HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB III METODE PENELITIAN

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado **Fakultas Perikanan Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

The Effect of House Environment on Pneumonia Incidence in Tambakrejo Health Center in Surabaya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas)

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS JATISAMPURNA KOTA BEKASI

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISA DETERMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT TUBERKULOSIS (TBC) DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO

Castanea Cintya Dewi. Universitas Diponegoro. Universitas Diponegoro

GAMBARAN PRAKTIK/KEBIASAAN KELUARGA TERKAIT DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI UPT PUSKESMAS SIGALUH 2 BANJARNEGARA

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

HUBUNGAN KONDISI LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS JATIBARANG KABUPATEN INDRAMAYU

BAB III METODE PENELITIAN

melebihi 40-70%, pencahayaan rumah secara alami atau buatan tidak dapat menerangi seluruh ruangan dan menyebabkan bakteri muncul dengan intensitas

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Tabumela Kecamatan Tilango

KESEHATAN LINGKUNGAN DAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA

STUDI KOMPARASI BEBERAPA FAKTOR RISIKO KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU BTA POSITIF DI DAERAH PANTAI DAN DAERAH PEGUNUNGAN

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

BAB III METODE PENELITIAN. Variable bebas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kata Kunci: Kejadian ISPA, Tingkat Pendidikan Ibu, ASI Eksklusif, Status Imunisasi

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DAN PENGGUNAAN ANTI NYAMUK BAKAR DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS KOLONGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Ernawati 1 dan Achmad Farich 2 ABSTRAK

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

POLA SEBARAN KEJADIAN PENYAKIT PNEUMONIA PADA BALITA DI KECAMATAN BERGAS, KABUPATEN SEMARANG

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN PEKERJAAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI DESA BANDAR KHALIPAH KECAMATAN PERCUT SEI TUAN TAHUN 2015 ABSTRACT

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN KELEMBABAN UDARA DENGAN KEJADIAN TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN 2014

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango. Wilayah Kerja. Poowo, Poowo Barat, Talango, dan Toto Selatan.

DELI LILIA Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia, menurut WHO 9 (sembilan) juta orang penduduk dunia setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS (TBC) PADA KELOMPOK USIA PRODUKTIF DI KECAMATAN KARANGANYAR, DEMAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT KONTAK, KELEMBABAN, PENCAHAYAAN, DAN KEPADATAN HUNIAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU PADA ANAK DI KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado

HUBUNGAN FAKTOR KONDISI FISIK RUMAH DAN PERILAKU DENGAN INSIDEN PNEUMONIA PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS YOSOMULYO KOTA METRO

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya interaksi antara manusia dengan lingkungan. Terutama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi penyakit

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan case control.

BAB V PEMBAHASAN. kepadatan hunian tidak menunjukkan ada hubungan yang nyata.

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Wongkaditi

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BAYI. Nurlia Savitri

HUBUNGAN ANTARA KONDISI RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS KISMANTORO KABUPATEN WONOGIRI PUBLIKASI ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN SIKUMANA ABSTRAK

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN ANTARA KONDISI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MELONGUANE KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD

Hubungan Faktor-Faktor Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Jatibarang Kabupaten Brebes

HUBUNGAN KONDISI LINGKUNGAN DALAM RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURING KABUPATEN KEBUMEN

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea

Pengaruh Luas Ventilasi terhadap Kejadian TB Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo Tahun 2013 BAB I NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA KONDISI FISIK RUMAH DAN PERILAKU DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SANGKRAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2016

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN KEPADATAN HUNIAN DENGAN KEJADIAN ISPA NON PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI PINANG

BAB IV METODE PENELITIAN. Berdasarkan jenisnya penelitian ini adalah penelitian

FAKTOR RISIKO DENGAN PERILAKU KEPATUHAN IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI

Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan

Salah satu upaya pencegahan pneumonia yang berhubungan dengan lingkungan adalah dengan menciptakan lingkungan hidup yang baik.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Barat). Luas wilayah Kecamatan Kabila sebesar 193,45 km 2 atau sebesar. desa Dutohe Barat dan Desa Poowo.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango. Wilayah kerja Puskesmas Kabila Bone terdiri dari 9

SKRIPSI. Penelitian Keperawatan Komunitas

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru.

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN PENYAKIT ISPA PADA BALITA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pandemik yang terlupakan atau the forgotten pandemic. Tidak

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. ke manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian cross sectional yaitu mempelajari hubungan penyakit dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Bintauna Kecamatan Bintauna terletak kurang lebih 100 M 2 dari

PENDAHULUAN. hidung sampai alveoli. ISPA terdiri dari bukan pneumonia, pneumonia, dan

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DIWILAYAH PUSKESMAS YOSOMULYO KOTA METRO TAHUN 2014 ABSTRAK

Ratih Wahyu Susilo, Dwi Astuti, dan Noor Alis Setiyadi

Basuki Kartono* EPIDEMIOLOGI Lingkungan Rumah dan Kejadian Difteri di Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Garut

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan pendekatan case control yaitu membandingkan antara

BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA KELEMBABAN, PENCAHAYAAN, DAN KEPADATAN HUNIAN DALAM RUMAH DENGAN KEJADIAN TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TIKALA BARU KOTA MANADO

GAMBARAN KONDISI FISIK RUMAH PASIEN PENDERITA PENYAKIT TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TASIKMADU KARANGANYAR NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

Transkripsi:

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA (Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Candi Lama Kecamatan Candisari Kota Semarang) Esty Kurniasih, Suhartono, Nurjazuli Kesehatan Lingkungan, Universitas Diponegoro ABSTRACT Pneumonia is inflammation of lung parenchyma where asinus filled with liquid chafe into a wall alveoli and cavities interstisium. According to data Riskesdas 2013, the incident pneumonia highest found in age group 12-23 months with 21,7 per 1000 toddlers. In 2012, pneumonia most high rate occurrence there are in the work area Puskesmas Candi Lama Kecamatan Candisari with the number of people that is 620 toddlers from 4.150 toddlers. This research using the draft study case control. Samples are toddlers age 0-59 months. Large sample that is 36 toddlers group cases and 36 toddlers the control group. Analysis bivariat test using chi square. The result of bivariate analysis indicated that no relation the type of floor, wall type home, home residence density, a density of occupancy bedroom, home humidity levels, temperature, home ventilation, bedroom ventilation,and type of fuel to cook with pneumonia on toddlers and there was a correlation between natural lighting with pneumonia on toddlers with average of illuminance on a group of cases 66,19 lux and in the control group 102 lux. Natural light is risk factors scene pneumonia in toddlers in the work area Puskesmas Candi Lama, Kecamatan Candisari Kota Semarang. Keywords : Pneumonia, physical environment factors of housing 501

PENDAHULUAN Pneumonia adalah infeksi akut non spesifik yang terjadi pada kantung udara kecil (alveoli) dan jaringan paru-paru, disertai demam, batuk dengan dahak, nyeri dada akut, menggigil dan sesak napas. 1 Pneumonia merupakan pembunuh utama anak-anak di bawah 5 tahun yang menyebabkan 18% kematian anak di seluruh dunia. Pada tahun 2011, kematian akibat pneumonia sekitar 1,3 juta jiwa. 2 Menurut data Riskesdas 2013, insiden tertinggi pneumonia pada balita di Indonesia menurut kelompok umur terdapat pada balita kelompok umur 12-23 bulan yaitu sebesar 21,7 per 1000 balita. 3 Insiden pneumonia pada balita di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 yaitu sebesar 2.474,2 per 100.000 balita. Jumlah kasus yang ditemukan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 64.242 kasus terdiri dari 31.956 balita laki-laki dan 32.286 balita perempuan. 4 Jumlah penderita pneumonia pada balita usia <1 tahun pada tahun 2011 di Kota Semarang mengalami kenaikan. Pada tahun 2010 sebanyak 1448 kasus naik sebanyak 152 kasus menjadi 1600 kasus di tahun 2011, tetapi jumlah penderita pneumonia pada balita usia 1-4 tahun dan pneumonia berat pada balita usia <1 tahun pada tahun 2011 mengalami penurunan. 5 Salah satu media penularan pneumonia ialah kondisi fisik rumah. Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat melindungi penghuni dari kemungkinan penularan penyakit atau yang berhubungan dengan zat-zat yang membahayakan kesehatan. Oleh karena itu, sebagai tindakan pencegahan maka rumah harus memenuhi syarat-syarat sebagai rumah sehat. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Semarang tahun 2012, angka kejadian pneumonia paling tinggi terdapat di wilayah kerja Puskesmas Candi Lama Kecamatan Candisari dengan jumlah penderita yaitu 620 balita. Tingginya angka kejadian pneumonia di wilayah kerja Puskesmas Candi Lama ini disebabkan karena status gizi kurang pada balita sebanyak 27 balita di tahun 2012, selain itu terdapat 4 kasus bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). 6 Berdasarkan data-data tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan faktor lingkungan fisik rumah dengan kejadian pneumonia pada balita di 502

wilayah kerja Puskesmas Candi Lama, Kecamatan Candisari Kota Semarang. METODE PENELITIAN Desain penelitian yang digunakan adalah pendekatan case control. Desain studi case control adalah rancangan studi epidemiologi yang mempelajari hubungan antara paparan (faktor penelitian) dan penyakit dengan cara membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status paparannya. Populasi kasus dalam penelitian ini adalah seluruh penderita pneumonia dengan usia 0-59 bulan yang menjadi pasien rawat jalan di Puskesmas Candi Lama Kota Semarang dan dinyatakan menderita pneumonia berdasarkan diagnosis klinis oleh dokter Puskesmas Candi Lama Kota Semarang selama kurun waktu enam bulan terakhir (Oktober 2013-Maret 2014) dan bertempat tinggal di wilayah penelitian. Populasi kontrol dalam penelitian ini adalah seluruh balita dengan usia 0-59 bulan yang menjadi pasien rawat jalan di Puskesmas Candi Lama Kota Semarang dan dinyatakan tidak menderita pneumonia oleh dokter Puskesmas Candi Lama Kota Semarang selama kurun waktu enam bulan terakhir 503 (Oktober 2013-Maret 2014) dan bertempat tinggal di wilayah penelitian. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Candi Lama Kecamatan Candisari Kota Semarang yang mencakup 3 Kelurahan yaitu Jatingaleh, Karanganyar Gunung dan Jomblang. Besar sampel dalam penelitian ini yaitu 39 reponden untuk kelompok kasus dan 39 responden untuk kelompok kontrol. Metode pengambilan sampel yang digunakan yaitu sampel acak (random) atau disebut juga dengan teknik random sampling dengan menggunakan simple random sampling. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan teknik wawancara dan observasi. Data yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi kemudian dianalisis secara univariat dan analisis bivariat. Analisis univariat menggunakan distribusi frekuensi dan analisis bivariat menggunakan uji statistik Chi-Square (X 2 ). Sumber data dalam penelitian ini yaitu berasal dari data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data mengenai jenis lantai rumah, jenis dinding rumah, kepadatan hunian rumah, kepadatan hunian kamar tidur

balita, luas ventilasi kamar, luas ventilasi kamar tidur balita, tingkat kelembaban rumah, suhu rumah, pencahayaan alamiah rumah dan jenis bahan bakar saat memasak. Sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumen atau arsip yang dimiliki DInas Kesehatan Kota Semarang, Puskesmas Candi Lama serta Kantor Kecamatan Candisari. 504

HASIL DAN PEMBAHASAN a. Hubungan antara jenis lantai rumah dengan kejadian pneumonia Tabel 1. Analisis hubungan antara jenis lantai rumah dengan kejadian pneumonia Jenis Lantai Rumah Kasus Kontrol Nilai p Tidak memenuhi syarat 7 19,4 3 8,3 Memenuhi syarat 29 80,6 33 91,7 0,307 OR= 2,655; 95%CI (0,628-11,224) Hasil uji chi square diperoleh nilai risiko terjadinya pneumonia pada balita p=0,307 (p>0,05) yang artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis lantai rumah dengan kejadian pneumonia pada balita sedangkan nilai OR= 2,655 dengan nilai 95%CI= (0,628-11,224) menunjukkan bahwa jenis lantai rumah yang tidak memenuhi syarat dan diduga menjadi faktor risiko ternyata cenderung merupakan faktor 505 namun dalam penelitian ini belum cukup bukti untuk menjadi faktor risiko. Dalam penelitian ini sebagian responden sudah tinggal di rumah dengan jenis lantai yang memenuhi syarat kesehatan yaitu permanen, tidak berdebu pada musim kemarau dan kedap air saat musim hujan. b. Hubungan antara jenis dinding rumah dengan kejadian pneumonia Tabel 2. Analisis hubungan antara jenis dinding rumah dengan kejadian pneumonia Jenis Dinding Rumah Kasus Kontrol Nilai p Tidak memenuhi syarat 7 19,4 4 11,1 Memenuhi syarat 29 80,6 32 88,9 0,512 OR= 1,931; 95%CI (0,512-7,281) Hasil uji chi square diperoleh nilai p= pada balita sedangkan nilai OR= 1,931 0,512 (p>0,05) yang artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis dinding rumah dengan kejadian pneumonia dengan 95%CI= (0,512-7,281) menunjukkan bahwa jenis dinding rumah yang tidak memenuhi syarat dan diduga menjadi faktor

risiko ternyata cenderung merupakan faktor risiko terjadinya pneumonia pada balita namun dalam penelitian ini belum cukup bukti untuk menjadi faktor risiko. Hal ini didukung dengan jenis lantai rumah responden yang permanen dan kedap air sehingga kelembaban udara di dalam rumah juga tetap terjaga normal. c. Hubungan antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian pneumonia Tabel 3. Analisis hubungan antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian pneumonia Kepadatan Hunian Rumah Kasus Kontrol Nilai p Tidak memenuhi syarat 7 19,4 5 13,9 Memenuhi syarat 29 80,6 31 86,1 0,752 OR= 1,497; 95%CI (0,427-5,246) Hasil uji chi square diperoleh nilai cukup bukti untuk menjadi faktor risiko. p=0,752 (p>0,05) yang artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian pneumonia pada balita. Besarnya risiko menderita pneumonia dapat dilihat dari nilai OR= 1,497 dengan nilai 95%CI= (0,427-5,246) artinya kepadatan hunian rumah yang tidak memenuhi syarat yang diduga menjadi faktor risiko ternyata cenderung merupakan faktor risiko terjadinya pneumonia pada balita namun dalam penelitian ini belum 506 kontrol tinggal di rumah dengan kepadatan hunian memenuhi syarat. Hasil observasi menunjukkan bahwa sebagian besar balita tinggal di rumah dengan kepadatan rumah yang memenuhi syarat (>8 m 2 /orang). Ruangan dalam rumah yang padat penghuni apabila tidak didukung dengan pencahayaan yang baik dan kelembaban di dalam ruangannya tinggi, maka akan membahayakan kesehatan penghuninya. 7 d. Hubungan antara kepadatan hunian kamar tidur balita dengan kejadian pneumonia Tabel 4.Analisis hubungan antara kepadatan hunian kamar tidur balita dengan kejadian Kepadatan Hunian Kamar Tidur Balita pneumonia Kasus Kontrol Nilai p

Tidak memenuhi syarat 10 27,8 9 25,0 Memenuhi syarat 26 72,2 27 75,0 1,000 OR= 1,154; 95%CI (0,404-3,295) Hasil uji chi square diperoleh nilai p= cukup bukti untuk menjadi faktor risiko. 1,000 (p>0,05) artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara kepadatan hunian kamar tidur balita dengan kejadian pneumonia sedangkan nilai OR= 1,154 dengan 95%CI= (0,404-3,295) artinya kepadatan hunian kamar tidur balita yang tidak memenuhi syarat yang diduga menjadi faktor risiko ternyata cenderung merupakan faktor risiko terjadinya pneumonia pada balita namun dalam penelitian ini belum 507 Luas lantai kamar tidur harus disesuaikan dengan jumlah penghuni kamar tersebut. Kamar tidur yang terlalu padat penghuninya akan menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen, selain itu bila ada salah satu anggota keluarga yang terkena penyakit infeksi dan berada dalam satu kamar yang over crowded maka penularan penyakit akan lebih cepat. 8 e. Hubungan antara kelembaban rumah dengan kejadian pneumonia pada balita Tabel 5. Analisis hubungan antara kelembaban ruang rumah dengan kejadian pneumonia Tingkat Kelembaban Rumah Kasus Kontrol Nilai p Tidak memenuhi syarat 5 13,9 6 16,7 Memenuhi syarat 31 86,1 30 83,3 1,000 OR= 0,806; 95%CI (0,222-2,926) Hasil uji chi square diperoleh nilai namun dalam penelitian ini belum cukup p=1,000 (p>0,05) artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara kelembaban rumah dengan kejadian pneumonia pada balita. Nilai OR= 0,806 dengan 95%CI= (0,222-2,926) artinya tingkat kelembaban rumah tidak memenuhi syarat cenderung merupakan faktor protektif bukti untuk menjadi faktor protektif. Hal ini disebabkan karena sebagian besar responden tinggal di rumah dengan jenis lantai dan jenis dinding yang kedap air dan permanen serta didukung dengan kondisi pencahayaan alamiah rumah yang baik.

f. Hubungan antara suhu ruang rumah dengan kejadian pneumonia pada balita Tabel 4.25 Analisis hubungan antara suhu ruang rumah dengan kejadian pneumonia Suhu Ruang Rumah Kasus Kontrol Nilai p Tidak memenuhi syarat 28 77,8 25 69,4 Memenuhi syarat 8 22,2 11 30,6 0,593 OR= 1,540; 95%CI (0,534-4,438) Hasil uji chi square diperoleh nilai faktor risiko terjadinya pneumonia pada p=0,593 (p>0,05) yang artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara suhu ruang rumah dengan kejadian pneumonia pada balita. Besarnya risiko menderita dapat dilihat dari nilai OR= 1,540 dengan 95%CI= (0,534-4,438) yang artinya suhu rumah tidak memenuhi syarat yang diduga menjadi faktor risiko ternyata cenderung merupakan g. Hubungan antara luas ventilasi rumah dengan kejadian pneumonia 508 balita namun dalam penelitian ini belum cukup bukti untuk menjadi faktor risiko. Kemungkinan hal ini dikarenakan adanya perbedaan intensitas balita berada di dalam rumah, suhu udara luar rumah, luas ventilasi rumah, dan intensitas pencahayaan alamiah di masing-masing rumah responden. Tabel 4.26 Analisis hubungan antara luas ventilasi rumah dengan kejadian pneumonia Luas Ventilasi Rumah Kasus Kontrol Nilai p Tidak memenuhi syarat 33 91,7 32 88,9 Memenuhi syarat 3 8,3 4 11,1 1,000 OR= 1,375; 95%CI (0,285-6,635)

Hasil uji chi square diperoleh nilai p=1,000 (p>0,05) yang artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara luas ventilasi rumah dengan kejadian pneumonia pada balita. Besarnya risiko menderita dilihat dari nilai OR= 1,375 dengan 95%CI= (0,285-6,635) maksudnya ialah luas ventilasi rumah tidak memenuhi syarat yang diduga menjadi faktor risiko ternyata cenderung merupakan faktor risiko terjadinya pneumonia pada balita namun dalam penelitian ini belum cukup bukti untuk menjadi faktor risiko. Hal ini dikarenakan walaupun luas ventilasi rumah tidak memenuhi syarat tetapi kondisi pencahayaan alamiah pada rumah baik dan didukung dengan kebiasaan membuka pintu yang ditemukan pada sebagian besar responden mendukung penyediaan udara segar serta sirkulasi yang baik di dalam rumah. h. Hubungan antara luas ventilasi kamar tidur balita dengan kejadian pneumonia Tabel 4.27 Analisis hubungan antara luas ventilasi kamar tidur dengan kejadian pneumonia Luas Ventilasi Kamar Kasus Kontrol Nilai p Tidak memenuhi syarat 34 94,4 31 86,1 Memenuhi syarat 2 5,6 5 13,9 0,426 OR= 2,742; 95%CI (0,496-15,168) Hasil uji chi square diperoleh nilai cenderung merupakan faktor risiko p=0,426 (p>0,05) yang artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara luas ventilasi kamar tidur balita dengan kejadian pneumonia. Besarnya risiko dapat dilihat dari nilai OR= 2,742 dengan 95%CI= (0,496-15,168) artinya luas ventilasi kamar tidur balita tidak memenuhi syarat yang diduga menjadi faktor risiko ternyata i. Hubungan antara pencahayaan alamiah dengan kejadian pneumonia 509 terjadinya pneumonia pada balita namun dalam penelitian ini belum cukup bukti untuk menjadi faktor risiko. Hal dikarenakan walaupun ventilasi kamar tidak memenuhi syarat namun rata-rata kepadatan hunian kamar balita dan kepadata hunian rumah responden memenuhi syarat kesehatan. Tabel 4.28 Analisis hubungan antara pencahayaan alamiah dengan kejadian pneumonia

Pencahayaan Alamiah Kasus Kontrol Nilai p Tidak memenuhi syarat 23 63,9 10 27,8 Memenuhi syarat 13 36,1 26 72,2 0,005 OR=4,600 ; 95%CI (1,697-12,469) Hasil uji chi square diperoleh nilai p=0,005 alamiah tidak memenuhi syarat yang diduga (p<0,05) yang artinya ada hubungan yang bermakna antara pencahayaan alamiah dengan kejadian pneumonia pada balita. Besarnya risiko dilihat dari nilai OR= 4,600 yaitu balita yang tinggal pada rumah dengan pencahayaan alamiah tidak memenuhi syarat 4,6 kali lebih beresiko menderita pneumonia dibandingkan balita yang tinggal di rumah dengan pencahayaan alamiah yang memenuhi syarat. Nilai 95%CI= (1,697-12,469) maksudnya ialah pencahayaan 510 menjadi faktor risiko ternyata benar merupakan faktor risiko terjadinya pneumonia pada balita. Sinar matahari banyak memiliki manfaat bagi kesehatan tubuh manusia. Sinar matahari sanggup membunuh bakteri penyakit, virus dan jamur. Pencahayaan alami diperoleh dengan masuknya sinar matahari ke dalam ruangan melalui jendela, celah-celah dan bagian-bagian bangunan yang terbuka. 8 j. Hubungan antara jenis bahan bakar memasak di rumah dengan kejadian pneumonia Tabel 4.29 Analisis hubungan antara jenis bahan bakar memasak di rumah dengan kejadian pneumonia Jenis Bahan Bakar Memasak Kasus Kontrol Nilai p Tidak memenuhi syarat 7 19,4 1 2,8 Memenuhi syarat 29 80,6 35 97,2 0,061 OR=8,448; 95%CI (0,982-72,695) Hasil uji chi square diperoleh nilai p= Besarnya risiko menderita dilihat dari nilai 0,061 (p>0,05) yang artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis bahan bakar memasak dengan kejadian pneumonia. OR=8,448 dengan 95%CI= (0,982-72,695) yang artinya ialah jenis bahan bakar memasak tidak memenuhi syarat yang

diduga menjadi faktor risiko ternyata cenderung merupakan faktor risiko terjadinya pneumonia pada balita namun dalam penelitian ini belum cukup bukti untuk menjadi faktor risiko. Salah satu akibat pencemaran udara dalam ruang rumah khususnya di daerah pedesaan KESIMPULAN 1. Tidak ada hubungan antara jenis lantai rumah dengan kejadian pneumonia pada balita (p= 0,307 ; OR= 2,655). 2. Tidak ada hubungan antara jenis dinding rumah dengan kejadian pneumonia pada balita (p= 0,512 ; OR= 1,931). yaitu dikarenakan penggunaan bahan bakar padat sebagai energi untuk memasak dengan tungku sederhana atau kompor tradisional. Bahan bakar tersebut menghasilkan polutan dalam konsentrasi tinggi dikarenakan proses pembakaran yang tidak sempurna. 9 3. Tidak ada hubungan antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian pneumonia pada balita (p= 0,752 ; OR= 1,497). 4. Tidak ada hubungan antara kepadatan hunian kamar tidur balita dengan kejadian pneumonia pada balita (p= 1,000 ; OR= 1,154). 5. Tidak ada hubungan antara tingkat kelembaban rumah dengan kejadian pneumonia pada balita (p= 1,000 ; OR= 0,806). 6. Tidak ada hubungan antara suhu rumah dengan kejadian pneumonia pada balita (p= 0,593 ; OR= 1,540). 7. Tidak ada hubungan antara luas ventilasi rumah dengan kejadian pneumonia pada balita (p= 1,000 ; OR= 1,375). 511

8. Tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar dengan kejadian pneumonia pada balita (p= 0,426 ; OR= 2,742). 9. Ada hubungan antara intensitas pencahayaan alamiah dengan kejadian DAFTAR PUSTAKA 1. Engelkrik PG, Duben J. Burton s Microbiology For The Health Sciences. 9 th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer, 2011. 2. UNICEF. Committing to Child Survival: A Promise Renewed. Progress Report 2012. In: Anthony D, Mullerbeck E, editors. 2012. 3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Daerah 2013. 4. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah 2012. 2012. 5. Dinas Kesehatan Kota Semarang. Profil Kesehatan Kota Semarang 2011. Semarang. 2012. pneumonia pada balita (p= 0,005 ; OR= 4,600). 10. Tidak ada bermakna antara jenis bahan bakar memasak dengan kejadian pneumonia pada balita (p= 0,061 ; OR= 8,448). 6. Dinas Kesehatan Kota Semarang. Profil Kesehatan Kota Semarang 2012. Semarang. 2012. 7. Rachmawati DA. Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Pneumonia pada Balita Umur 12-48 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Mijen Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2013; No.1; Vol.2. 8. Muchsin R. Penyehatan Pemukiman. Yogyakarta: Gosyen Publishing, 2011. 9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1077/Menkes/Per/V/2011 Tentang Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah. 512