Kerangka Acuan Desiminasi Hasil Analisa Pendokumentasian Data Kasus Kekerasan terhadap perempuan dengan HIV dan AIDS di 8 provinsi di Indonesia. Latar Belakang Perkembangan HIV-AIDS di Indonesia Triwulan III tahun 2012. Kasus AIDS, dari Juli sampai dengan September 2012 jumlah kasus baru AIDS yang dilaporkan sebanyak 1.317 kasus. Persentase kasus AIDS tertinggi pada kelompok umur 30-39 tahun (40,7%), diikuti kelompok umum 20-29 tahun (29,0%) dan kelompok umur 40-49 tahun (17,3%). Rasio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Jumlah kasus AIDS tertinggi dilaporkan dari Provinsi DKI Jakarta (648), Jawa Tengah (140), Bali (1012), Jawa Barat (80) dan Kepulauan Riau (78). Persentase faktor risiko AIDS tertinggi adalah hubungan seks tidak aman pada heteroseksual (81,9%), penggunaan jarum suntik tidak steril pada Penasun (7,2%), dari ibu (positif HIV) ke anak (4,6%), dan LSL (2,8%). Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat ada peningkatan kekerasan terhadap perempuan di ranah komunitas atau publik pada 2012, yaitu sebesar 4,35 persen atau menjadi 4.293 kasus. Jenis dan bentuk kekerasan yang paling banyak terjadi ialah kekerasan seksual (2.521 kasus) Semakin dipahami pula bahwa persoalan penyebaran HIV dan AIDS di berbagai belahan dunia tidak dapat ditanggulangi melalui upaya-upaya medis semata. Persoalan ini tidak terlepas dari berbagai macam kepentingan sehingga untuk mengurainya diperlukan cara pandang terhadap persoalan yang luas mencakup, ekonomi, politik, sosial, serta budaya. Keterkaitan antara kekerasan terhadap perempuan dan penularan HIV merupakan sebuah pangkal dari satu ujung jawaban atas persoalan yang perlu terus-menerus dikaji dan menjalani siklus aksi-refleksi. Kuatnya patriarkisme dalam kehidupan bernegara senantiasa melahirkan kebijakankebijakan yang tidak sensitif perempuan, lalai akan perlindungan terhadap kaum yang dilemahkan dalam dunia lelaki, bahkan potensial untuk terjadinya kekerasan verbal dan non verbal. Semakin banyaknya perempuan yang dilaporkan tertular HIV dari pasangannya bahkan kepada bayi-bayi yang dikandungnya dalam lima tahun terakhir, merupakan fenomena yang tidak bisa dinafikkan saling kait-mengkait dengan perlakuan kekerasan terhadap perempuan. Sejak kasus pertama di Indonesia dilaporkan lebih dari dua puluh tahun lalu hingga saat ini, penelitian soal HIV dan AIDS telah banyak dilakukan kebanyakan mengenai aspek medis dari persoalan ini. Sementara, kajian-kajian gender maupun feminis yang
berkaitan dengan HIV di Indonesia tidak banyak ditemukan. Padahal dalam kaitannya dengan isu kesehatan HIV hanyalah salah satu dari sekian banyak masalah kesehatan yang wajib ditangani negara - konsep gender menjadi penting karena selama ini perempuan banyak dirugikan, terpinggirkan dalam memperoleh akses, partisipasi, kendali dan manfaat ke sarana pelayanan kesehatan. Ketidaksetaraan dalam akses pelayanan ini di banyak tempat mempengaruhi jumlah kasus yang dilaporkan pada perempuan dibanding pada laki-laki, temuan kasus pada perempuan lebih rendah. Dalam persoalan HIV, setidaknya terdapat empat hal yang menyebabkan hal tersebut 1 : 1. Perempuan seringkali tidak tahu status HIV pasangannya dan tentunya tidak tahu kalau dirinya telah terinfeksi pula; 2. Sekalipun telah mengetahui dirinya mengidap HIV, perempuan seringkali takut memberitahukan keluarganya atas stigma dan diskriminasi yang mungkin akan diterima dari keluarganya sendiri; 3. Dalam pelayanan kesehatan, perempuan cenderung tidak ditanya tentang perilaku risiko tinggi dirinya maupun pasangannya sehingga kebanyakan kasus HIV ditemukan saat sudah stadium akhir terlambat didiagnosis di stadium awal; 4. Program promosi dan pelayanan kesehatan dalam pencegahan dan penanggulangan AIDS kerap menjadikan perempuan sebagai obyek intervensi. Hal ini disebabkan masih kurangnya pemahaman gender petugas kesehatan dan belum tersosialisasikannya strategi penanggulangan AIDS yang sensitif gender. Menyikapi tantangan yang dihadapi oleh perempuan pada umumnya dan perempuan terinfeksi HIV, maka Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI) sendiri menyikapinya dengan pendekatan pemberdayaan perempuan terinfeksi maupun perempuan pada umumnya melalui rangkaian program mengenai pemahaman kesehatan reproduksi dan seksual pada perempuan, gender, hak reproduksi dan seksual beserta kaitannya dengan perlindungan hukum dalam konteks HAM. Kegiatan ini diawali dengan pembuatan modul yang kemudian diikuti dengan serangkaian kegiatan pelatihan di 8 propinsi di Indonesia. Dari hasil keseluruhan pelatihan ditemukan banyaknya kasus kekerasan yang terjadi pada perempuan dengan HIV dan terdampak, hal ini menjadi temuan yang sangat penting untuk segera ditindak lanjuti. Hampir 90% dari total peserta pernah mengalami kekerasan dari pasangannya dan bahkan masih ada yang berada dalam lingkaran kekerasan dan belum mampu keluar dari lingkaran tersebut dengan berbagai alasan yaitu; takut status semakin terbuka jika melaporkan kasus yang dialami, sering mendapat ancaman yang sangat mengerikan jika berani melaporkan kasusnya, tidak
tahu harus kemana untuk mencari bantuan dan masih banyak alasan lainnya. Jenis kekerasan yang dialami terdiri dari kekerasan fisik, psikisi, ekonomi dan seksual. Dalam hal kekerasan seksual, selain kekerasan dalam bentuk pemaksaan terhadap fungsi organ reproduksi perempuan juga menjadi sangat rentan terhadap penularan HIV dan AIDS. IPPI telah melakukan pendokumentasian data kasus kekerasan terhadap perempuan dengan HIV dan AIDS di 8 provinsi di Indonesia yaitu Banten, DKI Jakarta, Jawa barat, Sumatera Utara, D.I Yogyakarta, Jawa timur, Bali dan Nusa Tenggara Barat. Dengan metode diskusi group/kelompok terkait pemahaman perempuan terhadap kekerasan serta wawancara mendalam, dan diakhiri dengan lokakarya sehari dengan pemangku kepentingan di daerah tersebut dengan tema : Integrasi Program Layanan Kekerasan Terhadap Perempuan dengan HIV dan AIDS, karena selama ini tidak pernah ada yang tahu harus melapor kemana jika mengalami kekerasan (terutama kekerasan seksual) dari pasangannya. Mengingat situasi yang ada, dilakukannya pendokumentasian data kasus kekerasan terhadap perempuan dengan HIV dan AIDS ini menjadi sangat penting guna menyusun solusi yang mampu memecahkan permasalahan yang ada. Penelitian ini mampu menyediakan umpan balik yang penting dalam memperbaiki sistem yang ingin dibangun terintegrasinya layanan kesehatan dan layanan kekerasan terhadap perempuan dengan HIV yang sensitif akan kemiskinan serta budaya yang ada di Indonesia. Pendokumentasian data kasus kekerasan terhadap perempuan dengan HIV dan AIDS ini bertujuan untuk mengetahui dengan pasti mengenai Perspektif Perempuan dengan HIV terhadap kekerasan, Tipikal Perempuan yang mendapatkan kekerasan dan hal-hal yang melatar belakangi kekerasan ini terjadi dari aspek budaya, social, ekonomi, politik dan tanggapan lingkungan serta jenis-jenis kekerasan lain yang pernah dialami. Dan perluasan dampak yang terjadi pada individu, anak dan lingkungan. Juga bagaimana perempuan dengan HIV dapat melakukan upaya litigasi dan non litigasi, bagaimana lingkungan atau masyarakat sekitar melihat terjadinya kekerasan, tingkat akses serta efek positif dan negatif dari kebijakan, terutama perlindungan hukum. Selain itu adanya rekomendasi serta meningkatkan kerjasama, kemitraan, komitmen dari pemangku kepentingan. Tujuan dan hasil yang diharapkan dari pertemuan ini adalah; 1. Untuk membuka pandangan dan pemahaman pemangku kebijakan agar dapat mengintegrasikan layanan kekerasan terhadap perempuan dengan HIV dan AIDS.
2. Untuk mendapatkan data kasus kekerasan terhadap perempuan dengan HIV dan AIDS sebagai bahan advokasi agar dapat terintegrasikannya layanan kesehatan dan layanan kekerasan terhadap perempuan dengan HIV yang komprehensif. 3. Sebagai bahan pembelajaran bahwa saat ini HIV dan AIDS tidak hanya sebagai isu kesehatan saja tetapi sudah menjadi isu global dan dapat menghasilkan rekomendasi untuk perbaikan program layanan kekerasan khususnya pada perempuan yang terintegrasi dan komprehensif. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Tempat : Aula Gedung D kampus UNIKA Atma Jaya Hari, Tanggal : Selasa, 17 Desember 2013 Waktu : 12.00 17.00 WI Agenda Waktu Materi Narasumber Keterangan 12.00 13.00 Registrasi Makan siang Panitia 13.00 13.30 Pemutaran film dokumenter pengambilan Sari Dewi Aznur IPPI data 13.30-14.00 Pemaparan hasil studi, kesimpulan, dan Baby Rivona IPPI rekomendasi Nasution 14.00 14.30 Hegemoni Maskulinitas Syaldi Sahude Aliansi Laki-laki Baru 14.30 15.00 Tanggapan pakar terhadap kasus kekerasan yang dialami oleh perempuan dengan HIV Dr. Nani Nurrachman Fak. Psikologi Atma Jaya 15.00 15.30 Integrasi program penanggulangan HIV Afra Suci HIVOS dengan anti kekerasan terhadap perempuan dalam konteks hak kesehatan seksual dan reproduksi Ramadhan 15.30 16.30 Diskusi tanya jawab Syafirah Hardani Moderator KPAN 16.30 16.45 Coffee break 16.45 17.00 Penutupan Panitia