sekelilingnya, baik dari aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Wiersum (1990)

I. PENDAHULUAN. ekonomi dan sosial budaya. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.01/MENHUT-II/2004 TAHUN 2004 TENTANG

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI,

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

I. PENDAHULUAN. mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkeadilan melalui peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi

PENGARUH HUTAN TANAMAN INDUSTRI (HTI) TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI KECAMATAN KAMPAR KIRI TUGAS AKHIR

Ass. Ws. Wb. Selamat Pagi dan Salam Sejahtera bagi kita sekalian!

PERANAN BALAI PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN DALAM PEMBANGUNAN PLANOLOGI KEHUTANAN KATA PENGANTAR

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik serta ciri khas masyarakatnya berdasarkan etnografisnya. Perbedaanperbedaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 37/Menhut-II/2007 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN,

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

MENUJU POLA PENGUASAAN TANAH YANG MERATA DAN ADIL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN (IPHH) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Hutan merupakan bagian penting dari negara Indonesia. Menurut angka

BAB I. PENDAHULUAN A.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 37/Menhut-II/2007 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN,

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait

BAB I PENDAHULUAN. pertanian ini dikenal dengan istilah shifting cultivation yang sudah lama dikenal

peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya disekitar hutan dan juga penciptaan model pelestarian hutan yang efektif.

GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. spesifik. Oleh sebab itu, apa yang diperoleh ini sering disebut sebagai

I. PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 20 TAHUN 2015

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 82/KPTS-II/2001 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya

BAB I PENDAHULUAN. pepohonan dan tumbuhan lainnya. Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

BAB I PENDAHULUAN. ruang aktivitas manusia dan budayanya tidak bisa lepas dari atmosfir, biosfir,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 4

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak geografis KPHL Batutegi terletak pada BT dan 5 5 -

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG

Mengintip Peraturan tentang Perhutanan Sosial, Dimana Peran Penyuluh Kehutanan? oleh : Endang Dwi Hastuti*

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PENDAHULUAN Latar Belakang

ABSTRAK. Kata kunci : masyarakat adat, Suku Dayak Limbai, Goa Kelasi, aturan adat, perlindungan sumberdaya hutan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat

Yang Mulia Ketua dan Hakim Anggota Mahkamah Konstitusi ; Para Pemohon dan Termohon serta hadirin persidangan yang saya hormati.

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di bumi saat ini, pasalnya dari hutan banyak manfaat yang dapat diambil

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.36/Menhut-II/2012

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 865/KPTS-II/1999 TENTANG

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang mampu menyediakan kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, obat-obatan, dan pendapatan bagi keluarga, sehingga hutan tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat sebagai satu kesatuan. Ketergantungan masyarakat terhadap hutan cukup tinggi dengan memanfaatkan sumberdaya hutan berbagai sumberdaya yang ada, mulai dari lahan hutan, hasil hutan kayu, non kayu, jasa lingkungan seperti air. Manfaat hutan bukan hanya dinikmati oleh masyarakat sekitar hutan bahkan masyarakat perkotaanpun dapat merasakan akan keberadaan hutan. Untuk itu pengelolaan hutan harus mempunyai konsep perencanaan yang matang dengan memenuhi tiga aspek penting yaitu ekologi, ekonomi dan sosial sehingga dapat dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi generasi kini maupun yang akan datang. Kondisi hutan saat ini sedang mengalami penurunan baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Hal ini disebabkan karena pengelolaan hutan yang keliru dengan mengeksploitasi hasil hutan yang berlebihan oleh pemegang HPH dengan melihat fungsi hutan semata-mata dari sisi ekonomi tanpa mempertimbangkan sisi ekologi dan sosial sehingga fungsi hutan menurun dan mempengaruhi ekosistem disekitarnya. Nilai ekonomi yang dimiliki sumber daya hutan cukup tinggi sehingga menyebabkan nilai sumberdaya hutan dijadikan sebagai sumber devisa negara sebagai modal dasar dalam pembangunan nasional. 1

Sejarah dalam pengelolaan hutan konvensional mulai dari Timber extraction menjadi Timber management merupakan suatu upaya dalam memperbaiki sistem pengelolaan hutan di Indonesia (Simon, 2010). Pengelolaan hutan konvensional belum mengakomodir hak-hak masyarakat dalam pengelolaan hutan terutama masyarakat sekitar hutan. Seiring dengan perkembangan pengelolaan sumberdaya hutan, maka lahirlah paradigma baru dalam pengelolaan hutan yang dikenal dengan konsep kehutanan sosial (Social forestry). Konsep ini sangat memperhatikan aspek sosial dengan memberi ruang bagi masyarakat sekitar hutan dalam mengelola hutan. Keberhasilan dalam pengelolaan hutan saat ini sangat ditentukan oleh keberhasilan dalam pemecahan masalah-masalah sosial ekonomi masyarakat (Simon, 2008). Kehidupan komunitas manusia di Indonesia yang sering disebut sebagai masyarakat tradisional, mengedepankan keselarasan dengan alam dalam praktek pemanfaatan sumberdaya hutan dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Melihat berbagai macam kearifan lokal yang ada di masyarakat khususnya kearifan dalam mengelola hutan, pemeritah dalam hal ini Departemen Kehutanan membuat suatu kebijakan mengelola hutan berbasis masyarakat yang lebih dikenal dengan Hutan Kemasyarakatan (HKm). Program ini merupakan salah satu wujud kesungguhan pemerintah dalam paradigma pengelolaan hutan berbasis masyarakat dan menjadikannya sebagai bagian dari kerangka pembangunan kehutanan nasional. Mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan, 2

pasal 1 ayat 3 menjelaskan bahwa kegiatan rancangan bangun unit pengelolaan hutan, mencakup kegiatan pengelompokan sumberdaya hutan sesuai dengan tipe ekosistem dan potensi yang terkandung di dalamnya dengan tujuan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat secara lestari. Pendayagunaan dan pemanfaatan lahan serta hasil hutan oleh masyarakat suku Sasak (masyarakat Lombok) khususnya masyarakat Lombok Utara dilakukan dengan penuh kearifan berdasarkan aturan-aturan adat atau lebih dikenal dengan awig-awig dengan tujuan untuk menjaga kelestarian ekosistem hutan dan mengatur pemanfaatannya demi kelangsungan hidup masa kini dan akan datang. Budaya seperti ini telah menjadi tradisi yang dilakukan secara turun temurun sampai saat ini. Suku Sasak merupakan suku asli pulau Lombok yang mendiami sebagian daerah sebelah barat pulau Lombok. Lombok Mirah Sasak Adhi merupakan salah satu kutipan dari kitab Negarakertagama, sebuah kitab yang memuat tentang kekuasaan dan pemerintahaan kerajaan Majapahit. Kata Lombok dalam bahasa kawi berarti lurus atau jujur, kata Mirah berarti permata, kata Sasak berarti kenyataan, dan kata Adhi artinya yang baik atau yang utama maka arti keseluruhan yaitu kejujuran adalah permata kenyataan yang baik atau utama. Makna filosofi itulah mungkin yang selalu diidamkan leluhur penghuni tanah Lombok yang tercipta sebagai bentuk kearifan lokal yang harus dijaga dan dilestarikan oleh anak cucunya. Masyarakat Lombok Utara sebagian besar bermata pencaharian bertani dan peternak, sehingga setiap tahun masyarakat Lombok Utara khususnya 3

masyarakat adat pinggir hutan melakukan ritual yang dikenal dengan Roahan Gawe Gawah. Dalam bahasa Indonesia ritual ini diartikan sebagai selamatan hutan yang merupakan suatu wujud dari ucapan terimakasih masyarakat kepada sang pencipta atas kesuburan tanah, keberhasilan pertanian, perkebunan yang diberikannya. Selain itu Gawe Gawah ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan alam, kelestarian hutan dan memohon agar hujan turun pada waktunya. Pemerintah dalam hal ini Dinas Kehutanan Propinsi NTB dan Lembaga LP3ES NTB (sekarang KONSEPSI) yang didukung oleh FORD FOUNDATION untuk menjadikan HKm Santong sebagai tempat belajar pengembangan pengelolaan hutan yang menekan pada partisispasi masyarakat. Tahun 1998 Program HKm di Kabupaten Lombok Utara pada mulanya dirintis pada areal eks lokasi proyek reboisasi pada tahun 1996/1997 seluas 221 ha dengan jumlah anggota 258 orang. Kemudian tahun 2000 kelompok tani hutan (KTH) HKm Santong membentuk sebuah Koperasi berbadan hukum No. 297/BH/KDK/23.1/V/2000 tanggal 17 Mei 2000 yang dinamakan Koperasi Tani Maju Bersama. Seiring perkembangan program HKm, pada tahun 2001 terbit Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 31/2001 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan. Issu tentang program HKm menjadi issu sentral bagi masyarakat sekitar hutan sehingga masyarakat Desa Salut, Selengen dan Mumbulsari ikut mengembangkan program HKm dan bergabung di bawah naungan Koperasi Tani Maju Bersama sehingga luasan berkembang menjadi 758 ha dengan jumlah pengelola 870 KK. 4

Bupati Lombok Utara dalam pidato pada acara Gawe Gawah (syukuran hutan) mengatakan bahwa, kearifan lokal masyarakat adat di Lombok Utara selama ini sangat membantu pelestarian hutan. Salah satu wujud dari kepedulian pemerintah Kabupaten Lombok Utara dalam mendukung masyarakat untuk melestarikan hutan adalah dengan menindaklanjuti Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 447/Menhut-II/2009 tanggal 6 Agustus 2009 tentang Penetapan Areal Kerja HKm Santong seluas 758 hektar dengan menerbitkan izin pengelolaan (IUPHKm) melalui SK No. 297/1195.b/DPPKKP/2011 tanggal 23 September 2011. 1.2. Rumusan Masalah Kearifan lokal (awig-awig) yang dimiliki oleh suku Sasak (masyarakat Lombok) khususnya masyarakat Lombok Utara merupakan modal sosial masyarakat dalam bentuk suatu kebijakan tradisional ataupun kearifan lokal suatu komunitas tertentu. Pengelolaan HKm Santong yang berada di Kabupaten Lombok Utara merupakan salah satu HKm yang sudah memiliki akses dalam pengelolaan untuk mencapai hutan lestari masyarakat sejahtera. Awig-awig ini dibuat berdasarkan kesepakatan masyarakat/kelompok tani HKm Santong sebagai kebijakan dari cara masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya alam yang ada guna memenuhi kebutuhan hidupnya melalui program HKm. Dengan keberadaan atau eksistensinya bertahan sampai sekarang merupakan bukti bahwa sistem pengelolaan hutan kemasyarakatan ini selain memiliki manfaat ekologi dan nilai-nilai sosial, juga mememiliki potensi dan prospek yang baik bila dilihat dari aspek ekonomi untuk dikembangkan ke depan. 5

Maka dari itu awig-awig jadi penting untuk dikaji dan dipertahankan dalam suatu masyarakat guna menjaga keseimbangan dengan lingkungannya dan sekaligus dapat melestarikan lingkungannya khususnya masyarakat Desa Santong. Lebih lanjut dijelaskan dalam Peraturan Menteri Kehutanan No.P.37/Menhut-II/2007 didefinisikan bahwa salah satu pemberdayaan masyarakat adalah pemberian akses dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Pemberian akses dimaksudkan dengan memberi ruang kepada masyarakat sekitar hutan untuk mengelola dan memanfaatkan hasil hutan secara arif dan bijaksana. Terkait itu, kelompok tani HKm Santong membutuhkan strategi berbasis awig-awig untuk memanfaatkan hasil hutan kayu dan non kayu serta pemanfaatan jasa lingkungan sehingga tercapainya hutan lestari masyarakat sejahtera. Melihat kondisisi tersebut, maka rumusan masalah penelitian ini diharapkan dapat menjawab antara lain : 1. Bagaimana pengelolaan HKm Santong yang berbasis awig-awig di Kabupaten Lombok Utara? 2. Sejauh mana akses masyarakat dalam memanfaatkan hasil hutan kayu pada HKm Santong? 3. Bagaimana strategi yang dapat diterapkan dalam pengembangan HKm Santong berbasis awig-awig dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian hutan? 6

1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin yang dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Mengetahui dan menganalisis bentuk pengelolaan HKm Santong yang berbasis awig-awig di Kabupaten Lombok Utara. 2. Mengetahui akses masyarakat dalam pemanfaatan hasil hutan kayu pada HKm Santong yang berbasis awig-awig di Kabupaten Lombok Utara. 3. Merumuskan strategi pengelolaan HKm yang berbasis awig-awig dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian hutan. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang berminat maupun terkait dengan kajian kearifan lokal dalam pengelolaan hutan melalui program HKm, khususnya kepada: 1. Bagi akademis; penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi atau khasanah ilmu kehutanan dalam pengelolaan hutan yang berbasis masyarakat. 2. Bagi pemerintah; sebagai masukan dalam pengambil kebijakan sehubungan dengan program Hutan Kemasyarakatan dan sebagai salah satu referensi untuk perencanaan pembangunan kehutanan kedepan. 3. Bagi masyarakat; memberikan pemahaman kepada masyarakat akan arti sebuah kearifan lokal dalam menjalankan organisasi khususnya dalam pengelolaan sumberdaya hutan. 7

1.5. Kerangka Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat digambarkan kerangka penelitian sebagai berikut : Gambar 1.1 Kerangka Penelitian 8