BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan (Presiden RI, 2009).
|
|
- Hadian Hadiman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Narkoba, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) jika digunakan dengan pengawasan dan pengendalian yang baik dapat bermanfaat di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan (Presiden RI, 2009). Penyalahgunaan NAPZA dapat berakibat buruk pada tubuh, kejiwaan, dan kehidupan sosial pemakai, keluarga, maupun masyarakat di sekitarnya (Pusat Promkes Kemenkes RI, 2012). Dampak terburuk akibat penyalahgunaan NAPZA adalah kematian (BNN, 2009). Gangguan penggunaan NAPZA merupakan masalah yang menjadi keprihatinan dunia internasional di samping masalah HIV/AIDS, kekerasan (violence), kemiskinan, pencemaran lingkungan, pemanasan global, dan kelangkaan pangan (Pantjalina dkk, 2012). Menurut perkiraan UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime), sekitar 200 juta orang di seluruh dunia menggunakan NAPZA jenis narkotika dan psikotropika secara ilegal. Kanabis merupakan jenis NAPZA yang paling sering dikonsumsi, diikuti dengan jenis amfetamin, kokain, dan opioida (Depkes, 2008). Menurut data Laporan Akhir Survei Nasional Perkembangan Penyalahguna Narkoba Tahun Anggaran 2014 oleh BNN, jumlah penyalah guna narkoba di Indonesia sebanyak 3,8-4,1 juta atau sekitar 2,10%-2,25% dari total penduduk Indonesia. Sementara itu, penyalah guna di Daerah Istimewa Yogyakarta berjumlah (2,37%). Jika tidak segera ditangani, jumlah penyalah guna di Indonesia akan meningkat menjadi 5,0 juta orang pada tahun
2 2 NAPZA bila masuk ke dalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosial karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA (Azmiyati, dkk., 2014). NAPZA telah menimbulkan banyak korban, terutama kalangan muda yang termasuk usia produktif. Masalah ini bukan hanya berdampak negatif terhadap diri pengguna, tetapi lebih luas lagi berdampak negatif terhadap kehidupan keluarga dan masyarakat, bahkan mengancam dan membahayakan keamanan dan ketertiban (Harjono, 2008). Penyalahgunaan NAPZA termasuk kedalam perbuatan ilegal, oleh sebab itu siapapun yang memiliki, memproduksi, menggunakan, mendistribusikan, atau mengedarkan NAPZA golongan apapun dapat dikenakan pidana sesuai dengan hukum yang berlaku (Iriani, 2015). Menurut Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, yang termasuk tindak pidana penyalahgunaan NAPZA adalah setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menyalahgunakan narkotika golongan I, II atau III untuk diri sendiri baik dalam bentuk tanaman maupun bukan tanaman (BNN, 2009). Sanksi pidana kasus NAPZA diwujudkan dalam bentuk pidana minimum khusus, pidana penjara 20 tahun, pidana penjara seumur hidup, maupun pidana mati yang didasarkan pada golongan, jenis, ukuran, dan jumlah narkotika, dengan harapan pemberantasan NAPZA menjadi efektif serta mencapai hasil maksimal (Sanger, 2013).
3 3 Usaha untuk menyembuhkan dari ketergantungan NAPZA saat ini dapat dilakukan dengan rehabilitasi. Menurut Retnowati (2005 dalam Setyowati, dkk., 2012) tujuan dari program rehabilitasi adalah memotivasi pecandu untuk melakukan perubahan ke arah positif serta menciptakan lingkungan yang kondusif bagi mereka untuk melakukan perubahan. Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2009, pemakai NAPZA diwajibkan menjalani proses rehabilitasi di panti terapi dan rehabilitasi (Dewi, 2015). Lembaga pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan (Sueb, 2013). Narapidana merupakan orang yang tengah menjalani pidana, tidak peduli apakah itu pidana penjara, pidana denda, atau pidana percobaan. Namun pada umumnya orang hanya menyebut narapidana bagi mereka yang sedang menjalani pidana penjara (Harsono, 2013). Lembaga pemasyarakatan yang bertugas membina warga binaan juga berfungsi sebagai lembaga terapi medis dan rehabilitasi sosial bagi penyalah guna NAPZA, sehingga melalui program ini diharapkan mereka dapat kembali berperan aktif di masyarakat dalam keadaan sudah lepas dari ketergantungan (adiksi) (Harjono, 2008). Narapidana yang menjalani pidana di lembaga pemasyarakatan telah kehilangan kebebasan untuk bergerak, mereka hanya dapat bergerak di dalam lembaga pemasyarakatan saja. Kebebasan bergerak, kemerdekaan bergerak, telah dirampas untuk jangka waktu tertentu, atau bahkan seumur hidup. Namun dalam kenyataanya, bukan hanya kemerdekaan bergerak saja yang hilang, tetapi juga berbagai kemerdekaan yang lain ikut terampas (Harsono, 2013). Pelaksanaan
4 4 pidana penjara dengan menempatkan narapidana di lingkungan yang terbatas dan pola kehidupan yang dipaksakan akan menimbulkan tekanan-tekanan yang bersifat non fisik. Dengan ditempatkannya narapidana di lembaga pemasyarakatan akan menyebabkan perubahan corak kehidupan dari yang bersangkutan (Paramarta, 2014). Dalam penerapannya, program rehabilitasi bagi pecandu NAPZA masih ditemukan banyak kekurangan. Kekurangan tersebut seperti terbatasnya jumlah dan keterampilan tenaga medis, minimnya dana, keterbatasan sarana prasarana, sulitnya advokasi ke pihak terkait, serta kerjasama lintas sektor yang belum berjalan secara optimal (Kemenkes, 2010). Proses pemulihan pecandu NAPZA bukanlah suatu proses yang singkat dan dapat dilakukan dengan mudah. Sebelum benar-benar dikatakan lepas dari narkoba, pecandu dalam perjalanannya terkadang mengalami relapse. Relapse adalah kembali pada perilaku sebelumnya, dalam hal ini menggunakan narkoba. Kemungkinan relapse tertinggi terjadi pada minggu atau bulan pertama berhenti dari penggunaan narkoba (Sarafino, 2006). Penyalah guna NAPZA membutuhkan adanya kekuatan untuk mempertahankan kepulihannya setelah rehabiltasi. Kekuatan agar mereka bisa lepas dari NAPZA, bertahan agar tidak relapse, dapat menjalani program rehabilitasi, dan meningkatkan kualitas diri mereka untuk bisa pulih agar dapat melanjutkan hidupnya secara positif (Pertiwi, 2011). Kekuatan untuk tetap mampu bertahan dalam menghadapi, mengatasi, mempelajari kesulitan dalam hidup tersebut dinamakan resilience (Grotberg, 2003 dalam Pertiwi, 2011).
5 5 Menurut Desmita (2010), resilience adalah kemampuan seseorang, kelompok, atau masyarakat untuk menghadapi, mencegah, meminimalkan, serta menghilangkan dampak-dampak yang merugikan dari keadaan yang tidak menyenangkan menjadi suatu hal yang wajar untuk diatasi. Kunci keberhasilan untuk lepas dari NAPZA terletak dalam diri pecandu itu sendiri. Menurut Reivich & Shatte (2002 dalam Poetry, 2012) ciri-ciri orang yang resilience adalah yang mampu mengendalikan emosi dan bersikap tenang walaupun dalam tekanan, mampu mengontrol dorongan dan pemikirannya, bersifat optimis, mampu mengidentifikasi penyebab dari masalah, memiliki empati, memiliki keyakinan diri, memiliki kompetensi untuk mencapai sesuatu. Reivich & Shatte (2002), memaparkan tujuh faktor yang mempengaruhi resilience, yaitu optimisme, efikasi diri, pengaturan emosi, kontrol terhadap impuls, kemampuan menganalisis masalah, empati, dan pencapaian. Menurut Masten dan Coatsworth (dalam Pantjalina, dkk 2012), ada tiga faktor pelindung yang dapat meningkatkan resilience pada diri individu, yaitu faktor individual, keluarga, dan masyarakat sekitar. Faktor individual antara lain nampak dalam kemampuan untuk berkomunikasi, kemampuan menyelesaikan masalah, dan rasa optimis. Menurut Grotberg (2003 dalam Borualogo dan Diantina 2011), individu yang memiliki kemampuan resilience akan tampak pada tiga faktor resilience, yaitu external support (I Have), inner strength (I Am), dan problem solving skills (I Can). Individu mengembangkan faktor inner strength (I Am) sehingga ia memiliki kepercayaan diti atas kemampuan pribadi, optimis, memiliki keinginan untuk meraih prestasi, dan empati.
6 6 Menurut Sturgeon & Zautra (2010 dalam Pertiwi, 2011), resilience dapat membantu individu dalam beradaptasi secara positif terhadap perasaan sakit yang kronis (chronic pain). Adaptasi positif ini yang selanjutnya akan membantu individu untuk dapat bertahan dalam proses pengobatan dan menjalani upaya penyembuhan dengan lebih baik. Bagi individu yang tengah menjalani proses penyembuhan dari kondisi sakit, resilience akan membantu untuk lebih kooperatif dalam pengobatan karena adanya optimisme dan harapan positif yang dimiliki (Pertiwi, 2011). Seligman (2002 dalam Ghufron dan Risnawati, 2011) menyatakan optimisme adalah pandangan secara menyeluruh dan positif. Individu yang optimis mampu menghasilkan sesuatu yang lebih baik, tidak takut gagal, dan berusaha untuk tetap bangkit. Individu yang optimis meyakini bahwa dirinya mampu mengatasi kemalangan yang mungkin terjadi di masa depan. Menurut Scheiver dan Carter (2002 dalam Nurtjahjanti dan Ratnaningsih, 2011) individu yang optimis akan berusaha menggapai cita-citanya dengan kelebihan yang dimiliki. Individu yang optimis berani menghadapi tantangan, senantiasa berdoa, dan mengakui adanya faktor keberuntungan. Individu yang optimis ingin mencoba segala sesuatu dan tidak ingin memikirkan keberhasilan sebelum mencobanya. Menurut Seligman (2002 dalam Pertiwi, 2011) individu yang pesimis cenderung menganggap suatu kejadian buruk akan terus berlangsung. Sementara individu yang optimis cenderung berpikir bahwa ia dapat melakukan suatu hal lebih baik pada setiap kesempatan dan memandang kegagalan sebagai keberhasilan yang tertunda. Menurut penelitian Rimanan, dkk. (2015), narapidana
7 7 masih sulit untuk lepas dari ketergantungan NAPZA. Ketika ada keinginan dan ajakan dari lingkungan sekitar untuk mencoba kembali, narapidana merasa sulit untuk menolak, meskipun ada keinginan kuat untuk lepas dari keinginan untuk mencoba NAPZA kembali. Ada beberapa faktor yang memicu penggunaan NAPZA, yaitu rendahnya kontrol terhadap tekanan dan keinginan untuk mencari sensasi, pengaruh keluarga, difficult temperament, perilaku bermasalah sejak dini, kegagalan akademis, penolakan teman sebaya, berteman dengan pengguna NAPZA, serta pengasingan dan pemberontakan (Papalia & Feldman, 2004 dalam Armina, 2008). Faktor-faktor tersebut dapat menumbuhkan perasaan tidak nyaman dalam individu. Ketika individu mengalami situasi yang sulit dan tidak diinginkan, maka individu akan mengalami variasi emosi. Keseimbangan antara perasaan yang muncul dan bagaimana individu menghadapi tekanan yang dialami dapat dilihat hubungannya dengan derajat optimisme dan pesimisme individu (Armina, 2008). Individu optimis akan menerima kenyataan atau situasi-situasi yang menekan dan berusaha melihat sisi positif serta belajar dari kejadian yang mereka alami. Di lain pihak, individu pesimis memiliki kecenderungan untuk lari dari tekanan dengan melakukan penyangkalan yang berlebihan dan penyalahgunaan NAPZA (Snyder & Lopez, 2005 dalam Armina, 2008). Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas IIA Yogyakarta, didapatkan informasi bahwa beberapa narapidana memiliki keinginan atau optimisme untuk sembuh dari NAPZA. Namun, ada beberapa narapidana yang kesulitan dan merasa pesimis
8 8 untuk melepaskan diri dari jeratan NAPZA. Sementara di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wirogunan tidak disediakan fasilitas rehabilitasi untuk narapidana kasus penyalahgunaan NAPZA sehingga kemungkinan dapat memperparah keadaan narapidana di sana. Selain itu, belum pernah dilakukan penelitian tentang hubungan tingkat optimisme dengan resilience pada penyalah guna NAPZA di lembaga pemasyarakatan. Oleh karena itu, peneliti ingin mengkaji lebih lanjut mengenai hubungan optimisme dengan resilience pada narapidana penyalah guna NAPZA di lembaga pemasyarakatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka peneliti merumuskan masalah : Bagaimana hubungan antara optimisme dengan resilience pada narapidana penyalah guna NAPZA di lembaga pemasyarakatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara optimisme dengan resilience narapidana penyalah guna NAPZA. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui optimisme pada narapidana penyalah guna NAPZA. b. Untuk mengetahui tingkat resilience narapidana penyalah guna NAPZA.
9 9 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Menambah ilmu keperawatan jiwa dan ilmu kesehatan jiwa mengenai hubungan antara optimisme dengan resilience narapidana penyalah guna NAPZA. 2. Manfaat praktis a. Bagi narapidana penyalah guna NAPZA Mengatahui optimisme dan tingkat resilience pada narapidana penyalah guna NAPZA sehingga dapat meningkatkan optimisme dan tingkat resilience agar bisa terlepas dari NAPZA. b. Bagi keluarga penyalah guna NAPZA dan masyarakat Mengetahui optimisme dan tingkat resilience narapidana penyalah guna NAPZA sehingga dapat memaksimalkan fungsi keluarga dan masyarakat sebagai sumber optimisme dan berperan aktif dalam upaya meningkatkan resilience penyalah guna NAPZA. c. Bagi keperawatan Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam upaya meningkatkan profesionalitas, mutu pelayanan keperawatan, serta sebagai pertimbangan dalam merencanakan asuhan keperawatan untuk pasien penyalah guna NAPZA. d. Bagi lembaga pemasyarakatan Memberikan sumbangan pemikiran bagi lembaga rehabilitasi NAPZA dalam meningkatkan pelayanan rehabilitasi yang komprehensif khususnya bagi sisi psikologi narapidana sehingga dapat membantu proses pemulihan.
10 10 e. Bagi peneliti Mendorong peneliti untuk memperkaya wawasan dalam melaksanakan penelitian, mengadakan, serta mengembangkan penelitian yang lebih luas di masa yang akan datang. E. Keaslian Penelitian Sejauh ini peneltian tentang hubungan optimisme dengan resilience pada narapidana penyalah guna NAPZA di lembaga pemasyarakatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian serupa yang pernah dilakukan antara lain: 1. Penelitian Lubis, S. N. (2013) mengenai hubungan faktor internal dan faktor eksternal dengan kekambuhan kembali pasien penyalah guna NAPZA di Kabupaten Deli Serdang tahun Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara umur, pekerjaan, motivasi, lama pemakaian NAPZA, jenis NAPZA yang digunakan, dan teman sebaya dengan kekambuhan kembali. Sementara itu tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan, pengetahuan, dan sikap dengan kekambuhan kembali. Variabel yang paling berhubungan dengan kekambuhan kembali adalah motivasi. Perbedaan penelitian Lubis dengan penelitian yang dilakukan adalah pada variabel penelitian. Pada penelitian Lubis variabel bebas penelitiannya adalah faktor internal yang meliputi umur, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, sikap, motivasi, lama pemakaian NAPZA, jenis NAPZA yang digunakan, dan faktor eksternal yang meliputi faktor teman sebaya serta kekambuhan kembali sebagai variabel terikatnya. Sementara pada penelitian kali ini variabelnya
11 11 adalah optimisme sebagai variabel bebas dan resilience sebagai variabel terikat. 2. Penelitian oleh Dewi (2015) mengenai hubungan dukungan sosial dengan resilience di Panti Sosial Pamardi Putra Yogyakarta. Hasil penelitian ini adalah sebagian besar responden memiliki dukungan sosial yang tinggi (66,7%), dan tingkat resilience yang tinggi (61,9%). Hasil analisa antara dukungan sosial dengan resilience dengan korelasi Pearson menunjukkan hubungan yang signifikan dengan nilai p=0,001; r=0,655. Persamaan penelitian ini adalah sama-sama meneliti resilience sebagai variabel dan subyek yang sama yaitu pada penyalah guna NAPZA. Instrumen resilience yang digunakan juga sama. Namun, penelitian Dewi meneliti dukungan sosial sebagai variabel bebas sementara pada penelitian ini variabel bebasnya adalah optimisme. Selain itu, setting penelitian yang digunakan juga berbeda. Meskipun sama sama meneliti pada penyalah guna NAPZA namun pada penelitian Dewi dilakukan pada setting panti rehabilitasi sementara pada penelitian kali ini dilakukan pada setting lembaga pemasyarakatan. 3. Penelitian oleh Pasudewi (2013) mengenai resilience pada remaja binaan bapas ditinjau dari coping stres. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif komparatif. Populasi dalam penelitian ini adalah remaja dengan karakteristik usia 12 hingga 21 tahun yang terdaftar sebagai klien binaan Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kota Pekalongan UPT Kanwil Jawa Tengah periode tahun 2012 sampai dengan tahun Data penelitian diambil menggunakan angket coping stress, pertanyaan yang disusun dalam angket berdasarkan
12 12 indikator-indikator perilaku pada strategi koping oleh Lazarus dan Folkman. Sementara itu, skala resilience diadaptasi dari buku The Resilience Factor oleh Reivich dan Shatte (2002) yang terdiri dari 56 item. Dari hasil penelitian diketahui bahwa resilience pada remaja binaan Bapas tidak dapat dibedakan berdasarkan jenis koping. Resilience pada sebagian besar remaja binaan Bapas berada pada kategori sedang, yaitu sebesar 82,76%. Sisanya 17,24% pada kategori tinggi dan tidak ada yang berada pada kategori rendah. Persamaan penelitian milik Pasudewi dengan penelitian kali ini adalah sama-sama meneliti tingkat resilience penyalah guna NAPZA, tetapi penelitian milik Pasudewi tidak dihubungkan dengan variabel optimisme namun dengan variabel coping stress. Selain itu, instrumen yang digunakan juga berbeda, Pasudewi menggunakan instrumen resilience milik Reivich dan Shatte, sedangkan pada penelitian kali ini menggunakan instrumen yang digunakan oleh Dewi (2015) yang merupakan hasil modifikasi instrumen resilience yang disusun oleh Pertiwi (2011) berdasarkan pada komponen resilience dari Grotberg. 4. Penelitian oleh Safitri (2015) mengenai resilience pada mantan penyalah guna NAPZA. Pendekatan penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis studi kasus. Pemilihan subjek penelitian menggunakan teknik purposive dan didapatkan tiga subjek penelitian di Yogyakarta. Metode pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam dan observasi. Hasil penelitian yang didapatkan ditinjau dari faktor I Have meliputi adanya dukungan dan perhatian orang lain, ketiganya mengikuti norma yang ada, mempunyai dorongan untuk mendiri, dan tidak pernah mengalami diskriminasi. Faktor I Am yaitu ketiga
13 13 subjek ceria dan ramah, mereka mengungkapkan rasa sayang melalui perbuatan, mandiri, bertanggung jawab, mempunyai harapan hidup, serta memiliki keyakinan untuk bisa mewujudkannya. Faktor I Can yaitu ketiga subjek mengungkapkan apa yang dirasakan dan dipikirkan dengan caranya masing-masing. Ketiganya menjalin hubungan baik dengan orang lain. Persamaan penelitian ini dengan penelitian kali ini adalah sama-sama meneliti resilience mantan penyalah guna NAPZA, akan tetapi penelitian milik Safitri merupakan penelitian kualitatif dan tidak menghubungkan resilience dengan variabel optimisme.
BAB I PENDAHULUAN. coba-coba (bereksperimen) untuk mendapatkan rasa senang. Hal ini terjadi karena
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prevalensi penyalahguna narkoba saat ini sudah mencapai 3.256.000 jiwa dengan estimasi 1,5 % penduduk Indonesia adalah penyalahguna narkoba. Data yang diperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini peredaran dan penggunaan narkoba di kalangan masyarakat Indonesia nampaknya sudah sangat mengkhawatirkan dan meningkat tiap tahunnya. Kepala Badan Narkotika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) di satu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Adiktif lainnya. Kata lain yang sering dipakai adalah Narkoba (Narkotika,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang NAPZA adalah singkatan untuk Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya. Kata lain yang sering dipakai adalah Narkoba (Narkotika, Psikotropika dan Bahan-bahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. medis merupakan suatu bentuk penyalahgunaan yang dapat berakibat fatal di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obat-obatan dengan tujuan medis secara legal diresepkan oleh dokter atau tenaga medis untuk mengobati penyakit. Namun, pemakaian obat tanpa petunjuk medis merupakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat jika masuk kedalam tubuh manusia akan memengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada beberapa tahun terakhir ini, masalah penyalahgunaan narkoba meningkat luas, tidak hanya di kota besar namun juga di kota-kota kecil dan pedesaan di Indonesia.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak pada kehidupan sosial ekonomi individu, masyarakat, bahkan negara. Gagal dalam studi,gagal dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang luar biasa (Extra Ordinary Crime). Permasalahan ini tidak hanya menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba dewasa ini sudah menjadi permasalahan serius, dan dapat dikatakan sebagai suatu kejahatan yang luar biasa (Extra
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tergolong makanan jika diminum, diisap, dihirup, ditelan, atau disuntikkan,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Narkoba merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya (BNN, 2007). Narkoba atau napza adalah obat, bahan, atau zat, dan bukan tergolong
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. lainnya) bukan merupakan hal yang baru, baik di negara-negara maju maupun di
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya) bukan merupakan hal yang baru, baik di negara-negara maju maupun di negara-negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (NAPZA) atau yang lebih sering dikenal masyarakat dengan NARKOBA
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya (NAPZA) atau yang lebih sering dikenal masyarakat dengan NARKOBA (Narkotika dan bahan/obat berbahaya)
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. remaja. Perubahan yang dialami remaja terkait pertumbuhan dan perkembangannya harus
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan sumber daya manusia salah satunya ditentukan oleh kualitas upaya kesehatan pada setiap periode kehidupan sepanjang siklus hidup, termasuk
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.465, 2014 PERATURAN BERSAMA. Penanganan. Pencandu. Penyalahgunaan. Narkotika. Lembaga Rehabilitasi. PERATURAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA MENTERI
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. Narkoba(Narkotika dan obat/bahan berbahaya) sebagai kelompok obat, bahan, atau zat
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kementerian Kesehatan Republik Indonesia memperkenalkan istilah NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif) atau yang sering dikenal dengan Narkoba(Narkotika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pasar narkoba terbesar di level Asean. Menurut United Nation Office on Drugs and
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahaya narkoba sudah mencengkeram Indonesia. Saat ini Indonesia menjadi pasar narkoba terbesar di level Asean. Menurut United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC)
Lebih terperinciBab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Perancangan Interior Panti Rehabilitasi Penyalahgunaan Narkoba
Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi ini, kasus peredaran dan penyalahgunaan narkoba saat ini semakin marak terjadi di Indonesia. Indonesia merupakan negara yang berpenduduk sekitar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Alinea Ke Empat yang menyebutkan bahwa tujuan pembentukan Negara Indonesia adalah melindungi segenap
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Optimisme..., Binta Fitria Armina, F.PSI UI, 2008
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peredaran dan penggunaan narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) di Indonesia menunjukkan peningkatan yang tajam. Tak hanya orang dewasa, bahkan anak-anak usia sekolah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lainya. Banyak jenis NAPZA yang besar manfaatnya untuk kesembuhan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang NAPZA merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainya. Banyak jenis NAPZA yang besar manfaatnya untuk kesembuhan dan keselamatan manusia, tetapi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau kesulitan lainnya dan sampai kepada kematian tahun). Data ini menyatakan bahwa penduduk dunia menggunakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah penyalahgunaan narkoba terus menjadi permasalahan global. Permasalahan ini semakin lama semakin mewabah, bahkan menyentuh hampir semua bangsa di dunia ini.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengguna Narkoba. Pengguna napza atau penyalahguna napza adalah individu yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengguna Narkoba 1. Pengertian Pengguna Narkoba Pengguna napza atau penyalahguna napza adalah individu yang menggunakan narkotika atau psikotropika tanpa indikasi medis dan tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana tertuang dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Hal Itu berarti bahwa penegakan hukum menjadi yang utama
Lebih terperinciFAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DAN KEPERCAYAAN DIRI DENGAN PERILAKU PENYALAHGUNAAN NAPZA PADA WANITA DEWASA Skripsi Untuk memenuhi persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun oleh
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN KEMAMPUAN LEMBAGA
PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN KEMAMPUAN LEMBAGA REHABILITASI MEDIS DAN REHABILITASI SOSIAL YANG DISELENGGARAKAN OLEH PEMERINTAH/ PEMERINTAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyakit kronik (sulit disembuhkan) yang berulang kali kambuh yang hingga
BAB I PENDAHULUAN Permasalahan penyalahgunaan narkoba mempunyai dimensi yang luas dan kompleks, dari sudut medik psikiatrik, kesehatan jiwa, maupun psiko sosial (ekonomi politik, sosial budaya, kriminalitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyalahgunaan dan ketergantungan NAZA (Narkotika, alkohol dan zat
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan dan ketergantungan NAZA (Narkotika, alkohol dan zat adiktif) atau juga yang lebih dikenal dengan sebutan NARKOBA di Indonesia terus mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gaya hidup masyarakat dewasa ini menimbulkan banyak masalah yang mengancam berbagai aspek kehidupan masyarakat terutama generasi muda. Salah satunya adalah penyalahgunaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Disisi lain, apabila disalahgunakan narkoba dapat menimbulkan ketergantungan dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyalahgunaan narkoba merupakan penyakit endemik dalam masyarakat modern, dapat dikatakan bahwa penyalahgunaan narkoba merupakan penyakit kronik yang berulang kali
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan narkoba merupakan kejahatan yang bersifat merusak, baik merusak mental maupun moral dari para pelakunya, terlebih korban yang menjadi sasaran peredaran
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. United Nation, New York, telah menerbitkan World Drugs Report 2015 yang
1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) yang bermarkas besar di United Nation, New York, telah menerbitkan World Drugs Report 2015 yang melaporkan bahwa
Lebih terperinciPERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG
PERATURAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jika masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat adiktif lain) adalah bahan/zat/obat jika masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat,
Lebih terperinci2017, No d. bahwa untuk belum adanya keseragaman terhadap penyelenggaraan rehabilitasi, maka perlu adanya pengaturan tentang standar pelayanan
No.1942, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Standar Pelayanan Rehabilitasi. PERATURAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR PELAYANAN REHABILTASI BAGI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan narkoba di Indonesia akhir-akhir ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan penyalahgunaan narkoba di Indonesia akhir-akhir ini menunjukkan peningkatan yang mengkhawatirkan dan berdampak pada hilangnya satu generasi bangsa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya kecenderungan yang terus meningkat. Hal ini merupakan ancaman yang serius bukan saja terhadap kelangsungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lainnya, ketiga hal tersebut dapat mempengaruhi kehidupan manusia baik secara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Napza adalah singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adikitif lainnya, ketiga hal tersebut dapat mempengaruhi kehidupan manusia baik secara bio, psiko maupun
Lebih terperinci2015 PUSAT REHABILITASI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PRIA
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perancangan Korban dari penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) atau yang biasa dikenal sebagai NARKOBA (Narkotika dan Obat berbahaya)
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. ditemukan dan dibeli baik secara langsung di tempat-tempat perbelanjaan maupun
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi dunia saat ini semua barang kebutuhan sehari-hari dapat ditemukan dan dibeli baik secara langsung di tempat-tempat perbelanjaan maupun dari media
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mencapai 15% dari seluruh kanker pada wanita. Di beberapa negara menjadi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker serviks menempati terbanyak kedua di seluruh dunia yang mencapai 15% dari seluruh kanker pada wanita. Di beberapa negara menjadi penyebab kanker terbanyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari waktu ke waktu. Humas Badan Narkotika Nasional RI (2016) telah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah pecandu narkoba di Indonesia terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Humas Badan Narkotika Nasional RI (2016) telah mengungkap 807 kasus narkoba
Lebih terperinci2017, No Mengingat : 1. Undang - Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tam
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.970, 2017 KEMENKUMHAM. Layanan Rehabilitasi Narkotika. Tahanan dan WBP. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Disisi lain, apabila disalahgunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika sebagai bentuk tindakan yang melanggar hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yang
Lebih terperinciKementerian Sosial RI
disampaikan pada: Evaluasi Program Rehabilitasi Sosial 2017 dan Sinkronisasi Program Rehabilitasi Sosial 2018 Oleh W. Budi Kusumo Direktur RSKP NAPZA Kementerian Sosial RI Jakarta, 21 Februari 2018 Dasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih mudah dengan berbagai macam kepentingan. Kecepatan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini ilmu pengetahuan dan teknologi semakin berkembang seiring dengan berjalannya waktu, sehingga segala aspek kehidupan manusia tidak memiliki batas.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 yaitu melindungi segenap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum, setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama di hadapan hukum serta setiap individu dalam kehidupan bermasyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam bidang pengobatan dan studi ilmiah sehingga diperlukan suatu produksi narkotika yang terus menerus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan pergaulan masyarakat di Indonesia mengalami peningkatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pergaulan masyarakat di Indonesia mengalami peningkatan yang sangat pesat. Hal ini disebabkan oleh tingginya arus globalisasi yang masuk ke Indonesia baik
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN CRAVING PADA PECANDU NARKOBA
NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN CRAVING PADA PECANDU NARKOBA Oleh: NOVIZA Yulianti Dwi Astuti, S.Psi.,M.Soc.Sc PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyalahgunaan Narkotika merupakan masalah yang kompleksitasnya memerlukan upaya penanggulangan secara menyeluruh. Upaya penanggulangan tersebut dilakukan dengan melibatkan
Lebih terperinciPROFIL RESILIENSI MANTAN PECANDU NARKOBA (Studi Kasus di Balai Besar Rehabilitasi Narkoba, BNN, Lido)
110 Profil Resiliensi Mantan Pecandu Narkoba PROFIL RESILIENSI MANTAN PECANDU NARKOBA (Studi Kasus di Balai Besar Rehabilitasi Narkoba, BNN, Lido) Uripah Nurfatimah 1 Dra. Retty Filliani 2 Karsih,M.Pd.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari semakin memprihatinkan terlebih di Indonesia. Narkotika seakan sudah menjadi barang yang sangat mudah
Lebih terperinciBAB III PENERAPAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. 3.1 Penempatan Rehabilitasi Melalui Proses Peradilan
BAB III PENERAPAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA 3.1 Penempatan Rehabilitasi Melalui Proses Peradilan Penyalahgunaan Narkotika merupakan suatu bentuk kejahatan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dan Zat Adiktif (Abdul & Mahdi, 2006). Permasalahan penyalahgunaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang NAPZA adalah singkatan dari Narkotika, Alkohol, Psikotropika, Dan Zat Adiktif (Abdul & Mahdi, 2006). Permasalahan penyalahgunaan NAPZA mempunyai dimensi yang luas dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkembang dengan pesat, secara garis besar masalah kesehatan jiwa. Masalah psikososial membutuhkan kemampuan penyesuaian dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan jiwa di masyarakat sedemikian luas dan kompleks, saling berhubungan dengan segala aspek kehidupan manusia. Mengacu pada UU no. 23 Tahun 1992 tentang
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. sekedar untuk, misalnya bersenang-senang, rileks atau relaksasi dan hidup mereka tidak
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Narkoba atau NAPZA merupakan bahan/zat yang apabila masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi tubuh terutama susunan syaraf pusat/otak sehingga bilamana disalahgunakan
Lebih terperinciADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, remaja, dan generasi muda pada umumnya (Waluyo, 2011).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyalahgunaan NAPZA merupakan salah satu ancaman yang cepat atau lambat dapat menghancurkan generasi muda. Negara Indonesia merupakan negara yang tidak lepas dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan akronim dari NARkotika, psikotropika, dan Bahan Adiktif lainnya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyalahgunaan narkoba adalah sebuah permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia, bahkan negara-negara lainnya. Istilah NARKOBA sesuai dengan Surat Edaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dewasa ini sedang berlangsung proses pembaharuan hukum pidana. Pembaharuan hukum pidana meliputi pembaharuan terhadap hukum pidana formal, hukum pidana
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN AKTUALISASI DIRI PADA REMAJA PECANDU NARKOBA DI PANTI REHABILITASI
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN AKTUALISASI DIRI PADA REMAJA PECANDU NARKOBA DI PANTI REHABILITASI Nama : Kartika Pradita Andriani NPM : 13510847 Jurusan : Psikologi Pembimbing : Prof. Dr. AM. Heru
Lebih terperinciPENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,
1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika dapat mengakibatkan sindroma ketergantungan apabila penggunaannya tidak di bawah pengawasan dan petunjuk tenaga kesehatan yang mempunyai
Lebih terperinciADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindak Pidana Narkotika merupakan salah satu tindak pidana yang cukup banyak terjadi di Indonesia. Tersebarnya peredaran gelap Narkotika sudah sangat banyak memakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah penyalahgunaan narkoba, khususnya di Indonesia, saat ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah penyalahgunaan narkoba, khususnya di Indonesia, saat ini telah sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan. Jumlah pengguna dan pecandu narkoba dari tahun ke tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kepribadiannya. Sebagai bentuk pengembangan diri
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prinsip utama yang telah disepakati oleh pakar pendidikan adalah bahwa setiap warga negara seharusnya mempunyai kesempatan untuk mengembangkan kepribadiannya. Sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sosial dimana mereka tinggal.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga Pemasyarakatan adalah merupakan tempat dan sekaligus rumah bagi narapidana yang melakukan tindak kejahatan serta menjalani hukuman atau pidana yang dijatuhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati perkembangan tindak pidana yang dilakukan anak selama ini, baik dari kualitas maupun modus operandi, pelanggaran
Lebih terperincipersepsi atau mengakibatkan halusinasi 1. Penggunaan dalam dosis yang 2
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Narkotika adalah zat adiktif yang menyebabkan kehilangan kesadaran dan ketergantungan bagi penggunanya. Narkotika meningkatkan daya imajinasi manusia dengan merangsang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya. juga dianggap sebagai pelanggaran hukum.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) di Indonesia merupakan sesuatu yang bersifat komplek dan urgent, permasalahan ini menjadi marak
Lebih terperinciRatna Indah Sari Dewi 1. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Syedza Saintika Padang 1 ABSTRAK
E A T Volume7, Nomor 1, Juni 2016 Jurnal Kesehatan Medika Saintika Vol 7 (1) Jurnal Kesehatan Medika Saintika http://jurnal.syedzasaintika.ac.id KARAKTERISTIK INDIVIDU PENGGUNA DAN POLA PENYALAHGUNAAN
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN SISWA TENTANG NAPZA DI SMK BATIK 1 SURAKARTA SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN SISWA TENTANG NAPZA DI SMK BATIK 1 SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S -1 Keperawatan
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. penulis membuat kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah.
344 BAB VI PENUTUP A. KESIMPULAN Setelah penulis menguraikan pembahasan ini bab demi bab, berikut ini penulis membuat kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah. 1. Dalam Hukum Islam narkoba (al-mukhaddirat)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. narkoba pada tahun 2012 berkisar 3,5%-7% dari populasi dunia yang berusia 15-64
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang United Nation Office on Drugs and Crime memperkirakan penyalahguna narkoba pada tahun 2012 berkisar 3,5%-7% dari populasi dunia yang berusia 15-64 tahun (UNODC, 2014).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nasional, tetapi sekarang sudah menjadi masalah global (dunia). Pada era
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia banyak melakukan pelanggaran, salah satunya adalah penyalahgunaan narkoba. Penyalahgunaan narkoba tidak hanya menjadi masalah lokal maupun nasional,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. legal apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Namun
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyebutkan bahwa salah tujuan dari pengaturan narkotika adalah untuk menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan
Lebih terperinciefek stupor atau bingung yang lama dalam keadaan yang masih sadar serta menimbulkan adiksi atau kecanduan (Fransiska, 2012).
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena penggunaan narkoba di kalangan generasi muda semakin mencemaskan. Narkoba adalah singkatan dari narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya. Menurut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil dan makmur, sejahtera, tertib dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun elektronik sering menunjukkan adanya kasus penyalahgunaan NAPZA.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berita-berita kriminalitas yang semarak di berbagai media, baik cetak maupun elektronik sering menunjukkan adanya kasus penyalahgunaan NAPZA. NAPZA adalah narkotika,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terbendung lagi, maka ancaman dahsyat semakin mendekat 1. Peredaran
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini peredaran narkotika semakin merajalela dikarenakan Indonesia bukan lagi tempat transit, tetapi menjadi sasaran pemasaran, dan bahkan tempat produksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat- zat adiktif lainnya (NAPZA)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat- zat adiktif lainnya (NAPZA) yang selanjutnya di sebut narkoba merupakan masalah yang perkembangannya di Indonesia sudah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat- zat adiktif lainnya (NAPZA)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat- zat adiktif lainnya (NAPZA) yang selanjutnya di sebut narkoba merupakan masalah yang perkembangannya di Indonesia sudah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. anastesi yang dapat mengakibatkan tidak sadar karena pengaruh system saraf
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH NAPZA adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat adiktif. Narkotika disebut juga sebagai obat-obatan yang dipakai untuk anastesi yang dapat mengakibatkan
Lebih terperinciPRESS RELEASE AKHIR TAHUN 2016 KERJA NYATA PERANGI NARKOTIKA
PRESS RELEASE AKHIR TAHUN 2016 KERJA NYATA PERANGI NARKOTIKA Jakarta, 22 Desember 2016 Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang mengancam dunia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. saja fenomena - fenomena yang kita hadapi dalam kehidupan sehari - hari dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman seperti sekarang ini, semakin banyak saja fenomena - fenomena yang kita hadapi dalam kehidupan sehari - hari dalam masyarakat. Diantara
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. bahan aktif lainya, dimana dalam arti luas adalah obat, bahan atau zat. Bila zat ini masuk
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Narkoba sudah menjadi istilah popular di masyarakat, namun masih sedikit yang memahami arti narkoba. Narkoba merupakan singkatan dari narkotika psikotropika dan bahan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika,
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya non tembakau dan alkohol) baik di tingkat global, regional
Lebih terperinciBAB I PENAHULUAN. A. Latar Belakang
1 BAB I PENAHULUAN A. Latar Belakang Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika merupakan permasalahan global yang sudah menjadi ancaman serius dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Saat ini, penyalahgunaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. serius. Hal ini dibuktikan dengan jumlah kasus narkoba yang meningkat setiap tahun.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini penyalahgunaan narkoba di Indonesia sudah menjadi masalah serius. Hal ini dibuktikan dengan jumlah kasus narkoba yang meningkat setiap tahun. Presiden
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan NAPZA merupakan suatu pemakaian obat yang bukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan NAPZA merupakan suatu pemakaian obat yang bukan digunakan untuk pengobatan dan digunakan secara illegal, atau barang haram yang dinamakan narkoba
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG
SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN MEDIS TAHANAN DAN NARAPIDANA KORBAN PENYALAHGUNAAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis. Zat tersebut menyebabkan penurunan atau perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sosialisasi, transisi agama, transisi hubungan keluarga dan transisi moralitas.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa transisi merupakan faktor risiko utama timbulnya masalah kesehatan pada usia remaja. Masa transisi pada remaja meliputi transisi emosional, transisi sosialisasi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Panti Rehabilitasi Ketergantungan NAPZA Arsitektur Perilaku. Catherine ( ) 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepanjang tercatat dalam sejarah manusia, NAPZA dipuja karena manfaatnya bagi manusia tetapi sekaligus dikutuk karena efek buruk yang diakibatkannya. NAPZA alami sudah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. banyak orang dan terus menerus dibicarakan dan dipublikasikan. Bahkan,
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah penyalahangunaan narkoba saat ini menjadi banyak perhatian banyak orang dan terus menerus dibicarakan dan dipublikasikan. Bahkan, masalah penyalahgunaan menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merawat dan memelihara anak-anak yatim atau yatim piatu. Pengertian yatim
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panti Asuhan merupakan lembaga yang bergerak di bidang sosial untuk membantu anak-anak yang sudah tidak memiliki orang tua. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomis. Oleh karena itu, pemeliharaan kesehatan merupakan suatu upaya. pemeriksaan, pengobatan atau perawatan di rumah sakit.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan sesuatu hal yang sangat penting bagi setiap individu. Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan suatu proses perkembangan antara masa anakanak
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan suatu proses perkembangan antara masa anakanak menuju masa dewasa. Perkembangan seseorang dalam masa anak-anak dan remaja akan membentuk perkembangan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG
PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN ZAT ADIKTIF LAINNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinci2017, No Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2
No.1438, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Lembaga Rehabilitasi Medis dan Lembaga Rehabilitasi Sosial. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINGKATAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjadi masalah baru di negara kita. Melalui The World Program of Action for
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif) bukan menjadi masalah baru di negara kita. Melalui The World Program of Action for Youth on Drug, badan
Lebih terperinci