BAB I PENDAHULUAN. Rokok adalah hasil olahan tembakau yang terbungkus, dihasilkan dari tanaman Nicotiana

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Mengkonsumsi rokok dan produk tembakau lainnya menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Pada tahun 2010 prevalensi merokok

IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA

1. PENDAHULUAN. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan kembali menaikkan harga cukai untuk

BAB I PENDAHULUAN. semua orang tahu akan bahaya yang ditimbulkan akibat merokok. Rokok mengandung

DAMPAK SOSIAL EKONOMI KONSUMSI ROKOK DI INDONESIA. Abdillah Ahsan Wakil Kepala Lembaga Demografi FEUI

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2017

BERITA RESMI STATISTIK

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2014

BAB 1 : PENDAHULUAN. tempat seperti di lingkungan keluarga, kantor, fasilitas kesehatan, cafe, kendaraan

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2014

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan proses kenaikan pendapatan perkapita

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari konsumen dihadapkan dengan berbagai

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2016

BAB 1: PENDAHULUAN. ketergantungan) dan tar yang bersifat karsinogenik. (1)

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2016

KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA MARET, 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, MARET 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dihembuskan kembali sehingga mengeluarkan asap putih keabu-abuan. Perilaku merokok

BADAN PUSAT STATISTIK

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2013

KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA MARET, 2017

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011

KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA SEPTEMBER, 2014

BAB I PENDAHULUAN. oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka, apa yang mereka pikirkan tentang

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI MARET 2017

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

TINGKAT KEMISKINAN BALI, SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2016

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2012

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT MARET 2015

KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA SEPTEMBER, 2016

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PERANAN PERTANIAN DALAM SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA (MODUL 2)

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2015

KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA MARET, 2015

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica, dan spesies lainnya atau sintesis

PERANAN PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP.

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017

PROVINSI ACEH & KONSUMSI ROKOK

KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA SEPTEMBER 2015

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU MARET 2015 SEBESAR 17,88 PERSEN.

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2016

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN SEPTEMBER 2012

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BADAN PUSAT STATISTIK

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2013

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2010

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2012

Banyak kalangan pebisnis yang memprediksi bahwa tren pasar consumer. naiknya permintaan maupun konsumsi produk-produk fast moving consumer

ROKOK : KEMUBAZIRAN DAN UPAYA PENGENDALIANNYA DI KALANGAN SANTRI. Salahuddin Wahid Pengasuh Pesantren Tebuireng

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2014

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2014

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PROFIL KEMISKINAN DI BALI MARET 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan politik (Depkes, 2006). Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN SEPTEMBER 2015

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2017

BAB 1 : PENDAHULUAN. Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan silent disease yang menjadi

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI SEPTEMBER 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU

3.1. Kualitas Sumberdaya Manusia

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PROFIL KEMISKINAN DI BALI MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2017

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

ANGKA KEMISKINAN PROVINSI BANTEN MARET 2017

KEMISKINAN PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2016

TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2017

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rokok adalah hasil olahan tembakau yang terbungkus, dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sintesisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan (Heryani,2014). Dewasa ini mengkonsumsi rokok merupakan salah satu gaya hidup yang dianggap lazim baik bagi usia remaja maupun usia dewasa bahkan anak-anak. Mengkonsumsi rokok sekarang ini tidak mengenal gender laki-laki ataupun perempuan, semua kalangan ikut serta dalam mengkonsumsi rokok ataupun produk tembakau lainnya. Mengkonsumsi rokok dan produk tembakau lainnya menyebabkan seseorang ketergantungan sehingga susah untuk memberhentikannya. Konsumen rokok dan produk tembakau lainnya tidak lagi berfikir mana kebutuhan pokok yang perlu di dahulukan atau kebutuhan sekunder sehingga mengabaikan pemenuhan kebutuhan yang lebih mendesak seperti makanan. Konsumen rokok lebih memilih rokok yang tidak ada manfaatnya secara ekonomi ataupun bagi kesehatan sehingga pemenuhan kebutuhan akan makanan yang bergizi lebih dikesampingkan.

Konsumsi rokok dan konsumsi produk tembakau lainnya telah menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Berbagai upaya pengendalian konsumsi tembakau telah dilakukan secara bertahap dan terintegrasi melibatkan berbagai sektor pemerintah dan non pemerintah. Di beberapa daerah terdapat kaum perempuan yang mengkonsumsi tembakau yang biasa kita kenal dengan istilah menyirih. Kebiasaan tersebut berlaku bagi masyarakat kelas ekonomi bawah dan kelas ekonomi atas. Indonesia merupakan salah satu negara dengan konsumsi tembakau terbesar di dunia, dan berada pada urutan keempat setelah China, USA dan Rusia (Eriksen et al. 2012). Sebagian besar tembakau, dikonsumsi dalam bentuk rokok kretek dengan proporsi 80,4% dari total poduk tembakau (GATS 2012). Jumlah batang rokok dikonsumsi di Indonesia meningkat dari 182 milyar batang di tahun 1998 menjadi 260,8 milyar batang pada tahun 2009 (Ahsan et al.2012). Ancaman konsumsi tembakau untuk kesehatan, ekonomi, dan sosial masyarakat kini semakin nyata. Efek negatif merokok tidak hanya merugikan diri sendiri namun berdampak bagi orang lain. Dari sisi kesehatan misalnya, seseorang perokok menghembuskan asap rokok dan dihirup oleh si bukan perokok dampaknya akan sama apalagi jika dihirup oleh bayi ataupun anak-anak hal ini akan mengganggu sistem pernapasan karena generasi selanjutnya akan menentukan maju atau mundurnya pertumbuhan ekonomi. Dari sisi ekonomi misalnya, harga rokok per batangnya adalah Rp1.000 si perokok mengkonsumsi rokok 10 batang per hari maka perokok akan mengeluarkan biaya sekitar Rp10.000 per hari atau Rp300.000 per bulan hanya untuk membeli rokok saja. Lebih baik biaya yang dikeluarkan oleh si perokok dialihkan kepada hal yang lebih positif seperti konsumsi makanan yang bergizi atau mensubsidi biaya pendidikan anak karena ke dua hal ini merupakan investasi bagi majunya Indonesia.

Bedasarkan studi yang dilakukan Kosen (2012) dengan menggunakan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, diketahui penduduk Indonesia berusia lebih dari 15 tahun merupakan perokok aktif sebanyak 34,7% dan sebanyak 35% dari perokok aktif tergolong dalam kelas sosial ekonomi rendah (kuintil 1) yang didominasi petani, nelayan dan buruh dengan prevalensi 50,3%. Pengeluaran tembakau pada kuintil termiskin 3 kali lebih besar dari biaya pendidikan dan 4,3 kali lebih besar dari biaya kesehatan. Pengaruh dari konsumsi rokok dapat membuat orang-orang terjerumus dalam lingkaran setan kemiskinan dan kesehatan yang buruk. Konsekuensi kesehatan yang merugikan dari penggunaan tembakau terkonsentrasi lebih banyak pada kaum miskin (Bobak et al.2000). Berdasarkan prevalensi perokok tiap hari pada lima provinsi tertinggi ditemukan di provinsi Kalimantan Tengah sebanyak 36,0 %, diikuti dengan Kepulauan Riau sebanyak 33,4%, Sumatera Barat sebanyak 33,1%, Nusa Tenggara Timur, dan Bengkulu masing-masing sebanyak 33,0% (Balitbangkes, 2010). Provinsi Sumatera Barat menempati posisi prevalensi ketiga tertinggi di Indonesia, hal ini sudah menjadi ancaman besar bagi masyarakat Sumatera Barat apabila permasalahan ini tidak segera di atasi maka Sumatera Barat akan terancam menjadi provinsi yang terjerumus dalam lingkaran setan kemiskinan maupun kesehatan. Menurut kabupaten/kota di provinsi Sumatera Barat, perokok yang mulai pertama kali pada usia 10-14 tahun yang terbanyak pada Kabupaten Lima Puluh Kota (25,5%), disusul Kota Padang Panjang (21,5%), dan Kota Payakumbuah (19,5%) (Balitbangkes, 2009). Peraturan Daerah Kota Padang Panjang Nomor 8 Tahun 2009 tentang kawasan tanpa asap rokok dan kawasan tertib rokok yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Padang Panjang dan Kota Payakumbuah juga telah mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 15 tahun 2011 tentang kawasan tanpa rokok.

Kepulauan Mentawai merupakan bagian dari kabupaten/kota yang ada di Sumatera Barat. Kebudayaan dan istiadat mereka masih kental hingga saat ini, masyarakat Mentawai percaya pada roh nenek moyang. Salah satu keyakinan yang mereka percayai yaitu kebiasaan merokok, baik laki-laki maupun perempuan. Asap rokok dipercaya bisa memanggil roh untuk tetap bersama dan mengikuti mereka karena roh ini dipercaya membawa keberuntungan dan kesehatan. Kepercayaan ini berbeda dengan studi kesehatan, dilihat dari jenis kelamin persentase laki-laki yang sering terkena keluhan penyakit sebesar 32,81% penyakit yang paling banyak di derita yaitu batuk (26,61%), pilek (23,215), dan panas (19,0%). Faktor penyebab salah satunya kebiasaan merokok dan pola hidup yang tidak sehat. Rokok menjadi komoditi yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat kepulauan Mentawai. Hal ini akan lebih jelas terlihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 1.1 Distribusi Pengeluaran Makanan dan Bukan Makanan per Kapita per Bulan, 2013 Jenis pengeluaran Pengeluaran per Kapita per Bulan Sumber : Susenas 2013 Nominal Persentase Padi-padian 43.832,74 13,78 Umbi-umbian 32.491,52 10,21 Ikan 38.243,57 12.02 Daging 5.581,90 1,75 Telur dan susu 14.532,84 4,57 Sayur-sayuran 37.799,86 11,88 Kacang-kacangan 1.473,71 0,46 Buah-buahan 22.160,70 6,97 Minyak dan lemak 17.192,80 5,40 Bahan minuman 22.252,57 7,00 Bumbu-bumbuan 5.471,74 1,72 Mie instan dan lainnya 3.533,51 1,11 Makanan jadi 18.184,14 5,72 Rokok 55.363,88 17,40 Makanan 318.115,48 100,00 Perumahan dan fasilitas rumah tangga 86.386,07 51,19 Barang dan jasa 50.448,95 29,89 Pakaian, alas kaki, dan tutup kepala 15.057,34 8,92 Barang-barang tahan lama 4.295,92 2,55 Pajak dan asuransi 1.872,69 1,11 Keperluan pesta dan upacara 10.695,43 6,34 Bukan Makanan 168.756,41 100,00 Proporsi pengeluaran perkapita perbulan yang digunakan untuk mengkonsumsi rokok tahun 2013 adalah sebesar 17,40%. Hal ini berbanding terbalik dengan pengeluaran beras yang hanya sebesar 13,78%. Sementara itu, untuk konsumsi bukan makanan pengeluaran terbesar adalah untuk perumahan dan fasilitas rumah tangga dan untuk belanja barang yaitu sebesar 51,19 persen. Artinya peran pendidikan sangat diperlukan agar menciptakan pola pikir yang lebih baik.sehingga masyarakat Mentawai dapat mendistribusikan pendapatan pada kebutuhan yang lebih bermanfaat seperti membeli beras, lauk pauk, susu, investasi pendidikan dan kesehatan. Berdasarkan yang telah diuraikan diatas betapa banyaknya efek negative yang ditimbulkan dari mengkonsumsi rokok serta tingginya angka prevalensi merokok di Kepulauan Mentawai

maka, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengeluaran Rokok Pada Rumah Tangga di Kepulauan Mentawai tahun 2014 1.2 Rumusan Masalah Setiap tahunnya permintaan masyarakat terhadap konsumsi rokok terus meningkat, sehingga akan mempengaruhi populasi jumlah tembakau yang ada di dunia. Dari data yang didapatkan rata-rata perokok pada rentang usia 10-14 tahun yang artinya, bahwa kebanyakan merokok di mulai pada usia pendidikan dasar. Rokok sebagai barang adiktif, dimana peningkatan konsumsi di masa lalu akan meningkatkan konsumsi di masa yang akan datang. Merokok sudah dimulai sejak remaja dimana uang belanja mereka pergunakan untuk mengkonsumsi rokok yang akan membuat lingkaran setan yang berujung pada kemiskinan, karena merokok sama saja membakar uang yang tidak ada manfaatnya. Keadaan ini sangat memprihatinkan karena generasi muda merupakan generasi penerus dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi disuatu negara. Seorang yang mengkonsumsi barang adiktif, seperti rokok, pastilah pernah mengkonsumsi barang tersebut sebelumnya, sehingga dia akan membutuhkan tingkat konsumsi yang minimal sama dengan masa lalu atau lebih besar untuk memenuhi kecanduannya (Cholupka, 2000). Banyak upaya yang telah dilakukan dalam menangani kasus konsumsi rokok, baik dari program pendidikan maupun program kesehatan yang ditopang oleh pemerintah. Namun secara nyata, konsumsi rokok pada rumah tangga terus meningkat sehingga memperburuk kondisi kesehatan dan kondisi ekonomi. Biaya rokok yang seharusnya bisa digunakan untuk hal yang positif seperti biaya pendidikan anak, konsumsi makanan yang lebih bergizi, ataupun untuk saving

(menabung) agar masa depan lebih terjamin. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat ditarik beberapa pertanyaan penelitian yang terkait dengan latar belakang masalah sebelumnya, diantaranya : 1. Bagaimana pengeluaran konsumsi rokok pada rumah tangga di Kepulauan Mentawai tahun 2014? 2. Apakah faktor harga rokok, lokasi, pekerjaan kepala rumah tangga, dan tingkat pendidikan kepala rumah tangga mempengaruhi pengeluaran rokok pada rumah tangga di Kepulauan Mentawai tahun 2014? 3. Bagaimana implikasi kebijakan dalam menurunkan prevalensi merokok di Kepulauan Mentawai? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah, dapat ditetapkan tujuan dan kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi tingkat pengeluaran rokok pada rumah tangga menurut tingkat pengeluaran di Kepulauan Mentawai tahun 2014. 2. Menganalisa faktor harga rokok, lokasi, pekerjaan kepala rumah tangga, dan tingkat pendidikan kepala rumah tangga mempengaruhi pengeluaran rokok pada rumah tangga di Kepulauan Mentawai tahun 2014. 3. Menyusun rekomendasi kebijakan yang tepat untuk program pengendalian prevalensi rokok di Kepulauan Mentawai.

1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat antara lain : 1. Hasi penelitian inidiharapkan dapat memberikan kontribusi ide-ide atau bahan studi tambahan, terutama untuk mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi. 2. Memberikan sumbangan pemikiran kepada para pengambil kebijakan dalam merumuskan langkah-langkah dan strategi-strategi dalam mengambil kebijakan. 3. Sebagai referensi yang memberikan kegunaan bagi semua pihak yang memerlukan dan berkepentingandengan masalah-masalah yang diangkat dalam penelitian ini. 4. Sebagai referensi bagikhalayak untuk melakukan penelitian dan kajian yang berkaitan dengan penelitian ini. 1.5 Sistematika Penulisan Sistematika dari penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab, dengan rincian tiap-tiap bab antara lain sebagai berikut : BAB 1 : PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang yang menjadi alasan pemilihan judul, identifikasi masalah, tujuan dilakukanya penelitian ini, manfaat dari penelitian yang dilakukan, dan sistematika penulisan. BAB 2 :TINJAUANLITERATUR Pada bab ini akan dibahas teori-teori umum dan teori-teori khusus yang merupakan pendapat para ahli yang dimana teori tersebut digunakan untuk

memberikan pemahaman serta analisa yang lebih mendalam pada penelitian ini. BAB 3 : METODE PENELITIAN Bab ini menjelaskan daerah penelitian, data dan sumber data, metode pengumpulan serta metode analisis yang digunakan dalam penelitian. BAB 4 : GAMBARAN UMUM PENELITIAN Membahas tentang gambaran umum tempat penelitian (deskripsi objek penelitian). BAB 5 : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas uraian tentang hasil penelitian dan pembahasan. BAB 6 : PENUTUP Bab ini adalah bab penutup dari keseluruhan bab yang terdapat dalam penulisan akhir ini. Pada bab ini juga terdapat kesimpulan dan saran dari perancangan meja kerja yang nantinya menjadi acuan pengembangan lebih lanjut.