BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang NAPZA adalah singkatan untuk Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya. Kata lain yang sering dipakai adalah Narkoba (Narkotika, Psikotropika dan Bahan-bahan berbahaya lainnya). Tri Cahyono (2010), istilah NAPZA umumnya digunakan di sektor pelayanan kesehatan, yang menitikberatkan pada upaya penanggulangan dari sudut kesehatan fisik. NAPZA adalah bahan, zat, obat yang apabila masuk ke dalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh, terutama otak atau susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis dan fungsi sosial karena lama-kelamaan akan terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA. Beberapa tahun terakhir masalah penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika dan zat aditif lainnya (selanjutnya disebut NAPZA), menunjukkan adanya peningkatan kuantitas, kualitas maupun tingkat persebarannya, baik ditinjau dari jumlah korban maupun jenis NAPZA yang disalahgunakannya. Penyalahgunaan NAPZA ini bukan hanya menjadi masalah internasional melainkan juga telah menjadi masalah nasional, seperti pada Indonesia penyalahgunaan NAPZA telah mencapai situasi yang mengkhawatirkan, dimana Indonesia bukan hanya menjadi daerah transit tetapi telah menjadi daerah pemasaran, bahkan telah menjadi daerah produsen bahan narkotika ini.
Badan Perserikatan Bangsa- Bangsa United Nations (PBB UN), International Drug Control Program, menyatakan pada tahun 2009 jumlah pemakai NAPZA di seluruh dunia telah mencapai 180 juta orang dan setidaknya 100.000 diantara mereka meninggal setiap tahun. Oleh karena itu penyalahgunaan NAPZA ini sudah menjadi masalah yang mengkhawatirkan bagi internasional (Supriono, 2006). Sedangkan data dari BNN (Badan Narkotika Nasional, 2009) prevalensi jumlah penyalahguna narkoba di Indonesia telah mencapai 3,2 juta jiwa, dengan rincian 1,5% sebagai pengedar dan 98,5% sebagai pengguna NAPZA. Dari 3,2 juta jiwa pengkonsumsi NAPZA tersebut, 15 ribu orang meninggal setiap tahunnya atau 40 orang meninggal setiap harinya. Indonesia merupakan peringkat keenam dalam pengedar NAPZA terbesar di dunia. Fenomena NAPZA bagaikan fenomena gunung es (ice berg) artinya yang tampak dipermukaan lebih kecil dibandingkan dengan yang tidak tampak. Sementara prevalensi penyalahgunaan NAPZA di Sumatera Utara, pada tahun 2010 jumlah mencapai 2,2 persen dari 12 juta penduduk. Ancaman narkoba di Sumut kian membahayakan. Hal itu terungkap dari data jumlah tersangka dan banyaknya kasus narkoba yang terjadi di Sumut yang dicatat Polisi Daerah Sumatera Utara (Poldasu). Setidaknya, sampai April 2012 telah tertangkap 1.094 tersangka dari 829 kasus narkoba (Waspada, 8 juni 2012). Berdasarkan data yang diperoleh dari Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Medan, jumlah korban pengguna NAPZA yang dirawat dari tahun 2010 ada sebanyak 983 tahun dan tahun 2011 sebanyak 1071 (RSJ 2012) dan di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara (PSPP) terdapat 142 orang pengguna NAPZA pada tahun
2013. Masalah penyalahgunaan NAPZA menunjukkan peningkatan yang mengkhawatirkan. Selain mencakup masalah medis, penyalahgunaan NAPZA seringkali mengalami perlakuan diskriminasi dari keluarga maupun lingkungannya. Oleh karena itu, pelayanan sosial dalam bentuk perlindungan khusus perlu dilakukan agar mereka tetap dapat memperoleh hak dan melaksanakan kewajibannya sebagai individu, anggota keluarga dan masyarakat sesuai harkat dan martabatnya (Depsos, 2002). Salah satu upaya yang umumnya dilakukan adalah memasukkan individu yang mengalami ketergantungan narkoba ke pusat rehabilitasi. Ketika masuk ke pusat rehabilitasi, individu dihadapkan dengan berbagai macam program untuk membantu individu sembuh dari ketergantungan. Upaya ini tidak dapat diandalkan sepenuhnya, mengingat kenyataan bahwa tidak semua orang yang mengikuti program tersebut akan sembuh dalam waktu yang sama. Kesembuhan adalah suatu proses yang membutuhan waktu dan usaha berkelanjutan dari pihak individu yang mengalami ketergantungan narkoba (Somar, 2001). Banyak sikap atau perlakuan dari orang sekitar akan sangat berpengaruh terhadap kesembuhannya. Pengaruhnya sangat besar terhadap keberhasilan individu untuk sembuh. Di satu sisi individu ingin diterima dan didukung usahanya untuk sembuh dari ketergantungan terhadap napza. Di sisi yang lain orang sekitar masih memberikan penilaian negatif terhadap mereka, tetap mencurigai, terjadinya penolakan terhadap mereka dan tidak menghargai usaha yang dilakukannya (Somar, 2001).
Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Papalia & Olds (1995, dalam Sukoco, 2011) yang menyatakan bahwa pemberian dukungan sosial dari orang yang berarti di seputar kehidupan individu memberi kontribusi yang terbesar dalam meningkatkan harga diri seseorang dan dengan harga diri yang tinggi dapat mempercepat proses penyembuhan individu yang mengalami ketergantungan narkoba. Kurangnya dukungan dari keluarga untuk proses kesembuhannya atau lingkungan yang justru merendahkan bahkan tidak menghargai usaha-usaha untuk sembuh yang dilakukan penderita ketregantungan napza akan menambah stres dan sulit untuk mengendalikan perasaan sehingga membuat individu rentan untuk menggunakan napza kembali. Menurut Orford (1992, dalam Sukoco, 2011) dukungan sosial atau keluarga bekerja dengan tujuan untuk memperkecil tekanan-tekanan atau stres yang dialami individu. Dengan kata lain jika tidak ada tekanan atau stres maka dukungan keluarga tidak berpengaruh. Sesuai dengan Wills (dalam Orford,1992) yang menyatakan bahwa bentuk dukungan sosial atau keluarga yang diperlukan oleh individu dengan penerimaan diri yang rendah, membutuhkan dukungan keluarga yang bersifat emosional dan kelompok sosial. Mengingat hal tersebut, maka dukungan keluarga sangat berperan penting dalam kehidupan individu yang mengalami ketergantungan napza. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Zakiyah (2008) di Panti Sosial Pamardi Putra Sehat Mandiri Yogyakarta ditunjukkan adanya pendekatan Family Support Group, keluarga dapat menjadi teman recovery live yaitu keluarga mengawal
perjalanan hidup anaknya untuk kembali menjalani hidup sehat tanpa menggunakan NAPZA lagi dan membantu anak untuk bersosialisasi di masyarakat. Selanjutnya keluarga dapat menjadi teman recovery addiction yaitu keluarga dapat menjaga anak supaya tidak kambuh (mengkonsumsi NAPZA lagi). Secara sederhana DiMatteo(1991 dalam Yurliani, 2007) mendefinisikan dukungan sosial sebagai dukungan yang berasal dari orang lain seperti keluarga, teman, tetangga, teman sekerja. Dukungan keluarga itu sendiri memiliki beberapa komponen, yaitu dukungan emosional, dukungan informasi, dukungan nyata dan dukungan pengharapan. Dari berbagai fenomena yang sudah dijelaskan di atas, menjadikan peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai gambaran dukungan keluarga pada klien pengguna NAPZA di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara.
1.2 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka peneliti mengajukan rumusan masalah sebagai berikut. Bagaimana dukungan keluarga pada klien pengguna NAPZA di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara. 1.3 Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran dukungankeluarga pada klien pengguna NAPZA di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui dukungan emosional pada klien pengguna NAPZA di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara. b. Mengetahui dukungan informasi pada klien pengguna NAPZA di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara. c. Mengetahui dukungan nyata pada klien pengguna NAPZA di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara. d. Mengetahui dukungan pengharapanpada klien pengguna NAPZA di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara.
1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Praktik Keperawatan Sebagai informasi tentang pentingnya dukungan keluarga pada klien pengguna NAPZA di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utaradan untuk meningkatkan asuhan keperawatan jiwa pada pasien NAPZA. 2. Institusi Pendidikan Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai informasi tambahan terkait dukungan keluarga pada klien pengguna NAPZA di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara. 3. Bagi Masyarakat Sebagai masukan bagi keluarga yang memiliki anggota keluarga penyalahgunaan NAPZA agar dapat memberikan dukungan keluarga kepada anggota keluarganya yang menggunakan NAPZA untuk meningkatkan keinginan klien untuk berhenti menggunakan NAPZA.